Beranda blog Halaman 102

Lautan Dunia Semakin Gelap, Ancaman Baru bagi Kehidupan Laut

Telset.id – Lebih dari seperlima lautan dunia mengalami penggelapan selama dua dekade terakhir, menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Global Change Biology. Fenomena ini mengancam zona fotik—lapisan teratas laut tempat 90% kehidupan laut bergantung pada sinar matahari.

Tim peneliti dari University of Plymouth dan University of Exeter menganalisis data satelit NASA selama 20 tahun (2003–2022). Hasilnya, 21% lautan global menjadi lebih gelap, dengan kedalaman zona fotik menyusut hingga 100 meter di beberapa area. Wilayah terdampak terparah mencakup kawasan Arktik dan Antartika, di mana perubahan iklim telah mengubah ekosistem secara drastis.

“Ini mengurangi ruang hidup bagi organisme yang bergantung pada cahaya untuk bertahan hidup dan bereproduksi,” jelas Thomas Davies, penulis utama studi sekaligus profesor konservasi laut di University of Plymouth. Ia menambahkan, zona fotik sangat vital bagi rantai makanan laut, penyerapan karbon, dan produksi oksigen bumi.

Penyebab yang Kompleks

Para ilmuwan belum menemukan penyebab tunggal penggelapan ini. Di dekat pesisir, sedimentasi dan polusi diduga menjadi faktor utama. Namun, di laut lepas, perubahan sirkulasi air laut dan peningkatan material organik diduga berkontribusi. Studi ini juga mencatat bahwa 10% lautan justru menjadi lebih terang, menunjukkan dinamika yang kompleks.

Davies menekankan, temuan ini harus menjadi peringatan serius. Zona fotik mendukung perikanan global, menyerap 30% emisi karbon buatan manusia, dan menghasilkan separuh oksigen bumi. “Dampaknya bisa sangat buruk bagi kesehatan planet,” ujarnya.

Penelitian sebelumnya telah mengaitkan perubahan warna permukaan laut dengan pergeseran komunitas plankton. Namun, studi terbaru ini adalah yang pertama mengukur perubahan kedalaman penetrasi cahaya secara global. Perusahaan Wajib Dengar Kata Ilmuwan untuk Atasi Perubahan Iklim menjadi semakin mendesak mengingat temuan ini.

Ahli biogeokimia laut Tim Smyth menambahkan, penggelapan lautan mungkin mempercepat dampak perubahan iklim. “Jika produktivitas plankton menurun, lautan akan menyerap lebih sedikit karbon,” katanya. Hal ini berpotensi memicu Perubahan Iklim Bikin Angin Topan Semakin Kuat dan gangguan iklim lainnya.

Ilmuwan Ciptakan Plastik Hidup dari Jamur, Ramah Lingkungan

Telset.id – Para ilmuwan di Swiss berhasil menciptakan material alternatif plastik yang hidup dan terbuat dari jamur. Material baru ini disebut “living fiber dispersions” (LFD) dan dikembangkan menggunakan serat dari jamur split-gill (Schizophyllum commune).

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Swiss Federal Laboratories for Materials Science and Technology (Empa). Mereka memanfaatkan miselium, struktur mirip akar pada jamur, yang biasanya digunakan untuk kemasan ramah lingkungan, tekstil, hingga bahan bangunan.

Berbeda dengan metode konvensional yang membersihkan serat miselium secara kimia, tim Empa membiarkannya tetap utuh dan tumbuh bersama matriks ekstraseluler. “Ini adalah jaringan makromolekul, protein, dan zat biologis lain yang memberi struktur pada jamur,” jelas peneliti Empa Ashutosh Sinha.

Material Serbaguna dan Stabil

Material berbentuk gel ini bisa dikeringkan menjadi lembaran tipis tahan sobek untuk tas belanja ramah lingkungan. Selain itu, LFD juga berfungsi sebagai pengemulsi alami untuk produk makanan atau kosmetik.

Karena berbahan dasar jamur split-gill yang bisa dimakan, produk turunannya aman dikonsumsi dan diaplikasikan pada kulit. Keunikan lain: material ini tetap “hidup” sehingga semakin stabil seiring waktu.

Solusi Krisis Plastik Global

Temuan ini menjadi angin segar di tengah krisis polusi plastik. Seperti dilaporkan dalam studi terbaru, mikroplastik telah mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Kasus seperti ikan terkontaminasi plastik semakin memperkuat urgensi bahan alternatif. Dengan sifatnya yang biodegradable, material berbasis jamur ini menawarkan solusi berkelanjutan.

Penelitian Empa masih terus dikembangkan untuk aplikasi skala industri. Inovasi ini membuka peluang baru dalam produksi material ramah lingkungan tanpa mengorbankan performa.

Produksi Lithium Sulfida untuk Baterai Solid-State Lebih Murah dan Efisien

Telset.id – Sebuah terobosan baru dalam produksi lithium sulfida untuk baterai solid-state berhasil ditemukan. Metode ini mampu memangkas biaya, panas, dan kompleksitas produksi, membuka jalan bagi pengembangan baterai generasi berikut yang lebih efisien dan terjangkau.

Lithium sulfida merupakan material kritis untuk baterai solid-state, namun produksinya selama ini membutuhkan input bahan berkemurnian tinggi dan suhu ekstrem. Proses konvensional ini tidak hanya mahal tetapi juga sulit untuk ditingkatkan skalanya. Kini, perusahaan Kanada, Standard Lithium dan Telescope Innovations, mengembangkan metode baru bernama DualPure yang beroperasi pada suhu di bawah 100°C.

A sample of battery-grade lithium sulfide produced using DualPure process.

“Proses ini memungkinkan kami mengubah bahan kimia lithium menjadi lithium sulfida berkualitas tinggi dengan biaya lebih rendah dan risiko keamanan yang minimal,” ujar Dr. Andy Robinson, Presiden dan COO Standard Lithium, dalam pernyataan resmi.

Metode DualPure dapat memproses berbagai jenis bahan baku lithium, termasuk hidroksida dan karbonat teknis, sehingga mengurangi kebutuhan energi dan menyederhanakan peralatan produksi. Selain itu, teknologi ini juga mampu mengonversi lithium karbonat dan lithium hidroksida menjadi lithium sulfida tingkat baterai dengan konsistensi tinggi.

Batch awal lithium sulfida yang diproduksi dengan metode ini telah dikirim ke produsen baterai di Asia dan Amerika Utara untuk pengujian dan validasi. Langkah ini menandai evaluasi pelanggan pertama terhadap lithium sulfida yang dihasilkan melalui proses inovatif tersebut.

Baterai solid-state dianggap sebagai generasi berikutnya setelah baterai lithium-ion. Berbeda dengan lithium-ion yang menggunakan elektrolit cair yang berisiko bocor dan mengalami thermal runaway, baterai solid-state menggunakan elektrolit padat yang meningkatkan stabilitas dan mengurangi bahaya kebakaran.

Baterai jenis ini menjanjikan kepadatan energi yang lebih besar, pengisian daya lebih cepat, dan peningkatan keamanan. Namun, adopsi massal selama ini terhambat oleh tantangan teknis dan material, terutama sulitnya mendapatkan lithium sulfida dengan harga terjangkau dan dalam skala besar.

Proses DualPure mengatasi hambatan ini dengan kemampuan bekerja menggunakan bahan baku berkualitas lebih rendah, toleransi terhadap ketidakmurnian, operasi pada suhu rendah, dan penghindaran risiko termal yang sering terjadi pada metode konvensional.

Permintaan lithium sulfida diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 50-67 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan lithium karbonat (11-15 persen) dan lithium hidroksida (10-15 persen).

Telescope saat ini sedang berdiskusi dengan produsen lithium, pembuat baterai, dan investor strategis untuk mempercepat peluncuran komersial teknologi ini. Perusahaan juga mengeksplorasi kesepakatan lisensi dan program pengembangan bersama untuk membangun rantai pasok lithium sulfida yang scalable.

Perkembangan ini datang di saat yang tepat, ketika raksasa baterai seperti Toyota, Panasonic, dan CATL berlomba-lomba mengkomersialkan teknologi solid-state untuk memenuhi permintaan produk generasi berikutnya.

Dengan terobosan ini, industri baterai solid-state kini memiliki solusi yang lebih aman, murah, dan scalable untuk memenuhi kebutuhan material kritis mereka, membuka jalan bagi adopsi yang lebih luas di berbagai sektor termasuk kendaraan listrik, perangkat portabel, dan sistem penyimpanan energi jaringan.

AI Synapse Bertenaga Cahaya Tiru Penglihatan Manusia, Akurasi 82%

0

Telset.id – Para ilmuwan di Jepang berhasil menciptakan sinapsis AI bertenaga cahaya yang mampu mengenali warna dengan akurasi mendekati kemampuan mata manusia. Teknologi revolusioner ini dikembangkan oleh tim dari Tokyo University of Science dan mencapai tingkat akurasi 82% dalam pengujian.

Dipimpin oleh Associate Professor Takashi Ikuno dari Departemen Teknik Sistem Elektronik, perangkat ini dirancang untuk mengatasi tantangan utama dalam sistem visi mesin konvensional: konsumsi daya tinggi dan kebutuhan komputasi besar. “Hasil ini membuka potensi besar untuk aplikasi sistem AI hemat daya dengan kemampuan pengenalan visual,” jelas Ikuno dalam pernyataan resmi.

AI synapse yang meniru penglihatan manusia

Cara Kerja Inovatif

Perangkat ini meniru cara kerja sinapsis biologis – penghubung antar neuron yang bereaksi terhadap rangsangan visual. Bedanya, sistem ini sepenuhnya bertenaga cahaya tanpa memerlukan sumber energi eksternal.

Tim peneliti mengintegrasikan dua sel surya peka warna (dye-sensitized solar cells/DSSCs) yang dirancang merespons panjang gelombang cahaya berbeda. Ketika terkena cahaya biru, sinapsis menghasilkan respons tegangan positif, sementara cahaya merah menghasilkan respons negatif.

Aplikasi Potensial

Dalam pengujian, sistem ini berhasil membedakan warna dengan resolusi 10 nanometer di seluruh spektrum cahaya tampak – tingkat presisi yang mendekati kemampuan mata manusia. Ketika diintegrasikan ke dalam jaringan komputasi untuk mengenali gerakan manusia, sistem mencapai akurasi 82% dengan hanya menggunakan satu sinapsis.

Teknologi ini berpotensi merevolusi berbagai industri. Di bidang otomotif, sistem visi hemat daya dapat meningkatkan deteksi rambu lalu lintas dan pejalan kaki. Di bidang kesehatan, teknologi ini bisa digunakan untuk perangkat wearable yang memantau kadar oksigen darah dengan konsumsi energi minimal.

Seperti perkembangan terbaru di bidang Neuralink yang berencana implan chip ke otak manusia, terobosan ini menunjukkan percepatan inovasi di antarmuka antara biologi dan teknologi.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports dan diharapkan dapat menginspirasi pengembangan lebih lanjut di bidang sensor optik untuk kendaraan otonom, sensor biometrik medis, dan perangkat pengenalan portabel.

Alasan Nyata Orang Enggan Pakai AI, Bukan Hanya Takut Digantikan

0

Telset.id – Kecerdasan buatan generatif (GenAI) kini merambah berbagai bidang, namun tidak semua orang bersedia mengadopsinya. Menurut penelitian terbaru dari Brigham Young University (BYU), kekhawatiran utama bukan hanya soal AI menggantikan pekerjaan manusia atau menjadi terlalu cerdas.

Profesor Jacob Steffen dan Taylor Wells dari BYU menemukan empat alasan utama orang memilih tidak menggunakan GenAI. “Ketika orang memilih untuk tidak memakai sesuatu, biasanya ada banyak pertimbangan di baliknya,” kata Steffen, profesor sistem informasi di Marriott School of Business.

Kekhawatiran Utama Pengguna

Penelitian ini dilakukan melalui dua survei terpisah. Hasilnya mengungkap empat alasan dominan:

  • Kualitas output: Ketidakpercayaan terhadap akurasi dan keandalan hasil AI
  • Etika: Kekhawatiran bahwa penggunaan AI bisa melanggar hukum atau tidak jujur
  • Risiko: Ketakutan akan keamanan data dan privasi
  • Interaksi manusia: Persepsi bahwa komunikasi dengan AI terasa artifisial dan kurang bermakna

Kekhawatiran ini muncul dalam berbagai konteks, mulai dari mengerjakan tugas sekolah hingga membuat keputusan hidup penting. “Jika Anda memakai GenAI untuk semua tugas, pekerjaan cepat selesai tapi Anda tidak belajar apa-apa,” ujar Wells.

AI Sebagai Alat, Bukan Pengganti

Steffen menganalogikan GenAI seperti palu—berguna dalam konteks tepat tapi bisa kontraproduktif jika dipakai sembarangan. “Jika digunakan benar, GenAI bisa menjadi alat pembelajaran terhebat yang pernah ada,” katanya.

Penelitian ini diharapkan bisa membantu masyarakat memilih kapan AI tepat digunakan. “Pertimbangkan tujuan Anda: untuk belajar, menyelesaikan pekerjaan cepat, atau hadiah untuk orang lain? Ini membantu menentukan kapan AI sebaiknya dipakai,” jelas Steffen.

Seperti kasus modus SMS masking yang memanfaatkan teknologi, penggunaan AI juga memerlukan pertimbangan etis dan keamanan. Temuan BYU ini dipublikasikan dalam studi berjudul “Resistance to Generative AI: Investigating the Drivers of Non-Use”.

TikTok Luncurkan Fitur “Manage Topics” untuk Personalisasi Feed

0

Telset.id – TikTok memperkenalkan fitur baru bernama “Manage Topics” yang memungkinkan pengguna mengatur konten yang muncul di feed For You. Fitur ini sebelumnya diuji coba di AS tahun lalu dan kini tersedia secara global.

Dengan Manage Topics, pengguna bisa menyesuaikan seberapa sering mereka ingin melihat konten terkait topik tertentu. Beberapa contoh kategori yang tersedia antara lain seni kreatif, tarian, perjalanan, makanan & minuman, serta kesehatan & kebugaran.

Menurut pengumuman resmi TikTok, perubahan preferensi tidak akan menghapus topik sepenuhnya, tetapi memengaruhi frekuensi rekomendasi konten terkait. “Ini memberi kendali lebih besar kepada pengguna atas pengalaman mereka,” jelas pernyataan tersebut.

Untuk konten yang ingin dihindari, TikTok juga menyediakan Smart Keyword Filtering berbasis AI. Fitur ini memperluas filter kata kunci yang sudah ada dengan mencakup sinonim atau kata terkait dalam caption, hashtag, dan deskripsi.

Cara Menggunakan Manage Topics

Pengguna dapat mengakses fitur ini melalui:

  • Settings > Content preferences > Manage topics
  • Atau tap Share pada postingan > Why this video > Adjust your For You > Manage Topics

Setiap topik dilengkapi slider untuk menyesuaikan frekuensi tampil. TikTok juga menyertakan penjelasan singkat tentang jenis konten dalam setiap kategori sebelum pengguna menyimpan preferensi.

Fitur ini melengkapi opsi personalisasi lain yang sudah ada seperti Restricted Mode, mute akun, serta interaksi melalui like, follow, dan pencarian. Sebelumnya, TikTok juga memperkenalkan fitur keamanan untuk melindungi data pengguna.

Langkah ini sejalan dengan tren platform media sosial seperti YouTube yang mengadopsi elemen mirip TikTok. Dengan Manage Topics, TikTok semakin memperkuat posisinya sebagai platform yang mengutamakan pengalaman pengguna yang dipersonalisasi.

Paradromics Uji Coba Implan Otak Pertama pada Manusia

Telset.id – Startup antarmuka otak-komputer Paradromics mengumumkan keberhasilan uji coba implan otak pertama pada manusia. Prosedur ini dilakukan pada 14 Mei di University of Michigan, di mana implan bernama Connexus berhasil dipasang dan dicabut setelah 10 menit.

Uji coba ini menjadi langkah awal menuju uji klinis jangka panjang untuk mengembalikan kemampuan bicara pada penderita cedera tulang belakang, stroke, atau ALS. CEO Paradromics, Matt Angle, menyebut momen ini sebagai peluang unik karena pasien sedang menjalani operasi otak untuk epilepsi.

“Ketika seseorang menjalani prosedur bedah saraf besar, risiko tambahan untuk menguji implan otak sangat rendah,” kata Angle. Pasien memberikan persetujuan untuk pemasangan sementara di lobus temporal, area otak yang memproses informasi pendengaran dan memori.

Connexus berukuran lebih kecil dari koin dime dan dilengkapi 420 jarum mikro elektroda yang merekam sinyal neuron individu. Teknologi ini mirip dengan implan Neuralink milik Elon Musk, meski yang terakhir menggunakan 1.000 elektroda pada 64 benang fleksibel.

Berbeda dengan pendekatan invasif Paradromics dan Neuralink, perusahaan seperti Precision Neuroscience dan Synchron mengembangkan implan non-invasif yang ditempatkan di permukaan otak atau pembuluh darah. Namun, menurut Angle, kedekatan dengan neuron individual memberikan sinyal berkualitas lebih tinggi.

Antarmuka otak-komputer (BCI) tidak membaca pikiran secara langsung, melainkan menerjemahkan sinyal saraf terkait niat gerakan. Pada 2023, tim dari Stanford University dan UC San Francisco berhasil mendekode ucapan dengan kecepatan 62-78 kata per menit menggunakan BCI.

Paradromics menargetkan hasil serupa dan berencana memulai uji klinis pada pasien lumpuh akhir tahun ini. “Membawa perangkat medis baru ke pasar sangat sulit, terutama untuk implan otak,” kata Justin Sanchez, peneliti neuroteknologi di Battelle.

Selama 20 tahun, Utah array menjadi standar riset BCI dengan 100 elektroda. Namun, desainnya yang ketinggalan zaman mendorong Paradromics, Neuralink, dan lainnya untuk mengembangkan material lebih tahan lama dengan lebih banyak elektroda.

Matt Willsey, ahli bedah saraf yang memimpin prosedur, menyatakan lebih banyak elektroda dapat meningkatkan kinerja BCI. Paradromics bahkan berencana menguji empat implan sekaligus di otak untuk kapasitas perekaman maksimal.

Jennifer Collinger, peneliti BCI di University of Pittsburgh, menyebut uji coba ini sebagai “gladi resik” penting sebelum studi jangka panjang. “Ini tentang memastikan prosedur implantasi berjalan lancar dan perangkat berfungsi optimal,” ujarnya.

Perkembangan terbaru ini menandai persaingan sengit di industri BCI, di mana Paradromics bersaing dengan raksasa seperti Neuralink. Keamanan data pikiran menjadi salah satu tantangan utama yang perlu diatasi.

Google Photos Perkenalkan Fitur Pencarian Teks Lebih Akurat

0

Telset.id – Google Photos kini menghadirkan pembaruan signifikan yang mempermudah pencarian foto berdasarkan teks dalam gambar. Fitur baru ini memungkinkan pengguna menemukan foto dengan kata spesifik menggunakan tanda kutip.

Menurut posting resmi Google, fitur ini mulai diluncurkan secara bertahap. Dengan mengetik kata dalam tanda kutip, seperti “paspor”, Google Photos akan menampilkan foto yang mengandung teks tersebut. Ini sangat berguna untuk mencari dokumen, tanda, atau catatan tulisan tangan.

“Ini merupakan bagian dari perayaan ulang tahun ke-10 Google Photos,” jelas Google dalam pernyataannya. Pembaruan ini menyusul berbagai alat memori dan AI yang diumumkan bulan lalu.

Fitur ini bekerja optimal ketika teks dalam gambar jelas terbaca. Namun, Google mengakui ada keterbatasan untuk teks dengan font unik, terhalang, atau dalam bahasa tertentu.

Peningkatan ini terutama bermanfaat bagi pengguna yang menyimpan screenshot, dokumen pindai, atau struk di Google Photos. Sebelumnya, pencarian sering menampilkan hasil tidak relevan.

Google Photos sebelumnya telah memperkenalkan berbagai fitur inovatif seperti Quick Edit dan Block Face. Pembaruan terbaru ini menunjukkan komitmen Google dalam mengembangkan teknologi pengenalan teks berbasis AI.

 

Bagi pengguna yang belum melihat fitur ini, Google menyatakan pembaruan akan tersedia untuk semua akun dalam waktu dekat. Cukup ketik kata spesifik dalam tanda kutip untuk mencoba fungsionalitas baru ini.

Google Messages Dapat Pembaruan Material 3 Expressive

0

Telset.id – Google Messages mulai menerima pembaruan antarmuka dengan desain Material 3 Expressive, bahasa desain terbaru dari Google yang lebih berwarna, dapat disesuaikan, dan berani. Pembaruan ini merupakan bagian dari Android 16 yang saat ini masih dalam versi beta, tetapi beberapa aplikasi seperti Gmail, Photos, dan sekarang Google Messages sudah mendapatkan sentuhan baru tersebut.

Menurut laporan 9to5Google, untuk saat ini, hanya antarmuka obrolan Google Messages yang telah diubah dengan Material 3 Expressive. Perubahan ini mungkin tidak langsung terlihat, terutama jika pengguna hanya melihat sekilas, tetapi beberapa elemen antarmuka telah diperbarui.

Google Messages Material 3 Expressive

Perubahan Utama dalam Pembaruan

Beberapa perubahan yang paling mencolok termasuk:

  • Thread pesan sekarang ditempatkan dalam wadah dengan sudut membulat.
  • App bar memiliki lapisan gelap yang lebih menonjol.
  • Menu ‘plus’ di bagian bawah kini berbentuk wadah terpisah dengan opsi seperti Gallery, GIFs, Files, dan Location yang ditampilkan dalam bentuk pill-shaped container, bukan lingkaran.
  • Ikon pada menu tidak lagi berwarna-warni dan memiliki kepadatan yang lebih rendah.

Google Messages Material 3 Expressive

Selain itu, menu emoji juga mengalami perubahan. Ketika pengguna mengetuk menu emoji, mereka akan melihat tombol grup yang terhubung untuk beralih antara Emoji, GIFs, Stickers, dan Photomoji. Menu ini juga ditempatkan dalam wadah membulat, dan tab yang dipilih akan berubah menjadi pill-shaped.

Ketersediaan Pembaruan

Pengguna Google Messages, terutama yang menggunakan perangkat Samsung dan mengikuti program beta versi 20250528_00_RC00, dapat mengharapkan perubahan ini segera muncul. Pembaruan Material 3 Expressive untuk Android 16 diumumkan bulan lalu selama Google I/O’s Android Show. Desain ini bertujuan untuk membuat antarmuka lebih emosional dan mudah digunakan.

Google terus memperbarui aplikasi Messages dengan fitur-fitur baru. Sebelumnya, aplikasi ini juga mendapat fitur seperti tampilan “View Details” yang lebih informatif dan integrasi dengan WhatsApp untuk panggilan video.

Dengan pembaruan ini, Google berharap pengalaman pengguna menjadi lebih menyenangkan dan intuitif. Apakah Anda sudah melihat perubahan ini di perangkat Anda?

Mario Kart World Rilis di Switch 2 dengan Fitur Open World

0

Telset.id – Nintendo resmi meluncurkan Mario Kart World sebagai judul utama untuk konsol Switch 2. Game ini menandai perubahan besar dalam seri Mario Kart dengan menghadirkan dunia terbuka yang bisa dijelajahi secara bebas.

Selama acara hands-on eksklusif di New York, WIRED berkesempatan mencoba berbagai mode permainan, termasuk Knockout Tour, battle, dan area eksplorasi terbuka. Produser Kosuke Yabuki menjelaskan, tim pengembang ingin menciptakan pengalaman yang lebih dinamis dibandingkan seri sebelumnya.

Dunia Terbuka yang Dinamis

Mario Kart World memperkenalkan peta dunia terhubung bernama Free Roam, di mana pemain bisa berkendara ke berbagai lokasi seperti pantai, pegunungan, atau jalur off-road. Fitur ini berbeda dari seri sebelumnya yang hanya fokus pada balapan.

“Kami memikirkan bagaimana merancang rute balap yang saling terhubung seperti jaringan di seluruh dunia,” kata Yabuki melalui penerjemah. “Setiap jalur harus menyenangkan dan menawarkan nilai lebih bagi pemain.”

Balapan Lebih Kacau dan Menegangkan

Jumlah pemain dalam satu balapan kini mencapai 24 orang, dua kali lipat dari versi sebelumnya. Hal ini membuat kompetisi lebih sengit, dengan serangan item seperti blue shell yang bisa mengubah posisi secara drastis.

Selain balapan, Mario Kart World juga menyertakan mode battle klasik seperti balloon popping. Mode baru Knockout Tour menjadi sorotan, di mana pemain harus bertahan hingga akhir untuk menjadi pemenang.

Nintendo menghindari istilah open world untuk menggambarkan game ini. “Kami lebih fokus pada pengalaman Mario Kart yang tetap mudah dipahami, tetapi dengan lapisan eksplorasi tambahan,” jelas Yabuki.

Game ini juga mendukung fitur sosial Switch 2 seperti GameChat, memungkinkan pemain berinteraksi saat bermain online. Namun, ketersediaan konsol dan aksesoris masih menjadi tantangan menjelang peluncuran resmi.

Teaser Samsung Galaxy Z Fold7 Ultra, Lebih Tipis dari Pendahulu

0

Telset.id – Samsung akhirnya merilis teaser resmi untuk Galaxy Z Fold7 Ultra, mengkonfirmasi rumor yang beredar selama ini. Perangkat ini akan meluncur tahun ini bersama varian Z Fold7 standar serta Z Flip7 dan Z Flip7 FE. Peluncuran digadang-gadang berlangsung di New York awal Juli mendatang.

Teaser yang dirilis Samsung memperlihatkan desain Z Fold7 Ultra dengan profil yang sangat tipis. Meski belum diungkap angka pastinya, perusahaan menjanjikan ketebalannya lebih baik dibanding Z Fold6 (5.6 mm saat terbuka) dan Z Fold Special Edition (4.9 mm). Selain itu, Samsung mengklaim kamera Ultra akan menjadi yang terbaik di kelasnya, tantangan serius bagi pesaing seperti vivo X Fold3 Pro.

Kehadiran Z Fold7 Ultra sebenarnya sudah lama diantisipasi. Tahun lalu, Samsung sempat dikabarkan akan merilisnya sebagai bagian dari seri Z Fold6, namun akhirnya digantikan oleh Z Fold Special Edition (dikenal sebagai W25 di Korea Selatan dan China). Varian Special Edition itu menawarkan layar utama 8 inci, layar samping 6.5 inci, kamera 200MP, RAM 16GB, serta bodi lebih ringan dan tipis.

Meski belum diumumkan secara resmi, bocoran sebelumnya menyebut Z Fold7 Ultra akan mengadopsi kamera 200MP seperti pendahulunya. Selain itu, kapasitas baterainya diprediksi mengalami peningkatan untuk mendukung performa tinggi. Informasi lebih lanjut tentang spesifikasi dan harga kemungkinan akan terungkap mendekati tanggal peluncuran.

Peluncuran Z Fold7 Ultra ini menandai strategi Samsung dalam memperluas lini ponsel lipat premium. Dengan varian Ultra, perusahaan berharap bisa bersaing lebih ketat di segmen high-end, terutama melawan merek China yang agresif seperti vivo dan Huawei. Untuk varian lebih terjangkau, Samsung juga menyiapkan Z Flip7 FE dengan harga di bawah €1.000.

Sebelumnya, Telset.id juga melaporkan bahwa Z Flip7 akan hadir dengan layar cover edge-to-edge, sementara Z Fold7 dikabarkan memiliki peningkatan pada bodi dan layar. Dengan rangkaian lengkap ini, Samsung tampaknya siap mendominasi pasar ponsel lipat tahun 2025.

Fantastic Four: First Steps Gunakan Batu sebagai Stand-in Karakter The Thing

0

Telset.id – Marvel Studios kembali menunjukkan kreativitasnya dalam produksi film terbaru mereka, The Fantastic Four: First Steps. Kali ini, tim produksi menggunakan batu sebagai stand-in untuk karakter Ben Grimm alias The Thing.

Dilansir dari Empire Magazine, sutradara Matt Shakman mengungkapkan bahwa mereka menemukan batu di gurun yang dianggap cocok dengan visual The Thing. Batu tersebut kemudian diberi nama “Jennifer” dan digunakan dalam setiap adegan yang melibatkan karakter tersebut.

“Kami pergi ke gurun dan menemukan batu yang persis seperti bagaimana The Thing seharusnya terlihat,” kata Shakman. “Kami memfilmkannya di setiap adegan di mana The Thing muncul, di bawah berbagai kondisi pencahayaan.”

Batu “Jennifer” membantu tim animasi CGI dalam menentukan warna dan pencahayaan yang dibutuhkan untuk menciptakan tampilan akhir The Thing. Hal ini juga memastikan karakter tersebut tidak terlihat terlalu kartun di layar.

Ebon Moss-Bachrach, yang memerankan Ben Grimm, mengaku sangat puas dengan hasil akhirnya. “Ini sedikit membingungkan memikirkan ratusan orang yang membantu menganimasikan karakter ini. Saya percaya mereka akan membuat penampilan saya jauh lebih keren,” ujarnya.

Selain mengandalkan batu sebagai referensi visual, Moss-Bachrach juga melakukan pendalaman karakter untuk Ben Grimm. “Dia berasal dari Lower East Side,” jelas aktor asal New York tersebut. “Banyak dari karakter ini adalah penghormatan kepada ayahnya (Jack Kirby), dan itu sangat berarti bagi saya.”

The Fantastic Four: First Steps akan tayang di bioskop pada 25 Juli mendatang. Film ini menjadi salah satu proyek Marvel Studios yang paling dinantikan tahun ini, terutama setelah rilis teaser trailer yang menggemparkan.

Marvel Studios dikenal dengan pendekatan unik dalam produksi film mereka. Sebelumnya, Sean Gunn pernah menjadi stand-in untuk karakter Rocket Raccoon di Guardians of the Galaxy. Namun, penggunaan batu sebagai stand-in untuk The Thing menjadi langkah kreatif baru yang patut diapresiasi.

Fans juga bisa menantikan kehadiran karakter lain seperti Herbie yang dikabarkan akan menjadi senjata rahasia dalam film ini. Sementara itu, Marvel terus memperluas universe mereka dengan proyek-proyek baru seperti Thunderbolts dan Avengers: Doomsday.