Beranda blog Halaman 55

OpenAI Dituduh Paranoid dan Kejar Lawan dengan Subpoena

0

Telset.id – OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, dituduh menunjukkan perilaku paranoid dengan mengirimkan subpoena kepada sejumlah organisasi nirlaba keselamatan AI. Langkah ini diambil menyusul transisi perusahaan dari nirlaba ke struktur for-profit, yang memicu berbagai penentangan termasuk dari pendiri Elon Musk.

Menurut laporan San Francisco Standard, OpenAI telah mengirimkan permintaan dokumen hukum kepada setidaknya tiga organisasi nirlaba yang fokus pada tata kelola AI. Salah satunya adalah Encode Justice, yang diwakili oleh penasihat umum Nathan Calvin. Calvin mengungkapkan keterkejutannya ketika menerima subpoena dari OpenAI melalui seorang petugas sherif di Washington, DC.

“Saya hanya berpikir, ‘Wow, mereka benar-benar melakukan ini,'” kata Calvin kepada San Francisco Standard. “‘Ini benar-benar terjadi.'” Subpoena tersebut menuntut Encode Justice untuk memberikan informasi tentang keterlibatan Musk dalam pendirian OpenAI dan komunikasi dengan Mark Zuckerberg, CEO Meta.

Latar Belakang Konflik

Konflik ini berawal dari keputusan OpenAI untuk beralih dari struktur nirlaba ke for-profit pada 2024. Musk, yang merupakan salah satu pendiri awal, menggugat perusahaan dengan alasan pengabaian misi awal untuk mengembangkan AI bagi kemanusiaan, bukan keuntungan finansial. Gugatan ini juga menyusul penolakan Altman terhadap tawaran akuisisi senilai hampir $100 miliar dari Musk sebelumnya.

OpenAI melalui pengacara Ann O’Leary membela tindakan mereka dengan menyatakan bahwa subpoena bertujuan untuk mengungkap “penyandang dana yang memegang saham langsung di perusahaan pesaing,” termasuk Musk, Zuckerberg, dan investor Anthropic seperti Dustin Moskovitz dan Pierre Omidyar. “Ini tentang transparansi mengenai siapa yang mendanai organisasi-organisasi ini,” tegas O’Leary.

Dampak pada Organisasi Kecil

Bagi organisasi kecil seperti Encode Justice, tekanan dari OpenAI menimbulkan beban signifikan. Calvin mengakui bahwa proses hukum ini menguras waktu dan sumber daya yang seharusnya dapat dialokasikan untuk misi organisasi. “Ini melelahkan bagi organisasi kecil, dan bagi saya secara pribadi, untuk menghabiskan banyak waktu berurusan dengan pengacara dan menanggapi wartawan tentang tuduhan yang konyol dan palsu,” ujarnya.

OpenAI juga menargetkan kelompok nirlaba lain yang mendukung RUU California yang sempat diusulkan untuk memblokir transisi for-profit perusahaan. Meskipun RUU tersebut akhirnya dibatalkan, OpenAI tetap memandang kelompok-kelompok ini sebagai bagian dari konspirasi yang lebih besar.

Calvin menyimpulkan bahwa OpenAI tampaknya terjebak dalam “gelembung paranoid” di tengah tekanan dari Meta yang berusaha merekrut karyawan mereka dan Musk yang dianggap ingin menjatuhkan perusahaan. “Saya pikir mereka hanya melihat konspirasi dan bayangan musuh mereka di tempat-tempat yang sebenarnya tidak ada,” tambahnya.

Perkembangan terbaru ini terjadi dalam konteks yang lebih luas di mana Sam Altman terus memperingatkan tentang batasan ChatGPT sambil memimpin perusahaan melalui transformasi besar-besaran. Sementara itu, perubahan struktur kepemimpinan di OpenAI juga terus berlanjut dengan penunjukan Fidji Simo sebagai CEO divisi aplikasi.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, OpenAI tetap menjadi salah satu perusahaan AI paling bernilai di dunia. Namun, ekspansi ke bidang baru seperti antarmuka otak-komputer menunjukkan bahwa perusahaan tidak berhenti berinovasi meski di tengah kontroversi.

Dampak jangka panjang dari tindakan hukum OpenAI terhadap organisasi nirlaba masih harus dilihat. Namun, yang jelas, insiden ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat dalam ekosistem AI antara kepentingan komersial dan nilai-nilai keselamatan yang menjadi fondasi awal pengembangan teknologi ini.

Garmin fēnix 8 Pro: Revolusi MicroLED dan Konektivitas Satelit

0

Telset.id – Bayangkan Anda sedang mendaki gunung terpencil, jauh dari jangkauan sinyal seluler, namun tetap bisa mengirim pesan dan berbagi lokasi dengan keluarga. Atau membayangkan membaca peta dan statistik kesehatan di bawah terik matahari dengan kejernihan layar yang belum pernah Anda alami sebelumnya. Itulah yang ditawarkan Garmin fēnix 8 Pro, smartwatch yang tidak hanya mendefinisikan ulang standar kecerahan layar, tetapi juga menghadirkan konektivitas satelit langsung di pergelangan tangan.

Garmin kembali mengejutkan dunia wearable dengan meluncurkan seri fēnix 8 Pro pada 3 September 2025 di Amerika Serikat. Smartwatch premium ini bukan sekadar upgrade minor, melainkan lompatan besar dalam teknologi yang mengintegrasikan layar MicroLED pertama di kelasnya dan fitur inReach untuk konektivitas satelit dan seluler. Bagi para petualang dan atlet, ini bukan hanya gadget—ini adalah penjaga keselamatan dan performa yang selalu siap menemani setiap langkah.

Sejak diluncurkan pertama kali, seri fēnix selalu identik dengan inovasi. Ingat Garmin fēnix 6X Pro Solar sebagai smartwatch bertenaga surya pertama di dunia? Atau fēnix 7 dengan GNSS multi-band dan senter LED terintegrasi? Kini, fēnix 8 Pro melanjutkan tradisi tersebut dengan dua terobosan utama: layar MicroLED ultra-terang dan teknologi inReach built-in. Gabungan ini menjadikannya bukan sekadar smartwatch, melainkan companion pintar untuk segala petualangan.

Konektivitas Tanpa Batas dengan Teknologi inReach

Salah satu fitur paling revolusioner di fēnix 8 Pro adalah integrasi teknologi inReach. Untuk pertama kalinya, pengguna dapat menikmati konektivitas satelit dan seluler langsung dari pergelangan tangan, tanpa perlu membawa ponsel. Fitur ini sangat berguna bagi para pendaki, pelari trail, atau siapa pun yang sering beraktivitas di area terpencil.

Content image for article: Garmin fēnix 8 Pro: Revolusi MicroLED dan Konektivitas Satelit

Dengan konektivitas satelit, Anda bisa mengirim pesan teks, melakukan check-in lokasi, dan bahkan memantau perjalanan melalui LiveTrack. Saat terhubung ke jaringan LTE, fiturnya semakin lengkap: panggilan telepon, pesan suara, dan prakiraan cuaca real-time tersedia dengan mudah. Yang tak kalah penting, fēnix 8 Pro dilengkapi fungsi SOS yang didukung Garmin Response Center—tim tanggap darurat 24/7 yang telah menangani lebih dari 17.000 insiden di seluruh dunia.

Layar MicroLED: Kecerahan yang Mengesankan

Jika Anda pernah kesulitan membaca layar smartwatch di bawah sinar matahari langsung, fēnix 8 Pro punya solusinya. Smartwatch ini menjadi yang pertama mengadopsi layar MicroLED, dengan lebih dari 400.000 LED individual yang menghasilkan kecerahan hingga 4.500 nits. Angka itu bukan sekadar jargon teknis—ini berarti tingkat keterbacaan yang superior bahkan dalam kondisi paling terang.

MicroLED bukan hanya tentang kecerahan, tetapi juga efisiensi energi dan ketajaman warna. Teknologi ini memungkinkan fēnix 8 Pro menampilkan peta, statistik kebugaran, dan metrik kesehatan dengan detail yang memukau. Bagi Garmin, ini adalah pencapaian besar dalam produksi massal wearable technology, sekaligus bukti bahwa inovasi tidak pernah berhenti.

Dirancang untuk Petualang Sejati

fēnix 8 Pro tidak hanya mengandalkan fitur konektivitas dan layar canggih. Smartwatch ini juga dilengkapi dengan segudang fitur performa, navigasi, dan kesehatan yang telah menjadi trademark Garmin. Dari Endurance Score, Hill Score, Daily Suggested Workouts, hingga peta TopoActive yang sudah terpasang—semuanya dirancang untuk membantu Anda mencapai performa terbaik.

Fitur kesehatan seperti aplikasi Garmin ECG dan Sleep Coach juga hadir untuk memastikan Anda tetap sehat selama berpetualang. Namun, perlu diingat bahwa aplikasi ECG hanya tersedia di smartwatch tertentu dan tidak dapat diakses di semua wilayah. Selalu periksa ketersediaan fitur sesuai lokasi Anda.

Bicara soal ketersediaan, fēnix 8 Pro dan varian MicroLED-nya akan mulai dijual di AS pada 8 September 2025. Untuk wilayah lain, termasuk Indonesia, peluncurannya akan disesuaikan dengan regulasi satelit setempat. Garmin berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah dan penyedia layanan telekomunikasi agar produk ini dapat dinikmati oleh lebih banyak orang.

Nah, bagi Anda yang sudah menggunakan produk Garmin sebelumnya, tips seperti mengatasi bug bootloop mungkin berguna untuk menjaga perangkat tetap optimal. Atau jika Anda tertarik dengan varian premium lainnya, Garmin MARQ Adventurer Damascus Steel Edition bisa menjadi alternatif yang menarik.

Garmin fēnix 8 Pro bukan sekadar smartwatch—ia adalah bukti bahwa teknologi wearable bisa menghadirkan keamanan, konektivitas, dan performa dalam satu paket lengkap. Dengan filosofi “engineered on the inside for life on the outside,” produk ini siap menemani setiap petualangan Anda, di mana pun dan kapan pun.

Samsung Galaxy A17 5G: HP 3 Jutaan dengan AI untuk Produktivitas Maksimal

0

Telset.id – Di era di mana produktivitas menjadi kunci kesuksesan, memiliki smartphone yang mampu mendukung berbagai aktivitas dari pagi hingga malam bukan lagi sekadar keinginan, melainkan kebutuhan. Samsung Electronics Indonesia menjawab tantangan ini dengan meluncurkan Galaxy A17 5G, ponsel pintar dengan harga terjangkau yang dibekali kecerdasan buatan untuk membantu pengguna tetap produktif, kreatif, dan terhubung dengan cara yang lebih cerdas.

Dengan harga spesial Rp 3.699.000, Galaxy A17 5G menawarkan kombinasi unik antara fitur AI canggih, performa tangguh, dan desain yang stylish. Ponsel ini hadir dalam tiga pilihan warna menarik: Blue, Grey, dan Black, dengan bodi yang lebih tipis dan ringan dari generasi sebelumnya. Lantas, apa saja yang membuat smartphone ini layak menjadi partner produktivitas Anda?

AI Circle to Search dan Gemini: Revolusi Cara Kerja

Salah satu fitur andalan Galaxy A17 5G adalah kehadiran Circle to Search (CTS), yang memungkinkan pengguna mencari informasi dengan cepat hanya dengan melingkari teks, gambar, atau objek di layar. Bayangkan saat Anda membaca jurnal berbahasa Inggris dan menemukan istilah teknis yang tidak familiar. Dengan CTS, cukup lingkari kata tersebut, dan dalam sekejap Anda akan mendapatkan terjemahan atau penjelasan detail tanpa perlu berpindah aplikasi. Sungguh efisien, bukan?

Tak hanya itu, Galaxy A17 5G juga mengintegrasikan Gemini, asisten AI cerdas yang dapat diakses dengan menekan lama tombol power. Gemini mampu menjawab pertanyaan kompleks, merangkum materi kuliah atau rapat, bahkan membantu menghasilkan ide kreatif dalam hitungan detik. Fitur ini sangat berguna bagi pelajar, mahasiswa, dan profesional yang membutuhkan solusi cepat dan akurat dalam aktivitas sehari-hari.

Content image for article: Samsung Galaxy A17 5G: HP 3 Jutaan dengan AI untuk Produktivitas Maksimal

Multitasking Lancar dengan Performa Mumpuni

Galaxy A17 5G ditenagai oleh prosesor Exynos 1330 berteknologi 5nm, yang menghadirkan performa bertenaga untuk berbagai aktivitas produktif. Mulai dari editing dokumen, meeting daring, hingga streaming materi belajar, semuanya berjalan dengan mulus. Dengan RAM 8GB dan penyimpanan hingga 256GB, Anda tidak perlu khawatir kehabisan ruang untuk menyimpan file kerja, foto, dan aplikasi pendukung produktivitas.

Layar Super AMOLED 6,7 inci dengan refresh rate 90Hz membuat pengalaman scrolling chat, membaca dokumen, dan menonton video menjadi lebih jernih, lancar, dan nyaman. Ukuran layar yang luas memudahkan Anda menjawab chat WhatsApp dari teman atau grup kuliah, melihat presentasi, atau menikmati video hiburan favorit tanpa gangguan. Plus, Galaxy A17 5G hadir tanpa iklan yang mengganggu, sehingga fokus Anda tetap terjaga.

Baterai 5.000mAh dengan dukungan 25W Fast Charging memastikan ponsel ini siap menemani aktivitas padat dari pagi hingga malam. Dan ketika sedang di perjalanan dan tiba-tiba turun hujan ringan, sertifikasi IP54 memastikan perangkat tetap aman dari percikan air. Jadi, Anda bisa melanjutkan aktivitas tanpa khawatir.

Ekosistem Galaxy untuk Pengalaman Terpadu

Maksimalkan pengalaman produktif Anda dengan melengkapi Galaxy A17 5G dengan perangkat ekosistem Galaxy seperti Galaxy Buds Core. Dengan ANC (Active Noise Cancellation), Anda bisa fokus pada meeting atau mendengarkan musik favorit tanpa gangguan suara sekitar. Fitur ini sangat berguna bagi Anda yang sering bekerja atau belajar di lingkungan ramai.

Galaxy A17 5G bukan sekadar smartphone biasa. Ia adalah bukti bahwa teknologi canggih bisa hadir dalam harga yang terjangkau. Dengan segala keunggulannya, ponsel ini siap menjadi partner andalan bagi anak muda Indonesia yang ingin tetap produktif, aman, dan terkoneksi sepanjang hari.

Galaxy A17 5G sudah bisa didapatkan di store resmi Samsung, e-commerce partner, dan retailer pilihan di seluruh Indonesia. Setiap pembelian datang dengan bonus senilai hingga Rp 817.700, termasuk gratis travel adapter 25W, paket data XL 60GB, dan diskon 30% untuk Samsung Care+ 2 tahun proteksi total. Bagi yang ingin melengkapi pengalaman dengan Galaxy Buds Core, tersedia potongan 10% dari harga awal Rp 799.000 untuk purchase with purchase bersama Galaxy A17 5G.

Jadi, tunggu apa lagi? Tingkatkan produktivitas Anda dengan Galaxy A17 5G dan rasakan penggunaannya yang lebih cerdas dan efisien. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs resmi Samsung atau hubungi retailer terdekat.

Cara Mendengarkan Dokumen di Google Docs dengan Fitur Audio AI Gemini

0

Telset.id – Pernahkah Anda membayangkan dokumen yang bisa berbicara? Google baru saja menghadirkan revolusi aksesibilitas dengan meluncurkan fitur audio di Google Docs, memungkinkan teks dibacakan langsung oleh AI Gemini. Bagi Anda yang kerap berkutat dengan dokumen panjang atau memiliki kebutuhan aksesibilitas, fitur ini bukan sekadar gimmick—ini adalah terobosan yang mengubah cara kita berinteraksi dengan teks.

Bayangkan: alih-alih harus membaca ratusan halaman laporan, Anda cukup duduk santai sambil mendengarkan dokumen tersebut dibacakan dengan suara natural. Fitur ini tak hanya memudahkan pekerjaan, tetapi juga membuka pintu bagi inklusivitas, membantu mereka yang memiliki keterbatasan visual atau preferensi belajar auditori. Lantas, bagaimana cara memanfaatkannya? Simak panduan lengkapnya berikut ini.

Cara Mengaktifkan Fitur Audio di Google Docs

Menggunakan fitur audio di Google Docs sangatlah sederhana. Pertama, buka dokumen yang ingin Anda ubah menjadi audio. Pada bilah menu di bawah judul, klik Tools (atau Alat jika menggunakan bahasa Indonesia), lalu pilih opsi Audio. Selanjutnya, klik Listen to this tab, dan secara instan, teks dalam dokumen akan dibacakan oleh AI Gemini. Prosesnya cepat, tanpa perlu konfigurasi rumit.

Selain itu, penulis dokumen dapat menambahkan tombol audio khusus melalui menu Insert > Audio. Dengan ini, pembaca cukup mengklik tombol tersebut untuk memutar audio tanpa harus membuka menu Tools. Fitur ini sangat berguna untuk dokumen yang dibagikan secara luas, memastikan pengalaman mendengarkan yang lebih intuitif.

Kustomisasi dan Keterbatasan Fitur

Google menyatakan bahwa audio yang dihasilkan dapat disesuaikan sesuai preferensi pengguna. Anda bisa memilih jenis suara—mulai dari yang bernada formal hingga lebih kasual—serta mengatur kecepatan pemutaran. Sayangnya, fitur ini masih terbatas pada dokumen berbahasa Inggris dan hanya dapat diakses melalui perangkat desktop. Untuk pengguna bahasa lain, mungkin perlu menunggu update selanjutnya.

Fitur audio di Docs saat ini tersedia untuk pengguna Google Workspace dengan paket bisnis, enterprise, atau pendidikan, serta pelanggan langganan AI Pro dan Ultra. Ini menunjukkan komitmen Google dalam menyasar segmen profesional dan edukasi terlebih dahulu, sebelum mungkin meluncurkannya untuk pengguna umum.

Dengan hadirnya fitur ini, Google semakin memperkuat integrasi AI dalam ekosistem Workspace. Seperti yang pernah diulas Telset.id dalam artikel Google Beri Akses Gratis AI Premium dan Cloud 2TB untuk Mahasiswa AS, langkah ini sejalan dengan strategi perusahaan dalam mendemokratisasi akses teknologi AI.

Masa Depan Dokumen Interaktif

Fitur audio di Google Docs bukan hanya tentang konversi teks-ke-suara; ini adalah pintu menuju dokumen yang lebih interaktif dan mudah diakses. Di era di mana multitasking menjadi norma, kemampuan untuk “membaca” sambil melakukan aktivitas lain—seperti berkendara atau berolahraga—adalah nilai tambah yang signifikan.

Meski masih terbatas, fitur ini berpotensi berkembang pesat. Ke depannya, kita mungkin melihat integrasi dengan lebih banyak bahasa, dukungan mobile, dan bahkan kemampuan untuk menyesuaikan emosi dalam suara AI. Untuk saat ini, bagi Anda yang termasuk dalam segmen eligible, tak ada salahnya mencoba dan merasakan langsung bagaimana AI Gemini membacakan dokumen Anda.

Jika tertarik dengan tools produktivitas lainnya, jangan lewatkan ulasan Telset.id tentang Rekomendasi 13 Aplikasi untuk Presentasi, Alternatif Selain PowerPoint. Siapa tahu, Anda bisa menemukan kombinasi tools yang tepat untuk workflow Anda.

OpenAI Buka Fitur Projects untuk Pengguna Gratis ChatGPT

0

Telset.id – Bagi Anda yang selama ini menggunakan ChatGPT secara gratis, ada kabar baik dari OpenAI. Perusahaan yang didukung Microsoft ini akhirnya membuka akses fitur Projects untuk semua pengguna, tak terkecuali yang belum berlangganan. Fitur yang sebelumnya eksklusif untuk pelanggan berbayar ini memungkinkan Anda mengorganisir percakapan dengan asisten AI dalam satu wadah tematik.

Bayangkan Anda sedang mengerjakan beberapa proyek sekaligus—mungkin riset untuk skripsi, perencanaan konten media sosial, dan analisis data keuangan. Tanpa sistem pengelolaan yang baik, riwayat chat bisa berantakan dan menyulitkan. Di sinilah Projects hadir sebagai solusi. Meski pada dasarnya mirip folder, fitur ini dilengkapi kemampuan untuk mengatur instruksi khusus bagaimana AI merespons serta membatasi informasi dan file yang bisa diakses.

OpenAI juga meningkatkan batas unggahan file dalam setiap project. Pengguna gratis kini dapat mengunggah hingga 5 file, sementara pelanggan Plus dan Pro masing-masing mendapatkan kuota 25 dan 40 file. Tak hanya itu, semua pengguna—baik gratis maupun berbayar—bisa menyesuaikan warna dan ikon project sesuai preferensi. Langkah ini memperkuat posisi ChatGPT sebagai alat kolaborasi yang lebih personal dan terstruktur.

Antarmuka Projects ChatGPT yang menunjukkan organisasi chat berdasarkan topik

Strategi OpenAI ini bukanlah hal baru. Sejak beberapa tahun terakhir, mereka kerap “meneteskan” fitur premium ke pengguna gratis secara bertahap. Deep Research dan ChatGPT Voice adalah contoh fitur yang awalnya hanya untuk pelanggan berbayar, namun kini bisa dinikmati semua orang. Pola serupa terlihat pada peluncuran GPT-5, yang meski tersedia untuk semua, pengguna gratis dibatasi jumlah penggunaannya.

Apakah ini cara halus OpenAI untuk mengonversi pengguna gratis menjadi pelanggan? Sangat mungkin. Dengan memberikan taste fitur premium—meski dengan batasan—pengguna diajak merasakan manfaat yang lebih besar, yang pada akhirnya bisa mendorong mereka untuk upgrade. Dalam persaingan ketat layanan AI, strategi semacam ini menjadi senjata ampuh mempertahankan sekaligus memperluas basis pengguna.

Fitur Projects sudah dapat diakses pengguna gratis melalui versi web dan aplikasi Android ChatGPT. Untuk pengguna iOS, OpenAI menyatakan fitur ini akan hadir “dalam beberapa hari ke depan”. Kabar ini tentu menyegarkan bagi mereka yang mengandalkan ChatGPT untuk produktivitas sehari-hari namun belum siap berlangganan.

Lalu, bagaimana dengan kompetitor? Anthropic, dengan Claude AI-nya, juga tak kalah gesit meluncurkan inovasi seperti web search dan mode suara. Sementara itu, perusahaan lain seperti Google dan Indosat berkolaborasi menghadirkan fitur pencarian AI di platform mereka. Persaingan fitur AI makin ketat, dan konsumenlah yang diuntungkan.

Jadi, apakah Projects akan mengubah cara Anda berinteraksi dengan ChatGPT? Untuk proyek sederhana, mungkin folder biasa sudah cukup. Tapi bagi power user yang mengelola multiple topik dengan kebutuhan customisasi, fitur ini jelas jadi game changer. Tertarik mencoba?

Bocoran Resmi! 007 First Light Bukan Sekadar HITMAN dengan Wajah Baru

0

Telset.id – Jika Anda mengira bahwa 007 First Light hanyalah HITMAN yang dibalut lisensi James Bond, siap-siap terkejut. Presentasi tertutup di Gamescom 2025 mengungkap bahwa IO Interactive justru mengambil pendekatan yang sama sekali berbeda—lebih sinematis, lebih personal, dan lebih berani mengeksplorasi sisi manusiawi dari agen paling ikonik sepanjang masa.

Booth IO Interactive di Gamescom tak sulit dikenali. Sebuah Aston Martin berkilauan dipajang di depannya, mengingatkan semua orang tentang betapa besarnya warisan Bond. Tapi di balik glamor itu, studio asal Kopenhagen ini sedang membangun sesuatu yang baru. Mereka tidak sekadar menempelkan nama Bond pada formula HITMAN, melainkan menciptakan pengalaman yang sepenuhnya orisinal.

Dalam presentasi yang diberikan kepada pers dan konten kreator, IO Interactive menunjukkan cuplikan dari misi awal game. Hanya dalam beberapa menit, sudah terlihat jelas bahwa gaya sinematik menjadi prioritas utama. Karakter-karakter memiliki daya tarik yang lebih kuat, dimulai dari Bond sendiri yang jauh lebih karismatik dibanding Agent 47 yang dingin. Di tahap ini, Bond digambarkan lebih ceroboh dan arogan daripada versi film yang kita kenal—sebuah keputusan kreatif yang disengaja karena game ini akan menceritakan kisah asal usulnya.

Agent in dark jacket aims gun with text 007 FIRST LIGHT across the center.

Dalam misi yang ditunjukkan, Bond ditugaskan untuk berjaga di luar sebuah acara penting. Tapi ia tidak bisa menahan diri dan memutuskan masuk setelah melihat perilaku mencurigakan dari beberapa tamu. Di sinilah gameplay mulai memperlihatkan beberapa gadget yang tersedia, namun yang langsung terasa adalah bahwa game ini tidak akan se-“sandbox” HITMAN. Malah, ia lebih mirip dengan game-game bergaya Uncharted—linear, penuh aksi, dan dipenuhi set piece besar.

Bagi penggemar HITMAN, ini mungkin mengecewakan. Tapi bagi mereka yang menyukai petualangan naratif yang dipoles dengan baik, 007 First Light justru menjanjikan sesuatu yang segar. Game ini akan rilis multi-platform pada 27 Maret 2026 untuk PC, PlayStation 5, Xbox Series S|X, dan Nintendo Switch 2.

Bond Muda yang Masih Belum Sempurna

Dalam wawancara eksklusif dengan Theuns Smit, Senior Licensing Producer IO Interactive, terungkap bahwa 007 First Light adalah cerita orisinal yang berdiri sendiri. Game ini akan membawa pemain ke masa sebelum Bond bergabung dengan MI6, bahkan sebelum ia mendapatkan status double 0—tepat setelah ia keluar dari Royal Navy.

“Kami ingin mengeksplorasi momen itu,” kata Smit. “Bagaimana seseorang menjadi Bond yang kita kenal?”

Dalam presentasi, terlihat Bond membunuh beberapa orang. Apakah itu berarti ia sudah memiliki “License to Kill”? Smit enggan menjawab secara langsung karena ada koneksi naratif yang dalam. “Dalam lore 007, dibutuhkan dua pembunuhan untuk mendapatkan status double 0, dan itu adalah bagian dari perjalanan yang akan kalian alami,” katanya dengan diplomatis.

Gameplay: Campuran Linear dan Terbuka

Meski tidak sepenuhnya terbuka seperti HITMAN, 007 First Light tidak sepenuhnya linear. Menurut Smit, desain mission akan bervariasi tergantung pada kebutuhan naratif. “Beberapa lokasi akan lebih besar, beberapa lebih kecil,” jelasnya. “Ini adalah action adventure yang digerakkan oleh cerita, dan itulah yang menentukan apakah suatu bagian akan lebih terbuka atau lebih linear.”

Salah satu mekanik menarik yang terlihat adalah sistem “agency”—semacam sumber daya yang memungkinkan Bond menggunakan insting dan karismanya untuk memanipulasi situasi. Ini bukan sekadar gadget biasa, melainkan representasi dari “Bondiness” sang karakter.

Lalu bagaimana dengan penyamaran, yang menjadi elemen inti di HITMAN? “Kami ingin fokus pada kekuatan Bond sebagai Bond,” jawab Smit. “Ada outfit kontekstual untuk cerita tertentu, tapi tidak seperti di HITMAN di mana kamu bisa mengambil outfit apa saja dan menyamar.”

Progresi karakter juga lebih didorong oleh naratif daripada sistem RPG yang kompleks. Pemain akan mengikuti perjalanan Bond dari pra-MI6 hingga menjadi agen double 0, dengan unlockable yang terkait dengan gadget dan pelatihan.

Visual dan Keterbatasan Teknis

Dari segi visual, game ini menjanjikan dengan engine Glacier terbaru. Namun, model karakter belum sebaik yang dilihat di engine lain, dan ada beberapa slowdown frame rate—sesuatu yang wajar mengingat game ini masih dalam tahap Pre-Alpha.

Soal panjang game, Smit tidak memberikan angka pasti. “Tergantung tipe pemainnya,” katanya. “Tapi kami fokus pada imersi. Ini bukan sekadar action/adventure game, ini adalah James Bond action/adventure game.”

Untuk replayability, IO Interactive mengandalkan pendekatan kreatif—pemain bisa mencoba misi dengan gaya berbeda, stealthy atau gadget-heavy, tanpa sistem leaderboard seperti di HITMAN. Setidaknya untuk sekarang.

Dengan semua yang telah diungkap, 007 First Light tampaknya bukan sekadar game James Bond biasa. Ini adalah upaya ambisius untuk menceritakan kembali asal usul ikon pop culture dengan cara yang fresh dan engaging. Dan bagi IO Interactive, ini adalah langkah berani menjauh dari zona nyaman mereka—sebuah risiko yang layak diambil untuk warisan Bond.

Baca juga ulasan kami tentang Redmi 9 yang menjadi jawara di kelas Rp 1 jutaan, atau simak kabar terbaru tentang kehadiran Iron Man di dunia nyata. Untuk yang suka game santai, jangan lewatkan 10 game hewan peliharaan paling seru di Android.

Instagram Akhirnya Hadir di iPad dengan Pengalaman Native Setelah 15 Tahun

0

Telset.id – Setelah 15 tahun penantian panjang, akhirnya Instagram merespons permintaan penggunanya. Platform media sosial yang sangat populer itu kini telah meluncurkan aplikasi native khusus untuk iPad, memberikan pengalaman yang dioptimalkan untuk layar lebih besar. Bagi Anda yang selama ini harus memaksakan diri menggunakan Instagram di iPad dengan tampilan iPhone yang terkesan “terlalu kecil”, ini adalah kabar gembira.

Bagaimana tidak? Selama lebih dari satu dekade, pengguna iPad harus puas dengan aplikasi Instagram yang pada dasarnya adalah versi blown-up dari aplikasi iPhone. Tampilannya tidak optimal, fitur terasa terbatas, dan pengalaman pengguna jauh dari memuaskan. Tapi semua itu berubah sekarang. Instagram untuk iPad akhirnya resmi hadir, dan ini bukan sekadar adaptasi biasa—ini adalah pengalaman yang benar-benar didesain untuk perangkat tablet.

Lalu, apa yang membuat peluncuran ini begitu spesial? Mengapa butuh waktu 15 tahun bagi Instagram untuk akhirnya menghadirkan aplikasi native untuk iPad? Dan yang paling penting—bagaimana pengalaman menggunakan Instagram di iPad sekarang? Mari kita selami lebih dalam.

Instagram iPad app

Desain yang Dioptimalkan untuk Layar Besar

Yang langsung terasa ketika membuka Instagram di iPad adalah bagaimana platform ini memanfaatkan ruang layar yang lebih luas. Tidak seperti versi iPhone yang hanya diperbesar, aplikasi Instagram untuk iPad benar-benar didesain ulang untuk memberikan pengalaman yang lebih imersif. Tampilannya lebih teratur, konten lebih mudah diakses, dan yang paling penting—semuanya terasa natural di tablet.

Instagram mempertahankan layout yang familiar, tetapi dengan penyesuaian cerdas. Misalnya, Direct Messages sekarang ditampilkan dalam tampilan split-pane, memungkinkan Anda melihat daftar percakapan dan percakapan yang dipilih secara bersamaan. Fitur ini sangat membantu untuk multitasking dan membuat pengalaman berkomunikasi terasa lebih smooth dibandingkan versi mobile.

Fokus pada format video pendek—yang menjadi preferensi utama pengguna—juga terlihat jelas. Aplikasi langsung membuka ke bagian Reels, sementara Stories tetap diposisikan di bagian atas. Yang menarik, feed “Following” sekarang dilengkapi dengan filter baru: All, Friends, dan Latest. Filter ini memberikan kontrol lebih besar kepada pengguna tentang konten yang ingin mereka lihat.

Multitasking yang Lebih Baik

Salah satu keunggulan utama iPad adalah kemampuannya untuk multitasking, dan Instagram memahami betul hal ini. Dengan aplikasi native barunya, Anda sekarang dapat menonton Reels dalam mode layar penuh sambil tetap melihat komentar di sampingnya. Ini adalah pengalaman yang benar-benar berbeda dari versi mobile, di mana semuanya terasa cramped dan terbatas.

Bagi content creator, fitur ini bisa menjadi game-changer. Membalas komentar sambil tetap menonton konten menjadi lebih mudah, dan engagement dengan audience bisa dilakukan dengan lebih efisien. Tidak heran jika banyak pengguna yang selama ini menunggu-nunggu kehadiran Instagram di iPad—ternyata platform ini memang punya nilai lebih untuk perangkat tablet.

Menariknya, meskipun Instagram selama ini dikenal dengan filosofi mobile-first-nya, keputusan untuk akhirnya menghadirkan aplikasi iPad menunjukkan pergeseran strategi. Dengan tablet yang semakin populer untuk konsumsi konten, Meta—perusahaan induk Instagram—akhirnya mendengarkan apa yang telah lama diminta pengguna.

Mengapa Butuh Waktu Begitu Lama?

Pertanyaan yang mungkin muncul di benak banyak orang: mengapa butuh waktu 15 tahun bagi Instagram untuk menghadirkan aplikasi native untuk iPad? Jawabannya kompleks, tetapi bisa dirangkum dalam dua hal utama: filosofi mobile-first dan alokasi sumber daya.

Instagram, sejak awal, fokus pada pengalaman mobile. Platform ini dirancang untuk smartphone, dengan segala keterbatasan dan keunggulannya. Pergeseran ke tablet membutuhkan pendekatan yang berbeda—bukan sekadar memperbesar tampilan, tetapi benar-benar mendesain ulang pengalaman pengguna.

Selain itu, dengan sumber daya yang terbatas, Meta harus memprioritaskan pengembangan fitur-fitur yang dianggap paling critical. Dan selama bertahun-tahun, iPad mungkin tidak dianggap sebagai prioritas. Tapi dengan meningkatnya popularitas tablet—terutama untuk konsumsi konten—akhirnya Instagram memutuskan untuk berinvestasi dalam pengembangan aplikasi iPad.

Peluncuran ini juga sejalan dengan fokus Instagram pada konten berbasis Reels. Dengan layar yang lebih besar, pengalaman menonton Reels menjadi lebih menarik, dan ini bisa menjadi strategi untuk menarik lebih banyak creator dan viewer. Seperti yang kita tahu, Instagram telah meluncurkan “Edits”, aplikasi editing video yang bisa menjadi pesaing serius untuk platform seperti CapCut.

Bagi Anda yang tertarik dengan editing foto dan video, tersedia juga berbagai alat pendukung. Misalnya, 12 aplikasi edit foto AI gratis terbaik untuk Android bisa menjadi pilihan, atau jika Anda pengguna iOS, Snapseed 3.0 yang telah hadir dengan desain ulang total.

Jadi, setelah 15 tahun menunggu, akhirnya Instagram untuk iPad hadir dengan segala kelebihannya. Aplikasi ini tersedia untuk diunduh bagi pengguna yang menjalankan iPadOS 15.1 atau versi lebih baru. Apakah ini akan mengubah cara kita menggunakan Instagram? Kemungkinan besar iya. Dan bagi Meta, ini adalah langkah strategis untuk tetap relevan di era di mana konsumsi konten semakin diversifikatif.

Dengan hadirnya Instagram di iPad, pengguna sekarang punya lebih banyak pilihan bagaimana mereka ingin berinteraksi dengan platform ini. Apakah melalui smartphone untuk penggunaan cepat, atau melalui iPad untuk pengalaman yang lebih mendalam dan imersif. Satu hal yang pasti: penantian selama 15 tahun akhirnya terbayarkan.

Ooni Volt 2: Pizza Oven dengan AI “Pizza Intelligence” yang Cerdas

0

Telset.id – Bayangkan jika oven pizza di dapur Anda bisa berpikir layaknya seorang koki profesional. Bukan sekadar memanaskan, tapi memahami jenis pizza yang sedang dimasak, menyesuaikan suhu secara otomatis, dan menjamin hasil yang sempurna setiap saat. Itulah yang ditawarkan Ooni Volt 2, oven pizza elektrik indoor terbaru yang mengusung teknologi AI bernama “Pizza Intelligence”.

Di era di mana kecerdasan buatan atau artificial intelligence merambah hampir semua aspek kehidupan, Ooni tidak mau ketinggalan. Mereka menghadirkan solusi bagi para pecinta pizza rumahan yang ingin hasil konsisten tanpa repot mengawasi suhu atau memutar loyang. Dengan harga $699, Volt 2 bukan sekadar alat masak—ia adalah bukti bahwa AI bisa membuat pengalaman kuliner sehari-hari menjadi lebih cerdas dan menyenangkan.

Lantas, apa sebenarnya yang membuat Ooni Volt 2 begitu istimewa? Bagaimana “Pizza Intelligence” bekerja, dan apakah teknologi ini sekadar gimmick pemasaran atau benar-benar revolusioner? Mari kita telusuri lebih dalam.

Desain dan Fitur Utama Ooni Volt 2

Ooni Volt 2 hadir dengan desain yang lebih modern dan fungsional dibanding pendahulunya, Volt 12. Profilnya lebih membulat, dilengkapi jendela yang jauh lebih besar sehingga Anda bisa memantau proses memasak tanpa harus membuka tutupnya. Kontrol sentuh dan dial memberikan pengalaman pengguna yang intuitif, sementara ukurannya yang kompak memungkinkannya diletakkan di atas meja dapur tanpa memakan banyak space.

Seperti Volt 12, oven ini mampu memanaskan hingga 450 derajat Celcius (850 derajat Fahrenheit), suhu ideal untuk memanggang pizza Neapolitan yang hanya membutuhkan waktu sekitar 90 detik. Namun, keunggulan utamanya terletak pada sistem pemanas adaptif yang menggunakan data sensor real-time untuk menyeimbangkan panas antara elemen pemanas atas dan bawah. Hasilnya? Fluktuasi suhu dan cold spot diminimalkan, sehingga setiap bagian pizza matang merata.

Desain modern Ooni Volt 2 dengan kontrol sentuh dan jendela besar

“Pizza Intelligence”: AI yang Memanggang dengan Akal Budi

Ooni menyebut sistem adaptif ini sebagai “Pizza Intelligence”. Meski terdengar seperti jargon marketing, teknologi ini memang dirancang untuk membuat keputusan cerdas selama proses memasak. Dengan menganalisis data dari berbagai sensor, oven secara dinamis menyesuaikan suhu berdasarkan jenis pizza yang dimasak—mulai dari New York style yang tipis hingga Chicago deep-dish yang tebal.

Setiap preset dapat diprogram sesuai preferensi pribadi, memungkinkan Anda menyimpan pengaturan favorit untuk hasil yang konsisten setiap kali. Selain mode pizza, Volt 2 juga menawarkan Dough Proof untuk mengembangkan adonan, serta Oven dan Grills untuk memanggang dan memanggang—menjadikannya alat serba guna di dapur.

Meski terdengar futuristik, konsep AI dalam peralatan rumah tangga bukanlah hal baru. Seperti yang terjadi di industri lain—mulai dari pembaca berita AI di Korea Selatan hingga inovasi teknologi di perusahaan seperti Apple yang bahkan menarik perhatian pemimpin dunia seperti Paus Fransiskus—kecerdasan buatan terus mengubah cara kita berinteraksi dengan perangkat sehari-hari.

Ooni's Volt V2 oven uses 'Pizza Intelligence' to cook your pie better

Apakah “Pizza Intelligence” Hanya Termostat Canggih?

Beberapa mungkin bersikap sinis dan menyebut “Pizza Intelligence” sebagai termostat yang dipermak. Namun, yang membedakannya adalah kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi. Sistem ini tidak hanya menjaga suhu tetap stabil, tetapi juga memahami konteks—jenis pizza, ketebalan adonan, bahkan kelembapan—lalu menyesuaikan parameter memasak secara real-time.

Ini adalah contoh nyata bagaimana AI tidak harus selalu tentang robot humanoid atau mobil otonom. Terkadang, inovasi paling berdampak justru hadir dalam bentuk sederhana: membuat pizza yang sempurna untuk makan malam keluarga.

Ooni Volt 2 akan mulai dijual pada 1 Oktober dengan harga $699. Bagi yang tertarik, bisa bergabung dengan waitlist di situs resmi Ooni. Siapkah Anda menyambut era di bahkan oven pizza pun punya “kecerdasan” sendiri?

Google Tak Perlu Jual Chrome, Tapi Harus Ubah Praktik Bisnis

0

Telset.id – Dalam putusan yang ditunggu-tunggu dunia teknologi, Google akhirnya tidak diharuskan menjual browser Chrome-nya meski terbukti melanggar hukum monopoli. Namun, raksasa pencarian ini harus mengubah sejumlah praktik bisnis yang selama ini menjadi senjata andalannya mempertahankan dominasi.

Keputusan penting ini datang dari Hakim Federal Amit Mehta, lebih dari setahun setelah dia memutuskan bahwa Google bertindak ilegal untuk mempertahankan monopoli di pasar pencarian internet. Setelah putusan tahun lalu, Departemen Kehakiman AS sempat mengusulkan agar Google dipaksa menjual Chrome. Tapi dalam keputusan setebal 230 halaman, Mehta menyatakan pemerintah “terlalu jauh” dalam permintaannya.

“Google tidak akan diharuskan melepas Chrome; pengadilan juga tidak akan memasukkan pelepasan kontingen sistem operasi Android dalam putusan akhir,” tulis Mehta. “Para penggugat terlalu jauh dengan meminta pelepasan paksa aset-aset kunci ini, yang tidak digunakan Google untuk menerapkan pembatasan ilegal apa pun.”

Hakim Amit Mehta memegang dokumen putusan kasus monopoli Google

Meski lolos dari tuntutan divestasi terberat, Google tetap harus menerima sejumlah pembatasan signifikan. Perusahaan tidak lagi diizinkan membuat kesepakatan eksklusif terkait distribusi pencarian, Google Assistant, Gemini, atau Chrome. Misalnya, Google tidak bisa mewajibkan pembuat perangkat untuk memuat aplikasinya secara default demi mendapatkan akses ke Play Store.

Perusahaan juga tidak boleh mengaitkan pengaturan bagi hasil dengan penempatan aplikasinya. Namun, Google masih bisa terus membayar mitra—seperti Apple—untuk memuat pencarian dan aplikasi lain ke dalam produk mereka. Mehta berpendapat bahwa mengakhiri pengaturan ini dapat menyebabkan “kerugian hilir bagi mitra distribusi, pasar terkait, dan konsumen.”

Putusan lain yang cukup mengejutkan adalah kewajiban Google untuk membagikan sebagian data pencariannya kepada pesaing ke depan. “Membuat data tersedia untuk pesaing akan mempersempit kesenjangan skala yang diciptakan oleh perjanjian distribusi eksklusif Google dan, pada gilirannya, kesenjangan kualitas yang mengikutinya,” tulis Mehta. Perusahaan tidak diharuskan menyerahkan data terkait iklannya.

Secara keseluruhan, putusan Mehta ini merupakan kemenangan besar bagi raksasa pencarian tersebut, yang sebelumnya berargumen bahwa melepas Chrome atau Android “akan merugikan warga Amerika dan kepemimpinan teknologi global Amerika.” Google memang sudah lama menghadapi berbagai tuntutan monopoli, seperti yang pernah kami laporkan dalam artikel sebelumnya.

Dalam pernyataan resmi, Google mengaku memiliki “kekhawatiran” tentang beberapa aspek putusan tersebut. “Keputusan hari ini mengakui seberapa besar industri telah berubah melalui kemunculan AI, yang memberi orang lebih banyak cara untuk menemukan informasi,” kata perusahaan. “Sekarang Pengadilan telah memberlakukan batasan tentang bagaimana kami mendistribusikan layanan Google, dan akan mewajibkan kami untuk berbagi data Penelusuran dengan pesaing. Kami memiliki kekhawatiran tentang bagaimana persyaratan ini akan memengaruhi pengguna dan privasi mereka, dan kami sedang meninjau keputusan ini dengan cermat.”

Perusahaan sebelumnya telah menunjukkan rencana untuk mengajukan banding atas keputusan asli Mehta, tetapi mengatakan pada Juni bahwa mereka akan menunggu keputusan akhir dalam kasus tersebut. Seperti yang kami laporkan dalam artikel terkait, Google memang sudah mempersiapkan langkah banding sejak awal.

Lalu bagaimana dampaknya bagi pengguna? Pembatasan terhadap kesepakatan eksklusif mungkin akan membuka lebih banyak pilihan bagi konsumen. Anda mungkin akan melihat lebih banyak variasi dalam aplikasi default pada perangkat Android, atau opsi pencarian yang lebih beragam. Tapi pertanyaan besarnya: apakah perubahan ini cukup untuk menciptakan persaingan yang sehat di pasar yang sudah lama didominasi Google?

Yang menarik, putusan ini datang di era di mana AI semakin mengubah lanskap pencarian informasi. Seperti yang terjadi dengan eksplorasi AI Apple di Safari, masa depan kerja sama antara raksasa teknologi memang sedang dipertanyakan. Mungkin saja putusan ini justru membuka jalan bagi inovasi-inovasi baru yang selama ini terhambat oleh dominasi Google.

Putusan Mehta ini bukan akhir dari cerita. Google masih bisa mengajukan banding, dan implementasi pembatasan yang ditetapkan akan diawasi ketat. Tapi satu hal yang pasti: peta persaingan teknologi, khususnya di sektor pencarian dan browser, mungkin akan mulai berubah. Dan perubahan itu, pada akhirnya, mungkin akan menguntungkan kita sebagai pengguna.

Revisi PS5 Digital Edition: Harga Sama, SSD Lebih Kecil

0

Telset.id – Bayangkan Anda membeli PlayStation 5 Digital Edition dengan harga yang sama seperti sebelumnya, tetapi dengan ruang penyimpanan yang lebih kecil. Itulah yang akan terjadi pada revisi hardware terbaru PS5 Digital Edition yang akan segera diluncurkan di Eropa dan Jepang. Bocoran terbaru dari sumber terpercaya billbil-kun di Dealabs mengungkap bahwa Sony akan mengurangi kapasitas SSD dari 1 TB menjadi 825 GB pada model CFI-2100, tanpa mengurangi harga jual. Apakah ini bentuk lain dari kenaikan harga terselubung?

Perubahan ini, meski diklaim sebagai upaya optimasi biaya produksi, justru menuai kritik dari para gamer. Bagaimana tidak, konsol digital yang tidak bisa menjalankan game fisik tanpa pembelian tambahan justru mendapat pengurangan kapasitas penyimpanan. Padahal, game-game modern seperti Ghost of Yōtei atau Marvel’s Spider-Man 2 membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Lalu, bagaimana dengan pengalaman gaming para pengguna?

Sony PlayStation 5 console and DualSense wireless controller

Menurut laporan, revisi hardware PS5 Digital Edition ini rencananya akan diluncurkan pada 13 September 2025 di Eropa dengan harga €499—sama persis dengan harga model sebelumnya. Yang membedakan, kemasannya akan menampilkan label “825 GB” secara jelas, sehingga konsumen dapat membedakan antara model lama dan baru. Sementara itu, versi Standard Edition kabarnya akan tetap mempertahankan SSD 1 TB ketika diluncurkan di kemudian hari.

Strategi Sony ini terjadi di tengah turbulensi industri gaming konsol, di mana baik Sony maupun Microsoft telah menaikkan harga konsol mereka secara global dalam beberapa bulan terakhir. Generasi konsol ini menjadi yang pertama dalam sejarah di mana harga sistem justru lebih murah saat peluncuran—setidaknya di atas kertas. Namun, dengan pengurangan fitur seperti ini, apakah Sony tidak khawatir kehilangan kepercayaan konsumen?

Bagi publisher game, situasi ini juga menjadi perhatian serius. Perusahaan seperti CAPCOM percaya bahwa harga konsol yang tinggi dapat mempengaruhi penjualan game. Jika konsumen harus mengeluarkan biaya tambahan untuk upgrade SSD eksternal, apakah mereka masih akan bersemangat membeli game-game baru? Atau justru beralih ke layanan subscription seperti PlayStation Plus, yang juga tak lepas dari kontroversi seperti penghapusan lebih dari 20 game dari katalog?

Meski ditujukan untuk menghindari kenaikan harga, revisi PS5 Digital Edition ini pada praktiknya terasa seperti kenaikan harga terselubung. Konsumen mendapatkan lebih sedikit dengan harga yang sama. Di tengah kondisi ekonomi global yang belum stabil, langkah Sony ini patut dipertanyakan. Apakah ini sinyal bahwa industri gaming konsol sedang mencari cara baru untuk mempertahankan profitabilitas tanpa harus menaikkan harga secara terang-terangan?

Kita semua berharap situasi ekonomi global membaik sehingga langkah-langkah seperti ini tidak perlu terjadi. Namun, untuk saat ini, sebagai konsumen, Anda perlu lebih cermat sebelum membeli PS5 Digital Edition. Pastikan Anda memeriksa label kapasitas SSD pada kemasan, agar tidak kecewa di kemudian hari.

Xiaomi XRING 02 Bakal Tertinggal Satu Generasi dari Kompetitor

0

Telset.id – Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa Xiaomi XRING 02, chipset andalan masa depan perusahaan, berpotensi tertinggal satu generasi penuh dari para pesaingnya. Padahal, kesuksesan XRING 01 sebelumnya sempat membuat banyak orang yakin bahwa Xiaomi siap bersaing di level tertinggi. Namun, rupanya ada sejumlah tantangan teknis dan finansial yang membuat Xiaomi harus mempertimbangkan ulang langkah strategisnya.

Menurut informasi yang beredar, TSMC dikabarkan akan memulai produksi massal wafer 2nm pada kuartal keempat tahun 2025. Banyak kompetitor Xiaomi di China dan global diprediksi akan beralih ke teknologi ini. Sementara itu, XRING 02 justru masih akan menggunakan proses 3nm dari TSMC. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: mengapa Xiaomi memilih untuk tidak mengikuti jejak kompetitor?

Xiaomi XRING 02 will still use TSMC's 3nm process

Alasan utama yang disebutkan adalah biaya produksi yang jauh lebih tinggi untuk wafer 2nm. Setiap wafer 2nm TSMC diperkirakan berharga sekitar $30.000, belum termasuk biaya tambahan selama fase tape-out untuk menguji performa chipset. Bagi Xiaomi, yang masih dalam proses mengurangi ketergantungan pada Qualcomm dan MediaTek, keputusan untuk tetap menggunakan 3nm mungkin merupakan langkah pragmatis untuk mengendalikan anggaran.

Selain faktor biaya, keterbatasan akses terhadap peralatan EDA (Electronic Design Automation) canggih akibat kontrol ekspor AS juga menjadi kendala signifikan. Tanpa alat khusus ini, peluang Xiaomi untuk mengembangkan chipset 2nm sangat kecil. Ini adalah contoh nyata bagaimana geopolitik dapat mempengaruhi inovasi teknologi di tingkat global.

XRING 02 tidak hanya ditujukan untuk smartphone dan tablet, tetapi juga sedang dievaluasi untuk digunakan dalam mobil dan aplikasi lainnya. Proses backend yang rumit untuk mengintegrasikan chipset ini ke dalam berbagai produk tidak hanya akan membebani keuangan Xiaomi tetapi juga memperpanjang waktu pengembangan. Akibatnya, chipset ini mungkin akan datang lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.

Meskipun demikian, keputusan Xiaomi untuk tetap menggunakan proses 3nm tidak serta merta berarti kegagalan. Teknologi 3nm generasi ketiga TSMC (N3P) masih cukup kompetitif dan dapat memberikan performa yang memadai untuk berbagai aplikasi. Selain itu, dengan fokus pada optimasi perangkat lunak dan integrasi sistem, Xiaomi mungkin dapat mengkompensasi keterbatasan hardware dengan software yang lebih efisien.

Lalu, bagaimana dengan masa depan Xiaomi dalam hal chipset? Xiaomi 15T yang baru saja bocor di Geekbench menunjukkan bahwa perusahaan masih aktif mengembangkan produk dengan chipset pihak ketiga. Sementara itu, Xiaomi 15T Pro juga dikabarkan akan segera rilis global. Ini menunjukkan bahwa Xiaomi tidak sepenuhnya meninggalkan kerja sama dengan vendor chipset lain.

Di sisi lain, Xiaomi juga sedang fokus mengembangkan HyperOS 3, yang mungkin dapat membantu mengoptimalkan performa perangkat dengan chipset yang lebih rendah. Pendekatan holistik seperti ini bisa menjadi strategi jangka panjang Xiaomi untuk tetap kompetitif di pasar global.

Jadi, apakah keputusan Xiaomi untuk tetap menggunakan 3nm pada XRING 02 adalah langkah yang tepat? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang pasti, dalam industri yang bergerak sangat cepat seperti semikonduktor, terkadang langkah konservatif justru bisa menjadi keunggulan strategis. Terutama ketika dihadapkan pada ketidakpastian supply chain dan tekanan geopolitik.

Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. Siapa tahu, di tengah semua keterbatasan, Xiaomi justru bisa memberikan kejutan dengan optimasi yang luar biasa. Bagaimanapun, sejarah telah membuktikan bahwa inovasi tidak selalu tentang memiliki teknologi paling mutakhir, tetapi tentang bagaimana memanfaatkan yang ada dengan cara paling brilliant.

Akhirnya TikTok Kembali Aktifkan Fitur Livestream, Setelah Demo Mereda

0

Telset.id – Setelah sempat menghilang di tengah aksi demonstrasi, fitur livestream TikTok akhirnya kembali bisa dinikmati pengguna. Bagaimana respons pemerintah dan langkah keamanan yang diambil platform?

Pengguna TikTok di Indonesia mungkin sempat kebingungan ketika fitur livestream mereka hilang tanpa penjelasan akhir pekan lalu. Namun, pantauan Telset.id pada Selasa (2/9) menunjukkan fitur tersebut telah kembali aktif. Beberapa kreator bahkan sudah mulai melakukan siaran langsung seperti biasa di platform milik ByteDance itu.

Kehadiran kembali fitur livestream ini tentu menjadi kabar baik bagi para kreator dan UMKM yang mengandalkan TikTok untuk berinteraksi dengan audiens mereka. Seperti diketahui, TikTok telah menjadi platform penting bagi banyak pelaku usaha, termasuk melalui program Harga Simpati TikTok: Solusi Terjangkau untuk Kreator dan UMKM yang membantu memperluas jangkauan bisnis.

Juru bicara TikTok mengonfirmasi bahwa pihaknya memang telah mengaktifkan kembali layanan livestream. “Kami telah mengaktifkan kembali layanan livestream di Indonesia agar para pengguna dapat memiliki pengalaman TikTok yang lengkap,” ujarnya.

Namun, pengaktifan kembali ini tidak serta merta tanpa pertimbangan. TikTok menyatakan akan terus menempatkan upaya-upaya pengamanan tambahan selama beberapa waktu ke depan. “Kami terus memantau situasi yang ada, dan memprioritaskan upaya dalam menyediakan platform yang aman dan beradab bagi para pengguna untuk berekspresi,” lanjut pernyataan resmi mereka.

Inisiatif TikTok atau Arahan Pemerintah?

Yang menarik dari kasus ini adalah klaim dari berbagai pihak mengenai alasan penonaktifan fitur livestream. Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan tidak memberikan arahan kepada TikTok untuk mematikan fitur live. Dirjen Pengawasan Digital Kominfo Alexander Sabar menegaskan bahwa keputusan tersebut murni inisiatif TikTok.

“Voluntarily TikTok. Kami mengapresiasi langkah inisiatif dari TikTok,” ujar Alexander Sabar. Pernyataan ini sekaligus menjawab spekulasi yang beredar mengenai kemungkinan adanya tekanan dari pemerintah terhadap platform media sosial selama aksi demonstrasi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Meutya Hafid bahkan mengklaim bahwa dirinya justru berharap penutupan fitur live tidak dilakukan berlarut-larut. Pasalnya, menurut Meutya, Presiden Prabowo Subianto tidak pernah melarang aspirasi dan aksi penyampaian pendapat oleh masyarakat.

Implikasi bagi Ekosistem Digital Indonesia

Keputusan TikTok untuk sementara menonaktifkan fitur livestream menunjukkan betapa platform digital global semakin aware dengan kondisi sosial-politik di negara tempat mereka beroperasi. Langkah ini juga mencerminkan komitmen mereka dalam menciptakan lingkungan digital yang aman dan bertanggung jawab.

Bagi para kreator dan pelaku usaha, kembalinya fitur livestream tentu sangat penting. Fitur ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat pemasaran yang efektif. Seperti program Ramaikan Ramadan, TikTok Gelar Kampanye Serunya Ramadan yang menunjukkan bagaimana livestream bisa dimanfaatkan untuk engagement maksimal.

Namun, episode ini juga mengingatkan kita tentang betapa rentannya ketergantungan pada platform pihak ketiga. Ketika sebuah fitur penting tiba-tiba hilang, banyak kreator dan bisnis yang langsung terkena dampaknya. Ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya diversifikasi platform dan tidak bergantung sepenuhnya pada satu saluran.

Ke depan, kolaborasi antara platform seperti TikTok dengan regulator dan komunitas pengguna akan semakin penting. Seperti inisiatif TikTok Luncurkan Tombol ‘Dislike’ Komentar ke Semua Pengguna yang menunjukkan komitmen platform terhadap pengalaman pengguna yang lebih baik.

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari insiden ini? Mungkin yang terpenting adalah kesadaran bahwa ruang digital kita tidak sepenuhnya berada dalam kendali kita. Namun, dengan komunikasi yang terbuka antara platform, pemerintah, dan pengguna, kita bisa menciptakan ekosistem digital yang lebih resilient dan accountable.

Jadi, selamat kembali berlivestream ria di TikTok! Tapi ingat, dengan kebebasan berekspresi datang tanggung jawab untuk menjaga platform tetap aman dan beradab untuk semua pengguna.