Beranda blog Halaman 86

WhatsApp Hadirkan Fitur AI dengan Privasi Maksimal, Ini Detailnya

0

Telset.id – Dengan lebih dari 3 miliar pengguna global, WhatsApp tak henti berinovasi. Kini, aplikasi pesan instan besutan Meta tersebut bersiap meluncurkan fitur AI berbasis cloud yang tetap menjaga privasi pengguna. Fitur ini akan menghadirkan kemampuan seperti ringkasan pesan dan alat komposisi pesan, tanpa mengorbankan keamanan end-to-end encryption yang menjadi ciri khas WhatsApp.

Meta, induk perusahaan WhatsApp, telah lama mengintegrasikan fitur AI berbasis model bahasa besar (LLM) open-source mereka, Llama, ke dalam berbagai layanannya. WhatsApp sendiri sudah memiliki asisten AI Meta yang bisa diakses melalui ikon lingkaran biru muda. Namun, banyak pengguna yang merasa kurang nyaman karena interaksi dengan asisten AI tersebut tidak dilindungi oleh enkripsi end-to-end seperti halnya obrolan biasa di WhatsApp.

Private Processing: Solusi Privasi untuk AI di WhatsApp

Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, WhatsApp memperkenalkan fitur baru bernama Private Processing. Fitur ini dirancang sebagai platform khusus yang memproses data untuk tugas-tugas AI tanpa memberikan akses informasi tersebut kepada Meta, WhatsApp, atau pihak ketiga mana pun. Chris Rohlf, Direktur Teknik Keamanan Meta, menjelaskan bahwa WhatsApp memiliki model ancaman yang sudah dipahami dengan baik karena menjadi target berbagai peneliti dan aktor ancaman.

“Ini bukan hanya tentang memperluas model ancaman dan memastikan privasi serta keamanan terpenuhi, tetapi juga tentang pertimbangan cermat terhadap pengalaman pengguna dan membuat fitur ini bersifat opsional,” ujar Rohlf. Pengguna dapat memilih untuk menggunakan fitur AI WhatsApp atau tidak. Selain itu, mereka juga bisa mencegah orang lain dalam obrolan grup menggunakan fitur AI dengan mengaktifkan kontrol baru bernama Advanced Chat Privacy.

Bagaimana Private Processing Bekerja?

Private Processing dibangun dengan perangkat keras khusus yang mengisolasi data sensitif dalam Trusted Execution Environment (TEE), sebuah area terpisah dan terkunci dalam prosesor. Sistem ini dirancang untuk memproses dan menyimpan data dalam waktu sesingkat mungkin. Jika ada upaya peretasan atau manipulasi, sistem akan langsung berhenti bekerja dan mengirimkan peringatan.

WhatsApp juga telah mengundang audit pihak ketiga untuk memeriksa komponen-komponen sistem ini. Selain itu, mereka berencana untuk membuat komponen Private Processing menjadi open-source, sehingga komunitas keamanan dapat memverifikasi jaminan privasi dan keamanannya. Langkah ini mirip dengan yang dilakukan Apple dengan Private Cloud Compute untuk platform AI mereka, Apple Intelligence.

Namun, ada perbedaan mendasar antara pendekatan Apple dan WhatsApp. Apple Intelligence dirancang untuk melakukan sebanyak mungkin pemrosesan AI di perangkat (on-device) dan hanya mengirim permintaan ke infrastruktur cloud ketika diperlukan. Sementara itu, WhatsApp memilih pendekatan berbasis cloud karena keterbatasan perangkat keras yang digunakan oleh penggunanya yang beragam, mulai dari ponsel kelas rendah hingga flagship.

Risiko dan Tantangan ke Depan

Meskipun WhatsApp mengklaim telah merancang Private Processing dengan sangat aman, para ahli kriptografi seperti Matt Green dari Johns Hopkins University mengingatkan bahwa fitur ini tetap membawa risiko. “Setiap sistem end-to-end encrypted yang menggunakan inferensi AI di luar perangkat akan lebih berisiko daripada sistem murni end-to-end,” kata Green.

WhatsApp berencana untuk terus mengembangkan fitur AI mereka di masa depan, termasuk kemampuan yang lebih kompleks yang mungkin melibatkan pemrosesan dan penyimpanan lebih banyak data. Namun, hal ini juga berarti bahwa server Private Processing akan menjadi target empuk bagi peretas dan aktor negara.

Will Cathcart, Kepala WhatsApp, menegaskan bahwa fitur AI adalah sesuatu yang diharapkan oleh pengguna. “Kami pikir membangun cara pribadi untuk melakukannya sangat penting karena orang tidak harus beralih ke platform yang kurang aman hanya untuk mendapatkan fungsi yang mereka butuhkan,” ujarnya.

Dengan hadirnya fitur AI ini, WhatsApp berusaha menyeimbangkan antara inovasi dan keamanan. Namun, apakah pengguna akan sepenuhnya percaya? Jawabannya mungkin akan terlihat dalam beberapa minggu ke depan ketika fitur ini mulai diluncurkan.

Honor Bocorkan Dua Smartwatch Baru, Desainnya Bikin Penasaran

0

Telset.id – Honor kembali membuat gebrakan di dunia wearable dengan membocorkan dua smartwatch terbarunya. Bocoran ini muncul saat peluncuran MagicBook Pro 16 di China, mengundang spekulasi tentang arah baru brand tersebut di segmen perangkat pintar.

Dalam teaser yang dirilis, Honor sengaja hanya menampilkan sebagian dari kedua smartwatch tersebut. Taktik marketing ini jelas berhasil memancing rasa penasaran. Smartwatch pertama memiliki desain case oktagonal dengan crown besar di sisi kanan atas dan tombol fisik di kanan bawah. Desainnya sangat mirip dengan Honor Watch GS Pro yang diluncurkan Maret lalu, memunculkan pertanyaan: apakah ini versi baru atau sekadar varian lain?

Honor teases two upcoming smartwatches, though one of them might not be new

Smartwatch kedua lebih tradisional dengan case bundar, namun memiliki bentuk lug yang unik. Detail ini bisa menjadi pembeda di pasar yang semakin padat. “Honor tampaknya ingin menawarkan pilihan bagi pengguna yang menyukai desain klasik namun tetap ingin terlihat berbeda,” kata seorang analis industri.

Strategi Honor di Pasar Wearable

Peluncuran dua smartwatch sekaligus ini sejalan dengan strategi ekspansi Honor di berbagai segmen produk. Brand yang kini independen dari Huawei ini terlihat serius ingin merebut pangsa pasar wearable, yang selama ini didominasi oleh Apple dan Samsung.

Honor Magic6 and Magic5 series get a new update with loads of improvements

Menariknya, Honor memilih waktu peluncuran yang berdekatan dengan event besar teknologi. Apakah ini pertanda mereka sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih besar? Beberapa pengamat memperkirakan smartwatch ini akan menjadi bagian dari ekosistem produk Honor yang lebih terintegrasi, mirip dengan apa yang dilakukan Apple dengan Watch dan iPhone.

Apa yang Bisa Kita Harapkan?

Meski detail spesifikasi masih menjadi misteri, pola peluncuran Honor sebelumnya bisa memberikan petunjuk. Smartwatch oktagonal mungkin akan menawarkan fitur premium seperti ketahanan militer, sementara versi bundar mungkin lebih fokus pada gaya dan kenyamanan sehari-hari.

Honor Pad GT and Band 10 unveiled

Dengan semakin banyaknya pilihan smartwatch murah berkualitas di pasaran, Honor perlu menawarkan nilai tambah yang jelas. Apakah itu akan berupa integrasi dengan perangkat lain, fitur kesehatan unik, atau desain yang benar-benar berbeda? Kita tunggu saja pengumuman resminya dalam waktu dekat.

Satu hal yang pasti: persaingan di pasar wearable semakin panas. Dengan dua desain berbeda ini, Honor tampaknya ingin menjangkau lebih banyak segmen pengguna. Pertanyaannya sekarang: mana yang akan lebih menarik minat Anda – desain oktagonal yang sporty atau klasik dengan sentuhan modern?

Google Gemini Siap Hadir di iOS 19, Kolaborasi Baru Apple dan Google

0

Telset.id – Jika Anda pengguna setia Apple, bersiaplah untuk menyambut kehadiran Google Gemini di ekosistem iOS. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa kolaborasi antara Apple dan Google akan membawa Gemini sebagai opsi AI bawaan di iOS 19, bersanding dengan ChatGPT yang sudah lebih dulu diumumkan.

Dalam persidangan antitrust pemerintah AS melawan Google, CEO Sundar Pichai mengungkapkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Tim Cook sepanjang 2024 mengenai integrasi Gemini ke dalam Apple Intelligence. Pichai optimistis kesepakatan ini akan rampung pertengahan tahun ini—tepat bersamaan dengan peluncuran iOS 19 di WWDC Juni mendatang.

Apple to bring major revamp across iOS, iPadOS and macOS

Mengapa Gemini Penting untuk Apple?

Integrasi Gemini bisa menjadi langkah strategis Apple untuk memperkuat kemampuan AI-nya tanpa bergantung sepenuhnya pada OpenAI. Sebelumnya, Apple dikabarkan telah menyiapkan integrasi Gemini ke dalam Apple Intelligence sejak iOS 18.4 beta. Dengan menggandeng dua raksasa AI sekaligus, Apple memberi pengguna lebih banyak pilihan—sekaligus mengurangi risiko ketergantungan pada satu vendor.

Gemini sendiri bukanlah pendatang baru. Model AI besutan Google ini telah merambah berbagai platform, termasuk Wear OS dan Android Auto. Versi terbarunya, Gemini 2.5 Flash, bahkan menawarkan kemampuan berpikir yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.

Bagaimana Nasib Siri?

Kehadiran Gemini dan ChatGPT di iOS memunculkan pertanyaan: apakah Siri akan tersingkir di “taman bermain” sendiri? Jawabannya mungkin tidak. Apple cenderung memposisikan Siri sebagai asisten utama, sementara Gemini dan ChatGPT berperan sebagai opsi tambahan untuk tugas spesifik—seperti generasi konten atau analisis data kompleks.

Apple AirPods to gain live translate feature with iOS 19

Selain Gemini, iOS 19 juga diprediksi membawa sejumlah pembaruan signifikan. Bocoran menunjukkan adanya fitur edit gambar canggih, desain ulang aplikasi Kamera, dan kemampuan terjemahan langsung via AirPods. Semua ini menandakan bahwa Apple serius menjadikan AI sebagai tulang punggung pengalaman pengguna di masa depan.

Lantas, kapan kita bisa mencoba Gemini di iPhone? Jika timeline Pichai akurat, pengguna beta iOS 19 mungkin sudah bisa mengaksesnya mulai Juni 2025. Namun, seperti biasa, fitur ini mungkin akan diluncurkan bertahap ke seluruh pengguna.

Honor 400 dan 400 Pro, Bocoran Spesifikasi dan Tanggal Rilis

0

Telset.id – Honor kembali memanaskan persaingan di pasar smartphone dengan seri terbarunya. Bocoran terbaru dari China mengungkap bahwa Honor 400 dan Honor 400 Pro akan segera meluncur pada Mei 2025. Apa saja yang bisa kita harapkan dari kedua ponsel ini?

Menurut sumber terpercaya, Honor 400 akan hadir dengan layar 6,55 inci, lebih kecil dibanding pendahulunya yang berukuran 6,7 inci. Layarnya menggunakan panel LTPS OLED dengan resolusi “1,5K”, tetapi tidak mendukung teknologi LTPO untuk refresh rate variabel. Sementara itu, Honor 400 Pro mempertahankan layar 6,7 inci dengan resolusi dan teknologi yang sama.

Honor Magic7 Pro review

Performa dan Kamera

Di bagian dapur pacu, Honor 400 akan menggunakan chipset Snapdragon seri 7, sedangkan versi Pro mengusung Snapdragon 8 Gen 3 yang lebih bertenaga. Keduanya dilengkapi kamera utama 200 MP, tetapi Honor 400 Pro menawarkan keunggulan tambahan berupa lensa tele 50 MP. Desainnya juga lebih premium dengan bingkai logam dan kapasitas baterai yang dimulai dari angka 7 (mungkin 7.000 mAh?).

Sebagai perbandingan, Honor 400 Pro sebelumnya sudah dilengkapi dengan pengisian nirkabel 66W, sertifikasi IP65, dan dukungan pembaruan hingga 4-5 tahun. Apakah Honor akan meningkatkan fitur-fitur ini untuk seri terbaru? Spekulasi mengarah pada kemungkinan peningkatan, termasuk masa dukungan yang lebih panjang hingga 7 tahun.

Strategi Pasar Honor

Honor dikenal cerdik dalam membedakan produk mid-range dan flagship-nya. Jika seri 400 mendapatkan fitur terlalu canggih, bisa jadi akan mengganggu penjualan lini Magic. Namun, tidak menutup kemungkinan Honor memberikan kejutan, seperti sertifikasi tahan air yang lebih baik atau pengisian nirkabel.

Honor Magic8 Pro camera details leak

Dengan investasi besar-besaran di bidang AI seperti yang diungkap dalam artikel sebelumnya, apakah Honor akan membawa fitur AI mutakhir ke seri 400? Kita tunggu saja kabar resminya bulan depan.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah Honor 400 dan 400 Pro layak dinantikan, atau Anda lebih memilih seri Magic yang lebih premium? Beri tahu kami di kolom komentar!

Samsung Catat Rekor Pendapatan di Q1 2025 Berkat Galaxy S25

0

Telset.id – Samsung kembali membuktikan dominasinya di pasar smartphone global. Laporan keuangan kuartal pertama 2025 menunjukkan perusahaan asal Korea Selatan ini mencetak rekor pendapatan sebesar KRW 79,14 triliun (sekitar $55,7 miliar), meningkat 10% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kinerja gemilang ini tak lepas dari kesuksesan seri Galaxy S25 yang baru diluncurkan.

Samsung Galaxy S25 Ultra review

Divisi Mobile eXperience (MX) Samsung menjadi penyumbang terbesar dengan pendapatan KRW 37 triliun ($26 miliar) dan laba KRW 4,3 triliun ($3 miliar). “Galaxy AI Experience yang canggih menjadi daya tarik utama bagi konsumen,” jelas pernyataan resmi Samsung. Tak hanya itu, penurunan harga beberapa komponen juga turut mendongkrak margin keuntungan.

Galaxy S25: Mesin Pendongkrak Pendapatan

Seri Galaxy S25 terbukti menjadi produk andalan Samsung di awal tahun. Menurut laporan sebelumnya, model dasar S25 mendapat pujian karena desain kompaknya yang menyematkan performa Snapdragon 8 Elite. Namun, beberapa pengguna mengkritik kebijakan harga yang dinilai terlalu tinggi.

Samsung Galaxy S25 Edge

Tantangan di Depan Mata

Meski mencetak rekor, Samsung menyadari tantangan yang menghadang. Divisi semikonduktor (DS) yang biasanya menjadi andalan justru menunjukkan perlambatan dengan pendapatan KRW 25,1 triliun ($17,6 miliar). Penurunan harga jual rata-rata dan pembatasan ekspor chip AI menjadi penyebabnya.

“Kami kesulitan memprediksi performa ke depan karena ketidakpastian makroekonomi global,” ujar perwakilan Samsung. Namun perusahaan optimis kinerja akan membaik di paruh kedua 2025 jika kondisi ekonomi stabil.

Samsung Galaxy S25 Ultra, S25+ and S25 hands-on review

Samsung juga bersiap meluncurkan Galaxy S25 Edge pada 13 Mei di Korea dan 30 Mei secara global. Tak hanya itu, perusahaan berencana memperluas fitur AI “Awesome Intelligence” ke seri Galaxy A, seperti dilaporkan sebelumnya.

Dengan strategi perluasan fitur AI dan peluncuran produk baru, Samsung berharap bisa mempertahankan momentum positif ini meski menghadapi tantangan pasar yang semakin kompetitif.

Pasar Smartphone Global Hampir Stagnan di Q1 2025, Hanya Tumbuh 0,2%

0

Telset.id – Jika Anda mengira pasar smartphone global akan menunjukkan pertumbuhan signifikan di awal 2025, data terbaru dari Canalys mungkin mengejutkan. Laporan riset terbaru menunjukkan, pengiriman smartphone global hanya tumbuh tipis 0,2% year-on-year (YoY) pada kuartal pertama 2025, dengan total 296,9 juta unit terjual. Angka ini hampir tidak berubah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Canalys: Global smartphone market is in stagnation

Pertumbuhan yang nyaris datar ini disebabkan oleh dinamika regional yang saling menetralkan. Pasar seperti Tiongkok Daratan dan Amerika Serikat mencatat kenaikan sehat, tetapi diimbangi oleh penurunan di India, Eropa, serta Timur Tengah. Canalys menyoroti bahwa India, Amerika Latin, dan Timur Tengah menunjukkan tanda-tanda jenuh dalam permintaan penggantian perangkat. Padahal, kuartal sebelumnya, wilayah-wilayah ini sempat mengalami peningkatan.

“Konsumen di wilayah tersebut kini lebih enggan membeli smartphone baru,” tulis Canalys dalam laporannya. Sementara itu, Eropa menghadapi masalah kelebihan stok setelah banyak pengiriman dilakukan pada 2024, menyambut arahan eco-design Uni Eropa yang akan berlaku akhir tahun ini. Aturan baru ini mewajibkan semua produsen menyediakan perangkat yang mudah diperbaiki dan didukung pembaruan software selama beberapa tahun.

Dinamika Regional yang Berbeda

Afrika menjadi cerita berbeda dengan aktivitas ritel yang dinamis dan upaya ekspansi proaktif dari berbagai produsen. Vivo dan Honor mencatat pertumbuhan dua digit di pasar luar negeri, dengan Honor bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Canalys: China smartphone market grows in Q1, Xiaomi and Huawei lead the way

Situasi di Amerika Serikat juga menarik. Produsen, terutama Apple, dikabarkan melakukan banyak pengiriman sebelum penerapan tarif “Liberation Day” untuk menghindari dampak finansial. Namun, kebijakan ini diperkirakan akan lebih memengaruhi model harga rendah, yang berpotensi mendorong kenaikan Average Selling Price (ASP) namun menyulitkan baik konsumen maupun produsen.

Persaingan Ketat di Segmen Menengah

Dari sisi pemain, Samsung mempertahankan kepemimpinannya dengan pangsa pasar 20%, diikuti Apple di posisi kedua dengan 19%—didorong oleh stok besar pada Maret. Xiaomi bertahan di peringkat ketiga (14%), sementara vivo dan Oppo menutup lima besar.

CR: Apple ruled Q1 smartphone shipments for the first time ever

Canalys mencatat bahwa merek-merek besar tetap optimis akan rebound pasar di Q2 2025. Penurunan level inventaris dan peluncuran produk baru diharapkan dapat meningkatkan kinerja pasar. Namun, persaingan di segmen menengah (US$200-US$400) semakin ketat. Selain itu, ketegangan perdagangan global yang meningkat mungkin mendorong negara-negara untuk mengembangkan manufaktur smartphone lokal, yang memerlukan investasi tambahan dan tekanan biaya.

Lalu, apakah era pertumbuhan pesat pasar smartphone sudah berakhir? Seperti dikomentari salah satu netizen, “Saya ingat ketika pasar smartphone tumbuh 30-40% per tahun. Sekarang hanya 0,2%? Ini mungkin normal baru.”

Astronot Wanita Bersiap untuk Spacewalk Langka di ISS

Telset.id – Sejarah kembali tercipta di luar angkasa. Dua astronot wanita NASA, Anne McClain dan Nichole Ayers, bersiap untuk melakukan spacewalk langka di International Space Station (ISS) pada Kamis, 30 April 2025 pukul 8 pagi waktu ET. Misi selama 6 jam 35 menit ini akan disiarkan langsung oleh NASA melalui platform digital mereka.

Spacewalk atau aktivitas ekstrakendaraan (EVA) ini bukan sekadar rutinitas. McClain dan Ayers akan memindahkan antena komunikasi stasiun, memasang braket pendukung untuk panel surya baru (IROSA), serta meningkatkan sistem daya ISS. Panel surya IROSA ini dirancang meningkatkan kapasitas pembangkit listrik ISS hingga 30%, dari 160 kilowatt menjadi 215 kilowatt.

Astronaut Nichole Ayers shows off a research incubator for biology investigations on board the ISS.

Ini akan menjadi spacewalk pertama bagi Ayers dan yang ketiga bagi McClain. Sebelumnya, hanya lima spacewalk all-woman yang pernah dilakukan di ISS. Yang pertama terjadi pada 18 Oktober 2019 oleh Christina Koch dan Jessica Meir setelah beberapa kali tertunda karena masalah ukuran baju antariksa.

Pencapaian wanita di luar angkasa memang patut diapresiasi. Seperti yang pernah kami liput dalam artikel sebelumnya, representasi wanita di misi antariksa terus meningkat. Bahkan, awal tahun ini, Suni Williams memecahkan rekor total durasi spacewalk wanita setelah menyelesaikan misi 5,5 jam di luar ISS, menjadikan total waktu spacewalk-nya 62 jam 6 menit.

Spacewalk sendiri adalah aktivitas berisiko tinggi. Astronot harus menghadapi suhu ekstrem, radiasi kosmik, dan risiko mikrometeorit. Seperti dalam kasus meteor yang nyaris menimpa seorang wanita di Bumi, bahaya dari luar angkasa memang nyata.

Misi ini juga menjadi bukti kemajuan teknologi antariksa. Dari masalah ukuran baju antariksa yang pernah menghambat spacewalk wanita pertama, kini NASA telah mengembangkan solusi yang lebih inklusif. Kini, lebih banyak astronot wanita yang bisa berkontribusi dalam misi-misi kritis di ISS.

Bagi Anda yang ingin menyaksikan momen bersejarah ini, NASA akan menyiarkannya langsung di NASA+ dan kanal YouTube resmi mereka. Jangan lewatkan kesempatan melihat langsung bagaimana para wanita tangguh ini bekerja di lingkungan paling ekstrem di alam semesta.

AI Psychiatry: Solusi Baru untuk Menganalisis Kegagalan Sistem AI

0

Telset.id – Bayangkan sebuah mobil otonom tiba-tiba berbelok tanpa alasan jelas dan menabrak. Sensor menunjukkan kamera yang rusak membuat AI salah mengartikan rambu jalan. Tapi apa penyebab sebenarnya? Apakah ini kesalahan teknis atau serangan siber? Inilah tantangan yang dihadapi para peneliti di Georgia Institute of Technology, dan mereka punya solusi revolusioner: AI Psychiatry.

Robot dalam siluet yang merepresentasikan kecerdasan buatan

David Oygenblik dan Brendan Saltaformaggio, dua ilmuwan komputer dari Georgia Tech, telah mengembangkan sistem bernama AI Psychiatry (AIP) yang mampu “membangkitkan” otak AI yang gagal untuk memahami apa yang salah. Teknologi ini menjadi penting di era dimana sistem AI semakin tertanam dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari drone pengirim obat hingga asisten digital.

“Sistem ini tidak ajaib, dan mereka tidak sempurna – mereka bisa dan memang sering gagal bekerja seperti yang dimaksudkan,” tulis para peneliti dalam artikel mereka di The Conversation. Kegagalan bisa terjadi karena desain teknis yang buruk, data pelatihan yang bias, atau kerentanan dalam kode yang dieksploitasi peretas.

Bagaimana AI Psychiatry Bekerja?

Sistem AIP menerapkan serangkaian algoritma forensik untuk mengisolasi data di balik pengambilan keputusan sistem AI. Potongan-potongan ini kemudian disusun kembali menjadi model fungsional yang bekerja identik dengan model aslinya. Investigasi bisa “menghidupkan kembali” AI di lingkungan terkontrol dan mengujinya dengan input berbahaya untuk melihat apakah menunjukkan perilaku tersembunyi.

Teknologi ini mengambil memori image – snapshot dari bit dan byte yang dimuat saat AI beroperasi. Dalam skenario mobil otonom, memori image saat kecelakaan menyimpan petunjuk penting tentang keadaan internal dan proses pengambilan keputusan AI yang mengendalikan kendaraan.

Astronot Nichole Ayers menunjukkan inkubator penelitian

Tim telah menguji AIP pada 30 model AI, 24 di antaranya sengaja diberi “backdoor” untuk menghasilkan hasil yang salah di bawah pemicu tertentu. Sistem berhasil memulihkan, menghosting ulang, dan menguji setiap model, termasuk model yang biasa digunakan dalam skenario dunia nyata seperti pengenalan rambu jalan di kendaraan otonom.

Lebih dari Sekadar Mobil Otonom

Algoritma utama AIP bersifat generik: berfokus pada komponen universal yang harus dimiliki semua model AI untuk membuat keputusan. Ini membuat pendekatan mereka mudah diperluas ke model AI apa pun yang menggunakan kerangka kerja pengembangan AI populer.

“Siapapun yang bekerja untuk menyelidiki kemungkinan kegagalan AI dapat menggunakan sistem kami untuk menilai model tanpa pengetahuan sebelumnya tentang arsitektur pastinya,” jelas para peneliti. Baik itu bot yang membuat rekomendasi produk atau sistem yang memandu armada drone otonom, AIP dapat memulihkan dan menghosting ulang AI untuk dianalisis.

Presiden Donald Trump berbicara di rapat umum

Yang menarik, AIP sepenuhnya open source dan dapat digunakan sebagai alat berharga untuk melakukan audit pada sistem AI sebelum masalah muncul. Dengan lembaga pemerintah mulai dari penegak hukum hingga layanan perlindungan anak mengintegrasikan sistem AI ke dalam alur kerja mereka, audit AI menjadi persyaratan pengawasan yang semakin umum di tingkat negara bagian.

Dengan alat seperti AIP, auditor dapat menerapkan metodologi forensik yang konsisten di berbagai platform dan penyebaran AI. Dalam jangka panjang, ini akan memberikan dividen berarti baik untuk pencipta sistem AI maupun semua orang yang terkena dampak tugas yang mereka lakukan.

Di dunia yang semakin bergantung pada AI, kemampuan untuk memahami dan memperbaiki kegagalan sistem ini menjadi semakin kritis. AI Psychiatry mungkin baru permulaan dari era baru dalam forensik digital, di mana kita tidak hanya bisa memahami bagaimana AI bekerja, tetapi juga mengapa mereka terkadang gagal.

Meta Ray-Bans Kini Lebih “Mata-Mata”, Kebijakan Privasi Diperketat

0

Telset.id – Jika Anda pengguna kacamata pintar Ray-Ban Meta, bersiaplah untuk kabar yang mungkin tidak menyenangkan. Meta baru saja memperbarui kebijakan privasi perangkat ini, membuka pintu lebih lebar untuk pengumpulan data pengguna demi melatih model AI mereka.

Mark Zuckerberg wearing Meta Ray-Bans

Menurut laporan The Verge yang dikonfirmasi Telset.id, pembaruan kebijakan yang dikirim via email pada 29 April 2025 ini menghilangkan beberapa opsi perlindungan privasi yang sebelumnya tersedia. Kini, asisten AI Meta akan selalu aktif kecuali pengguna mematikan fitur “Hey Meta” – frasa aktivasi untuk berinteraksi dengan asisten virtual.

Mata yang Selalu Terbuka

Fitur wake phrase seperti “Hey Meta” memang umum di perangkat berbasis AI. Namun, konsekuensinya adalah perangkat secara teknis selalu dalam keadaan siaga. “Ini menghilangkan hambatan fungsionalitas, tapi juga membuka realitas tidak nyaman bahwa perangkat mungkin mengumpulkan informasi bahkan ketika Anda tidak menyadarinya,” tulis AJ Dellinger dalam laporannya.

Yang lebih mengkhawatirkan, Meta kini menghapus opsi bagi pengguna untuk mencegah penyimpanan rekaman suara di server mereka. Pengguna harus menghapus rekaman secara manual jika ingin melindungi privasi sebelum rekaman tersebut kadaluarsa secara otomatis.

Data untuk Mesin AI

Motivasi di balik perubahan kebijakan ini jelas: lebih banyak data untuk melatih AI. Meta baru saja meluncurkan fitur terjemahan langsung pada Ray-Ban Meta yang mampu menerjemahkan secara real-time antara beberapa bahasa termasuk Prancis, Italia, Spanyol, dan Inggris.

Perusahaan juga baru meluncurkan aplikasi mandiri Meta AI, menandakan fokus besar mereka pada pengembangan teknologi ini. “Ini adalah arah tak terelakkan bagi perangkat dengan mikrofon dan kamera,” tulis Dellinger. “Pada titik tertentu, perusahaan pembuat akan memutuskan bahwa apa yang bisa mereka tangkap lebih berharga daripada privasi pengguna.”

image of a robot in silhouette

Meta dalam pernyataannya kepada Gizmodo menegaskan bahwa foto dan video yang disimpan di galeri pribadi tidak akan digunakan untuk pelatihan AI. Namun, “Jika Anda membagikan foto tersebut ke produk lain – misalnya Meta AI, layanan cloud, atau produk pihak ketiga – maka kebijakan produk tersebut yang akan berlaku.”

Menurut laporan sebelumnya, Meta memang sedang gencar berinvestasi di bidang AI, termasuk melakukan restrukturisasi internal dengan memangkas 5% karyawan berkinerja rendah untuk fokus pada pengembangan teknologi ini.

Masa Depan yang Mengintai

Perubahan kebijakan privasi ini memunculkan pertanyaan penting tentang batasan antara kemajuan teknologi dan hak privasi pengguna. Dengan semakin canggihnya perangkat wearable seperti Ray-Ban Meta, pengguna harus lebih kritis dalam mempertimbangkan trade-off antara kenyamanan dan keamanan data pribadi.

Sementara kompetitor seperti Apple memilih menghentikan proyek kacamata AR mereka, Meta justru semakin memperdalam integrasi AI dalam produk wearable-nya. Pertanyaannya sekarang: sejauh mana pengguna bersedia mengorbankan privasi untuk kemudahan yang ditawarkan teknologi ini?

Marc Andreessen: AI Takkan Gantikan Pekerjaan Venture Capitalist

0

Telset.id – Marc Andreessen, salah satu venture capitalist paling berpengaruh di Silicon Valley, baru-baru ini membuat pernyataan mengejutkan: menurutnya, pekerjaan sebagai venture capitalist (VC) akan menjadi salah satu profesi terakhir yang bertahan di era dominasi kecerdasan buatan (AI). Pernyataan ini muncul dalam podcast a16z, di mana Andreessen dengan yakin menyatakan bahwa AI tidak akan pernah bisa menggantikan peran manusia dalam industri modal ventura.

Andreessen, pendiri Andreessen Horowitz yang dijuluki “egg-headed” karena gaya khasnya, menjelaskan bahwa pekerjaan VC melibatkan banyak aspek psikologis yang sulit direplikasi oleh mesin. “Setiap VC hebat dalam 70 tahun terakhir melewatkan sebagian besar perusahaan besar di generasinya. VC terbaik mungkin hanya berhasil memilih 2 dari 10 perusahaan besar dalam satu dekade,” ujarnya. Menurutnya, pekerjaan ini bukan sekadar analisis data, tetapi juga membaca karakter pendiri startup dan membantu mereka bertahan di bawah tekanan.

Marc Andreessen laughing

AI vs. Intuisi Manusia

Andreessen menggambarkan pekerjaannya sebagai kombinasi unik antara analisis finansial dan terapi psikologi. “Banyak dari pekerjaan ini adalah analisis psikologis. Siapa orang-orang ini? Bagaimana reaksi mereka di bawah tekanan? Bagaimana mencegah mereka jatuh mental? Bahkan, bagaimana mencegah diri sendiri menjadi gila?” katanya sambil tertawa. Ia meyakini bahwa aspek manusiawi ini akan tetap menjadi domain manusia, bahkan ketika AI mengambil alih sebagian besar pekerjaan lain.

Namun, pernyataan ini menuai kritik. Jika AI masa depan benar-benar sekuat yang digembar-gemborkan Andreessen dan rekan-rekannya, bukankah AI juga bisa dilatih untuk menganalisis data psikologis dan mengambil keputusan investasi yang lebih baik? Lagipula, seperti yang diungkap dalam analisis sebelumnya tentang Elon Musk, teknologi seringkali melampaui prediksi manusia.

Optimisme Teknologi yang Kontroversial

Pandangan Andreessen ini konsisten dengan manifesto “Techno-Optimist” yang ia tulis beberapa tahun lalu. Dalam tulisan itu, ia menggambarkan AI dan teknologi sebagai solusi untuk hampir semua masalah manusia. Namun, kritikus menilai pandangannya terlalu naif dan dipengaruhi kepentingan bisnisnya sendiri. Bagaimanapun, Andreessen Horowitz telah berinvestasi besar-besaran di berbagai startup AI.

Robot in silhouette

Seperti yang terjadi pada gerakan startup sebelumnya, klaim tentang ketahanan profesi tertentu terhadap otomatisasi seringkali terbukti salah. Sejarah menunjukkan bahwa teknologi selalu menemukan cara untuk menggantikan pekerjaan yang dianggap “khusus” oleh manusia. Apakah VC benar-benar berbeda, atau ini sekadar bentuk penyangkalan dari seorang miliarder yang takut tergantikan?

Andreessen mungkin benar bahwa VC membutuhkan sentuhan manusia. Tapi seperti kata pepatah Silicon Valley: “Jangan pernah bilang tidak mungkin.” Jika ada yang bisa memprediksi masa depan, mungkin itu justru AI—bukan seorang VC yang melewatkan investasi di Google atau Facebook dulu.

Teleskop James Webb Temukan Planet Terdingin di Luar Tata Surya

Telset.id – Bayangkan sebuah planet yang suhunya mencapai -125° Fahrenheit (-87° Celsius), lebih dingin daripada freezer rumah Anda. Inilah WD 1856+534 b, eksoplanet terdingin yang berhasil dideteksi secara langsung oleh Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST). Penemuan ini bukan hanya memecahkan rekor, tetapi juga membuka jendela baru untuk memahami dinamika planet di sekitar bintang mati.

WD 1856 b pertama kali terdeteksi pada 2020, tetapi baru sekarang para astronom berhasil mengungkap sifat-sifat uniknya berkat kecanggihan JWST. Planet ini berukuran sebesar Jupiter tetapi enam kali lebih masif, dan yang paling mengejutkan, usianya dua kali lebih tua dari tata surya kita. “Ini seperti menemukan fosil hidup di alam semesta,” kata Dr. Mary Anne Limbach dari University of Michigan, salah satu peneliti dalam studi ini.

Konsep artistik eksoplanet WD 1856 b yang mengorbit bintang katai putih.

Mengorbit Bintang Mati di Zona Terlarang

Yang membuat WD 1856 b semakin misterius adalah lokasinya. Planet ini mengorbit sangat dekat dengan bintang katai putih (white dwarf), sisa-sisa bintang yang sudah kehabisan bahan bakar nuklir. Jaraknya hanya 0,02 unit astronomi (AU)—lebih dekat daripada Merkurius ke Matahari. Padahal, selama fase raksasa merah sebelumnya, bintang ini seharusnya melahap planet-planet di sekitarnya.

“WD 1856+534 b adalah bukti langsung bahwa planet bisa bermigrasi ke orbit dekat katai putih, termasuk zona layak huni,” tulis tim peneliti dalam makalah yang diunggah ke arXiv. Temuan ini mendukung teori bahwa beberapa planet bisa selamat dari kematian bintang induknya dan menetap di orbit baru. Seperti diungkap dalam studi sebelumnya tentang brown dwarfs, dinamika sistem bintang mati masih menyimpan banyak teka-teki.

Teknologi JWST Membuka Batas Baru

Deteksi langsung cahaya dari WD 1856 b adalah prestasi besar bagi JWST. Biasanya, cahaya bintang jauh lebih terang daripada planet yang mengorbitnya, membuat pengamatan langsung hampir mustahil. Namun, karena katai putih sangat redup, JWST bisa menangkap pancaran inframerah samar dari planet ini. Teknik ini mirip dengan yang digunakan dalam misi eksplorasi antariksa lainnya, tetapi dengan presisi yang jauh lebih tinggi.

Sebelumnya, rekor planet terdingin yang teramati langsung dipegang oleh Epsilon Indi Ab dengan suhu 2°C. WD 1856 b memecahkan rekor itu dengan selisih yang signifikan. Penemuan ini juga mengakhiri perdebatan tentang status WD 1856 b—apakah ia planet atau brown dwarf. Data JWST mengkonfirmasi bahwa massanya tidak lebih dari 5,9 kali massa Jupiter, sehingga masuk kategori eksoplanet.

Dengan kemampuan JWST, para astronom kini bisa mempelajari lebih banyak planet dingin dan matang di sekitar bintang mati. Siapa tahu, suatu hari nanti kita akan menemukan dunia yang bisa mendukung kehidupan di sekitar katai putih. Seperti yang terjadi di fenomena pencairan es Antartika, alam semesta terus menunjukkan kejutan-kejutannya.

Astronom Temukan Petunjuk Baru Planet Sembilan di Tata Surya

Telset.id – Selama puluhan tahun, para astronom berburu hantu di tepi tata surya kita. Sebuah planet raksasa yang diduga bersembunyi di balik orbit Neptunus—Planet Sembilan. Kini, tim peneliti internasional mengklaim telah menemukan petunjuk terkuat sejauh ini: sebuah objek bergerak lambat dalam data inframerah yang telah terabaikan selama beberapa dekade.

Penemuan ini bermula dari analisis data dua teleskop inframerah: IRAS milik NASA (1983) dan AKARI milik Jepang (2006-2007). Tim yang dipimpin oleh astronom Terry Long Phan dari National Tsing Hua University, Taiwan, memanfaatkan jeda 23 tahun antara kedua misi untuk melacak pergerakan objek yang sangat redup dan dingin. Hasilnya? Satu kandidat yang memenuhi kriteria Planet Sembilan.

Ilustrasi artistik Planet Sembilan di tepi tata surya

Misteri di Balik Sabuk Kuiper

Teori Planet Sembilan pertama kali mengemuka pada 2016, ketika astronom Caltech Mike Brown dan Konstantin Batygin mengamati pola aneh di Sabuk Kuiper—kumpulan benda es di luar Neptunus. Objek-objek ini mengelompok dengan cara yang hanya bisa dijelaskan oleh gravitasi sebuah planet masif yang belum terdeteksi. Perkiraan terbaru menyebut planet ini memiliki massa enam kali Bumi dan mengorbit Matahari setiap 7.400 tahun.

Namun, kandidat terbaru ini justru mengarah ke lokasi yang lebih jauh dari prediksi Brown dan Batygin. “Jika objek ini nyata, ia bukan Planet Sembilan yang kami prediksi, melainkan sesuatu yang sama sekali baru,” ujar Brown kepada Gizmodo. Spekulasi pun bermunculan: apakah ini planet kesepuluh? Atau sekadar ilusi data?

Tantangan dan Harapan ke Depan

Kendati menjanjikan, temuan ini masih menyisakan skeptisisme. Hanya dua titik data dalam rentang 23 tahun belum cukup untuk memastikan orbit objek tersebut. Bisa jadi, sinyal inframerah itu berasal dari bintang latar atau galaksi jauh yang kebetulan tertangkap dalam kedua pengamatan.

Namun, tim peneliti optimis. Mereka menyarankan observasi lanjutan menggunakan teleskop berbasis darat seperti Dark Energy Camera (DECam) di Chile. Jika terkonfirmasi, ini akan menjadi penemuan bersejarah—bukti pertama planet baru di tata surya sejak Pluto “diturunkan pangkatnya” pada 2006.

Penelitian ini juga mematahkan teori liar seperti dugaan Planet Sembilan sebagai black hole purba, karena objek tersebut memancarkan cahaya inframerah. “Ini membuka babak baru dalam pencarian planet trans-Neptunus,” tulis tim dalam makalah yang akan diterbitkan di Proceedings of the Astronomical Society of Australia.

Bagi Anda yang penasaran, Observatorium Vera Rubin yang akan beroperasi tahun depan mungkin menjadi kunci akhir misteri ini. Sementara itu, langit malam terus menyimpan rahasianya—sebuah titik cahaya redup yang mungkin mengubah peta tata surya kita selamanya.