Beranda blog Halaman 6

Xbox Ally Resmi Diumumkan, Handheld Gaming Anyar dari Microsoft dan ASUS ROG

Telset.id – Spekulasi panjang tentang kolaborasi Microsoft dan ASUS ROG akhirnya terjawab. Dua varian handheld gaming baru, ROG Xbox Ally dan ROG Xbox Ally X, resmi diumumkan dalam Xbox Games Showcase di Summer Game Fest. Keduanya akan rilis musim liburan ini, meski harga dan detail pre-order masih ditutupi misteri.

Yang menarik, Microsoft tidak membatasi perangkat ini hanya untuk game Xbox. Anda bisa memainkan game dari Battle.net dan platform PC lainnya. Integrasi Game Pass dan dukungan Xbox Play Anywhere menjadi nilai tambah, memungkinkan sinkronisasi progres game di berbagai perangkat.

Spesifikasi Gahar untuk Pengalaman Gaming Premium

Xbox Ally dibekali prosesor AMD Ryzen Z2 dengan RAM 16GB dan penyimpanan SSD 512GB. Varian X lebih gahar lagi dengan Ryzen AI Z2 Extreme, RAM 24GB, dan SSD 1TB. Keduanya mendukung ekspansi memori via microSD dan memiliki layar 7 inci 1080p dengan refresh rate 120Hz.

Microsoft mengklaim telah mengoptimalkan Windows 11 untuk perangkat ini, termasuk antarmuka Xbox full-screen dan navigasi yang dipermudah untuk kontroler. Fitur aksesibilitas dari konsol Xbox dan PC juga turut dibawa, bersama dengan Gaming Copilot yang siap membantu.

Desain Ergonomis dengan Baterai Besar

Dengan berat 670g (Ally) dan 715g (Ally X), perangkat ini lebih berat dibanding kompetitor seperti Nintendo Switch 2 atau Steam Deck. Namun, Microsoft menjanjikan desain ergonomis yang terinspirasi dari Xbox Wireless Controller.

Xbox Ally X unggul dengan baterai 80Wh (vs 60Wh pada varian standar) dan port USB-C kompatibel ThunderBolt 4. Kedua model dilengkapi charging stand dan mendukung output video ke monitor/TV via DisplayPort 2.1.

Kolaborasi dengan Roblox menjadi sorotan, menjadikan Xbox Ally sebagai handheld pertama yang mendukung game tersebut secara native. Microsoft juga bekerja dengan developer pihak ketiga untuk program optimasi game ala Steam Deck.

Untuk Anda yang belum mencoba Game Pass, kabar baik: kemungkinan akan ada trial gratis bagi pembeli Xbox Ally. Dengan semua fitur ini, apakah handheld baru ini mampu menyaingi dominasi Steam Deck dan PlayStation Portal? Jawabannya akan kita ketahui saat perangkat ini resmi dirilis.

Paralives: Game Simulasi Kehidupan yang Siap Tantang Dominasi The Sims

Telset.id – Jika Anda merasa kecewa dengan arah perkembangan franchise The Sims belakangan ini, bersiaplah untuk alternatif segar. Paralives, proyek indie yang digarap dengan penuh passion, akan segera meluncur di Steam Early Access pada 8 Desember mendatang.

Paralives menawarkan semua elemen klasik yang diharapkan dari game simulasi kehidupan. Anda bisa menciptakan karakter dengan beragam atribut fisik dan kepribadian, menjalin pertemanan, meniti karier, jatuh cinta, hingga membangun keluarga—atau memilih untuk tidak melakukannya. Namun, yang membedakan game ini adalah fokusnya pada kebebasan kreatif dalam mendesain.

Kebebasan Tanpa Batas dalam Mendesain

Paralives membanggakan sistem bangunan yang inovatif. Berbeda dengan The Sims yang terikat grid, di sini Anda bisa membangun di atas kurva dan menyesuaikan ukuran furnitur sesuai keinginan. Bahkan, ada pita pengukur dalam game untuk mereka yang ingin presisi ekstra. “Alat bangunannya mudah digunakan tapi sangat powerful untuk para builder tingkat lanjut,” demikian klaim pengembang.

Game ini juga memungkinkan Anda mengubah warna dan tekstur hampir semua objek. Ingin sofa berwarna merah muda dengan motif polkadot? Bisa. Ingin dinding kamar tidur bergaris-garis neon? Tidak masalah. Fleksibilitas ini menjanjikan pengalaman personalisasi yang belum pernah ada sebelumnya.

Dikembangkan dengan Transparansi Penuh

Paralives adalah buah karya Alex Massé, developer asal Kanada yang memulai proyek ini sendirian pada 2019. Kini, timnya telah berkembang menjadi 13 orang dengan satu misi: menciptakan game simulasi kehidupan yang segar dan inovatif.

Yang menarik, pengembangan game ini didanai sepenuhnya melalui Patreon. Prosesnya pun terbuka untuk publik—Anda bisa melihat roadmap dan fitur yang sedang dikerjakan di situs resmi mereka. Komitmen transparansi ini jarang ditemui di industri game modern.

Tim Paralives juga menegaskan bahwa game ini tidak akan memiliki DLC berbayar. Semua ekspansi konten akan diberikan gratis—sebuah tamparan halus untuk model bisnis yang selama ini diadopsi oleh The Sims.

Seni Sederhana dengan Kedalaman Emosional

Berbeda dengan inZoi yang mengandalkan grafis ultra-realistis dan AI canggih, Paralives justru memilih gaya seni yang sederhana namun penuh charisma. Pendekatan ini bukan karena keterbatasan teknis, melainkan pilihan desain untuk menciptakan kedalaman emosional.

“Kami ingin pemain merasakan koneksi dengan karakter dan dunia yang mereka bangun,” ujar Massé dalam sebuah wawancara. Gaya visual yang minimalis justru menjadi kanvas bagi imajinasi pemain untuk berkembang.

Bagi Anda yang penasaran, trailer perilisan sudah tersedia dan bisa disaksikan. Paralives akan hadir di Steam Early Access untuk PC dan Mac mulai 8 Desember 2025. Siapkah Anda untuk pengalaman simulasi kehidupan yang benar-benar baru?

Jika Anda tertarik dengan eksplorasi kehidupan dalam bentuk lain, jangan lewatkan penemuan terbaru tentang kemungkinan kehidupan di Mars atau cara inovatif untuk memahami kehidupan nyamuk melalui teknologi mutakhir.

Xiaomi Smart Door Lock 2: Solusi Pintar dengan Teknologi Pembuluh Darah

Telset.id – Bayangkan pulang larut malam, tangan penuh belanjaan, dan kunci konvensional yang sulit dibuka. Xiaomi punya solusinya: Smart Door Lock 2 Vein Recognition Enhanced Edition yang baru saja dibuka pre-order di China. Dengan harga 1.699 yuan (sekitar Rp3,7 juta), perangkat ini bukan sekadar gembok pintar biasa—melainkan revolusi keamanan berbasis biometrik canggih.

Xiaomi mengklaim teknologi pembuluh darah (vein recognition) pada Smart Door Lock 2 ini lebih akurat daripada pemindai sidik jari biasa. Bagaimana tidak? Sistem ini menggunakan cahaya inframerah dekat untuk memetakan pola pembuluh darah di jari Anda—sebuah fitur yang sangat berguna bagi lansia atau anak-anak dengan sidik jari yang belum berkembang sempurna. Menurut Xiaomi, tingkat kesalahan pengenalan hanya 0,0001%, dengan waktu respon di bawah satu detik.

Xiaomi Smart Door Lock 2 Vein Recognition Edition

10 Cara Membuka Pintu, Termasuk dengan Jam Tangan Xiaomi

Tak hanya mengandalkan pembuluh darah, Smart Door Lock 2 menawarkan total 10 metode pembukaan: mulai dari sidik jari AI, password permanen, password sekali pakai, hingga NFC card. Yang menarik, perangkat ini terintegrasi penuh dengan ekosistem Xiaomi—Anda bisa membuka pintu menggunakan smartphone, smartwatch, atau smartband Xiaomi. Cocok bagi pengguna setia produk Xiaomi yang ingin rumahnya benar-benar “pintar”.

Fitur lain yang patut diperhatikan adalah peephole cerdas beresolusi 2MP di unit dalam. Dilengkapi algoritma deteksi manusia berbasis AI, sistem ini akan merekam video jika ada orang yang mencurigakan berlama-lama di depan pintu Anda. Bahkan dalam kondisi cahaya minim, peephole tetap berfungsi berkat dukungan inframerah dan perekaman warna penuh.

Dari Baterai Hingga HyperOS: Semua Dipertimbangkan

Daya tahan baterai sering menjadi masalah utama pada smart lock. Xiaomi menjawab kekhawatiran ini dengan baterai lithium 5000mAh yang diklaim bertahan hingga empat bulan. Jika habis, Anda bisa menggunakan empat baterai AA sebagai cadangan—yang memberikan tambahan enam bulan penggunaan. Bahkan dalam keadaan darurat, Smart Door Lock 2 bisa diisi ulang via port USB-C.

Integrasi dengan ekosistem Xiaomi semakin lengkap berkat dukungan HyperOS. Pengguna bisa memantau status kunci dari jarak jauh via aplikasi Mi Home, menerima notifikasi jika ada upaya peretasan, hingga mengatur otomatisasi pintar bersama perangkat Xiaomi lainnya. Seperti dilaporkan dalam Xiaomi dan Lenovo Melonjak di Peringkat AI China, perusahaan ini semakin serius menggarap teknologi AI untuk produk rumahan.

Xiaomi Smart Door Lock 2 Vein Recognition Edition

Dari segi keamanan fisik, Xiaomi menggunakan silinder mekanik grade-C yang tahan terhadap paksa masuk dan gangguan elektromagnetik. Perangkat ini juga telah melalui uji ketahanan ekstrem—150.000 siklus buka-tutup dan tes suhu dari -10°C hingga 55°C. Dengan dimensi 399×76 mm dan berat 3,86 kg, Smart Door Lock 2 dirancang untuk pemasangan yang kokoh.

Peluncuran Smart Door Lock 2 ini sejalan dengan strategi Xiaomi memperluas lini produk IoT-nya, seperti terlihat pada mobil listrik pertama Xiaomi SU7 dan berbagai perangkat rumah pintar lainnya. Pre-order sudah dibuka di JD.com, dengan penjualan perdana dimulai 10 Juni mendatang.

Oppo Find X9 Bocoran: Layar Datar, Chipset Dimensity 9500, dan Model Kompak

Telset.id – Bocoran terbaru tentang seri Oppo Find X9 semakin menguatkan spekulasi bahwa ponsel flagship ini akan membawa perubahan signifikan. Kabarnya, Oppo akan meninggalkan layar melengkung yang menjadi ciri khas seri sebelumnya dan beralih ke panel datar. Tak hanya itu, chipset MediaTek Dimensity 9500 yang belum dirilis juga disebut-sebut akan menjadi otak dari perangkat ini.

Menurut informasi dari Digital Chat Station, dua model utama Find X9 akan hadir dengan layar berukuran 6,59 inci dan 6,78 inci. Kedua ukuran ini kemungkinan besar merujuk pada Find X9 standar dan Find X9 Pro. Yang menarik, Oppo dikabarkan akan menghadirkan varian kompak dengan layar 6,3 inci, meski belum jelas apakah model ini termasuk dalam lini utama atau menjadi produk terpisah.

Perubahan Desain dan Strategi Oppo

Kehadiran layar datar pada Find X9 menandakan pergeseran strategi Oppo. Selama ini, seri Find X dikenal dengan desain melengkung yang premium. Namun, tampaknya Oppo ingin menyasar pengguna yang lebih menyukai tampilan flat, mungkin untuk alasan ergonomis atau ketahanan. Jika bocoran ini akurat, Find X9 akan menjadi seri pertama Oppo yang sepenuhnya mengadopsi layar datar sejak beberapa generasi terakhir.

Selain itu, kehadiran model 6,3 inci juga patut diperhatikan. Ukuran ini mirip dengan Find X8s, yang mungkin menandakan bahwa Oppo ingin mempertahankan opsi untuk pengguna yang menyukai ponsel lebih kecil. Apakah ini akan menjadi varian “mini” atau sekadar alternatif ukuran, masih menjadi teka-teki.

Dimensity 9500: Kekuatan di Balik Layar

Jika Anda penasaran apa yang akan menggerakkan Find X9, jawabannya mungkin terletak pada chipset MediaTek Dimensity 9500. Prosesor ini dikabarkan dibangun dengan teknologi 3nm generasi ketiga dari TSMC (N3P), yang menjanjikan efisiensi dan performa lebih baik. Konfigurasi CPU-nya terdiri dari satu inti “Travis”, tiga inti “Alto”, dan empat inti “Gelas”, didukung oleh GPU Immortalis-Drage.

Yang menarik, chipset ini juga diklaim mendukung SME (Scalable Matrix Extension), sebuah fitur yang dapat meningkatkan kinerja AI dan machine learning. Ini bisa menjadi nilai tambah besar bagi Find X9, terutama dalam pengolahan gambar dan pengalaman pengguna yang lebih cerdas.

Jika timeline bocoran ini akurat, Dimensity 9500 akan diluncurkan pada September, dan Find X9 mungkin akan menyusul tak lama setelahnya. Dengan spesifikasi seperti ini, Oppo tampaknya siap bersaing ketat dengan flagship lainnya di pasar global.

Bagaimana pendapat Anda tentang perubahan yang dibawa Find X9? Apakah layar datar dan chipset terbaru cukup untuk membuat Anda tertarik? Simak terus perkembangan terbaru di Telset.id untuk info lebih lanjut.

Bocoran Galaxy Z Fold 7: Lebih Tipis, Kamera Unggulan, Tapi Harga Naik?

Telset.id – Rencana Samsung meluncurkan generasi ketujuh ponsel lipatnya—Galaxy Z Fold 7, Z Flip 7, dan Z Flip 7 FE—di acara Galaxy Unpacked ternyata mundur dari perkiraan sebelumnya. Bocoran terbaru mengindikasikan acara tersebut baru digelar pertengahan Juli 2025, bukan awal bulan seperti yang diisukan sebelumnya.

Menurut tipster ternama @Ricciolo1 di platform X, Samsung sengaja menggeser jadwal untuk memastikan semua penyempurnaan pada Z Fold 7 benar-benar matang. Lantas, apa saja yang diubah dibanding pendahulunya?

Desain Lebih Ramping, Performa Lebih Gesit

Z Fold 7 disebut mengadopsi desain Galaxy Z Fold Special Edition yang sebelumnya hanya beredar di Korea Selatan. Artinya, ketebalannya dipangkas signifikan—hanya 4.9mm saat terbuka (vs 5.6mm pada Z Fold 6) dan 10.6mm saat tertutup (vs 12.1mm). Pengurangan ini bisa jadi pertimbangan menarik bagi pengguna yang mengeluh beratnya generasi sebelumnya.

Soal daya tahan baterai, kapasitas tetap 4.400mAh seperti Z Fold 6. Namun, bocoran menyebut “stamina lebih baik” berkat kombinasi chipset Snapdragon 8 Elite yang lebih efisien dan optimasi One UI 8. Sayangnya, teknologi baterai silicon-karbon berdensitas tinggi belum diimplementasikan.

Kamera Diperbarui, Tapi Harga Makin “Menggigit”

Sektor kamera diklaim mendapat peningkatan, meski detail spesifik masih simpang siur. Ada kemungkinan Samsung mengadopsi sensor 200MP seperti yang diisukan sebelumnya. Namun, kabar kurang menyenangkan datang dari sisi harga—Z Fold 7 diprediksi lebih mahal dari Z Fold 6 yang dibanderol mulai $1.899 (Rp30 jutaan).

Kenaikan harga ini bisa menjadi bumerang mengingat pasar ponsel lipat masih niche. Apalagi jika peningkatan fitur tidak sebanding dengan lonjakan harga. Seperti diketahui, varian 1TB Z Fold 6 sudah mencapai $2.259 (Rp36 jutaan). Kenaikan $50–$100 saja bisa membuat calon pembeli berpikir ulang.

Untuk informasi lebih lengkap seputar warna dan varian penyimpanan Z Fold 7, simak bocoran terbaru di Telset.id. Sementara itu, produksi massal Z Flip 7 dikabarkan sudah dimulai, meski varian tri-fold masih tertunda.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah peningkatan pada Z Fold 7 layak menunggu hingga pertengahan Juli, atau justru membuat Anda mempertimbangkan alternatif lain? Bagikan di kolom komentar!

Vivo X Fold 5: Ponsel Lipat Pertama dengan Ketahanan Ekstrem IPX9

Telset.id – Jika Anda mengira ponsel lipat masih rapuh dan tak siap menghadapi tantangan ekstrem, Vivo X Fold 5 siap mengubah persepsi itu. Bocoran terbaru dari Manajer Produk Vivo Han Boxiao mengungkap, ponsel ini akan menjadi perangkat lipat pertama di dunia dengan sertifikasi ketahanan air IPX9 dan kemampuan bertahan di suhu -30°C – sebuah lompatan besar dari generasi sebelumnya.

Dalam pengumuman resminya, Boxiao menekankan tiga lapis perlindungan unggulan: proteksi air tingkat militer, ketahanan debu IP5X, serta teknologi baterai semi-padat generasi kedua yang tetap berfungsi optimal di cuaca beku. Vivo bahkan telah menguji X Fold 5 dalam ruang bersuhu -20°C selama berjam-jam, dengan hasil semua fitur beroperasi normal.

Revolusi Ketahanan di Dunia Foldable

Tak tanggung-tanggung, Vivo X Fold 5 diklaim tahan terhadap semprotan air panas bertekanan tinggi – sebuah standar yang biasanya hanya dimiliki perangkat industri. Ini menjadikannya satu-satunya ponsel lipat dengan rating IPX9, melampaui pesaing seperti Samsung Galaxy Z Fold7 Ultra yang masih berkutat di IPX8.

Untuk baterai, Vivo menerapkan inovasi solid-state electrolyte yang kini mencakup dari anode hingga katode. Hasilnya? Daya tetap mengalir bahkan di -30°C, solusi sempurna bagi pengguna di negara empat musim atau pecinta aktivitas ekstrem. Teknologi ini merupakan penyempurnaan dari baterai 6.000mAh pada X Fold 3.

Spesifikasi yang Tak Kalah Garang

Di balik ketangguhannya, X Fold 5 tetap mempertahankan spesifikasi flagship. Layar utama 8,03 inci AMOLED dan eksternal 6,53 inci LTPO sama-sama mendukung refresh rate 120Hz. Performa dijamin Snapdragon 8 Gen 3 dengan konfigurasi RAM 16GB dan penyimpanan 512GB.

Untuk fotografi, kolaborasi dengan Zeiss menghasilkan trio kamera belakang: sensor utama 50MP, ultra-wide, dan periskop dengan zoom 3x. Dua kamera selfie 32MP (masing-masing di layar dalam dan luar) melengkapi paket ini. Menurut jadwal rilis, ponsel ini diperkirakan meluncur di China Juli mendatang sebelum menyebar ke pasar global.

Dengan kombinasi ketahanan ekstrem dan spesifikasi mutakhir, Vivo X Fold 5 bukan sekadar evolusi – melainkan revolusi dalam dunia ponsel lipat. Pertanyaannya kini: apakah kompetitor siap menanggapi tantangan ini?

Redmi Pad 2 Meluncur Global, Siap Guncang Pasar Tablet Budget

Telset.id – Xiaomi baru saja menggebrak pasar tablet dengan meluncurkan Redmi Pad 2 secara global, tepat sebelum peluncuran resminya di India pada 18 Juni mendatang. Tablet budget-friendly ini hadir dengan sejumlah peningkatan signifikan dibanding pendahulunya, mulai dari layar yang lebih tajam, baterai lebih besar, hingga chipset baru yang siap mendukung aktivitas harian Anda.

Dengan desain yang ramping dan harga yang terjangkau, Redmi Pad 2 diprediksi akan menjadi pilihan utama bagi para pencari tablet berkualitas tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. Tablet ini telah diluncurkan di beberapa negara, termasuk Filipina, Inggris, dan Jerman, dengan dua varian: 6GB RAM + 128GB penyimpanan seharga PHP 10.499 (sekitar Rp16.200) dan 8GB RAM + 256GB penyimpanan seharga PHP 12.999 (sekitar Rp19.300). Warna yang tersedia meliputi abu-abu, biru muda, dan perak. Di India, Redmi Pad 2 akan dijual melalui Amazon, Flipkart, dan Mi.com.

Spesifikasi yang Lebih Tangguh

Redmi Pad 2 menawarkan layar 11 inci beresolusi 2.5K dengan refresh rate 90Hz dan kecerahan 600 nits, sebuah peningkatan dari layar 10.61 inci pada generasi sebelumnya. Tablet ini ditenagai oleh MediaTek Helio G100 Ultra, yang diklaim lebih unggul dari Helio G99 dalam hal multitasking dan performa gaming kasual seperti Asphalt 9.

Salah satu sorotan utama Redmi Pad 2 adalah sistem audio quad speaker dengan dukungan Dolby Atmos, ditambah jack headphone 3.5mm yang kembali hadir setelah absen di Redmi Pad pertama. Baterainya juga ditingkatkan menjadi 9.000mAh dari sebelumnya 8.000mAh, dengan dukungan pengisian daya 18W (meskipun charger 22.5W mungkin disertakan).

Redmi Pad 2 menjalankan Android 15 dengan antarmuka HyperOS 2.0, menawarkan pengalaman yang lebih segar dan lancar dengan fitur seperti Circle to Search. Sayangnya, kamera depan mengalami penurunan dari 8MP menjadi 5MP, sementara kamera belakang tetap 8MP. Tablet ini juga dilengkapi dengan 4G LTE, Wi-Fi, Bluetooth, USB-C, dukungan microSD, dan kompatibilitas stylus, menjadikannya perangkat serbaguna untuk bekerja dan bermain.

Pesaing Baru di Segmen Tablet Budget

Redmi Pad 2 siap bersaing ketat dengan tablet budget lainnya di pasaran, seperti Realme Pad 2. Dengan spesifikasi yang lebih mumpuni dan harga yang kompetitif, tablet ini menjadi pilihan menarik bagi pelajar atau pengguna yang mencari perangkat pendukung produktivitas sehari-hari.

Jika Anda tertarik dengan perkembangan terbaru seputar Redmi Pad 2 atau produk Xiaomi lainnya, jangan lupa bergabung dengan komunitas Telegram kami untuk mendapatkan update instan. Kunjungi juga bagian Berita kami untuk informasi terkini seputar teknologi.

Huawei Siapkan Ponsel Tri-Fold Generasi Kedua dengan Chipset Kirin 9020

Telset.id – Belum genap setahun sejak peluncuran Huawei Mate XT, ponsel lipat tiga pertama di dunia, kabarnya Huawei sudah menyiapkan penerusnya. Bocoran terbaru dari tipster ternama Digital Chat Station di Weibo mengungkap bahwa generasi kedua ponsel tri-fold Huawei akan dirilis pada paruh kedua 2025.

Menurut informasi yang beredar, Huawei akan mempertahankan konfigurasi layar yang sama dengan pendahulunya. Artinya, kita masih akan melihat mekanisme lipat multi-panel ala Mate XT yang mampu berubah dari smartphone ke tablet penuh. Namun, perubahan signifikan justru terjadi di bagian dalam.

Ponsel tri-fold baru ini dikabarkan akan ditenagai oleh chipset Kirin terbaru yang dibangun dengan proses N-1 node. Digital Chat Station menyebut kemungkinan besar ini adalah Kirin 9020, penerus logis dari Kirin 9010 yang menghidupkan Mate XT. Upgrade prosesor ini diharapkan bisa membawa peningkatan performa dan efisiensi daya yang lebih baik.

Fokus pada Pengalaman Fotografi

Sektor kamera juga disebut-sebut akan mendapatkan penyegaran. Meski spesifikasi pastinya masih menjadi misteri, bocoran menyebut Huawei sedang berfokus pada peningkatan kemampuan fotografi dan berbagai upgrade periferal untuk seri Mate foldable berikutnya.

Sebagai pengingat, Huawei Mate XT yang diluncurkan September lalu sempat membuat gebrakan dengan faktor bentuknya yang revolusioner. Ini adalah ponsel lipat tiga pertama yang tersedia secara komersil, menawarkan layar OLED fleksibel yang bisa dilipat di dua tempat untuk berubah menjadi tablet berukuran penuh.

Keunggulan Desain Z-Fold

Sementara kebanyakan ponsel lipat di pasaran menggunakan desain engsel tunggal, Huawei melangkah lebih jauh dengan struktur lipat bergaya Z yang memberikan pengguna lebih banyak fleksibilitas dan ruang layar dalam footprint yang relatif kompak.

Tak hanya hardware, Mate XT juga menarik perhatian berkat optimasi software-nya. HarmonyOS beradaptasi dengan mulus antara mode ponsel, tablet, dan tenda, memberikan pengalaman pengguna yang lancar dengan minimal lag atau masalah scaling.

Dikombinasikan dengan daya tahan baterai yang cukup baik dan chipset Kirin 9010 buatan Huawei sendiri, Mate XT terbukti memiliki performa yang lebih tahan lama dan lebih baik dari perkiraan banyak orang.

Dengan rencana peluncuran generasi kedua di 2025, Huawei tampaknya serius ingin mempertahankan posisinya sebagai inovator di pasar ponsel lipat. Persaingan dengan produsen lain seperti Samsung yang juga sedang mengembangkan perangkat fleksibel semakin memanas.

Lantas, apakah Huawei akan mampu mempertahankan keunggulan dengan tri-fold generasi kedua ini? Jawabannya mungkin baru akan kita dapatkan setahun mendatang. Namun satu hal yang pasti, inovasi di dunia ponsel lipat masih terus berlanjut, dan Huawei tampaknya tidak ingin ketinggalan.

Vivo X300 Pro Mini Bocoran: Baterai 7000mAh Bakal Jadi Game Changer?

Telset.id – Jika Anda mengira baterai besar hanya bisa ditemukan di smartphone kelas phablet, bocoran terbaru tentang Vivo X300 Pro Mini siap mengejutkan. Menurut sumber terpercaya, penerus X200 Pro Mini ini dikabarkan akan membawa kapasitas baterai raksasa 7000mAh – lompatan signifikan dari pendahulunya yang “hanya” 5700mAh.

Digital Chat Station, tipster ternama di dunia teknologi, baru-baru ini memicu spekulasi dengan postingan yang telah dihapus. Dalam unggahan tersebut, disebutkan tentang perangkat berlayar 6,3 inci dengan baterai sekitar 7000mAh. Meski tidak menyebut nama Vivo secara eksplisit, semua petunjuk mengarah pada X300 Pro Mini yang sedang dalam pengembangan.

Lalu, seberapa revolusioner angka 7000mAh untuk smartphone berukuran mini? Mari kita lihat konteksnya. Xiaomi dan Realme memang telah mencoba menerapkan baterai berkapasitas serupa, tapi pada perangkat dengan bodi lebih besar. Keberhasilan Vivo memadatkan kapasitas tersebut dalam bodi mini akan menjadi terobosan berarti.

Spesifikasi yang Patut Dinantikan

Meski detail resmi masih minim, kita bisa memperkirakan spesifikasi X300 Pro Mini berdasarkan pendahulunya. X200 Pro Mini hadir dengan layar LTPO AMOLED 6,31 inci yang mendukung 1 miliar warna, HDR10+, dan refresh rate 120Hz. Performa ditopang chipset MediaTek Dimensity 9400 dengan sistem operasi Android 15.

Di sektor kamera, kolaborasi Vivo dengan Zeiss menghasilkan triple kamera 50MP – terdiri dari sensor wide dengan OIS, telephoto periskop zoom 3x, dan ultrawide dengan autofocus. Tambahan fitur seperti laser autofocus, lapisan lensa Zeiss T*, dan rekaman 4K membuat paket kamera ini sangat kompetitif.

Pertanyaan besarnya: akankah Vivo mempertahankan semua keunggulan ini sambil menambah kapasitas baterai secara signifikan? Jika iya, X300 Pro Mini berpotensi menjadi salah satu smartphone paling seimbang di kelasnya.

Tantangan Teknis Baterai Besar

Memasang baterai 7000mAh dalam bodi mini bukan tanpa tantangan. Ada pertimbangan ketebalan, berat, dan manajemen panas yang harus diatasi. Vivo mungkin menggunakan teknologi baterai baru atau pengaturan komponen yang lebih efisien untuk mewujudkannya.

Seperti yang pernah kami laporkan dalam Xiaomi Carnival 2024, inovasi baterai menjadi fokus utama produsen smartphone tahun ini. Jika bocoran ini akurat, Vivo jelas tidak ingin ketinggalan dalam perlombaan ini.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah baterai besar lebih penting daripada bodi ultra-tipis? Atau mungkin ada fitur lain yang lebih Anda tunggu dari seri X300 ini? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar.

Meta Aria Gen 2 Resmi Dirilis: Kacamata Riset AI dengan Fitur Revolusioner

Telset.id – Jika Anda berpikir kacamata pintar hanya untuk mengambil foto atau mendengarkan musik, siap-siap terkejut. Meta baru saja mengungkap detail lengkap Aria Gen 2, generasi terbaru kacamata riset mereka yang dirancang khusus untuk pengembangan machine perception, robotika, dan AI kontekstual. Perangkat ini bukan sekadar upgrade minor—ini lompatan besar dari pendahulunya, Aria Gen 1 yang diluncurkan pada 2020.

Dalam industri yang semakin dipenuhi produk seperti kacamata pintar Apple atau XR headset Samsung, Aria Gen 2 hadir dengan proposisi unik: alat bagi peneliti untuk mendorong batas-batas teknologi AI. Lalu, apa saja yang membuatnya istimewa?

Desain yang Lebih Ergonomis dan Fungsional

Meta memastikan Aria Gen 2 tidak hanya canggih, tetapi juga nyaman dipakai. Dengan bobot hanya 74-76 gram—lebih ringan dari kebanyakan smartphone—kacamata ini kini dilengkapi lengan yang bisa dilipat untuk memudahkan penyimpanan. Yang menarik, tersedia delapan opsi ukuran untuk menyesuaikan berbagai bentuk wajah dan kepala. Bandingkan dengan pendahulunya yang hanya menawarkan sedikit fleksibilitas.

Meta Aria Gen 2

Peningkatan Kamera dan Sensor yang Signifikan

Di bagian kamera, Aria Gen 2 kini memiliki empat kamera computer vision, meningkat dari dua pada Gen 1. Sensor global shutter dengan HDR 120 dB (naik dari 70 dB) memastikan performa optimal baik dalam kondisi terang maupun gelap. Overlap stereo juga ditingkatkan dari 35° menjadi 80°, memperbaiki persepsi kedalaman dan pelacakan 3D.

Tak hanya itu, Meta menambahkan beberapa sensor baru:

  • Ambient Light Sensor (ALS) dengan deteksi ultraviolet untuk kontrol eksposur lebih akurat.
  • Contact microphone di bagian nosepad yang menangkap audio lebih jernih di lingkungan bising.
  • Photoplethysmography (PPG) sensor untuk memperkirakan detak jantung pengguna.

Kemampuan On-Device Machine Perception

Inilah jantung Aria Gen 2. Meta memasang coprocessor khusus yang menjalankan algoritma machine perception langsung di perangkat. Beberapa fitur utamanya meliputi:

  • Visual Inertial Odometry (VIO): Melacak pergerakan dalam enam derajat kebebasan.
  • Pelacakan Mata: Memantau arah pandang, kedipan, diameter pupil, dan lainnya.
  • Pelacakan Tangan: Mengikuti pergerakan tangan 3D beserta posisi sendi.

Dengan kemampuan ini, Aria Gen 2 bukan sekadar alat pasif, melainkan mitra aktif bagi peneliti yang ingin mengembangkan AI yang lebih kontekstual dan responsif.

Meta akan membuka pendaftaran untuk Aria Gen 2 akhir tahun ini, sementara versi Gen 1 masih tersedia. Mereka juga akan memamerkan perangkat ini di CVPR 2025 di Nashville bulan Juni mendatang. Bagi yang tertarik dengan perkembangan teknologi wearable, ini adalah salah satu inovasi yang patut diikuti.

Xiaomi XRING O1: Chipset Flagship yang Terganjal Larangan AS

Telset.id – Xiaomi baru saja memamerkan kekuatan chipset XRING O1 buatannya sendiri, dan hasilnya sungguh mengejutkan. Dalam tes Geekbench 6, chipset ini bahkan mengungguli Snapdragon 8 Elite dari Qualcomm, baik dalam performa single-core maupun multi-core. Namun, di balik kesuksesan ini, ada badai besar yang mengancam masa depan pengembangan chipset Xiaomi.

XRING O1 dirancang dari nol dengan konfigurasi CPU 10-core dan diproduksi menggunakan proses 3nm TSMC. Ini adalah pencapaian luar biasa untuk chipset mobile pertama Xiaomi. Namun, perusahaan mungkin akan terjebak pada node ini untuk waktu yang lama. Penyebabnya? Larangan ekspor alat EDA (Electronic Design Automation) dari AS ke China.

Dampak Larangan EDA pada Industri Chip China

Pemerintah AS secara resmi memblokir ekspor alat EDA canggih ke China. EDA adalah tulang punggung desain chip modern, digunakan untuk simulasi, verifikasi, dan optimasi sirkuit terintegrasi kompleks. Yang lebih krusial, alat ini diperlukan untuk merancang struktur GAAFET (Gate All Around Field Effect Transistor).

Karena proses 2nm TSMC adalah produk GAA, larangan alat EDA ini juga berarti larangan tidak langsung terhadap penggunaan node 2nm. Ini menjadi pukulan telak bagi Xiaomi dan perusahaan China lainnya yang mengandalkan TSMC untuk produksi chipset mereka.

Masa Depan XRING dan Upaya Mandiri China

Dengan hambatan ini, lineup XRING kemungkinan besar akan tetap menggunakan proses ‘N3E’ 3nm untuk waktu yang cukup lama. Xiaomi bukan satu-satunya yang terkena dampak. Lenovo, yang juga dikabarkan sedang mengembangkan chipset sendiri, akan merasakan tekanan yang sama.

Situasi ini mengingatkan pada jalan yang harus ditempuh Huawei sejak sanksi AS dimulai pada 2019. Namun, tidak semua berita buruk untuk China. Dengan alat EDA asing tidak tersedia, kini ada dorongan besar untuk mengembangkan alternatif domestik.

Huawei telah berinvestasi dalam platform EDA sendiri dan mendukung pemain lokal seperti Empyrean untuk mengisi kekosongan ini. Langkah ini bisa menjadi titik balik bagi industri semikonduktor China untuk benar-benar mandiri.

Bagi Xiaomi, meski terhambat dalam pengembangan node yang lebih kecil, XRING O1 tetap menjadi bukti kemampuan mereka dalam merancang chipset flagship. Seperti terlihat pada Xiaomi 15S Pro vs 15 Pro, chipset ini sudah memberikan performa yang mengesankan di perangkat flagship mereka.

Pertanyaan besarnya sekarang: apakah China bisa dengan cepat mengembangkan solusi EDA mandiri sebelum tertinggal terlalu jauh dalam perlombaan teknologi chipset? Jawabannya akan menentukan masa depan tidak hanya bagi Xiaomi, tetapi seluruh industri teknologi China.

Ant International Luncurkan Alipay+ GenAI Cockpit, Revolusi Layanan Keuangan Berbasis AI

Telset.id – Jika Anda mengira transformasi keuangan digital hanya tentang blockchain dan mobile banking, bersiaplah untuk terkejut. Ant International, raksasa solusi pembayaran digital asal Singapura, baru saja meluncurkan Alipay+ GenAI Cockpit—platform AI-as-a-Service (AIaaS) yang menjanjikan lompatan besar dalam layanan finansial berbasis kecerdasan artifisial. Platform ini akan mulai diadopsi klien fintech di Asia Tenggara dan Asia Selatan mulai Juni 2025.

Dalam industri yang sedang demam AI, Ant International mengambil pendekatan berbeda. Alih-alih sekadar mengintegrasikan chatbot generik, mereka membangun sistem “agentic AI” yang dirancang khusus untuk kompleksitas sektor keuangan. Bayangkan asisten virtual yang tak hanya menjawab pertanyaan pelanggan, tetapi juga mengelola pembayaran lintas negara, mendeteksi penipuan real-time, hingga menyusun strategi loyalitas—semua dengan intervensi manusia minimal.

Tiga Pilar Strategi AI yang Membedakan

Alipay+ GenAI Cockpit berdiri di atas tiga fondasi utama. Pertama, keamanan AI yang menjadi sorotan kritis mengingat 22% bisnis global telah mengalami penipuan berbasis AI. Ant International mengklaim telah menekan kerugian akibat fraud hingga 95% lebih rendah dari rata-rata industri berkat kerangka kerja AI SHIELD—teknologi yang menggabungkan 100 model pengenalan dan 600.000 leksikon risiko.

Kedua, keahlian fintech spesifik. Platform ini mengintegrasikan 20 model LLM, termasuk Falcon Time-Series-Transformer FX Model besutan Ant, dengan basis pengetahuan industri seperti regulasi transfer bank dan kebijakan sengketa. “Ini bukan AI umum yang dipaksa masuk ke sektor keuangan, tapi AI yang dibesarkan untuk fintech sejak awal,” jelas Jiangming Yang, Chief Innovation Officer Ant International.

Antom Copilot: Agen AI Pertama untuk Bisnis Fintech

Salah satu produk unggulan yang dikembangkan melalui platform ini adalah Antom Copilot—agen AI pertama di dunia yang khusus membantu pelaku usaha meningkatkan konversi bisnis. Dari mengintegrasikan metode pembayaran, merekomendasikan saluran optimal, hingga menyelesaikan dokumen onboarding, semua bisa dilakukan dengan perintah bahasa alami. “Ini seperti memiliki staf keuangan yang tak pernah tidur dan terus belajar,” tambah Yang.

Ketiga, dukungan platform menyeluruh. Alipay+ GenAI Cockpit menawarkan fleksibilitas implementasi baik di cloud publik (melalui kemitraan dengan Google Cloud) maupun lingkungan on-premise. Fitur Model Context Protocol (MCP)-nya memungkinkan organisasi membangun server AI khusus sesuai kebutuhan.

Peluncuran ini sejalan dengan tren transformasi digital di Indonesia yang mencapai 91% perusahaan. Namun, Ant International memberi penekanan ekstra pada aspek keamanan—sebuah pelajaran berharga dari maraknya serangan deepfake di sektor finansial.

Dengan klien pertama yang akan go-live tahun depan, apakah Alipay+ GenAI Cockpit akan menjadi standar baru layanan keuangan AI-native? Jawabannya mungkin terletak pada seberapa baik mereka menjalankan janji “agentic AI”—sistem yang tak hanya otomatis, tapi juga adaptif dan terus berevolusi.