Beranda blog Halaman 168

Satelit Nuklir Rusia Cosmos 2553 Alami Gangguan, Picu Kekhawatiran Militer

0

Telset.id – Ambisi Rusia untuk memiliterisasi ruang angkasa mungkin baru saja mendapat pukulan telak. Satelit rahasia Cosmos 2553 yang diduga mendukung pengembangan senjata anti-satelit nuklir Moskow dilaporkan mengalami malfungsi serius. Menurut analis AS, satelit yang diluncurkan tepat sebelum invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 ini menunjukkan tanda-tanda “tumbling” atau berputar tak terkendali.

Russia’s secretive Cosmos 2553 nuclear satellite malfunctions, risks military fallout

Cosmos 2553, yang dipercaya memiliki peran ganda dalam pengumpulan intelijen dan pengujian radiasi, telah menjadi sorotan utama kekhawatiran AS terhadap aktivitas militer Rusia di orbit. Meski Moskow bersikeras bahwa misi satelit ini murni ilmiah, pejabat AS menyatakan perangkat ini memainkan peran krusial dalam pengembangan teknologi yang bisa menargetkan konstelasi satelit seperti Starlink milik SpaceX – sistem yang sangat diandalkan pasukan Ukraina.

Mengapa Cosmos 2553 Begitu Strategis?

Satelit ini ditempatkan di orbit berradiasi tinggi sekitar 2.000 kilometer di atas Bumi – zona yang biasanya dihindari satelit komunikasi dan pengamat Bumi. Para ahli percaya Rusia sengaja memanfaatkan lingkungan ekstrem ini untuk menguji ketahanan teknologi antariksa mereka. Seperti dilaporkan dalam perkembangan senjata hipersonik Rusia sebelumnya, Moskow memang dikenal agresif dalam pengembangan teknologi militer mutakhir.

Pada November lalu, LeoLabs mendeteksi anomali dalam perilaku satelit menggunakan radar Doppler. Pada Desember, mereka meningkatkan tingkat keyakinannya menjadi “tinggi” bahwa Cosmos 2553 mengalami tumbling, berdasarkan data radar tambahan dan citra satelit. Darren McKnight, Senior Technical Fellow di LeoLabs, mengonfirmasi ketidakstabilan satelit tersebut.

Tanda-tanda Pemulihan yang Masih Misterius

Slingshot Aerospace, perusahaan pelacak satelit, melaporkan aktivitas tidak biasa dari Cosmos 2553 pada Mei 2024. “Kecerahan objek menjadi bervariasi, mengindikasikan kemungkinan tumbling,” kata juru bicara perusahaan. Namun, observasi terbaru dari Slingshot menunjukkan satelit mungkin telah stabil kembali, menurut Belinda Marchand, Chief Science Officer perusahaan.

Masih menjadi misteri apakah Cosmos 2553 masih berfungsi atau telah mengalami kerusakan kritis. Insiden ini menandai kemunduran potensial dalam upaya Rusia memperkuat kemampuan militer berbasis antariksa. Pejabat Komando Antariksa AS mencatat bahwa klaim Rusia tentang misi ilmiah satelit “tidak sesuai dengan karakteristiknya”.

1.2-mile-long world’s largest timber structure ‘Grand Ring’ unveiled at Osaka Expo

Eskalasi Ketegangan di Orbit Bumi

Malfungsi ini terjadi di tengah persaingan antariksa yang semakin panas antara AS, Rusia, dan China. Dengan jumlah satelit di orbit yang melonjak, badan-badan pertahanan meningkatkan upaya untuk membedakan aset sipil, komersial, dan militer dengan lebih baik.

Seperti perkembangan dalam konsep negara antariksa Asgardia, batas antara eksplorasi damai dan militerisasi ruang angkasa semakin kabur. Juru bicara Komando Antariksa AS memperingatkan bahwa inkonsistensi Cosmos 2553 dan “kesediaan Rusia yang telah terbukti untuk menargetkan objek-objek orbit AS dan Sekutu” meningkatkan risiko kesalahpahaman dan potensi eskalasi.

Cosmos 2553 adalah salah satu dari beberapa satelit yang dicurigai mendukung operasi militer dan intelijen Rusia. Statusnya yang bermasalah menyoroti tantangan yang semakin besar seputar keamanan antariksa dan keseimbangan rapuh antara pertahanan nasional dan stabilitas global.

Ingin Redupkan Matahari, Inggris Siapkan Eksperimen Kontroversial

0

Telset.id – Bayangkan jika kita bisa meredupkan matahari untuk mencegah pemanasan global. Gagasan yang terdengar seperti fiksi ilmiah ini sedang dipersiapkan secara serius oleh ilmuwan Inggris. Pemerintah Inggris dikabarkan akan menyetujui serangkaian eksperimen geoengineering surya dalam beberapa minggu mendatang, dengan anggaran mencapai US$66,5 juta.

Ilmuwan sedang mempersiapkan eksperimen geoengineering surya

Eksperimen ini akan mengeksplorasi berbagai teknik, mulai dari menyuntikkan aerosol ke atmosfer hingga mencerahkan awan untuk memantulkan lebih banyak sinar matahari. Menurut The Guardian, Inggris akan menjadi salah satu negara dengan pendanaan terbesar untuk penelitian geoengineering surya di dunia. Langkah ini kontras dengan AS, di mana beberapa eksperimen serupa justru dihentikan.

Mengapa Inggris Berani Ambil Risiko?

Mark Symes, direktur program untuk Advanced Research and Invention Agency (ARIA), menjelaskan bahwa pemanasan global telah mendorong kebutuhan akan solusi cepat. “Kita mungkin mencapai titik kritis perubahan iklim dalam abad ini. Itulah mengapa kami tertarik pada pendekatan yang bisa mendinginkan Bumi dalam waktu singkat,” ujarnya.

Teknik utama yang diuji adalah stratospheric aerosol injection, yaitu menyebarkan partikel seperti sulfur dioksida ke atmosfer untuk memantulkan sinar matahari. Ada juga marine cloud brightening, yang meningkatkan refleksi awan dengan menyemprotkan aerosol garam laut. Sementara itu, cirrus cloud thinning bertujuan menipiskan awan tinggi yang justru menjebak panas.

Bukti yang Mendukung dan Risikonya

Jim Haywood, profesor ilmu atmosfer di University of Exeter, mengungkapkan bahwa letusan gunung berapi sebelumnya telah membuktikan efek pendinginan aerosol. Namun, kritikus memperingatkan risiko “termination shock”, di mana Bumi bisa memanas secara drastis jika penyuntikan aerosol dihentikan.

Eksperimen ini juga menuai kontroversi karena dikhawatirkan mengalihkan perhatian dari upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, dengan suhu global yang terus memecahkan rekor, beberapa ilmuwan berpendapat bahwa semua opsi harus dipertimbangkan.

Bagaimana menurut Anda? Apakah geoengineering surya solusi darurat yang diperlukan, atau justru eksperimen berbahaya? Sementara kita menunggu hasil penelitian Inggris, upaya mengurangi emisi tetap menjadi kunci utama.

Intel Tinggalkan Akuisisi, Fokus pada Chip AI Buatan Sendiri untuk Hadapi NVIDIA

0

Telset.id – Intel Corporation, raksasa chip yang sempat menjadi penguasa pasar prosesor, kini memutar haluan strategis dengan meninggalkan strategi akuisisi dan memilih mengembangkan chip AI secara mandiri. Langkah ini diambil untuk menghadapi dominasi NVIDIA di pasar AI yang terus menguat.

Dalam konferensi pers kuartal pertamanya sebagai CEO, Lip-Bu Tan mengungkapkan bahwa Intel tidak akan mencari solusi instan melalui akuisisi besar-besaran seperti sebelumnya. “Ini bukan perbaikan cepat,” tegas Tan, menegaskan komitmen Intel untuk membangun teknologi AI dari dalam melalui penguatan tim riset dan pengembangan internal.

Intel scraps buyouts, bets on in-house AI chips to take on NVIDIA’s empire

Mengapa Intel Berubah Haluan?

Selama beberapa tahun terakhir, Intel dikenal sebagai perusahaan yang gemar mengakuisisi startup chip AI. Mulai dari Movidius, Mobileye, hingga Habana Labs, semua dibeli dengan harapan bisa mengejar ketertinggalan dari NVIDIA. Namun, hasilnya tidak sesuai harapan. Kecuali Mobileye yang sukses di pasar mobil otonom, akuisisi lainnya gagal memberikan keunggulan kompetitif.

David Zinsner, CFO Intel, mengonfirmasi bahwa perusahaan kini lebih memprioritaskan penguatan neraca keuangan. “Kami perlu memperbaiki struktur keuangan terlebih dahulu,” ujarnya dalam wawancara dengan Reuters. Ini menandakan bahwa era akuisisi besar-besaran telah berakhir, setidaknya untuk sementara waktu.

Tantangan Besar Melawan NVIDIA

NVIDIA bukan sekadar pemasok chip AI. Mereka telah membangun ekosistem lengkap, mulai dari perangkat keras, jaringan, hingga perangkat lunak seperti CUDA dan Omniverse. Bahkan, NVIDIA menggunakan teknologi AI dan robotiknya sendiri untuk merancang pabrik baru di AS.

Prosesor Blackwell generasi terbaru NVIDIA sudah diproduksi di fasilitas TSMC di Arizona. Mereka juga membangun “pabrik superkomputer” di Texas melalui kemitraan dengan Foxconn dan Wistron. Dengan dominasi ini, apakah Intel masih punya peluang?

Tan meyakini bahwa Intel bisa bersaing dengan pendekatan holistik. “Kami akan mengoptimalkan produk untuk beban kerja AI yang baru,” katanya. Salah satu strateginya adalah kerja sama dengan TSMC untuk memperkuat lini produksi chip Intel. Kabarnya, TSMC akan mengambil 20% saham di bisnis foundry Intel—bukan dengan modal, melainkan melalui transfer pengetahuan manufaktur.

1.2-mile-long world’s largest timber structure ‘Grand Ring’ unveiled at Osaka Expo

Masa Depan Intel di Pasar AI

Intel mungkin terlambat, tetapi bukan tidak mungkin mereka bisa bangkit. Dengan fokus pada pengembangan internal dan kolaborasi strategis seperti dengan TSMC, mereka berharap bisa mengejar ketertinggalan. Namun, jalan menuju kesuksesan masih panjang dan penuh tantangan.

Apakah strategi baru Intel ini akan berhasil? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun, satu hal yang pasti: persaingan antara Intel dan NVIDIA akan semakin panas, dan konsumenlah yang akan menuai manfaatnya.

Perang Drone Militer: Bagaimana AI dan Otonomi Mengubah Segalanya

0

Telset.id – Jika Anda mengira drone hanya untuk pengiriman paket atau fotografi udara, bersiaplah terkejut. Dunia militer sedang mengalami revolusi besar-besaran berkat kecerdasan buatan (AI) dan teknologi otonomi. Bill Irby, CEO AgEagle Aerial Systems, dalam wawancara eksklusif mengungkap bagaimana lanskap peperangan modern akan berubah drastis dalam dekade mendatang.

Drone wars: how AI and autonomy are changing the game

“Autonomy dulu hanya jadi buzzword, sekarang semua tentang AI dalam drone,” tegas Irby. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Sistem drone modern seperti yang dikembangkan AgEagle telah berevolusi dari sekadar alat pengintai menjadi sistem tempur cerdas yang bisa mengambil keputusan mandiri di medan perang.

Dari Militer ke Sipil: Revolusi Drone yang Tak Terbendung

Meski awalnya dikembangkan untuk keperluan militer, teknologi drone kini merambah sektor sipil dengan kecepatan luar biasa. “Industri komersial sekarang justru memimpin inovasi,” ungkap Irby. Fakta ini terlihat dari maraknya penggunaan drone untuk survei lahan, pemantauan infrastruktur, hingga respons bencana.

Namun, perkembangan pesat ini tidak lepas dari tantangan. Isu privasi menjadi ganjalan serius, terutama ketika drone mulai terbang di atas pemukiman warga. “Ya, banyak yang merasa terganggu. Ini memang menjadi masalah,” akui Irby.

EB Vision: Drone Militer Generasi Baru

AgEagle tak main-main dalam pengembangan drone militer. EB Vision, drone terbaru mereka, dirancang khusus untuk operasi siluman dengan kemampuan visi rendah, suara minimal, dan komunikasi terenkripsi. “Ini bukan drone biasa. Sensor yang bisa ditarik dan dilindungi membuatnya ideal untuk misi intelijen,” jelas Irby.

US unveils world's most advanced warship with 1,150-mile range, 44-ton payload

Teknologi ini semakin relevan melihat perkembangan geopolitik global, termasuk persaingan teknologi antara AS dan China. Seperti dilaporkan sebelumnya, China menggunakan tanah jarang sebagai senjata perang dagang, yang berdampak pada industri pertahanan.

Masa Depan: Drone Swarm dan Kota Cerdas

Salah satu perkembangan paling menarik adalah teknologi drone swarm (kawanan drone). “Sekarang drone kami bisa melacak target secara otonom. Langkah berikutnya? Kecerdasan swarm,” ujar Irby penuh antusias.

Di sisi sipil, integrasi drone dengan smart city mulai terlihat. “Anda akan melihat drone yang bisa lepas landas otomatis dari atap gedung, mendarat sendiri, dan terintegrasi penuh dengan kota cerdas,” prediksi Irby. Namun, tantangan besar muncul dalam pengaturan lalu lintas udara yang semakin padat.

Perkembangan ini sejalan dengan tren global, termasuk inisiatif pengembangan drone bertenaga AI untuk keperluan militer yang dilakukan berbagai negara.

US scientists boost EV battery efficiency with 'cold' manufacturing method

Meski AI semakin canggih, Irby meyakini manusia tetap memegang peran penting. “Saya tidak melihat otonomi penuh terjadi dalam 10 tahun ke depan. Penerbangan tetap berisiko dan manusia akan tetap ingin memiliki kendali,” tegasnya.

Dunia drone sedang berada di persimpangan jalan yang menarik. Dengan perkembangan AI dan otonomi, batas antara fiksi ilmiah dan kenyataan semakin kabur. Seperti yang diperlihatkan oleh konsep pasukan tentara AI, masa depan peperangan dan kehidupan sipil akan sangat berbeda dari yang kita kenal sekarang.

Lenovo Luncurkan Robot Anjing Berkaki Enam untuk Lestarikan Pagoda Kuno China

0

Telset.id – Bayangkan sebuah robot anjing berkaki enam yang mampu memanjat tangga kuno berusia ribuan tahun dengan presisi milimeter. Inilah terobosan terbaru dari Lenovo yang menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dengan pelestarian warisan budaya.

Perusahaan teknologi multinasional tersebut baru saja mengerahkan Daystar Bot GS, robot berkaki enam canggihnya, untuk memantau dan melestarikan Pagoda Kayu Yingxian di Provinsi Shanxi, China Utara. Struktur kayu tertinggi yang masih berdiri ini dibangun pada tahun 1056 di masa Dinasti Liao.


Lenovo's six-legged robot dog uses AI to preserve ancient Chinese pagoda

Mengapa Enam Kaki?

Desain unik enam kaki memberikan stabilitas luar biasa di medan tidak rata. “Dibanding platform robot konvensional, Daystar Bot GS menawarkan manuverabilitas superior,” jelas Mao Shijie, Wakil Presiden Lenovo yang memimpin proyek ini. Robot ini mampu melakukan pemindaian 3D cerdas tanpa menyentuh struktur kuno yang rapuh.

Pagoda setinggi 220,9 kaki ini telah bertahan selama hampir seribu tahun. Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, pemeliharaannya membutuhkan pendekatan revolusioner. “Relik budaya membawa kecemerlangan peradaban,” tegas Wang Xiaolong dari Institut Konservasi Arsitektur Kuno Shanxi.

Teknologi di Balik Konservasi

Dilengkapi sistem visi 3D canggih, robot ini mampu merekonstruksi detail warisan budaya hingga level milimeter. Kecerdasan buatan yang tertanam memungkinkannya membuat keputusan real-time saat menjelajahi medan kompleks.

Proyek AI Smart Pagoda 2.0 ini merupakan kolaborasi antara Lenovo dan Pusat Penelitian Bersama Warisan Budaya Universitas Tsinghua-Museum Istana. Teknologi ini tidak hanya memindai struktur, tetapi juga membandingkan data historis dengan pemindaian real-time untuk mendeteksi perubahan terkecil pada kayu dan cat.

Lenovo's robot dog inspecting ancient pagoda details

Seperti yang pernah kami liput dalam upaya pelestarian budaya digital lainnya, pendekatan ini membuka babak baru dalam konservasi warisan dunia.

Masa Depan Pelestarian Budaya

Proyek ini merupakan bagian dari “Rencana Inovasi Interpretasi Nilai Warisan Arsitektur” yang dipimpin penelitian Tsinghua-Museum Istana. Lenovo menyatakan kolaborasi ini akan terus mengeksplorasi bagaimana AI dapat mendukung konservasi warisan arsitektur yang beragam.

Dengan menggabungkan pengetahuan tradisional dan sistem cerdas, kita mungkin sedang menyaksikan awal dari era baru dalam pelestarian sejarah – di mana teknologi tidak hanya mendokumentasikan, tetapi secara aktif melindungi warisan budaya untuk generasi mendatang.

Jailbreak AI Terbaru Bisa Bobol ChatGPT hingga Gemini, Bahaya!

0

Telset.id – Bayangkan jika seseorang bisa dengan mudah memanipulasi ChatGPT atau Gemini untuk memberikan panduan membuat senjata nuklir atau bahkan mendorong tindakan berbahaya. Itulah yang baru saja ditemukan oleh para peneliti keamanan AI—sebuah jailbreak canggih yang mampu menembus hampir semua model bahasa besar (LLM) utama di dunia.

Getty / Futurism

Tim dari firma keamanan AI HiddenLayer mengungkapkan teknik eksploitasi bernama “Policy Puppetry Attack”. Metode ini menggabungkan injeksi prompt, leetspeak (penggantian huruf dengan angka/simbol), dan roleplaying untuk menipu AI agar melanggar aturan keamanannya. Hasilnya? Model seperti OpenAI GPT-4o, Google Gemini 2.5, dan Anthropic Claude 3.7 bisa dipaksa menghasilkan konten berbahaya—mulai dari panduan CBRN (kimia, biologi, radiologi, nuklir), kekerasan, hingga instruksi menyakiti diri sendiri.

Bagaimana Jailbreak Ini Bekerja?

Serangan ini memanipulasi AI dengan menyamarkan prompt berbahaya sebagai “kebijakan resmi” yang seolah-legal. Misalnya, alih-alih langsung meminta cara memperkaya uranium, peretas menggunakan kode leetspeak seperti “hOw +0 3n+r1ch u+r4n+1um”. AI yang terkelabui menganggap ini sebagai perintah sah dan merespons dengan detail teknis.

Lebih mengkhawatirkan lagi, teknik ini bersifat universal. Satu prompt yang sama bisa digunakan untuk berbagai model AI tanpa modifikasi—artinya, risiko penyalahgunaannya sangat tinggi. Dalam demo, peneliti bahkan berhasil membuat ChatGPT menulis naskah drama medis House yang berisi panduan membuat neurotoksin!

Kerentanan Sistemik atau Kelalaian Perusahaan AI?

HiddenLayer menyebut temuan ini sebagai “cacat besar” dalam pelatihan dan penyelarasan LLM. Meski perusahaan seperti OpenAI dan Google terus memperbarui guardrails, jailbreak ini membuktikan bahwa upaya mereka belum cukup. Ancaman nyatanya? Siapa pun dengan keyboard kini bisa memaksa AI untuk membocorkan data sensitif atau menyebarkan konten berbahaya.

Lalu, bagaimana solusinya? Para ahli menyarankan perlunya alat deteksi tambahan dan pendekatan keamanan berlapis. Namun, selama model AI mengandalkan pembelajaran dari data masif tanpa filter sempurna, celah seperti ini akan terus ada. Seperti kasus komunitas jailbreak iPhone yang mulai sepi, perang antara peretas dan pengembang adalah siklus tanpa akhir.

Getty / Futurism

Jailbreak AI bukan lagi sekadar eksperimen lucu. Dengan kemampuan generatif yang kian canggih, dampaknya bisa sangat nyata—mulai dari disinformasi masal hingga ancaman keamanan global. Mungkin sudah waktunya untuk mempertanyakan: seberapa siapkah kita menghadapi era di mana teknologi terkuat kita juga bisa menjadi senjata paling berbahaya?

Untuk pengguna biasa, selalu ingat bahwa AI bukanlah sumber absolut. Sebelum mengikuti saran ChatGPT tentang modifikasi perangkat atau topik sensitif, verifikasi dengan ahli manusia. Lagi pula, seperti kata pepatah: “trust, but verify.”

In-Memory Computing: Terobosan Baru untuk Percepat Komputasi AI

0

Telset.id – Bayangkan jika smartphone atau laptop Anda bisa menjalankan aplikasi AI dengan kecepatan luar biasa sekaligus menghemat daya baterai. Mimpi ini mungkin segera menjadi kenyataan berkat terobosan terbaru dalam teknologi in-memory computing yang dikembangkan oleh para peneliti di POSTECH (Pohang University of Science and Technology).

Dalam dunia komputasi modern, ada masalah mendasar yang sering disebut sebagai “von Neumann bottleneck” – istilah teknis untuk menggambarkan keterbatasan sistem komputer tradisional yang memisahkan unit memori dan pemrosesan. Kondisi ini memaksa data untuk bolak-balik antara kedua unit, menghabiskan waktu dan energi yang berharga.

Ilustrasi operasi ECRAM yang meniru cara kerja sinapsis otak manusia

Tim peneliti yang dipimpin oleh Profesor Seyoung Kim dan Dr. Hyunjeong Kwak dari POSTECH, bekerja sama dengan Dr. Oki Gunawan dari IBM T.J. Watson Research Center, berhasil mengungkap mekanisme operasi tersembunyi dari Electrochemical Random-Access Memory (ECRAM). Teknologi ini menjadi kunci penting dalam implementasi in-memory computing yang memungkinkan perhitungan dilakukan langsung dalam memori, menghilangkan kebutuhan untuk memindahkan data.

Bagaimana ECRAM Bekerja?

ECRAM menyimpan dan memproses informasi menggunakan pergerakan ion, memungkinkan penyimpanan data analog yang kontinu. Teknologi ini terinspirasi dari cara kerja sinapsis di otak manusia, di mana informasi diproses dan disimpan secara paralel. Dalam struktur array cross-point, perangkat ECRAM menggerakkan ion dalam saluran ketika tegangan diterapkan, memungkinkan komputasi dan penyimpanan data terjadi secara bersamaan.

Yang membuat penemuan ini begitu revolusioner adalah pengamatan pertama kali bahwa kekosongan oksigen di dalam ECRAM menciptakan keadaan donor dangkal (~0,1 eV), secara efektif membentuk jalan pintas di mana elektron dapat bergerak bebas. “Ini seperti menemukan jalan tol baru di tengah kemacetan lalu lintas data,” jelas Prof. Kim dalam wawancara eksklusif dengan Telset.id.

Dampak Potensial untuk Masa Depan

Penemuan ini memiliki implikasi luas untuk berbagai perangkat yang kita gunakan sehari-hari. Bayangkan smartphone yang bisa menjalankan model AI kompleks tanpa cepat panas atau tablet dengan baterai yang tahan berhari-hari meski digunakan untuk tugas komputasi berat. Bahkan di sektor bisnis, server seperti Primergy RX4770 M3 bisa mendapatkan peningkatan performa signifikan dengan teknologi ini.

Yang lebih mengesankan lagi, mekanisme ini terbukti stabil bahkan pada suhu ultra-rendah (-223°C), menunjukkan ketahanan dan keandalan perangkat ECRAM. Ini membuka kemungkinan aplikasi di lingkungan ekstrem, termasuk eksplorasi luar angkasa – sebuah bidang yang juga sedang mengalami revolusi teknologi seperti yang ditunjukkan oleh misi Gaia.

Dengan komersialisasi teknologi ini, kita mungkin akan melihat percepatan luar biasa dalam perkembangan AI. Aplikasi yang saat ini membutuhkan daya komputasi besar, seperti pengenalan gambar real-time, terjemahan bahasa alami, atau bahkan sistem rekomendasi yang lebih cerdas, bisa menjadi lebih cepat dan lebih efisien energi.

Namun, seperti semua terobosan teknologi, masih ada jalan panjang sebelum ECRAM bisa diproduksi massal. Tantangan manufaktur dan integrasi dengan sistem komputasi yang ada masih perlu diatasi. Tapi dengan pemahaman baru tentang mekanisme operasi internal ECRAM ini, langkah menuju komersialisasi menjadi lebih jelas.

Bagi Anda yang tertarik dengan perkembangan terbaru di dunia komputasi dan AI, penemuan ini layak untuk diikuti perkembangannya. Siapa tahu, mungkin dalam beberapa tahun ke depan, laptop gaming seperti ROG Flow X16 akan menggunakan teknologi ini untuk memberikan performa yang lebih baik dengan konsumsi daya yang lebih efisien.

Meta Gelar LlamaCon: Konferensi AI Generatif Pertama yang Bisa Anda Saksikan

0

Telset.id – Jika Anda berpikir perkembangan AI generatif Meta hanya bisa disaksikan lewat konferensi Connect, bersiaplah untuk perubahan besar. Untuk pertama kalinya, raksasa teknologi asal Menlo Park ini menggelar acara khusus AI bernama LlamaCon pada 29 April mendatang.

Acara virtual ini akan disiarkan langsung melalui halaman Meta for Developers di Facebook. LlamaCon bukan sekadar rebranding, melainkan bukti ambisi Meta untuk menjadikan ekosistem AI terbuka mereka sebagai pusat inovasi global. Seperti dilaporkan dalam artikel sebelumnya, popularitas model Llama memang sedang melesat.

Ilustrasi konferensi virtual LlamaCon Meta

Jadwal Utama yang Patut Ditandai

Acara puncak akan dimulai pukul 1 PM ET (10 AM PT) dengan keynote dari tiga petinggi Meta: Chris Cox (Chief Product Officer), Manohar Paluri (Wakil Presiden AI), dan Angela Fan (Ilmuwan Penelitian). Mereka dijadwalkan membahas:

  • Perkembangan terkini komunitas AI open-source Meta
  • Pembaruan koleksi model dan alat Llama
  • Pratinjau fitur AI yang belum dirilis

Yang menarik, Mark Zuckerberg akan muncul dua kali: pertama dalam diskusi dengan CEO Databricks Ali Ghodsi tentang “membangun aplikasi berbasis AI”, kemudian berbincang dengan Satya Nadella dari Microsoft tentang “tren terbaru AI”. Kolaborasi Meta-Microsoft bukan hal baru, tapi siapa tahu ada kejutan?

Strategi Baru atau Sekadar Panggung?

Meta dikenal tak pernah menunggu konferensi untuk merilis pembaruan. Buktinya, Llama 4 diluncurkan awal April lalu tanpa fanfare besar. Lalu apa yang bisa diharapkan dari LlamaCon?

Analis memperkirakan tiga skenario: (1) pengumuman model Llama baru, (2) integrasi AI ke produk Meta yang lebih luas, atau (3) kemitraan strategis seperti kolaborasi dengan Adobe atau perusahaan lain.

Ian Carlos Campbell

Yang pasti, acara ini menandai babak baru dalam strategi AI Meta. Setelah sukses dengan perangkat berbasis AI milik pesaing, Meta mungkin sedang menyiapkan langkah besar untuk mendominasi pasar AI generatif terbuka.

Jadi, siapkan kopi Anda dan tandai kalender. LlamaCon bisa menjadi momen penting yang menentukan arah AI dalam beberapa tahun ke depan. Atau setidaknya, tontonan menarik di sela kerja.

Motorola Perkenalkan Fitur AI Unik Pertama di Smartphone

0

Telset.id – Jika Anda mengira fitur AI di smartphone hanya sebatas asisten virtual biasa, Motorola siap mengejutkan Anda. Baru-baru ini, perusahaan asal AS ini mengumumkan kolaborasi eksklusif dengan Perplexity untuk menghadirkan pengalaman pencarian berbasis AI yang belum pernah ada sebelumnya.

Dalam upaya memperkuat moto ai—asisten AI besutannya—Motorola menggandeng raksasa teknologi seperti Google, Meta, Microsoft, dan kini Perplexity. Yang terakhir ini menjadi sorotan karena integrasinya yang langsung dengan sistem smartphone Motorola, sebuah terobosan pertama di industri.

Motorola Razr (2025)

Fitur “Explore with Perplexity” dan Keunggulannya

Pengguna Motorola kini dapat mengakses fitur “Explore with Perplexity” yang memungkinkan pencarian lebih mendalam dengan teknologi AI canggih. Tidak hanya itu, pembeli perangkat baru Motorola yang dirilis mulai 3 Maret 2025 akan mendapatkan bonus langganan Perplexity Pro selama tiga bulan—sebuah layanan premium yang menawarkan fitur-fitur eksklusif.

Integrasi ini pertama kali hadir di seri Razr (2025), Razr+ (2025), dan Razr Ultra. Perangkat Motorola lainnya yang dirilis setelah tanggal tersebut akan menerima pembaruan fitur ini di kemudian hari. Namun, sayangnya, fitur ini tidak tersedia di China atau negara-negara yang terkena sanksi AS.

Perplexity Assistant dan Optimasi untuk Layar Eksternal Razr

Kolaborasi ini juga menandai integrasi terbesar Perplexity di dunia smartphone. Asisten Perplexity bahkan dioptimalkan untuk layar eksternal pada ponsel lipat Razr, memberikan kemudahan akses tanpa harus membuka perangkat.

Motorola phones are the first to bring this unique AI feature to consumers

Meski demikian, peran asisten default di perangkat Motorola tetap dipegang oleh Google Gemini untuk perangkat yang mendukung fitur AI. Ini menunjukkan bahwa Motorola tetap berkomitmen pada kemitraan strategis dengan Google, sambil menghadirkan inovasi tambahan dari Perplexity.

Dengan langkah ini, Motorola semakin mempertegas posisinya sebagai pelopor AI di dunia smartphone. Apakah ini akan menjadi tren baru yang diikuti merek lain? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Warner Bros. Menang Lawan Gugatan Superman, Film Tetap Tayang Global

0

Telset.id – Kabar gembira bagi penggemar DC Universe! Film Superman garapan James Gunn akhirnya bisa tayang di berbagai negara setelah Warner Bros. memenangkan gugatan hukum yang diajukan oleh ahli waris salah satu pencipta karakter ikonik tersebut. Bagaimana ceritanya?

Gugatan ini diajukan oleh Mark Warren Peary, eksekutor estate Joseph Shuster—salah satu co-creator Superman bersama Jerry Siegel. Peary berusaha menghentikan rilis film di Australia, Kanada, Irlandia, dan Inggris Raya dengan alasan pelanggaran hak cipta. Namun, upaya tersebut digagalkan oleh hakim federal AS Jesse Furhman karena dianggap tidak memiliki yurisdiksi yang relevan.

Poster resmi film Superman DC Studios

Mengapa Gugatan Ini Bermasalah?

Menurut dokumen pengadilan yang dilaporkan Deadline, gugatan ini dinilai terlalu “ambisius” karena mencoba menerapkan hukum AS di negara-negara yang pernah menjadi bagian dari Imperium Britania. Hakim Furhman dengan tegas menyatakan bahwa pengadilan AS tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan kasus pelanggaran hak cipta di yurisdiksi lain.

Warner Bros. Discovery, sebagai pemegang hak produksi film Superman, tentu saja menentang gugatan ini. Mereka berargumen bahwa klaim Peary tidak memiliki dasar hukum yang kuat, terutama karena Warner Bros. telah memegang lisensi karakter Superman selama puluhan tahun.

Dampak Kemenangan Warner Bros.

Dengan ditolaknya gugatan ini, film Superman akan tetap tayang sesuai jadwal pada 11 Juli 2025 di seluruh dunia, termasuk di negara-negara yang sempat menjadi target gugatan. Ini adalah kabar baik bagi para penggemar yang sudah menantikan kembalinya superhero berjubah merah dan biru ke layar lebar.

Gugatan ini juga mengingatkan kita pada betapa rumitnya persoalan hak cipta dalam industri hiburan. Seperti yang pernah terjadi dengan konten palsu di YouTube, perlindungan hak kekayaan intelektual tetap menjadi isu krusial.

James Gunn sutradara film Superman DC Studios

Film Superman ini menjadi salah satu proyek paling dinantikan dari DC Studios di bawah kepemimpinan James Gunn dan Peter Safran. Dengan bintang-bintang seperti David Corenswet sebagai Clark Kent/Superman dan Rachel Brosnahan sebagai Lois Lane, film ini diharapkan bisa menghidupkan kembali semangat DC Universe.

Nah, bagi Anda yang penasaran dengan perkembangan film ini, pastikan untuk terus mengikuti update terbaru di Telset.id. Siapa tahu ada lagi kejutan menarik sebelum film ini resmi tayang!

Batu Misterius di Mars: Penemuan Terbaru Perseverance yang Mengejutkan

0

Telset.id – Jika Anda mengira Mars hanya planet merah yang tandus, penemuan terbaru NASA mungkin akan mengubah pandangan itu. Rover Perseverance baru-baru ini menemukan batu aneh di Kawah Jezero, Mars, yang terdiri dari batu-batu kecil bulat berukuran beberapa ratus milimeter. Penemuan ini memicu pertanyaan besar: dari mana asalnya dan apa artinya bagi sejarah geologi Mars?

Perseverance, yang diluncurkan pada Juli 2020, memiliki misi utama mencari jejak mikroorganisme yang mungkin pernah hidup di Mars. Dilengkapi tujuh instrumen ilmiah, termasuk SuperCam dan Mastcam-Z, rover ini menjelajahi Kawah Jezero—sebuah wilayah yang dipercaya pernah menjadi delta sungai purba. Tidak heran jika setiap penemuan di sini bisa menjadi petunjuk penting tentang masa lalu Mars.

Pada awal Maret 2025, Perseverance tiba di Broom Point di Witch Hazel Hill, tepi Kawah Jezero. Di sinilah rover menemukan batu aneh yang dijuluki “St. Paul’s Bay.” Batu ini disebut sebagai “float rock”—jenis batuan yang seharusnya tidak ada di lokasi tersebut. Yang lebih menarik, batu ini terdiri dari batu-batu kecil bulat berwarna abu-abu gelap dengan ukuran seragam, beberapa berbentuk oval, ada yang memiliki tepi tajam, bahkan ada yang berlubang kecil.

Asal-Usul Batu Misterius

Tim ilmuwan NASA sedang menyelidiki kemungkinan asal-usul batu-batu kecil ini. Salah satu teori menyebutkan bahwa mereka mungkin merupakan konkresi—formasi yang tercipta ketika air tanah mengalir melalui pori-pori batuan. Jika benar, ini bisa menjadi bukti kuat bahwa Mars pernah memiliki air dalam jumlah besar. Namun, ada juga kemungkinan lain: batu-batu ini bisa terbentuk dari pendinginan cepat batuan cair setelah letusan gunung berapi.

Bukan yang Pertama Kali

Ini bukan pertama kalinya rover Mars menemukan batu aneh. Sebelumnya, Opportunity menemukan “blueberries”—batu kecil kaya hematit di dekat Kawah Fram pada 2004. Curiosity juga menemukan formasi serupa di Yellowknife Bay, yang dijuluki “sheepbed.” Bahkan, Perseverance sendiri sebelumnya menemukan batuan sedimen bertekstur “popcorn” di Lembah Neretva pada 2024. Setiap penemuan ini menambah teka-teki geologi Mars yang masih belum terpecahkan.

Dengan teknologi canggih seperti Mastcam-Z dan SuperCam, Perseverance terus mengumpulkan data untuk mengungkap misteri St. Paul’s Bay. Apakah batu ini bukti air purba? Atau sisa aktivitas vulkanik? Jawabannya mungkin akan mengubah pemahaman kita tentang Mars selamanya.

Seperti yang pernah diungkap dalam penelitian sebelumnya, Mars mungkin tidak seganas yang kita kira. Bahkan, ada indikasi bahwa planet ini pernah memiliki kondisi yang mendukung kehidupan. Jika St. Paul’s Bay benar-benar terbentuk dari air, ini bisa menjadi petunjuk baru dalam pencarian kehidupan di luar Bumi.

Selama bertahun-tahun, misi seperti Curiosity dan Perseverance telah membuktikan bahwa Mars masih menyimpan banyak rahasia. Siapa tahu, mungkin suatu hari nanti kita akan menemukan bukti nyata bahwa manusia tidak sendirian di alam semesta.

AI Chatbot SSA Dikritik: Pelatihan Buruk dan Kinerja Mengecewakan

0

Telset.id – Bayangkan Anda adalah pegawai Social Security Administration (SSA) yang sudah kewalahan dengan beban kerja. Lalu, Anda diminta menggunakan chatbot AI baru dengan video pelatihan yang tampak seperti dibuat tahun 2000-an. Itulah kenyataan yang dihadapi staf SSA saat ini.

Di tengah kekacauan yang disebabkan oleh “Department of Government Efficiency” (DOGE) pimpinan Elon Musk, SSA memperkenalkan chatbot bernama “Agency Support Companion”. Namun, alih-alih mempermudah pekerjaan, chatbot ini justru menuai kritik tajam dari para pegawai.

Pelatihan yang Mengecewakan

Sebelum menggunakan chatbot, seluruh pegawai diwajibkan menonton video pelatihan berdurasi empat menit. Video ini menampilkan karakter wanita animasi dengan empat jari, dengan grafis yang terlihat sangat ketinggalan zaman. Yang lebih parah, video tersebut gagal menyampaikan informasi penting: larangan menggunakan data pribadi (PII) saat berinteraksi dengan chatbot.

“Maaf atas kelalaian dalam video pelatihan kami,” tulis SSA dalam lembar fakta yang dibagikan kepada pegawai. Dokumen ini menekankan agar staf “menghindari mengunggah PII ke chatbot”. Sebuah pengakuan yang terlambat, mengingat video seharusnya menjadi media utama untuk menyampaikan informasi krusial ini.

Respons Dingin dari Pegawai

Banyak pegawai SSA yang mengaku sama sekali mengabaikan email tentang chatbot ini. “Kami terlalu sibuk dengan pekerjaan nyata,” ujar salah satu staf kepada WIRED. Mereka harus menanggung beban kerja yang meningkat akibat pengurangan jumlah pegawai di kantor-kantor SSA.

Beberapa yang sempat mencoba chatbot ini langsung kecewa. “Respons yang saya terima sangat tidak jelas dan seringkali salah,” keluh seorang sumber. Yang lain lebih sarkastik: “Anda bisa mendengar rekan-rekan saya mengejek grafis video pelatihannya. Tidak ada yang saya kenal benar-benar menggunakannya.”

Ironisnya, pengembangan chatbot ini sudah dimulai setahun lalu, jauh sebelum kedatangan Musk atau DOGE di SSA. Aplikasi ini telah melalui uji terbatas sejak Februari sebelum diluncurkan ke semua staf pekan lalu. Dalam email pengumuman yang dilihat WIRED, SSA menulis bahwa chatbot ini “dirancang untuk membantu pegawai dalam tugas sehari-hari dan meningkatkan produktivitas”.

Namun kenyataannya, seperti yang diungkapkan salah satu pegawai: “Jujur, tidak ada yang benar-benar membicarakannya. Saya yakin sebagian besar rekan kerja saya bahkan tidak menonton video pelatihannya.”

Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana implementasi teknologi AI di instansi pemerintah bisa berjalan buruk jika tidak didukung pelatihan memadai dan antarmuka yang user-friendly. Seperti yang ditunjukkan oleh pelatihan AI Alibaba Cloud, pendekatan yang benar-benar memahami kebutuhan pengguna sangat penting untuk keberhasilan adopsi teknologi baru.

SSA mungkin perlu belajar dari kebijakan transparansi Zoom dalam penggunaan AI, atau mengadopsi model kolaborasi dengan institusi pendidikan untuk menciptakan solusi yang benar-benar bermanfaat bagi penggunanya.

Pertanyaan besarnya: Akankah SSA merevisi pendekatannya, atau chatbot ini akan menjadi sekadar proyek teknologi yang gagal di lemari arsip pemerintah? Waktu yang akan menjawab.