Beranda blog Halaman 74

Microsoft Copilot+ PC Hadirkan Fitur AI Canggih untuk Windows 11

Telset.id – Bayangkan jika PC Anda bisa menyesuaikan pengaturannya sendiri hanya dengan perintah suara. Itulah yang ditawarkan Microsoft melalui fitur terbaru untuk Copilot+ PC dan Windows 11. Dalam pengumuman resminya, Microsoft memperkenalkan “Agent”, asisten AI berbasis perangkat yang mampu menjawab pertanyaan sekaligus mengubah pengaturan sistem secara otomatis.

Fitur ini dirancang untuk memudahkan pengguna dalam menangani masalah teknis sehari-hari. Misalnya, ketika Anda bertanya, “Bagaimana cara mengontrol PC dengan suara?” atau “Kursor mouse saya terlalu kecil,” Agent tidak hanya memberikan panduan tetapi juga langsung melakukan perubahan jika diizinkan. Sayangnya, untuk sementara, fitur ini hanya mendukung bahasa Inggris. Namun, Microsoft memberi sinyal bahwa dukungan bahasa lain akan menyusul.

Microsoft Copilot+ PC dengan fitur AI Agent

Kemampuan AI yang Lebih Canggih

Selain Agent, Microsoft juga meningkatkan kemampuan “Click to Do” pada Copilot. Fitur ini memungkinkan AI membantu pengguna dalam berbagai aktivitas di layar, seperti mengubah teks menjadi daftar poin, menyalin konten ke Microsoft Word, atau bahkan menjadwalkan rapat di Teams. Bahkan, Copilot kini bisa mengaktifkan mode Reading Coach dan Immersive Reader untuk pengalaman membaca yang lebih baik.

Meski Copilot+ PC menjadi sorotan utama, pengguna Windows 11 biasa juga tak ketinggalan. Microsoft menghadirkan pembaruan seperti kustomisasi menu Start dan integrasi fitur AI di File Explorer. Salah satu yang paling menarik adalah Copilot Vision, yang memungkinkan berbagi layar dengan asisten AI.

Ketersediaan dan Kompatibilitas

Fitur Agent akan pertama kali diluncurkan untuk Copilot+ PC dengan chip Snapdragon. Sementara pengguna dengan prosesor Intel atau AMD harus menunggu lebih lama. Namun, Microsoft memastikan bahwa pembaruan ini akan segera menyusul untuk semua platform.

Dengan langkah ini, Microsoft semakin memperkuat posisinya di pasar komputasi berbasis AI. Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel Transfer Gambar dari HP ke PC Makin Mudah dengan Fitur Baru Microsoft 365 Copilot, integrasi AI dalam ekosistem Windows terus berkembang pesat.

Apakah Anda siap menyambut era baru komputasi berbasis AI? Dengan fitur-fitur canggih ini, PC tak lagi sekadar alat kerja, melainkan asisten pribadi yang siap membantu kapan saja.

Cara Mudah Berhenti Langganan Netflix di 2025: Panduan Lengkap

Telset.id – Merasa jenuh dengan tayangan Netflix atau ingin menghemat pengeluaran bulanan? Kabar baiknya, proses berhenti langganan Netflix ternyata lebih mudah dari yang Anda bayangkan. Namun, tahukah Anda bahwa metode pembatalannya berbeda tergantung cara awal berlangganan?

Sejak Netflix memberlakukan penyesuaian harga di awal 2025, banyak pengguna mempertimbangkan untuk beralih ke paket lebih murah atau bahkan menghentikan langganan sama sekali. Berikut panduan komprehensif yang kami rangkum khusus untuk Anda.

Langkah-Langkah Berhenti Langganan Netflix

Netflix menyediakan tiga jalur pembatalan tergantung metode pembayaran Anda:

1. Berhenti via Website Netflix

Untuk yang berlangganan langsung melalui Netflix.com:

  • Login ke akun Netflix di browser
  • Klik ikon profil > Account
  • Cari bagian Membership & Billing
  • Klik Cancel Membership > Konfirmasi

Antarmuka pembatalan langganan Netflix

2. Berhenti via Aplikasi Mobile

Prosesnya mirip dengan website, hanya saja Anda akan diarahkan ke browser:

  • Buka aplikasi Netflix
  • Ketuk ikon profil > Account
  • Lanjutkan proses seperti di website

3. Berhenti via Pihak Ketiga

Jika berlangganan melalui Apple, Google, atau penyedia layanan TV, ikuti panduan khusus:

Untuk Pengguna Apple:

  • Buka Settings >

Bagaimana AI Belajar Tanpa Berpikir – dan Mengapa Itu Bermasalah

0

Telset.id – Anda mungkin mengira AI seperti ChatGPT “berpikir” seperti manusia. Nyatanya, mereka hanya menebak. Model bahasa besar (LLM) tidak memahami, bernalar, atau menyadari apa yang mereka hasilkan. Mereka hanya memprediksi kata berikutnya berdasarkan pola data pelatihan. Ini menjelaskan mengapa AI bisa hallucinate (menghasilkan fakta palsu), bias, dan sulit diperbaiki.

Bayangkan Anda mengikuti ujian sejarah tanpa belajar. Anda menebak “1776” adalah Revolusi Amerika dan “1969” adalah pendaratan di Bulan. Terkadang benar, tapi bisa juga salah total—seperti menyebut Columbus tiba tahun 1800. Begitulah cara kerja LLM. Mereka tidak “tahu” Paris adalah ibu kota Prancis; mereka hanya mengenali bahwa kata “Paris” sering muncul setelah pertanyaan tersebut dalam data latih.

AI tidak berpikir, hanya memprediksi berdasarkan data

Mekanisme Belajar AI: Token, Bobot, dan Pola

LLM memproses bahasa dalam unit kecil bernama token (kata atau suku kata). Misalnya, “mencuci” dipecah menjadi “meng” dan “cuci”. Model tidak memahami makna—hanya menghitung probabilitas token berikutnya. Proses ini didukung oleh:

  • Bobot (Weights): Miliaran parameter dalam jaringan saraf yang menentukan pengaruh satu token terhadap lainnya.
  • Fungsi Kerugian (Loss Function): Mengukur kesalahan prediksi dan menyesuaikan bobot untuk mengurangi kesalahan di masa depan.
  • Pengenalan Pola: Setelah pelatihan intensif, model menjadi ahli dalam pola bahasa—tapi tetap tidak “mengetahui” fakta.

Mekanisme inilah yang memicu masalah utama AI:

1. Hallucination: Fakta Palsu yang Meyakinkan

AI bisa membuat sumber akademik fiktif, diagnosis medis keliru, atau pasal hukum yang tidak ada—tanpa sadar itu salah. Contoh nyata terjadi di dunia hukum ketika ChatGPT mengutip kasus pengadilan yang ternyata tidak pernah ada.

2. Bias: Cermin Ketimpangan Data

AI menyerap bias dari data pelatihannya (media sosial, buku, dll.). Hasilnya? Stereotip gender, prasangka budaya, atau preferensi politik yang tidak disengaja. Facebook, misalnya, menggunakan mesin pembelajaran untuk memfilter hoaks, tapi bias tetap muncul jika data tidak seimbang.

3. Model Drift: Ketika Dunia Berubah, AI Tertinggal

AI yang dilatih tahun 2022 tidak tahu peristiwa 2023-2025. Tanpa pembaruan data—yang mahal dan rumit—kinerjanya menurun. Google Translate pun kini berinovasi dengan fitur belajar bahasa untuk mengatasi keterbatasan ini.

Solusi yang Sedang Dikembangkan

Para peneliti berupaya membuat AI lebih aman dan transparan melalui:

  • Superalignment (OpenAI): Menyelaraskan AI dengan nilai manusia tanpa pengawasan terus-menerus.
  • Constitutional AI (Anthropic): Melatih model dengan prinsip-prinsip dasar seperti transparansi dan keadilan.
  • Regulasi (UE AI Act): Klasifikasi risiko AI dan persyaratan ketat untuk aplikasi kritis.

Robot dengan sensor sentuh manusia

Kesimpulannya, AI adalah alat prediksi, bukan entitas berpikir. Seperti pisau tajam, ia bermanfaat jika digunakan dengan hati-hati. Selalu verifikasi output AI—terutama untuk keputusan penting—karena tanggung jawab akhir ada di tangan manusia.

Skype Resmi Tutup Usia, Migrasi ke Microsoft Teams Mulai Hari Ini

Telset.id – Hari ini, 5 Mei 2025, menjadi hari terakhir operasional Skype. Platform komunikasi legendaris yang mengubah cara kita berinteraksi secara online itu akhirnya menghembuskan napas terakhirnya setelah lebih dari dua dekade melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Microsoft, sang pemilik, telah memastikan bahwa semua pengguna Skype dapat bermigrasi ke Microsoft Teams (gratis) dengan mudah, termasuk transfer kontak dan riwayat chat secara otomatis.

Skype, yang diluncurkan pada 2003, sempat menjadi pionir dalam layanan Voice over IP (VoIP) sebelum akhirnya diakuisisi Microsoft pada 2011. Namun, seperti Yahoo Messenger yang juga tutup usia, Skype akhirnya harus mengalah pada dinamika pasar dan kebijakan internal perusahaan. Alasan resmi Microsoft adalah “menyederhanakan penawaran komunikasi konsumen gratis agar lebih mudah beradaptasi dengan kebutuhan pelanggan”.

Microsoft brings AI-powered Bing to mobile and Skype

Migrasi ke Microsoft Teams: Apa yang Berubah?

Meski Microsoft Teams (gratis) menjadi pengganti resmi Skype, ada beberapa fitur yang hilang dalam transisi ini. Misalnya, panggilan video grup kini dibatasi hanya 60 menit, dan layanan pay-as-you-go serta SMS melalui Skype Credit tidak lagi tersedia. Namun, Microsoft menjanjikan integrasi yang lebih baik dengan ekosistem produk mereka, termasuk dukungan AI dari Bing yang sebelumnya pernah diuji coba di Skype.

Bagi Anda yang masih menyimpan data penting di Skype, Microsoft memberikan waktu hingga Januari 2026 untuk mengekspor data sebelum akhirnya dihapus permanen. Ini menjadi langkah penting, terutama bagi pengguna yang mengandalkan Skype untuk komunikasi bisnis atau penyimpanan dokumen sensitif. Jika Anda peduli dengan privasi, mungkin sudah saatnya beralih ke platform dengan enkripsi end-to-end yang lebih ketat.

Skype unveils its new overhauled UI

Evolusi Skype dan Warisannya

Skype tidak hanya sekadar aplikasi pesan. Platform ini menjadi saksi bisu revolusi komunikasi digital—dari era dial-up hingga 5G. Fitur seperti panggilan video grup, berbagi layar, dan terjemahan bahasa real-time menjadi standar yang kini diadopsi oleh banyak aplikasi pesan modern.

Namun, seperti banyak platform lawas lainnya, Skype kesulitan beradaptasi dengan perubahan zaman. Antarmuka yang kerap berubah-ubah dan persaingan ketat dari aplikasi seperti Zoom dan WhatsApp membuat pengguna mulai meninggalkannya. Bahkan, Microsoft sendiri lebih fokus mengembangkan Teams sebagai tulang punggung komunikasi mereka, seperti terlihat dari kebijakan pelarangan aplikasi pesaing di kalangan karyawannya.

HOW-TO: Turn your Android phone into the best webcam for Zoom, Skype, Meet and Teams for free

Bagi generasi yang tumbuh di era 2000-an, kepergian Skype mungkin terasa seperti kehilangan sebagian kenangan. Namun, dalam dunia teknologi, perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti. Kini, tinggal menunggu apakah Microsoft Teams mampu meneruskan warisan Skype atau justru akan mengulangi kesalahan yang sama.

Huawei Kembangkan Sensor Kamera Mandiri untuk Mate 80, Lawan Sony & Samsung

Telset.id – Jika Anda mengira Huawei hanya fokus pada chipset dan sistem operasi, bocoran terbaru ini mungkin akan mengejutkan. Lewat akun Weibo milik Digital Chat Station, sumber yang dikenal akurat, terungkap bahwa raksasa teknologi asal Tiongkok itu sedang mengembangkan sensor kamera CMOS (CIS) buatan sendiri. Dua sensor baru—SC5A0CS dan SC590XS—dikabarkan akan menghiasi lini flagship Mate 80 series.

Kedua sensor ini memiliki resolusi 50MP dan mengadopsi filter warna RYYB, teknologi andalan Huawei yang berbeda dari konfigurasi RGB tradisional. SC5A0CS disebut-sebut sebagai sensor berukuran 1 inci, kemungkinan besar untuk kamera utama Huawei Pura 80 Ultra. Sementara itu, SC590XS yang berukuran 1/1.3 inci didesain sebagai modul telefoto.

Sensor kamera Huawei yang dikembangkan mandiri

Yang membuat SC590XS istimewa adalah integrasi teknologi “SuperPixGain HDR2.0”. Teknologi ini menggabungkan tiga frame dengan tingkat eksposur yang sama untuk meningkatkan rentang dinamis dan mengurangi artefak gerakan. Hasilnya? Foto dengan detail tajam di area terang maupun gelap, minus “ghosting” yang sering mengganggu hasil HDR konvensional.

Huawei memang satu-satunya produsen yang konsisten menggunakan sensor RYYB. Filter kuning (Yellow) dalam susunan pixel-nya memungkinkan respons spektral lebih lebar dan rasio signal-to-noise lebih baik di kondisi cahaya rendah—seperti yang pernah kami ulas dalam review Huawei Pura 70 Ultra.

Langkah Huawei ini bukan tanpa alasan. Pasar sensor kamera smartphone didominasi oleh Sony dan Samsung. Dengan mengembangkan CIS sendiri, Huawei tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pemasok eksternal tetapi juga memperkuat diferensiasi produk—strategi yang sejalan dengan peluncuran Huawei nova Flip dengan kamera 50MP-nya.

Meski belum dikonfirmasi resmi, inisiatif ini menunjukkan ambisi Huawei menciptakan ekosistem teknologi mandiri. Setelah sukses dengan HarmonyOS dan chipset Kirin, kini giliran komponen kamera yang menjadi sasaran. Apakah langkah ini akan mengganggu dominasi Sony seperti yang terjadi pada Huawei Enjoy 70X Lite di segmen entry-level? Waktu yang akan menjawab.

Barunson E&A Gandeng Imajinari untuk Remake Film Indonesia ke Pasar Global

Telset.id – Jika Anda mengira film Indonesia hanya dinikmati di dalam negeri, siap-siap terkejut. Barunson E&A, rumah produksi di balik kesuksesan film pemenang Oscar “Parasite”, baru saja mengumumkan kerja sama strategis dengan Imajinari, studio produksi asal Indonesia yang sedang naik daun. Kolaborasi ini akan membawa tiga judul film Indonesia ke pasar global melalui skema remake rights.

Dalam kesepakatan yang diumumkan 6 Mei 2025, Barunson E&A akan memegang hak remake internasional untuk tiga film Imajinari: komedi horor “Agak Laen”, sekuelnya yang akan datang, serta komedi gelap “Tinggal Meninggal”. Langkah ini menandai ekspansi Barunson ke bisnis lisensi remake rights, setelah sebelumnya lebih fokus pada koproduksi dan penjualan internasional.

Poster film Agak Laen

Imajinari, yang didirikan tahun 2021 oleh komedian-sutradara Ernest Prakasa dan manajer Dipa Andika di bawah payung Hahaha Corp, telah membuktikan diri sebagai salah satu studio generasi baru paling menjanjikan di Indonesia. Debut mereka tahun 2022, “Ngeri-Ngeri Sedap”, sukses menarik 2,8 juta penonton dan menjadi film lokal terlaris keempat di tahun tersebut.

Kesuksesan itu berlanjut dengan “Agak Laen” di tahun 2024. Film yang diadaptasi dari podcast populer ini mengisahkan sekelompok orang aneh yang rumah hantu tidak terlalu menakutkan mereka ternyata benar-benar berhantu, menjadi fenomena viral. Dengan lebih dari 9,1 juta penonton, film ini memecahkan rekor sebagai komedi terlaris sepanjang sejarah perfilman Indonesia dan film lokal kedua terlaris secara keseluruhan.

“Filosofi kami selalu tentang menceritakan kisah-kisah orisinal dengan cara yang mengejutkan dan menarik perhatian penonton,” ujar Prakasa. “Sangat menarik untuk berkolaborasi dengan Barunson E&A dan melihat bagaimana kreativitas kami dapat diinterpretasikan ulang melalui remake di seluruh dunia.”

Sebelum “Agak Laen 2” tayang di kuartal terakhir 2025 dengan kembali disutradarai Muhadkly Acho, Imajinari akan merilis “Tinggal Meninggal” pada Agustus mendatang. Film komedi gelap yang masih dalam tahap pasca produksi ini mengisahkan Gema, seorang pria kesepian yang kebohongan kecilnya untuk menarik perhatian rekan kerja berubah menjadi situasi yang semakin rumit.

Adegan dari film Sinners

Sejak meluncurkan divisi internasionalnya pada 2022, Barunson E&A telah aktif memperluas jejaknya secara global. Perusahaan ini telah terlibat dalam beberapa produksi Indonesia, termasuk film thriller aksi “13 Bombs” (Visinema Pictures), film horor “Respati” (Base Entertainment), dan reboot musikal “Rangga & Cinta” yang disutradarai sineas senior Riri Riza dan diproduksi Miles Films.

“Bersama Imajinari, kami melihat studio yang unggul dalam menceritakan kisah-kisah yang sangat relatable – tentang keluarga, cinta, dan hubungan manusia – tetapi dengan perspektif yang segar dan menghibur,” kata Yoonhee Choi, CEO Barunson E&A. “Kami bersemangat untuk memperkenalkan IP unik mereka kepada penonton global dan berbagi suara kreatif yang pantas mendapatkan pengakuan lebih luas.”

Kolaborasi ini muncul di saat industri film Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan. Dengan semakin banyaknya platform streaming lokal yang menawarkan konten film Indonesia, dan dukungan dari berbagai pihak termasuk platform digital, pasar film dalam negeri semakin matang untuk go internasional.

Gulungan film horor 2025

Kemitraan Barunson-Imajinari ini juga menandai babak baru dalam strategi ekspansi global konten Asia Tenggara. Dengan populasi lebih dari 600 juta orang dan pertumbuhan ekonomi yang stabil, kawasan ini menjadi pasar yang semakin menarik bagi industri hiburan global. Film-film Indonesia, dengan ciri khas budaya yang kaya namun universal dalam tema-tema yang diangkat, memiliki potensi besar untuk diterima pasar global.

Dengan teknologi produksi yang semakin maju, termasuk hadirnya peralatan canggih seperti kamera Sony VENICE 2 di Indonesia, kualitas produksi film lokal pun semakin setara dengan standar internasional. Ini menjadi modal penting bagi film-film Indonesia untuk bersaing di kancah global.

Lantas, akankah remake film-film Imajinari versi Barunson E&A bisa mengulangi kesuksesan “Parasite”? Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti: langkah ini membuka jalan baru bagi film Indonesia untuk dikenal dunia.

Samsung Mulai Produksi Massal Galaxy Z Flip7, Tri-Fold Masih Tertunda

Telset.id – Jika Anda menantikan kehadiran smartphone lipat terbaru dari Samsung, kabar terbaru ini patut disimak. Bocoran dari sumber terpercaya mengindikasikan bahwa raksasa teknologi asal Korea Selatan tersebut telah memulai produksi massal untuk seri Galaxy Z generasi berikutnya. Namun, ada satu model yang masih tertunda: ponsel lipat tiga (tri-fold) yang sangat dinantikan.

Menurut laporan dari Max Jambor, seorang pembocor informasi yang cukup dipercaya, Samsung telah memproduksi komponen tertentu untuk seri Galaxy Z sejak pertengahan Februari 2025. Kini, produksi massal ponsel secara utuh telah dimulai. Salah satu model yang masuk dalam tahap produksi adalah Galaxy Z Flip7, yang secara internal disebut dengan kode “B7”.

Samsung tri-fold display concepts: Flex S

Spesifikasi yang Lebih Besar

Bocoran terbaru menyebutkan bahwa layar utama Z Flip7 akan memiliki ukuran 161,57 x 69,96 mm, dengan diagonal sekitar 176 mm. Angka ini sedikit lebih besar dibandingkan pendahulunya, Galaxy Z Flip6, yang memiliki diagonal layar 170,3 mm. Jika dihitung dalam inci, Z Flip7 akan memiliki layar utama 6,85 inci, naik dari 6,7 inci pada generasi sebelumnya.

Tidak hanya itu, layar samping (cover display) juga mengalami peningkatan signifikan. Z Flip7 dikabarkan akan memiliki layar samping berukuran 4 inci yang memanjang hingga ke tepi, berbeda dengan Z Flip6 yang hanya memiliki layar samping 3,4 inci. Ini tentu menjadi kabar gembira bagi pengguna yang sering memanfaatkan layar samping untuk notifikasi atau kontrol cepat.

Tri-Fold Masih Tertunda

Sementara Z Flip7 dan Z Fold7 sudah mulai diproduksi, kabar kurang menggembirakan datang dari model tri-fold Samsung. Menurut Jambor, perangkat yang secara internal disebut Q7M ini belum memasuki tahap produksi massal. Meskipun komponen untuk tri-fold telah diproduksi sejak akhir Maret, Samsung tampaknya belum mulai merakit ponsel secara utuh.

Samsung's tri-fold smartphone to only launch in two countries, database listing suggests

Namun, penundaan ini tidak perlu dikhawatirkan. Rumor sebelumnya menyebutkan bahwa tri-fold Samsung akan diluncurkan bersamaan dengan Z Fold7 dan Z Flip7, tetapi hanya tersedia di beberapa negara dengan jumlah terbatas—sekitar 200.000 unit. Sebagai perbandingan, Galaxy Z Flip FE diprediksi akan terjual 900.000 unit, sementara Z Fold7 menargetkan 3 juta unit.

Perangkat tri-fold ini diperkirakan akan menggunakan nama Galaxy G Fold saat diluncurkan ke pasar. Dengan strategi produksi yang lebih terbatas, wajar jika Samsung tidak terburu-buru memulai produksi massal. Apalagi, teknologi lipat tiga masih tergolong baru dan membutuhkan pengujian lebih ketat.

Bagaimana pendapat Anda tentang perkembangan terbaru dari lini smartphone lipat Samsung? Apakah peningkatan ukuran layar pada Z Flip7 cukup signifikan, atau Anda lebih menantikan kehadiran tri-fold? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar!

CausVid: Model AI Hybrid yang Bikin Video Kualitas Tinggi dalam Sekejap

0

Telset.id – Bayangkan bisa membuat video berkualitas tinggi hanya dengan mengetik beberapa kata. Tidak perlu ribet mengedit frame per frame atau menunggu berjam-jam untuk rendering. Itulah yang ditawarkan oleh CausVid, model AI hybrid terbaru dari MIT CSAIL dan Adobe Research yang mampu menghasilkan video mulus dalam hitungan detik.

Selama ini, model generatif seperti SORA dari OpenAI atau VEO 2 Google memang bisa menghasilkan video fotorealistik. Namun, prosesnya lambat dan tidak memungkinkan modifikasi on-the-fly. CausVid hadir sebagai solusi dengan menggabungkan keunggulan dua pendekatan: difusi dan autoregresif. Hasilnya? Kecepatan yang 100 kali lebih cepat dibanding model sejenis, tanpa mengorbankan kualitas.

Guru dan Murid dalam Dunia AI

CausVid bekerja seperti sistem mentor-mentee. Model difusi berperan sebagai “guru” yang sudah terlatih membuat video utuh sekaligus. Ia kemudian melatih model autoregresif (si “murid”) untuk memprediksi frame berikutnya dengan akurat. Gabungan ini meminimalkan “error accumulation” – masalah umum di model autoregresif yang membuat kualitas video menurun di frame akhir.

Demo video CausVid menghasilkan adegan artistik

“CausVid menggabungkan model berbasis difusi yang sudah terlatih dengan arsitektur autoregresif yang biasa ditemukan di model generasi teks,” jelas Tianwei Yin, salah satu peneliti utama proyek ini. Pendekatan hybrid ini memungkinkan pembuatan konten yang cepat sekaligus interaktif.

Dari Pesawat Kertas sampai Mammoth Berbulu

Kemampuan CausVid diuji dengan berbagai skenario kreatif. Model ini sukses membuat adegan seperti:

  • Pesawat kertas yang berubah menjadi angsa
  • Mammoth berbulu berjalan di tengah salju
  • Anak kecil melompat di genangan air

Yang lebih mengesankan, pengguna bisa memodifikasi video di tengah proses. Misalnya, mulai dengan prompt “pria menyeberang jalan”, lalu menambahkan “ia menulis di buku catatan setelah sampai di trotoar”. Perubahan ini diproses secara real-time tanpa perlu render ulang dari awal.

Masa Depan Konten Generatif

Selain untuk konten kreatif, CausVid berpotensi digunakan di berbagai bidang:

  • Edukasi: Membuat video simulasi pelatihan untuk robot
  • Gaming: Merender konten game secara real-time
  • Streaming: Menyinkronkan video dengan terjemahan audio

Dalam pengujian, CausVid mencetak skor 84.27 pada dataset text-to-video, mengalahkan model canggih seperti Vchitect dan Gen-3. Kecepatannya yang luar biasa – memotong proses 50 langkah menjadi hanya beberapa aksi – membuka pintu untuk generasi video instan di masa depan.

Jun-Yan Zhu dari Carnegie Mellon University, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyebut temuan tim MIT sebagai “lompatan besar”. “Ini membuat generasi video jauh lebih efisien. Artinya, kecepatan streaming lebih baik, aplikasi lebih interaktif, dan jejak karbon lebih rendah,” ujarnya.

Dengan perkembangan seperti ini, batas antara imajinasi dan realitas dalam pembuatan konten digital semakin kabur. Siapkah Anda menyambut era di mana video berkualitas Hollywood bisa dibuat hanya dengan beberapa ketikan?

iPhone 16e vs iPhone 15: Mana yang Lebih Layak Dibeli?

Telset.id – Apple baru saja meluncurkan iPhone 16e, model termurah mereka saat ini. Namun, dengan iPhone 15 yang kini semakin terjangkau, banyak yang bingung: mana yang lebih layak dibeli? Artikel ini akan mengupas tuntas perbandingan keduanya, dari desain hingga performa, agar Anda bisa memutuskan dengan tepat.

Desain: Hampir Mirip, tapi Ada Perbedaan Kecil

Apple tidak banyak mengubah bahasa desain di kedua ponsel ini. iPhone 15 dan 16e sama-sama memiliki panel depan dan belakang datar dengan dimensi yang nyaris identik. iPhone 15 berukuran 147.6 x 71.6 x 7.8 mm, sementara 16e sedikit lebih pendek dan ramping di 146.7 x 71.5 x 7.8 mm. Perbedaan berat juga minim: 171 gram vs 167 gram.

Keduanya menggunakan rangka aluminium dengan kaca depan dan belakang, serta memiliki sertifikasi tahan air dan debu IP68. Namun, ada beberapa perbedaan visual yang mencolok:

  • iPhone 15: Memiliki Dynamic Island di depan dan kamera belakang dengan susunan diagonal.
  • iPhone 16e: Hanya punya notch statis dan kamera tunggal di belakang.

Warna juga berbeda. iPhone 15 menawarkan pilihan lebih beragam seperti pink, hijau, dan kuning, sedangkan 16e hanya tersedia dalam hitam dan putih.

Perbandingan iPhone 16e dan iPhone 15 dari segi desain

Layar: Lebih Terang di iPhone 15

Keduanya memiliki layar 6.1 inci Super Retina XDR OLED dengan dukungan HDR10 dan Dolby Vision, serta perlindungan Ceramic Shield. Namun, iPhone 15 unggul dalam kecerahan puncak (2000 nits vs 1200 nits pada 16e), membuatnya lebih nyaman digunakan di bawah sinar matahari langsung.

Sayangnya, keduanya masih menggunakan refresh rate 60Hz, jadi jika Anda mengharapkan pengalaman lebih halus, harus beralih ke seri Pro.

Performa: 16e Unggul Secara Teknis

Ini adalah area di mana iPhone 16e menang. iPhone 15 menggunakan chip A16 Bionic (4nm), sementara 16e dibekali A18 (3nm) dengan kecepatan clock lebih tinggi (4.04 GHz vs 3.46 GHz) dan RAM lebih besar (8GB vs 6GB).

Secara teori, ini berarti multitasking lebih baik dan dukungan software lebih lama. Namun, dalam penggunaan sehari-hari, perbedaannya mungkin tidak terlalu terasa kecuali untuk tugas berat seperti editing video atau gaming intensif.

Kamera: iPhone 15 Lebih Fleksibel

iPhone 15 memiliki setup kamera ganda: 48MP utama + 12MP ultrawide. Sementara itu, 16e hanya punya kamera tunggal 48MP. Bagi yang sering menggunakan lensa ultrawide, ini bisa menjadi kekurangan signifikan.

Meski begitu, 16e memiliki fitur rekaman audio spasial 3D untuk kamera depan dan belakang, sesuatu yang tidak dimiliki iPhone 15. Namun, fitur ini mungkin hanya berguna bagi pengguna Apple Vision Pro.

Baterai dan Pengisian Daya

iPhone 16e memiliki baterai lebih besar (4005 mAh vs 3349 mAh) dan chip lebih efisien, sehingga secara teori bisa bertahan lebih lama. Namun, iPhone 15 mendukung pengisian nirkabel lebih cepat (15W MagSafe/Qi2 vs 7.5W Qi pada 16e) dan bisa melakukan reverse charging hingga 4.5W.

Pengisian kabel sama di keduanya: 50% dalam 30 menit dengan USB-C (kecepatan USB 2.0).

Harga: iPhone 15 Lebih Menarik Saat Ini

Di India, iPhone 15 mulai dari ₹63.999 (bisa turun hingga ₹58.999 saat diskon), sementara 16e dibanderol ₹60.000. Dengan selisih harga kecil, iPhone 15 menawarkan kamera lebih baik, desain lebih modern, dan pengisian nirkabel lebih cepat.

Jika Anda pengguna biasa yang mencari nilai terbaik, iPhone 15 masih pilihan solid, terutama dengan harga diskon. Namun, jika Anda ingin chip terbaru dan baterai lebih tahan lama, 16e bisa dipertimbangkan—meski dengan beberapa kompromi.

Untuk analisis lebih mendalam tentang persaingan pasar, simak juga bagaimana Galaxy A15 membayangi dominasi iPhone 15.

Motorola G86 Bocor: Spesifikasi Gahar dan Desain Premium

Telset.id – Motorola sepertinya tidak mau berhenti memukau pasar smartphone dengan seri G-nya. Setelah meluncurkan Moto G85 dengan Snapdragon 6s Gen 3, kini bocoran terbaru dari Evan Blass mengungkap segalanya tentang penerusnya, Moto G86 5G. Apa yang membuat ponsel ini layak ditunggu?

Berdasarkan dokumen yang dibocorkan, Moto G86 akan menjadi salah satu smartphone mid-range paling menarik tahun ini. Layar 6,67 inci P-OLED dengan resolusi 1,5K dan refresh rate 120Hz siap memanjakan mata. Yang lebih mengesankan, ponsel ini diklaim memiliki kecerahan maksimal hingga 4.500 nits—angka yang biasanya hanya ditemukan di flagship premium. Ditambah proteksi Gorilla Glass 7i dan fingerprint scanner di bawah layar, G86 jelas bukan main-main.

Moto G86 5G dengan desain premium dan warna Pantone

Dapur Pacu dan Daya Tahan yang Tak Main-Main

Di bawah kap, Moto G86 akan ditenagai chipset MediaTek Dimensity 7300. Kabarnya, Motorola menyiapkan dua varian baterai: 5.200mAh untuk versi ramping (7,87mm) dan 6.720mAh untuk pengguna yang mengutamakan daya tahan. Keduanya mendukung pengisian cepat 33W. Dengan bobot 185-198 gram, ponsel ini tetap nyaman digenggam meski punya baterai besar.

Motorola juga menjanjikan update software yang mumpuni: Android 15 langsung dari kotak, dua tahun upgrade OS, dan empat tahun pembaruan keamanan. Untuk performa multitasking, tersedia RAM 8GB/12GB dengan virtual RAM hingga 12GB, serta penyimpanan 128GB/256GB yang masih bisa diperluas via microSD.

Fotografi dan Fitur Tambahan

Di sektor kamera, G86 membawa sensor Sony LYT-600 50MP dengan OIS sebagai kamera utama, didampingi lensa ultra-wide 8MP yang juga mendukung autofocus untuk foto makro. Untuk selfie, ada kamera 32MP di bagian depan. Fitur audio tak kalah mentereng dengan dual speaker berteknologi Dolby Atmos.

Motorola juga membekali G86 dengan konektivitas lengkap: 5G, Wi-Fi 6E, Bluetooth 5.4, dan sertifikasi ketahanan MIL-STD-810H serta IP68/69. Yang menarik, ponsel ini akan hadir dalam pilihan warna Pantone eksklusif: Spellbound, Pantone Chrysanthemum, dan Pantone Gossamer Sky.

Dengan bocoran harga sekitar 330 euro untuk varian 8GB/256GB di Eropa, Moto G86 berpotensi menjadi penantang serius di segmen mid-range. Apakah Motorola akan membawa ponsel ini ke Indonesia? Kita tunggu kabar resminya.

AI Prediktif dalam Kepolisian: Ancaman atau Solusi?

0

Telset.id – Bayangkan jika polisi bisa menangkap seseorang sebelum mereka melakukan kejahatan. Bukan ramalan paranormal, melainkan hasil analisis algoritma AI. Konsep yang dulu hanya ada di film “Minority Report” kini menjadi kenyataan lewat teknologi predictive policing. Tapi sejauh mana kita bisa mempercayainya?

Sejak 2010-an, polisi di berbagai negara telah menggunakan sistem berbasis AI untuk memprediksi lokasi kejahatan (hot spots) hingga mengidentifikasi individu berisiko tinggi. Namun, kasus seperti program Pasco County di Florida—di mana warga diganggu karena “prediksi” algoritma—mempertanyakan akurasi dan etika teknologi ini. Bahkan, Chicago dan Los Angeles terpaksa menghentikan sistem serupa karena bias rasial dan kesalahan analisis.

The Conversation

Dilema Transparansi: Kotak Hitam yang Berbahaya

Masalah utama predictive policing adalah minimnya transparansi. Sebagian besar departemen kepolisian di AS tidak mempublikasikan cara kerja algoritma mereka, jenis data yang digunakan, atau metode evaluasi hasil. Ini menciptakan “kotak hitam” yang rentan disalahgunakan. Seperti dikritik dalam Skandal SignalGate, ketiadaan akuntabilitas berpotensi melanggar privasi dan hak asasi.

San Jose: Contoh Akuntabilitas yang Layak Ditiru

Kota San Jose, California, menawarkan solusi dengan menerapkan prinsip-prinsip AI yang transparan dan adil. Setiap sistem AI yang digunakan pemerintah kota wajib diuji risiko, dipantau dampaknya, dan terbuka untuk diawasi publik. Pendekatan ini selaras dengan urgensi regulasi tambahan dalam teknologi berbasis data.

Pelajaran dari San Jose jelas: AI hanyalah alat, bukan pengganti proses hukum yang adil. Tanpa pengawasan demokratis, prediksi algoritma bisa berubah menjadi senjata represif. Seperti diungkapkan dalam diskusi revisi PP 52/53, partisipasi publik adalah kunci mengendalikan teknologi yang berpotensi merugikan ini.

Pertanyaannya sekarang: Siapkah Indonesia menghadapi era predictive policing tanpa mengorbankan hak-hak dasar warganya?

Robot Pelayan dengan Karakteristik Gender Bisa Pengaruhi Keputusan Pelanggan

0

Telset.id – Jika Anda berpikir robot pelayan di restoran atau hotel hanya sekadar mesin tanpa kepribadian, penelitian terbaru dari Penn State University mungkin akan mengubah pandangan Anda. Studi ini mengungkap bahwa karakteristik gender yang ditampilkan oleh robot layanan dapat memengaruhi keputusan pelanggan—terutama bagi perempuan dengan rasa kekuasaan yang rendah.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Hospitality and Tourism Management ini menunjukkan bahwa robot dengan ciri maskulin cenderung lebih persuasif saat berinteraksi dengan perempuan yang merasa kurang berdaya. Sementara itu, desain robot yang “imut”—seperti mata besar dan pipi tembam—dapat mengurangi efek gender pada persuasifitasnya.

Robot dengan karakteristik gender memengaruhi keputusan pelanggan

Bagaimana Gender Robot Mempengaruhi Pelanggan?

Tim peneliti, termasuk Lavi Peng, Anna Mattila, dan Amit Sharma dari Penn State, melakukan dua studi terpisah. Studi pertama melibatkan 239 partisipan yang diminta membayangkan menerima rekomendasi menu dari robot pelayan. Robot tersebut didesain dengan warna abu-abu (maskulin) atau pink (feminin). Hasilnya, perempuan dengan rasa kekuasaan rendah lebih cenderung menerima rekomendasi dari robot “pria”.

“Pelanggan dengan rasa kekuasaan tinggi cenderung membuat keputusan berdasarkan penilaian mereka sendiri, bukan stereotip gender,” jelas Peng. Temuan ini bisa dimanfaatkan bisnis seperti restoran atau hotel untuk meningkatkan penjualan, misalnya dengan menggunakan robot maskulin saat menawarkan upgrade kamar atau menu baru.

Solusi untuk Mitigasi Stereotip Gender

Studi kedua mencoba mengatasi bias gender dengan mendesain robot yang lebih “imut”. Partisipan—sebanyak 156 mahasiswa—berinteraksi dengan robot yang memiliki wajah bulat dan mata besar. Hasilnya, baik pelanggan pria maupun wanita merespons rekomendasi robot secara setara, terlepas dari gender yang ditampilkan.

“Bisnis yang ingin menghindari stereotip gender bisa mempertimbangkan desain robot yang lebih netral atau imut,” saran Peng. Pendekatan ini sejalan dengan tren AI yang semakin personal, seperti yang terlihat pada ChatGPT Voice dari OpenAI atau inovasi chip canggih dari TSMC yang digunakan Tesla.

Dengan perkembangan teknologi robotika dan AI yang pesat, memahami interaksi manusia-robot menjadi kunci bagi bisnis. Seperti yang ditunjukkan riset ini, bahkan detail kecil seperti warna atau bentuk wajah robot bisa berdampak besar pada pengalaman pelanggan.