Beranda blog Halaman 2

Google Akui Gagal Deteksi Gempa Turki, Sistem Peringatan Android Kurang Akurat

0

Telset.id – Bayangkan jika ponsel di samping Anda bisa menyelamatkan nyawa saat gempa terjadi. Itulah yang dijanjikan Google melalui sistem Android Earthquake Alerts (AEA). Namun, kenyataannya tidak selalu sempurna.

Dalam makalah terbaru yang diterbitkan di jurnal Science, Google mengungkapkan bagaimana mereka menggunakan sensor gerak dari dua miliar ponsel Android untuk mendeteksi gempa antara 2021-2024. Sistem ini telah mengirim peringatan ke hampir 100 negara.

AEA bekerja dengan memanfaatkan akselerometer di ponsel Android untuk mendeteksi getaran seismik. Sistem ini memiliki dua tingkat peringatan: “be aware alert” untuk gempa ringan yang muncul sebagai notifikasi biasa, dan “take action alert” untuk gempa sedang hingga besar yang mengeluarkan alarm keras bahkan saat mode “Jangan Ganggu” aktif.

Kegagalan Mematikan di Turki

Google mengakui bahwa sistem mereka gagal bekerja optimal saat gempa dahsyat melanda Turki dan Suriah pada Februari 2023. Bencana yang menewaskan lebih dari 55.000 orang dan melukai 100.000 lainnya ini hanya memicu 469 peringatan “Take Action”.

Yang lebih memprihatinkan, setengah juta orang justru menerima peringatan “Be Aware” yang lebih lemah. Karena gempa pertama terjadi pukul 4:15 pagi, banyak orang yang tidur dan tidak menyadari peringatan tersebut.

Kesalahan ini terjadi karena algoritma Google salah membaca data sensor. Sistem memperkirakan gempa pertama berkekuatan 4.5-4.9 MMS, padahal sebenarnya mencapai 7.8 MMS. Pada gempa kedua, AEA juga meremehkan kekuatannya, hanya mengirim 8.158 peringatan “Take Action” dibandingkan hampir empat juta peringatan “Be Aware”.

Pembaruan Algoritma Setelah Tragedi

Google mengklaim telah memperbarui algoritma mereka setelah insiden Turki. Namun, pengakuan ini datang terlambat – lebih dari dua tahun setelah bencana. Padahal, BBC sudah menyoroti kelemahan sistem ini segera setelah gempa terjadi.

Sebagai negara yang juga rawan gempa, Indonesia perlu belajar dari kasus ini. Seperti dilaporkan dalam artikel sebelumnya, kita berada di Cincin Api Pasifik yang aktif.

Meski memiliki kelemahan, sistem AEA Google telah berhasil mendeteksi lebih dari 11.000 gempa. Teknologi ini menjadi bukti bagaimana perangkat sehari-hari bisa dimanfaatkan untuk keselamatan publik.

Masa Depan Deteksi Gempa Berbasis Ponsel

Pengalaman Turki menunjukkan bahwa teknologi deteksi gempa berbasis ponsel masih perlu penyempurnaan. Beberapa produsen seperti Xiaomi juga mulai mengembangkan sistem serupa.

Di tengah meningkatnya aktivitas seismik global – termasuk 30.000 gempa di Antartika – sistem peringatan dini yang akurat menjadi semakin vital.

Google kini menghadapi tantangan besar: bagaimana memperbaiki sistem mereka sambil mempertahankan kepercayaan publik. Untuk teknologi yang bisa berarti hidup atau mati, akurasi bukanlah pilihan – itu adalah keharusan.

WhoFi: Teknologi Baru yang Bisa Lacak Manusia Lewat Sinyal WiFi

0

Telset.id – Bayangkan jika router WiFi di rumah Anda bisa melacak pergerakan Anda, bahkan menembus dinding. Teknologi baru bernama WhoFi mengubah fiksi ilmiah menjadi kenyataan dengan kemampuan mendeteksi “sidik biometrik” manusia melalui gangguan sinyal WiFi. Akurasi sistem ini mencapai 95,5%, dan yang lebih mengkhawatirkan—ia bekerja dalam kondisi gelap total serta mampu “melihat” struktur internal tubuh seperti tulang dan organ.

Konsep pengawasan massal bukanlah hal baru. Pada 2003, laporan ACLU berjudul “Bigger Monsters, Weaker Chains” sudah memperingatkan tentang masyarakat yang terjebak dalam jerat teknologi mata-mata. Dua dekade kemudian, prediksi itu semakin nyata dengan hadirnya algoritma targetik, drone pengintai, dan sekarang: WhoFi. Peneliti dari Sapienza University of Rome mengklaim sistem ini “ramah privasi” karena tidak menggunakan kamera, tetapi bagaimana jika ia disandingkan dengan 85 juta kamera pengawas dan 80 pusat data intelijen di AS?

Dalam makalahnya, tim peneliti menjelaskan bahwa WhoFi memanfaatkan distorsi unik yang dihasilkan tubuh manusia saat berinteraksi dengan gelombang WiFi. “Ini seperti memiliki kemampuan melihat tembus dinding, tetapi tanpa kamera,” tulis mereka. Teknologi serupa sebenarnya sudah digunakan di sektor militer, seperti sistem Xaver 1000 buatan Israel yang bisa mendeteksi gerakan manusia di balik penghalang.

Dilema Privasi di Era Pengawasan Total

WhoFi bukan satu-satunya ancaman. Pada 2022, setidaknya 264,9 juta ponsel di AS—masing-masing dengan mikrofon dan kamera—siap merekam setiap aktivitas pengguna. Belum lagi teknologi pelacakan pemain sepak bola yang awalnya dikembangkan untuk olahraga, kini berpotensi disalahgunakan untuk memantau warga sipil.

Masa Depan yang Dipenuhi Mata-Mata Digital

Saat ini, WhoFi masih berupa proyek penelitian. Namun, sejarah membuktikan bahwa teknologi pengawasan—seperti pemindai wajah atau pembaca plat nomor—awalnya juga dikembangkan untuk keperluan terbatas sebelum akhirnya digunakan secara massal. Dengan dukungan perusahaan teknologi raksasa dan pemerintah, bukan tidak mungkin router WiFi biasa akan berubah menjadi alat pelacak dalam beberapa tahun ke depan.

Lalu, bagaimana melindungi diri? Solusi teknis seperti mengamankan jaringan WiFi mungkin bisa membantu, tetapi regulasi yang ketat tetap menjadi kunci. Tanpa pembatasan hukum, kita hanya menunggu waktu hingga “Big Brother” tidak hanya mengawasi, tetapi benar-benar mengenali kita lebih dalam daripada diri kita sendiri.

MacBook Spinning Wheel: Penyebab dan Solusi Mengatasinya

0

Telset.id – Anda sedang asyik bekerja atau menyelesaikan tugas penting di MacBook, tiba-tiba muncul roda berwarna pelangi yang berputar tanpa henti. Fenomena ini dikenal sebagai Spinning Wheel of Death (SPOD), dan jika dibiarkan, bisa mengganggu produktivitas Anda. Apa sebenarnya penyebabnya, dan bagaimana cara mengatasinya?

SPOD bukanlah hal baru bagi pengguna Mac. Ini adalah indikator bahwa sistem sedang mencoba memproses sesuatu, tetapi mengalami hambatan. Bisa karena aplikasi yang bermasalah, kapasitas RAM yang kurang, atau bahkan konflik hardware. Namun, jangan khawatir—masalah ini bisa diatasi dengan beberapa langkah sederhana.

Berikut adalah solusi komprehensif untuk mengatasi SPOD pada MacBook Anda, berdasarkan analisis mendalam dari para ahli.

1. Force Quit Aplikasi yang Bermasalah

Langkah pertama adalah memeriksa apakah SPOD disebabkan oleh satu aplikasi tertentu. Tekan Command + Option + Esc untuk membuka Force Quit Applications, lalu pilih aplikasi yang tidak merespons dan klik Force Quit. Setelah itu, coba buka kembali aplikasi tersebut. Jika masalah berlanjut, pertimbangkan untuk memperbarui atau menginstal ulang aplikasi.

2. Restart MacBook Anda

Jika force quit tidak berhasil, coba restart MacBook dengan menekan tombol power selama beberapa detik hingga mati. Setelah itu, nyalakan kembali. Namun, ingat—langkah ini bisa menyebabkan kehilangan data yang belum disimpan, jadi pastikan Anda telah melakukan backup sebelumnya.

3. Perbaiki Disk Permissions (Untuk OS X Yosemite atau Lebih Lama)

Bagi pengguna Mac dengan OS X Yosemite atau versi sebelumnya, masalah SPOD bisa disebabkan oleh permission file yang rusak. Buka Applications > Utilities > Disk Utility, pilih hard drive Anda, lalu klik Repair Disk Permissions. Mulai OS X El Capitan, Apple sudah memperbaiki masalah ini secara otomatis saat pembaruan sistem.

4. Tunggu Proses Spotlight Indexing Selesai

Spotlight, fitur pencarian bawaan macOS, terkadang memakan banyak sumber daya saat mengindeks file baru. Jika MacBook Anda tiba-tiba lambat dan SPOD muncul, cek Activity Monitor di tab CPU. Jika proses mds, mdworker, atau mdimport memakan lebih dari 20% CPU, berarti Spotlight sedang bekerja. Tunggu hingga proses selesai.

5. Bersihkan Dynamic Link Editor Cache

Cache yang korup di Dynamic Link Editor bisa memicu SPOD. Untuk membersihkannya, buka Terminal dan ketik:

sudo update_dyld_shared_cache -force

Tekan Enter dan masukkan password administrator jika diminta.

6. Upgrade RAM atau Storage

Jika SPOD sering muncul saat menjalankan aplikasi berat, mungkin MacBook Anda kekurangan RAM atau ruang penyimpanan. Pertimbangkan untuk menambah RAM atau mengganti SSD dengan kapasitas lebih besar. Seperti yang pernah dibahas di MacBook Pro Touch Bar Segera Masuk Daftar “Barang Antik”, perangkat lama memang memerlukan upgrade untuk tetap optimal.

Penyebab Utama SPOD pada MacBook

Selain solusi di atas, penting untuk memahami akar masalahnya. SPOD biasanya muncul karena:

  • Aplikasi yang crash – Terjadi ketika sebuah program tidak merespons atau memakan terlalu banyak sumber daya.
  • Kapasitas RAM tidak mencukupi – Terutama jika Anda menjalankan banyak aplikasi sekaligus.
  • Hard drive penuh – Ruang penyimpanan yang hampir habis bisa memperlambat sistem.
  • Konflik hardware/software – Misalnya, driver yang tidak kompatibel atau pembaruan sistem yang belum diinstal.

Jika masalah terus berlanjut setelah mencoba semua solusi di atas, mungkin saatnya membawa MacBook Anda ke program perbaikan resmi Apple atau memeriksa apakah ada pembaruan sistem yang tersedia, seperti yang dibahas dalam iOS 17 Fokus ke Perbaikan Stabilitas.

Dengan memahami penyebab dan solusinya, Anda bisa mengatasi SPOD dengan lebih percaya diri. Jangan biarkan roda berputar itu mengganggu produktivitas Anda!

Cara Legal Download Video YouTube di Mac Tanpa Ribet

0

Telset.id – Ingin menonton video YouTube tanpa gangguan sinyal atau kuota? Fitur download video YouTube di Mac bisa jadi solusi. Namun, tahukah Anda bahwa hanya ada satu cara legal untuk melakukannya?

YouTube Premium menawarkan kemudahan menyimpan konten favorit secara offline. Layanan berbayar ini tidak hanya menghilangkan iklan, tetapi juga memungkinkan pengunduhan video dengan kualitas terjaga. Berbeda dengan metode ilegal yang berisiko melanggar hak cipta, cara ini 100% aman dan didukung penuh oleh platform.

Berikut panduan lengkap memanfaatkan YouTube Premium untuk mengunduh video di perangkat Mac, plus tips mengelola konten offline Anda.

Langkah Mudah Download Video YouTube di Mac

A YouTube video with the Download button visible

Dengan langganan aktif YouTube Premium, ikuti prosedur berikut:

  1. Buka YouTube melalui browser favorit Anda
  2. Temukan video yang ingin diunduh
  3. Klik tombol Download di bawah pemutar video
  4. Tunggu proses unduhan selesai
  5. Akses melalui menu Downloads di sisi kiri layar

Catatan penting: Tombol download mungkin tersembunyi di balik menu tiga titik jika jendela browser Anda terlalu kecil. Setelah berhasil diunduh, tombol akan berubah menjadi Downloaded sebagai konfirmasi.

Mengelola Video Offline

A downloaded YouTube video displayed in the Downloads section of the YouTube website

YouTube memberikan fleksibilitas dalam mengatur konten offline:

  • Masa aktif: Video tetap bisa diputar offline selama 2-29 hari tergantung wilayah
  • Pengaturan kualitas: Pilih resolusi sesuai kebutuhan penyimpanan
  • Smart Downloads: Fitur otomatis mengunduh rekomendasi konten
  • Manajemen penyimpanan: Hapus semua download sekaligus jika diperlukan

FAQ Seputar Download YouTube

Bisakah mengunduh musik dari YouTube?

Ya! YouTube Premium mencakup akses ke YouTube Music. Lagu yang diunduh melalui aplikasi tersebut memiliki ketentuan serupa – tetap bisa diakses offline selama akun Anda aktif dalam 30 hari terakhir.

Bagaimana cara download di iPhone?

Prosesnya mirip dengan versi desktop. Setelah login di aplikasi YouTube, cukup ketuk tombol Download di bawah video. Konten offline bisa diakses lintas perangkat selama menggunakan akun yang sama.

Ingin tips kreatif memanfaatkan video YouTube? Simak panduan kami tentang aplikasi edit video bokeh untuk hasil yang lebih profesional.

Redmi Bakal Hadirkan Smartphone dengan Layar 165Hz, Tiru Langkah OnePlus?

0

Telset.id – Jika Anda mengira “perang refresh rate” di dunia smartphone sudah mencapai puncaknya dengan layar 144Hz, bersiaplah untuk terkejut. Bocoran terbaru dari Digital Chat Station, tipster ternama asal China, mengungkapkan bahwa Redmi—sub-brand Xiaomi—sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan ponsel dengan layar 165Hz. Yang menarik, langkah ini disebut-sebut terinspirasi dari rivalnya, OnePlus.

Menurut unggahan di platform Weibo, Redmi secara resmi telah memulai penelitian tentang penggunaan panel 165Hz di perangkat masa depannya. Sumber tersebut mengklaim bahwa minat Redmi muncul setelah OnePlus mulai mengevaluasi layar datar 165Hz “dalam jumlah besar”. Ini bisa menjadi pertanda dimulainya tren baru di kalangan produsen smartphone China.

OnePlus Jadi Pionir?

OnePlus dikabarkan sedang menguji dua perangkat sekaligus dengan refresh rate 165Hz: sebuah smartphone dan tablet gaming. Padahal, baru-baru ini mereka meluncurkan OnePlus Pad 2 Pro dengan layar 13,2 inci beresolusi 3,4K dan refresh rate 144Hz. Tablet ini didukung chipset Snapdragon 8 Elite, baterai raksasa 12.140mAh, dukungan fast charging 67W, dan bodi super tipis 5,97mm.

Lantas, apakah peningkatan dari 144Hz ke 165Hz akan memberikan manfaat nyata bagi pengguna? Banyak ahli meragukannya. Lonjakan ini lebih terasa seperti bagian dari “perang spesifikasi” di dunia Android, di mana angka-angka tinggi—meski tidak terlalu berdampak pada pengalaman pengguna biasa—tetap menjadi daya tarik pemasaran.

Target Pasar yang Jelas

Jika Redmi benar-benar meluncurkan smartphone dengan layar 165Hz, ini akan menjadi yang pertama dalam jajarannya. Perangkat tersebut kemungkinan besar akan menyasar segmen gamer, sama seperti target pasar OnePlus. Namun, perlu diingat bahwa informasi ini masih dalam tahap uji internal. Belum ada kepastian apakah Redmi akan benar-benar mewujudkannya.

Bagi kebanyakan orang, refresh rate 165Hz mungkin terasa berlebihan. Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel tentang ViewSonic XG270Q, monitor gaming dengan refresh rate tinggi memang memberikan keuntungan bagi gamer kompetitif, tetapi manfaatnya kurang terasa untuk penggunaan sehari-hari.

Apakah ini menjadi awal dari era baru smartphone dengan refresh rate ultra-tinggi? Atau hanya sekadar gimmick pemasaran? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. Sementara itu, jangan lupa untuk mengunjungi News Section kami untuk update harian seputar teknologi terkini!

Samsung Galaxy Z Fold 7: Benchmark Unggul, Performa Tak Tertandingi

0

Telset.id – Jika Anda mengira Samsung Galaxy Z Fold 7 hanya soal desain lipat yang elegan, bersiaplah terkejut. Di balik bodinya yang ramping, tersembunyi kekuatan prosesor yang siap menantang smartphone flagship mana pun. Bagaimana performanya dalam uji benchmark? Mari kita kupas tuntas.

Galaxy Z Fold 7 hadir dengan chipset Snapdragon 8 Elite generasi terbaru, sebuah langkah besar dari pendahulunya. Tak sekadar klaim marketing, angka benchmark membuktikan keunggulan ini. Dalam tes AnTuTu, perangkat ini mencetak skor 2.025.744—menempatkannya di jajaran ponsel paling powerful tahun ini.

Galaxy Z Fold 7 AnTuTu score

AnTuTu: Raja Multitasking

Rincian skor AnTuTu mengungkap keunggulan di semua aspek: CPU (472.258), GPU (778.749), memori (438.501), dan UX (336.236). Dibandingkan rival seperti Vivo X Fold 5 (2.072.961) atau Motorola Razr 60 Ultra (1.841.572), Z Fold 7 menunjukkan konsistensi yang mengesankan.

Geekbench: Kekuatan CPU yang Mengesankan

Dalam tes Geekbench, Z Fold 7 mencetak 2.910 (single-core) dan 9.174 (multi-core)—angka yang jauh melampaui Pixel 9 Pro Fold dengan chip Tensor G4. Ini berarti kecepatan loading aplikasi, rendering video, atau gaming berat akan terasa lebih mulus.

Galaxy Z Fold 7 Geekbench score

3DMark: Tantangan untuk Gamer

Uji stres GPU dengan 3DMark Wild Life Extreme menunjukkan skor 5.952 (loop tertinggi) dan 3.302 (loop terendah). Meski terjadi throttling saat suhu meningkat, performanya masih unggul dibandingkan OnePlus Open atau Pixel 9 Pro Fold. Bagi gamer, ini berarti gameplay lebih stabil bahkan di setting grafis maksimal.

Galaxy Z Fold 7 3DMark Wild Life Extreme score

Dengan spesifikasi seperti layar 8 inci 120Hz dan kamera 200MP, Galaxy Z Fold 7 bukan sekadar inovasi bentuk—ia adalah powerhouse sejati. Jika Anda mencari foldable dengan performa terbaik saat ini, inilah jawabannya.

Exynos 2600 Resmi Diungkap: Chipset 2nm Pertama Samsung dengan Performa Gahar

0

Telset.id – Jika Anda mengira persaingan chipset mobile sudah mencapai puncaknya, bersiaplah untuk terkejut. Samsung baru saja mengungkap detail resmi Exynos 2600 selama earnings call Q2 2025, dan ini bukan sekadar generasi berikutnya—ini lompatan revolusioner.

Dalam pengumuman yang menggemparkan, Samsung mengkonfirmasi Exynos 2600 akan menjadi chipset smartphone pertama di dunia yang diproduksi menggunakan proses 2nm Gate-All-Around (GAA). Teknologi ini menempatkan Samsung selangkah lebih maju dari rival seperti Apple, MediaTek, dan Qualcomm. Tapi apa sebenarnya yang membuat chipset ini begitu istimewa?

Arsitektur 10-Core dengan Konfigurasi Cerdas

Bocoran awal dari Geekbench—seperti yang pernah kami laporkan di artikel sebelumnya—mengungkap konfigurasi CPU 10-core dengan susunan 1+3+6. Satu core utama berjalan pada kecepatan 3.55GHz, tiga core performa di 2.96GHz, dan enam core efisiensi pada 2.46GHz. Desain ini tidak hanya tentang kecepatan, tetapi juga efisiensi daya yang lebih baik.

Yang menarik, Samsung tampaknya belajar dari kesalahan masa lalu. Chipset ini akan dilengkapi teknologi Heat Path Block (HPB) terbaru—sebuah solusi pendinginan revolusioner yang menggunakan heatsink mikro berbasis tembaga yang terintegrasi langsung di atas prosesor dan memori dalam struktur package-on-package.

GPU Xclipse 960 dan AI yang Lebih Pintar

Di sisi grafis, Exynos 2600 akan membawa Xclipse 960 GPU yang diklaim 15% lebih bertenaga dibanding Adreno 830 di Snapdragon 8 Elite. Namun yang lebih mengesankan adalah peningkatan Neural Processing Unit (NPU) untuk komputasi AI on-device. Samsung menyebutkan peningkatan signifikan dalam pemrosesan perintah suara dan pengolahan gambar.

Menariknya, keunggulan proses 2nm Samsung tidak hanya untuk smartphone. Perusahaan baru saja menandatangani kontrak senilai $16.5 miliar dengan Tesla untuk memasok chip 2nm—sebuah indikasi kuat bahwa teknologi ini akan memiliki aplikasi yang lebih luas.

Seperti diungkap dalam analisis sebelumnya, Exynos 2600 kemungkinan besar akan menghidupkan Galaxy S26 Pro dan S26 Edge di awal 2026. Sementara itu, varian Ultra mungkin tetap menggunakan Snapdragon 8 Elite 2—sebuah keputusan strategis yang menunjukkan Samsung tidak ingin meletakkan semua telur dalam satu keranjang.

Dengan penjualan Galaxy Z Fold 7 yang kuat dan langkah strategis ini, masa depan Samsung di tahun 2025-2026 terlihat semakin cerah. Pertanyaannya sekarang: apakah Exynos 2600 akan menjadi comeback besar Samsung di arena chipset premium? Jawabannya mungkin akan mengubah peta persaingan mobile computing secara permanen.

Qi2: Revolusi Pengisian Nirkabel yang Akan Ubah Cara Anda Charge Smartphone

Telset.id – Jika Anda masih menganggap pengisian nirkabel sebagai teknologi yang lambat dan tidak praktis, bersiaplah untuk mengubah persepsi itu. Standar baru Qi2 yang dikembangkan Wireless Power Consortium (WPC) bukan sekadar upgrade kecil—ini adalah lompatan besar yang akan membuat pengalaman charge tanpa kabel setara dengan pengisian kabel dalam hal kecepatan dan kemudahan.

Selama bertahun-tahun, pengisian nirkabel terjebak pada kecepatan maksimal 15W untuk sebagian besar perangkat di luar China. Sementara pengisian kabel sudah mencapai 50W bahkan 100W, teknologi nirkabel seperti berjalan di tempat. Qi2 hadir sebagai jawaban atas stagnasi ini dengan membawa kecepatan hingga 25W dan teknologi alignment magnetik ala MagSafe.

Apa Itu Qi2 dan Mengapa Ini Penting?

Qi2 adalah evolusi dari standar Qi yang kita kenal selama ini. Diperkenalkan secara resmi pada 2023, teknologi ini mulai diadopsi secara luas pada 2024-2025. Yang membedakannya dari pendahulunya adalah dua hal utama: kecepatan lebih tinggi dan sistem alignment magnetik.

Galaxy-S25-Qi2

Dengan Magnetic Power Profile (MPP), perangkat Anda akan secara otomatis menempel sempurna pada charger, menghilangkan masalah misalignment yang selama ini menyebabkan panas berlebih dan efisiensi daya rendah. Teknologi ini terinspirasi dari MagSafe Apple, tapi kini bisa dinikmati oleh semua perangkat, termasuk Android.

25W: Game Changer untuk Pengisian Nirkabel

Peningkatan ke 25W mungkin terdengar kecil dibanding pengisian kabel 100W+, tapi dalam praktiknya ini sangat signifikan. Dengan kecepatan ini, Anda bisa mengisi baterai smartphone dari 0-50% dalam sekitar 30 menit—cukup untuk penggunaan sehari-hari saat terburu-buru.

Yang menarik, meski Samsung Galaxy S25 dan iPhone terbaru sudah mendukung Qi2, keduanya masih terbatas pada 15W. Ini karena mereka hanya “Qi2 Ready”—butuh casing khusus dengan ring magnetik untuk pengalaman penuh. Kabarnya, generasi berikutnya akan membawa dukungan native.

Masa Depan yang Universal

Keindahan Qi2 terletak pada sifatnya yang universal. Tidak seperti solusi proprietary dari vendor tertentu, standar ini memungkinkan satu charger untuk semua—mulai dari iPhone, Android, hingga aksesori seperti earbuds. Produsen aksesori pun sudah mulai merilis produk Qi2 certified, menandakan awal era baru interoperabilitas.

Untuk Anda yang penasaran kapan bisa merasakan teknologi ini, kabarnya smartphone flagship 2025 dari Xiaomi, OnePlus, dan vendor lain akan membawa dukungan penuh. Sementara itu, seperti dibahas dalam bocoran spesifikasi iPhone SE 4, Apple juga mungkin akan mengadopsi Qi2 secara native di perangkat entry-level mereka.

Dengan semua kemajuan ini, apakah pengisian kabel akan segera punah? Mungkin belum. Tapi Qi2 jelas membawa pengisian nirkabel ke level yang selama ini dijanjikan tapi tak pernah terwujud—cepat, efisien, dan benar-benar tanpa repot.

Red Magic 10S Pro+ Kuasai Peringkat AnTuTu Juli 2025, Vivo X200 Ultra di Posisi Kedua

0

Telset.id – Jika Anda mencari smartphone dengan performa terbaik di Juli 2025, jawabannya tetap sama: Red Magic 10S Pro+. Menurut laporan terbaru AnTuTu, perangkat gaming dari Nubia ini berhasil mempertahankan posisi puncaknya untuk ketiga kalinya secara berturut-turut dengan skor rata-rata 2.943.537. Keberhasilan ini tidak lepas dari kombinasi chipset Snapdragon 8 Extreme Edition dan optimasi performa yang matang.

Vivo X200 Ultra, yang juga menggunakan Snapdragon 8 Extreme Edition, berada di posisi kedua dengan skor 2.893.125. Meski lebih fokus pada fotografi dengan lensa 14mm, 35mm, dan 85mm, performa gaming-nya tetap tangguh. Sementara itu, iQOO Neo 10 Pro+ menyusul di posisi ketiga dengan skor 2.889.141, membuktikan bahwa seri Neo juga mampu bersaing di kelas flagship.

Red Magic 10S Pro+

Dominasi Snapdragon 8 Extreme Edition

Red Magic 10S Pro+ tidak hanya mengandalkan chipset Snapdragon 8 Extreme Edition, tetapi juga memaksimalkan potensinya dengan super core berkecepatan 4.47GHz dan GPU yang ditingkatkan dari 1.1GHz menjadi 1.2GHz. Optimasi ini membuatnya unggul dalam benchmark, terutama untuk gaming berat. Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel sebelumnya, Red Magic memang dikenal sebagai raja performa.

Vivo X200 Ultra, meski bukan perangkat gaming khusus, tetap menunjukkan kekuatan Snapdragon 8 Extreme Edition. Dengan dukungan ISZ pada 28mm dan 70mm, perangkat ini tidak hanya tangguh dalam fotografi tetapi juga dalam multitasking berat. Sementara itu, iQOO Neo 10 Pro+ membuktikan bahwa performa stabil bisa didapatkan tanpa mengorbankan kualitas kamera dan desain.

Pesaing Lain di Top 10

Di luar tiga besar, beberapa nama lain juga patut diperhatikan. Vivo X200s dengan Dimensity 9400+ dan konfigurasi RAM 16GB + 1TB berada di posisi keempat dengan skor 2.860.875. Honor GT Pro mengandalkan Snapdragon 8 Extreme OC dan berada di posisi kelima dengan skor 2.851.956. Sementara itu, OnePlus Ace 5 Pro dan OnePlus 13 masing-masing menempati posisi keenam dan ketujuh.

Vivo X200 Ultra

Perubahan besar belum terjadi di bulan Juli karena banyak brand sedang menunggu chipset baru dari Qualcomm dan MediaTek yang dijadwalkan rilis September mendatang. Namun, bagi Anda yang mencari performa terbaik saat ini, Red Magic 10S Pro+ masih menjadi pilihan utama. Seperti yang kami ulas dalam artikel Motorola Edge 60 Pro, optimasi perangkat lunak juga memegang peranan penting.

Skor AnTuTu ini didasarkan pada rata-rata hasil benchmark pengguna yang dikumpulkan antara 1 Juli hingga 31 Juli 2025. Hanya model dengan lebih dari 1.000 skor valid yang masuk dalam daftar. Jadi, jika Anda mencari smartphone dengan performa teruji, daftar ini bisa menjadi referensi.

Lenovo Legion R7000P 2025: Laptop Gaming Terbaru dengan RTX 5050

0

Telset.id – Jika Anda mencari laptop gaming yang menggabungkan performa tinggi dan teknologi mutakhir, Lenovo Legion R7000P 2025 mungkin adalah jawabannya. Baru saja diluncurkan di China, laptop ini menawarkan kombinasi AMD Ryzen 9 8940HX dan Nvidia GeForce RTX 5050, menjadikannya salah satu perangkat paling menarik di segmennya.

Spesifikasi yang Menggoda

Lenovo Legion R7000P 2025 didesain untuk para gamer dan profesional yang mengutamakan performa. Di bawah kap mesinnya, laptop ini mengusung prosesor AMD Ryzen 9 8940HX berbasis 5nm dengan 16 core dan 32 thread. Dengan TDP 115W dan kecepatan boost hingga 5.3GHz, prosesor ini siap menangani tugas berat tanpa kompromi.

Pasangannya adalah GPU Nvidia GeForce RTX 5050 yang dibangun dengan arsitektur Blackwell terbaru. GPU ini dilengkapi 8GB memori GDDR7 dan antarmuka memori 128-bit. Fitur seperti DLSS 4, ray tracing generasi ke-4, dan peningkatan AI melalui Tensor core generasi ke-5 membuatnya siap menghadapi game-game terberat sekalipun. GPU ini juga mendukung overclocking di mode “Beast” dan “Extreme” untuk ekstra performa.

Lenovo Legion R7000P 2025

Layar yang Memukau

Layar 16 inci dengan resolusi 2560Ă—1600 dan refresh rate 240Hz menjadi salah satu daya tarik utama Legion R7000P 2025. Dengan response time 3ms, dukungan Dolby Vision, G-Sync, FreeSync Premium, dan DisplayHDR 400, pengalaman gaming akan terasa lebih hidup dan mulus. Layar ini juga mencakup 100% gamut warna DCI-P3 dan telah dikalibrasi di pabrik dengan DeltaE di bawah 2, menjamin akurasi warna yang tinggi.

Lenovo tidak melupakan kenyamanan pengguna. Layar ini telah mendapatkan sertifikasi TĂśV Rheinland untuk kenyamanan mata dan dilengkapi dengan filter blue light tingkat hardware, mengurangi kelelahan mata selama penggunaan jangka panjang.

Dapur Pacu dan Konektivitas

Untuk mendukung performa tinggi, Lenovo membekali R7000P 2025 dengan 16GB RAM DDR5 5600MHz dan SSD PCIe 4.0 berkapasitas 1TB. Kabar baiknya, keduanya bisa ditingkatkan melalui slot M.2 ganda. Dari sisi konektivitas, laptop ini sudah mendukung Wi-Fi 7 dan menawarkan beragam port, termasuk USB-C dengan DP 2.1 dan fast charging 140W, HDMI 2.1, RJ45 Ethernet, beberapa port USB-A, jack headset 3.5mm, dan tombol kill switch untuk webcam.

Sistem pendingin generasi kedua Qiankun dari Lenovo hadir dengan tiga kipas, terowongan udara, dan heat pipe komposit. Klaim peningkatan aliran udara sebesar 12% dan pengurangan kebisingan kipas hingga 9dB membuat laptop ini tetap dingin dan senyap meski digunakan untuk tugas berat.

Baterai dan Bobot

Dengan baterai 80Wh dan charger 245W, Legion R7000P 2025 siap menemani aktivitas Anda seharian. Dukungan fast charging melalui USB-C juga memudahkan pengisian daya saat bepergian. Dengan berat sekitar 2.35kg, laptop ini tergolong ringan untuk segmen gaming high-end.

Lenovo juga menyertakan Windows 11 dan utilitas Legion Zone untuk tuning performa dan manajemen sistem, memastikan pengguna bisa memaksimalkan potensi perangkat ini.

Harga Lenovo Legion R7000P 2025 dibanderol sebesar 8.499 yuan (sekitar Rp18 juta) dan sudah tersedia di JD.com. Dengan spesifikasi dan fitur yang ditawarkan, laptop ini layak dipertimbangkan bagi Anda yang mencari perangkat gaming sekaligus produktivitas tanpa kompromi.

Qualcomm Bakal Hadirkan Snapdragon 8 Gen 5 dan Elite 2 Secara Bersamaan?

0

Telset.id – Jika Anda mengira Qualcomm sudah meninggalkan branding “Gen” untuk seri flagship-nya, bocoran terbaru mungkin akan mengejutkan. Rupanya, perusahaan chipset asal Amerika ini dikabarkan akan menghadirkan dua varian unggulan sekaligus: Snapdragon 8 Gen 5 dan Snapdragon 8 Elite 2. Sebuah langkah yang bisa jadi strategi segmentasi pasar yang cerdik—atau justru bikin pusing konsumen?

Berdasarkan informasi yang beredar, Qualcomm ternyata belum sepenuhnya meninggalkan nomenklatur “Gen” meski sudah memperkenalkan Snapdragon 8 Elite sebagai flagship tahun ini. SM8845, kode internal untuk Snapdragon 8 Gen 5, akan hadir berdampingan dengan SM8850 alias Snapdragon 8 Elite 2. Ini menandakan pertama kalinya kedua branding tersebut digunakan bersamaan dalam lini yang sama.

Dual Branding: Strategi atau Kebingungan?

Qualcomm sebenarnya sudah mencoba menyederhanakan penamaannya dengan menghilangkan “Gen” pada Snapdragon 8 Elite. Namun, kembalinya “Gen 5” dalam bocoran ini bisa menjadi sinyal bahwa perusahaan ingin lebih fleksibel dalam mengkategorikan produk-produk premiumnya. SM8845 sebelumnya sempat dikabarkan sebagai Snapdragon 8s Elite atau Snapdragon 8 Plus, menunjukkan posisinya sebagai chipset “hampir flagship”—lebih powerful dari mid-range tapi belum menyentuh level tertinggi.

Lalu, mengapa Qualcomm perlu melakukan ini? Jawabannya mungkin terletak pada persaingan yang semakin ketat. Dengan MediaTek terus mengejar performa flagship lewat Dimensity series, serta Samsung dan Google yang mengembangkan chipset in-house, Qualcomm perlu lebih lincah dalam mengisi berbagai segmen pasar. Hadirnya dua varian flagship sekaligus memungkinkan mereka menawarkan pilihan yang lebih beragam kepada produsen smartphone.

Kapan Semua Ini Akan Terungkap?

Qualcomm biasanya mengumumkan chipset terbarunya di Snapdragon Summit, yang tahun ini dijadwalkan berlangsung pada 23-25 September. Acara tersebut tidak hanya akan membeberkan detail tentang Snapdragon 8 Gen 5 dan Elite 2, tetapi juga kemungkinan generasi terbaru Snapdragon X untuk laptop. Jadi, tunggu saja—apakah Qualcomm benar-benar akan membawa kembali branding “Gen” atau ini hanya sekadar rumor yang salah tafsir?

Jika spekulasi ini terbukti benar, kita mungkin akan melihat lebih banyak varian smartphone premium dengan performa yang sedikit berbeda. Misalnya, Snapdragon 8 Elite 2 bisa menjadi andalan untuk seri ultra-premium seperti Samsung Galaxy S26 Ultra, sementara Snapdragon 8 Gen 5 mungkin dipakai untuk varian yang sedikit lebih terjangkau.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah dual branding ini akan memudahkan konsumen memilih atau justru menambah kebingungan? Beri tahu kami di kolom komentar!

AI Generatif Akan Ubah Produktivitas Manusia, Tapi Perlahan

0

Telset.id – Jika Anda mengira AI generatif hanya sekadar tren teknologi yang akan segera pudar, pikirkan lagi. Lembaga Federal Reserve (The Fed) baru-baru ini merilis penelitian yang menyatakan bahwa AI generatif bukanlah gelembung teknologi, melainkan penemuan revolusioner yang akan mengubah produktivitas manusia setara dengan listrik atau mikroskop. Namun, jalan menuju transformasi ini tak akan instan.

Dalam makalah terbaru yang diterbitkan oleh Dewan Gubernur The Fed, para peneliti menyimpulkan bahwa AI generatif memiliki karakteristik dua jenis teknologi yang secara historis memberikan dampak jangka panjang pada pertumbuhan produktivitas. Pertama, sebagai “teknologi serba guna” (general-purpose technology) seperti dinamo listrik atau komputer. Kedua, sebagai “penemuan metode penemuan” (invention of methods of invention) seperti mikroskop atau mesin cetak.

AI Generatif: Dinamo Listrik Era Digital?

Seperti dinamo listrik yang memicu gelombang inovasi turunan, AI generatif sudah menunjukkan tanda-tanda serupa. Contohnya, model khusus seperti LegalGPT untuk bidang hukum atau Microsoft Copilot yang meningkatkan produktivitas kantor. “Perusahaan-perusahaan digital native akan memimpin gelombang inovasi turunan ini,” tulis para peneliti The Fed.

Di sisi lain, AI generatif juga berperan seperti mikroskop—alat yang terus memperluas batas pengetahuan manusia. Teknologi ini telah digunakan dalam simulasi alam semesta, penemuan obat baru, dan riset ilmiah lainnya. Menariknya, sejak 2023, semakin banyak perusahaan yang menyebut AI dalam konteks penelitian dan pengembangan, menunjukkan bahwa integrasi AI ke dalam inovasi korporat sudah dimulai.

Transformasi Tak Instan: Tantangan Adopsi AI

Meski potensinya besar, The Fed mengingatkan bahwa dampak AI pada produktivitas akan datang perlahan. Tantangan terbesar saat ini bukanlah teknologi itu sendiri, melainkan adopsi oleh bisnis dan masyarakat. Survei menunjukkan bahwa penggunaan AI masih terkonsentrasi di perusahaan besar dan sektor tertentu seperti keuangan dan sains.

“Butuh waktu, investasi, dan teknologi pendukung seperti antarmuka pengguna, robotika, dan agen AI untuk membuat AI benar-benar berguna di seluruh ekonomi,” tulis para peneliti. Mereka membandingkannya dengan revolusi komputasi yang membutuhkan puluhan tahun sebelum akhirnya memicu lonjakan produktivitas.

Ekonom Goldman Sachs memperkirakan efek AI pada produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan PDB AS baru akan terlihat pada 2027, dengan puncaknya terjadi pada tahun 2030-an. Selain itu, The Fed memperingatkan risiko overinvestasi dalam infrastruktur seperti pusat data dan pembangkit listrik—mirip dengan krisis akibat overekspansi rel kereta api pada abad ke-19.

Meski demikian, keyakinan The Fed terhadap potensi transformatif AI generatif tetap kuat. Seperti robot Ugo yang membantu manusia di masa pandemi, AI generatif diprediksi akan menjadi mitra produktivitas jangka panjang. Pertanyaannya sekarang: seberapa cepat kita bisa beradaptasi?