Beranda blog Halaman 9

TikTok Blokir Hashtag #SkinnyTok, Upaya Cegah Konten Berbahaya

Telset.id – Platform media sosial TikTok baru-baru ini mengambil langkah tegas dengan memblokir hasil pencarian untuk hashtag #SkinnyTok. Keputusan ini muncul setelah kritik dari berbagai pihak yang menyoroti konten-konten di bawah tagar tersebut sebagai pemicu gangguan makan dan perilaku diet berisiko. Lantas, seberapa efektif langkah ini dalam melindungi pengguna?

Menurut laporan Reuters, TikTok secara diam-diam telah menghentikan tampilan hasil pencarian untuk #SkinnyTok. Tagar ini sebelumnya kerap dikaitkan dengan video yang mempromosikan standar tubuh tidak realistis, diet ekstrem, hingga konten berbahaya bagi kesehatan mental. Prancis menjadi salah satu negara yang paling vokal menentang keberadaan konten semacam ini. Menteri Negara Urusan Digital Prancis, Clara Chappaz, bahkan telah mengampanyekan pelarangan #SkinnyTok sejak April lalu.

“Video-video yang mempromosikan ketubuhan ekstrem ini sangat memprihatinkan dan sama sekali tidak bisa diterima,” tegas Chappaz. “Alat digital adalah kemajuan yang luar biasa untuk kebebasan berekspresi, tetapi jika disalahgunakan, mereka bisa menghancurkan hidup orang-orang… jejaring sosial tidak boleh lepas dari tanggung jawabnya.”

Efektivitas Pemblokiran: Solusi atau Sekadar Tempelan?

Meski langkah pemblokiran hashtag seperti #SkinnyTok patut diapresiasi, para ahli mempertanyakan efektivitasnya. Brooke Erin Duffy, profesor dari Cornell University, menyatakan bahwa pengguna yang ingin mencari konten serupa tetap bisa menemukan cara untuk menghindari sistem moderasi platform. “Pengguna itu cerdas. Mereka tahu bagaimana cara bekerja di sekitar platform dan menghindari sistem moderasi konten,” ujarnya kepada The New York Times.

Ini bukan pertama kalinya TikTok berupaya menangani konten yang berpotensi memicu gangguan makan. Pada 2020, mereka membatasi iklan yang dinilai “mempromosikan citra tubuh negatif atau berbahaya,” seperti aplikasi puasa dan suplemen penurunan berat badan. Kemudian pada 2021, TikTok bekerja sama dengan National Eating Disorder Association (NEDA) untuk menyediakan lebih banyak sumber daya bagi pengguna yang berjuang melawan gangguan makan.

Langkah TikTok: Progresif atau Setengah Hati?

Meski upaya TikTok patut diapresiasi, banyak yang menilai langkah-langkah tersebut masih bersifat reaktif dan tidak menyeluruh. Pemblokiran satu hashtag tidak serta-merta menghilangkan konten berbahaya dari platform. Pengguna bisa dengan mudah beralih ke tagar lain atau menggunakan eufemisme untuk menghindari deteksi.

Selain itu, TikTok juga menghadapi tekanan dari berbagai negara terkait konten berbahaya di platformnya. Seperti yang terjadi di AS dan India, di mana platform ini sempat menghadapi ancaman pemblokiran. Tantangan terbesar TikTok adalah menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan perlindungan pengguna, terutama kelompok rentan seperti remaja.

Langkah selanjutnya yang bisa diambil TikTok adalah memperkuat algoritma untuk mendeteksi konten berbahaya secara proaktif, bukan hanya mengandalkan pemblokiran hashtag. Selain itu, kolaborasi dengan ahli kesehatan mental dan organisasi terkait harus terus ditingkatkan untuk memberikan edukasi yang lebih baik kepada pengguna.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah pemblokiran hashtag seperti #SkinnyTok sudah cukup, atau TikTok perlu mengambil langkah lebih tegas? Simak terus perkembangan terbaru seputar TikTok dan kebijakan kontennya hanya di Telset.id.

Samsung Galaxy S25 Edge Lolos Uji Ketahanan Ekstrem, Begini Hasilnya

Telset.id – Ketika Samsung mengumumkan Galaxy S25 Edge sebagai smartphone flagship tertipis mereka, banyak yang meragukan daya tahan dan ketahanan baterainya. Namun, seperti biasa, JerryRigEverything datang dengan video uji ketahanan yang memuaskan rasa penasaran kita. Bagaimana hasilnya? Simak analisis mendalam berikut ini.

Galaxy S25 Edge memang ultra tipis dengan ketebalan hanya 5,8mm, tapi Samsung memainkan kartu titanium untuk memastikan ketangguhannya. YouTuber teknologi ternama, JerryRigEverything (Zack Nelson), membawa Galaxy S25 Edge melalui serangkaian uji ketahanan ekstrem, termasuk goresan, bakar, dan yang paling ditunggu—tes tekuk. Hasilnya? Bahkan Zack sendiri terkejut.

Titanium Frame: Kunci Ketangguhan Galaxy S25 Edge

Meski tipis, Galaxy S25 Edge tidak patah seperti yang banyak diprediksi. Alih-alih, hanya ada sedikit fleksibilitas saat ditekan hingga batas maksimal. Rangka titanium yang digunakan Samsung jelas menjadi faktor utama ketahanan strukturalnya. Ini membuktikan bahwa tipis tidak selalu berarti rapuh.

Selain tes tekuk, Zack juga memberikan penilaian yang cukup baik untuk tes gores dan bakar. Layar dan bodi Galaxy S25 Edge menunjukkan ketahanan yang mengesankan, meski tidak sepenuhnya kebal terhadap kerusakan. Namun, performanya tetap di atas rata-rata untuk smartphone sekelas flagship.

Persaingan dengan iPhone 17 Air

Apple dikabarkan sedang mengembangkan rival untuk Galaxy S25 Edge, yakni iPhone 17 Air, yang diklaim bahkan lebih tipis dengan ketebalan 5,5mm. Namun, apakah iPhone 17 Air akan sekuat Galaxy S25 Edge? Kita harus menunggu uji ketahanan dari Zack nanti tahun ini.

Sementara itu, Samsung telah membuktikan bahwa mereka tidak hanya fokus pada ketipisan, tetapi juga ketahanan. Jika Anda mencari smartphone flagship yang tipis namun tangguh, Galaxy S25 Edge layak dipertimbangkan.

Untuk update teknologi terbaru, jangan lupa kunjungi section Berita kami dan bergabung dengan komunitas Telegram Telset.id untuk informasi instan!

Nothing Phone (3) Resmi Dirilis 1 Juli: Spesifikasi dan Harga Bocor

Telset.id – Nothing, merek asal London yang dikenal dengan desain transparannya, akhirnya mengumumkan tanggal peluncuran resmi Nothing Phone (3). Smartphone flagship terbaru ini akan meluncur pada 1 Juli 2024, dengan harga mulai dari $799. Namun, satu pertanyaan besar masih menggantung: chipset apa yang akan menjadi jantung perangkat ini?

Nothing Phone (3) diproyeksikan sebagai lompatan besar bagi Nothing, yang sebelumnya lebih fokus pada segmen mid-range. Melalui akun X resminya, Nothing mengonfirmasi peluncuran pada 1 Juli, dengan spekulasi warna Black dan White sebagai opsi utama. Bocoran harga menunjukkan varian 12GB RAM + 256GB storage dijual seharga $799, sedangkan versi 16GB RAM + 512GB storage dibanderol $899—lebih murah sedikit dibandingkan pesaing seperti iPhone atau Samsung di kelas yang sama.

Misteri Chipset: Snapdragon 8 Gen 3 atau Elite?

Spekulasi mengenai chipset Nothing Phone (3) masih menjadi perdebatan. Beberapa sumber, termasuk bocoran dari Yogesh Brar, mengklaim bahwa perangkat ini akan menggunakan Snapdragon 8 Gen 3—chipset andalan flagship 2024. Namun, ada juga laporan yang menyangkal hal ini dan mengarah pada kemungkinan Snapdragon 8 Elite atau Snapdragon 8s Gen 4.

Pemilihan chipset ini sangat krusial karena Nothing Phone (3) harus bersaing dengan smartphone premium lain yang sudah menggunakan prosesor terbaik. Performa tinggi untuk gaming, multitasking, dan fitur berbasis AI menjadi tuntutan utama di kisaran harga $800-$900.

Spesifikasi Unggulan dan Desain yang Berubah?

Meski Nothing masih merahasiakan detail lengkap, bocoran terbaru mengindikasikan bahwa Nothing Phone (3) akan hadir dengan layar 6,77 inci LTPO AMOLED, kamera triple 50MP, dan baterai 5.000mAh yang mendukung pengisian cepat 100W wired dan 50W wireless. Yang menarik, ada desas-desus bahwa Nothing mungkin meninggalkan antarmuka Glyph yang menjadi ciri khas seri sebelumnya.

Jika benar, ini bisa menjadi langkah berani untuk membedakan diri dari pesaing seperti Coolpad atau merek lain yang juga menarget segmen premium. Namun, apakah penggemar Nothing siap dengan perubahan ini?

Dengan peluncuran yang semakin dekat, semua pertanyaan ini akan segera terjawab. Pantau terus Telset.id untuk update terbaru seputar Nothing Phone (3) dan berita teknologi terkini!

Samsung Galaxy Ring 2 Mulai Dikembangkan, Rilis 2026?

Telset.id – Jika Anda berpikir Samsung akan berpuas diri dengan kesuksesan Galaxy Ring generasi pertama, pikirkan lagi. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa raksasa teknologi asal Korea Selatan ini telah memulai pengembangan awal untuk Galaxy Ring 2, penerus smart ring yang baru diluncurkan pertengahan 2024 lalu.

Menurut laporan dari GalaxyClub, pengembangan generasi kedua masih dalam tahap sangat awal, sehingga kemungkinan besar tidak akan dirilis pada 2025. Alih-alih, perangkat ini diperkirakan akan meluncur bersamaan dengan seri Galaxy S26 tahun depan, atau bahkan lebih lambat. Ini bukanlah hal yang mengejutkan mengingat smart ring memiliki ruang upgrade yang lebih terbatas dibandingkan smartphone.

Fokus pada Penyempurnaan, Bukan Redesain Radikal

Samsung tampaknya lebih memilih pendekatan bertahap untuk Galaxy Ring 2. Daripada melakukan perubahan desain besar-besaran, perusahaan dikabarkan fokus pada tiga aspek utama: profil yang lebih ramping, akurasi sensor yang ditingkatkan, dan daya tahan baterai lebih lama. Sebuah paten terbaru juga mengungkap bahwa Samsung sedang mengeksplorasi desain fleksibel untuk memastikan sensor dapat menempel lebih sempurna di jari pengguna.

Yang lebih menarik, paten lain menunjukkan bahwa Samsung berencana mengubah Galaxy Ring menjadi perangkat input berbasis gerakan. Bayangkan saja, Anda bisa mengontrol laptop atau tablet hanya dengan gerakan tangan—fitur yang akan memperluas fungsi smart ring jauh melampaui sekadar pelacakan kesehatan.

Baterai Revolusioner untuk Performa Lebih Lama

Daya tahan baterai menjadi salah satu tantangan terbesar untuk perangkat wearable berukuran kecil seperti smart ring. Namun, laporan dari Money Today Korea mengungkap bahwa Samsung sedang mengembangkan baterai all-solid-state dengan kepadatan energi mencapai 360Wh/L—lonjakan signifikan dibandingkan baterai lithium-ion yang digunakan saat ini. Jika produksi massal sesuai jadwal, teknologi ini bisa menjadi andalan Galaxy Ring 2.

Sementara itu, Samsung tetap menjaga ketat detail spesifikasi dan desain Galaxy Ring 2. Satu-satunya gerakan terbaru mereka hanyalah peluncuran varian titanium hitam edisi terbatas dari Galaxy Ring pertama di Korea Selatan, sebagai bagian dari kampanye promosi bersama Galaxy S25 Edge.

Berbeda dengan smartphone yang membutuhkan pembaruan tahunan, smart ring lebih diuntungkan dengan penyempurnaan bertahap yang bermakna. Jika Galaxy Ring 2 benar-benar menghadirkan pelacakan kesehatan lebih akurat dan baterai tahan lama tanpa mengorbankan kenyamanan, Samsung bisa semakin mengukuhkan posisinya di pasar wearable yang masih terus berkembang.

Lenovo Watch S Resmi Dirilis: Smartwatch Murah dengan AMOLED dan Baterai Tahan Lama

Telset.id – Lenovo baru saja memperkenalkan anggota terbaru di jajaran wearable mereka, Lenovo Watch S. Smartwatch entry-level ini menawarkan spesifikasi mengesankan untuk harganya yang terjangkau, termasuk layar AMOLED dan ketahanan baterai hingga 10 hari. Seperti apa keunggulannya?

Di tengah maraknya smartwatch premium dengan harga selangit, Lenovo mengambil pendekatan berbeda. Watch S hadir sebagai opsi terjangkau tanpa mengorbankan fitur esensial. Dengan harga sekitar Rp1 juta (konversi dari 499 Yuan), perangkat ini siap bersaing di segmen smartwatch murah terbaik.

Desain Premium dengan Fitur Lengkap

Lenovo Watch S mengusung layar circular AMOLED 1,43 inci beresolusi 466 x 466 piksel yang dikelilingi bingkai stainless steel. Desain ini memberikan kesan premium yang jarang ditemukan di smartwatch kelas entry-level. Pengguna bisa memilih antara strap silikon atau varian kulit dengan koneksi magnetik.

Daya tahan baterai menjadi salah satu senjata utama Watch S. Dengan kapasitas 300mAh, Lenovo mengklaim smartwatch ini bisa bertahan 7-10 hari tergantung intensitas penggunaan. Angka ini cukup impresif mengingat layar AMOLED yang biasanya lebih boros daya dibanding LCD.

Fitur Kesehatan dan Olahraga Komprehensif

Tak ketinggalan, Lenovo membekali Watch S dengan berbagai sensor kesehatan. Smartwatch ini mampu memantau detak jantung, kualitas tidur, hingga menghitung kalori yang terbakar. Terdapat juga fitur SOS darurat yang bisa menjadi penyelamat dalam situasi kritis.

Untuk penggemar olahraga, Watch S mendukung lebih dari 70 mode aktivitas. Dari lari, renang (dengan rating IP68), hingga yoga – semua bisa dilacak dengan akurat. Bluetooth 5.3 memastikan koneksi stabil ke smartphone, sementara penyimpanan internal memungkinkan pemutaran musik langsung dari perangkat.

Lenovo sepertinya belajar dari pengalaman sebelumnya dengan produk wearable mereka. Seperti pernah kami laporkan dalam artikel Smartwatch Lenovo Ini jadi “Gadget yang Mengerikan”, perusahaan kini lebih fokus pada keseimbangan antara harga dan kualitas.

Ketersediaan dan Persaingan Pasar

Saat ini Lenovo Watch S baru tersedia di pasar China dengan harga 499 Yuan (sekitar Rp1 juta). Belum ada konfirmasi resmi mengenai peluncuran global, meski permintaan untuk smartwatch terjangkau dengan spesifikasi bagus terus meningkat.

Kehadiran Watch S semakin memperkuat posisi Lenovo di pasar wearable. Seperti dilaporkan dalam artikel Pengiriman PC dan Laptop Naik 5%, Lenovo Pimpin Pasar Global, perusahaan asal China ini terus menunjukkan ekspansi produknya di berbagai segmen teknologi.

Dibandingkan produk sejenis dari Xiaomi atau Realme, Lenovo Watch S menawarkan nilai lebih dengan layar AMOLED dan desain premium. Namun tantangannya adalah membangun ekosistem yang solid, mengingat dominasi Apple Watch dan Wear OS di pasar global.

Sembari menunggu kabar peluncuran global, Lenovo tampaknya tak berhenti berinovasi. Baru-baru ini mereka juga merilis jam meja pintar yang bisa dikontrol suara, menunjukkan komitmen mereka di segmen perangkat wearable dan IoT.

Dengan harga terjangkau dan fitur lengkap, Lenovo Watch S berpotensi menjadi alternatif menarik bagi yang ingin memiliki smartwatch berkualitas tanpa merogoh kocek terlalu dalam. Tinggal menunggu kejelasan ketersediaan global dan kompatibilitas yang lebih luas dengan berbagai perangkat.

Nokia Perkenalkan Beacon 4 & 9: Router Wi-Fi 7 untuk Rumah Masa Depan

Telset.id – Di tengah gencarnya ekspansi jaringan fiber multi-gigabit global, Nokia menghadirkan solusi baru dengan meluncurkan dua router Wi-Fi 7 terbaru: Beacon 4 dan Beacon 9. Keduanya dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan konektivitas rumah modern yang semakin kompleks.

Wi-Fi 7 sendiri merupakan teknologi nirkabel generasi terbaru yang menjanjikan kecepatan lebih tinggi, latensi lebih rendah, dan efisiensi spektrum lebih baik dibanding pendahulunya. Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel sebelumnya, standar ini mulai diadopsi secara masif pada perangkat konsumen tahun ini.

Nokia Beacon 9

Spesifikasi Teknis: Dual-Band vs Tri-Band

Beacon 4 hadir sebagai opsi lebih kompak dengan konfigurasi dual-band (2.4GHz dan 5GHz) menggunakan teknologi MIMO 2×2. Router ini mampu mencapai kecepatan hingga 3.6Gbps dengan cakupan area hingga 250 meter persegi. Fitur unggulannya termasuk dukungan bandwidth 160MHz dan port 2.5GbE WAN plus dua port LAN 1GbE.

Sementara itu, Beacon 9 menawarkan pengalaman lebih premium dengan arsitektur tri-band yang menambahkan spektrum 6GHz. Kecepatan maksimalnya mencapai 9.4Gbps berkat dukungan channel 320MHz yang masih langka di kelas non-flagship. Cakupan areanya sedikit lebih luas (280m²) dengan port lebih variatif: satu 2.5GbE WAN, satu 2.5GbE LAN, dan satu 1GbE LAN tambahan.

Desain Minimalis dengan Platform Cerdas

Kedua router mengusung filosofi desain Nordik yang minimalis dengan garis-garis bersih dan estetika netral. Beacon 4 (126.5 x 160 x 43mm) dirancang untuk diletakkan di meja atau rak, sementara Beacon 9 (173.5 x 140 x 71.5mm) memiliki dimensi lebih besar namun tetap elegan dengan finishing matte dan lekukan halus.

Yang menarik, keduanya menjalankan platform Corteca milik Nokia. Seperti teknologi MediaTek T750 yang kami ulas sebelumnya, solusi ini memungkinkan operator telekomunikasi mengelola jaringan rumah secara remote, mendorong pembaruan perangkat lunak, dan men-deploy fitur baru melalui Corteca App Store – mengurangi panggilan layanan dan meningkatkan visibilitas jaringan.

Meski belum mengungkap harga ritel, Nokia menyatakan kedua model ini akan didistribusikan terutama melalui bundel paket internet operator. Mereka melengkapi lini produk Wi-Fi 7 Nokia yang sebelumnya sudah mencakup Beacon 19 dan Beacon 24, menawarkan pilihan beragam untuk berbagai kebutuhan dan anggaran.

Dengan hadirnya perangkat seperti ini, apakah kita akan melihat perubahan signifikan dalam kebiasaan berinternet rumah tangga? Mengingat pembatasan konten tertentu seperti yang diberlakukan pada Wi-Fi publik, mungkin router rumah akan menjadi pusat hiburan digital yang lebih personal di masa depan.

Guru Khawatir AI Rusak Kemampuan Belajar Siswa

0

Telset.id – Penggunaan kecerdasan buatan (AI) generatif di kalangan pelajar dan mahasiswa mulai menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pendidik. Sejumlah guru melaporkan penurunan kemampuan kritis siswa akibat ketergantungan pada alat seperti ChatGPT dan Copilot.

Robert W. Gehl, Ketua Riset Tata Kelola Digital untuk Keadilan Sosial di York University, Toronto, menyatakan AI generatif berdampak destruktif bagi proses belajar. “Siswa mendengar larangan menggunakan AI dari dosen, tapi universitas justru bermitra dengan Microsoft atau Google yang mempromosikan Copilot untuk merangkum bacaan,” ujarnya seperti dilaporkan 404 Media.

Seorang guru SMA di Oklahoma menemukan tugas bahasa Spanyol berisi kalimat aneh seperti “This summary meets the requirements of the prompt”. “Mereka bahkan tidak bisa membaca hasil kerja sendiri karena menggunakan AI,” katanya. Kasus serupa terjadi di Philadelphia, dimana siswa diam-diam menggunakan chatbot saat diskusi online.

Dampak Kognitif yang Mengkhawatirkan

Penelitian Microsoft dan Carnegie Mellon membuktikan semakin tinggi ketergantungan pada AI, semakin tumpul kemampuan analisis kritis. Temuan ini sejalan dengan laporan Telset.id sebelumnya tentang dampak mengerikan AI terhadap kecerdasan manusia.

Solusi di Tengah Dilema

Ben Prytherch, profesor statistik Colorado State University, menemukan peningkatan signifikan saat beralih ke ujian tertulis di kelas. “Ternyata mereka tetap bisa menulis tanpa AI,” ujarnya. Namun solusi ini tidak menjawab masalah kolaborasi institusi pendidikan dengan raksasa teknologi seperti diungkap dalam artikel Telset.id tentang ekspansi infrastruktur AI Google.

Nathan Schmidt, dosen dan editor Gamers With Glasses, melihat ChatGPT bukan masalah tunggal. “Ini gejala budaya dimana konsumsi pasif dan regurgitasi konten menjadi norma,” katanya. Fenomena ini memperkuat urgensi regulasi ketat AI di sektor pendidikan.

Lautan Dunia Semakin Gelap, Ancaman Baru bagi Kehidupan Laut

Telset.id – Lebih dari seperlima lautan dunia mengalami penggelapan selama dua dekade terakhir, menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Global Change Biology. Fenomena ini mengancam zona fotik—lapisan teratas laut tempat 90% kehidupan laut bergantung pada sinar matahari.

Tim peneliti dari University of Plymouth dan University of Exeter menganalisis data satelit NASA selama 20 tahun (2003–2022). Hasilnya, 21% lautan global menjadi lebih gelap, dengan kedalaman zona fotik menyusut hingga 100 meter di beberapa area. Wilayah terdampak terparah mencakup kawasan Arktik dan Antartika, di mana perubahan iklim telah mengubah ekosistem secara drastis.

“Ini mengurangi ruang hidup bagi organisme yang bergantung pada cahaya untuk bertahan hidup dan bereproduksi,” jelas Thomas Davies, penulis utama studi sekaligus profesor konservasi laut di University of Plymouth. Ia menambahkan, zona fotik sangat vital bagi rantai makanan laut, penyerapan karbon, dan produksi oksigen bumi.

Penyebab yang Kompleks

Para ilmuwan belum menemukan penyebab tunggal penggelapan ini. Di dekat pesisir, sedimentasi dan polusi diduga menjadi faktor utama. Namun, di laut lepas, perubahan sirkulasi air laut dan peningkatan material organik diduga berkontribusi. Studi ini juga mencatat bahwa 10% lautan justru menjadi lebih terang, menunjukkan dinamika yang kompleks.

Davies menekankan, temuan ini harus menjadi peringatan serius. Zona fotik mendukung perikanan global, menyerap 30% emisi karbon buatan manusia, dan menghasilkan separuh oksigen bumi. “Dampaknya bisa sangat buruk bagi kesehatan planet,” ujarnya.

Penelitian sebelumnya telah mengaitkan perubahan warna permukaan laut dengan pergeseran komunitas plankton. Namun, studi terbaru ini adalah yang pertama mengukur perubahan kedalaman penetrasi cahaya secara global. Perusahaan Wajib Dengar Kata Ilmuwan untuk Atasi Perubahan Iklim menjadi semakin mendesak mengingat temuan ini.

Ahli biogeokimia laut Tim Smyth menambahkan, penggelapan lautan mungkin mempercepat dampak perubahan iklim. “Jika produktivitas plankton menurun, lautan akan menyerap lebih sedikit karbon,” katanya. Hal ini berpotensi memicu Perubahan Iklim Bikin Angin Topan Semakin Kuat dan gangguan iklim lainnya.

Ilmuwan Ciptakan Plastik Hidup dari Jamur, Ramah Lingkungan

Telset.id – Para ilmuwan di Swiss berhasil menciptakan material alternatif plastik yang hidup dan terbuat dari jamur. Material baru ini disebut “living fiber dispersions” (LFD) dan dikembangkan menggunakan serat dari jamur split-gill (Schizophyllum commune).

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Swiss Federal Laboratories for Materials Science and Technology (Empa). Mereka memanfaatkan miselium, struktur mirip akar pada jamur, yang biasanya digunakan untuk kemasan ramah lingkungan, tekstil, hingga bahan bangunan.

Berbeda dengan metode konvensional yang membersihkan serat miselium secara kimia, tim Empa membiarkannya tetap utuh dan tumbuh bersama matriks ekstraseluler. “Ini adalah jaringan makromolekul, protein, dan zat biologis lain yang memberi struktur pada jamur,” jelas peneliti Empa Ashutosh Sinha.

Material Serbaguna dan Stabil

Material berbentuk gel ini bisa dikeringkan menjadi lembaran tipis tahan sobek untuk tas belanja ramah lingkungan. Selain itu, LFD juga berfungsi sebagai pengemulsi alami untuk produk makanan atau kosmetik.

Karena berbahan dasar jamur split-gill yang bisa dimakan, produk turunannya aman dikonsumsi dan diaplikasikan pada kulit. Keunikan lain: material ini tetap “hidup” sehingga semakin stabil seiring waktu.

Solusi Krisis Plastik Global

Temuan ini menjadi angin segar di tengah krisis polusi plastik. Seperti dilaporkan dalam studi terbaru, mikroplastik telah mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Kasus seperti ikan terkontaminasi plastik semakin memperkuat urgensi bahan alternatif. Dengan sifatnya yang biodegradable, material berbasis jamur ini menawarkan solusi berkelanjutan.

Penelitian Empa masih terus dikembangkan untuk aplikasi skala industri. Inovasi ini membuka peluang baru dalam produksi material ramah lingkungan tanpa mengorbankan performa.

Produksi Lithium Sulfida untuk Baterai Solid-State Lebih Murah dan Efisien

Telset.id – Sebuah terobosan baru dalam produksi lithium sulfida untuk baterai solid-state berhasil ditemukan. Metode ini mampu memangkas biaya, panas, dan kompleksitas produksi, membuka jalan bagi pengembangan baterai generasi berikut yang lebih efisien dan terjangkau.

Lithium sulfida merupakan material kritis untuk baterai solid-state, namun produksinya selama ini membutuhkan input bahan berkemurnian tinggi dan suhu ekstrem. Proses konvensional ini tidak hanya mahal tetapi juga sulit untuk ditingkatkan skalanya. Kini, perusahaan Kanada, Standard Lithium dan Telescope Innovations, mengembangkan metode baru bernama DualPure yang beroperasi pada suhu di bawah 100°C.

A sample of battery-grade lithium sulfide produced using DualPure process.

“Proses ini memungkinkan kami mengubah bahan kimia lithium menjadi lithium sulfida berkualitas tinggi dengan biaya lebih rendah dan risiko keamanan yang minimal,” ujar Dr. Andy Robinson, Presiden dan COO Standard Lithium, dalam pernyataan resmi.

Metode DualPure dapat memproses berbagai jenis bahan baku lithium, termasuk hidroksida dan karbonat teknis, sehingga mengurangi kebutuhan energi dan menyederhanakan peralatan produksi. Selain itu, teknologi ini juga mampu mengonversi lithium karbonat dan lithium hidroksida menjadi lithium sulfida tingkat baterai dengan konsistensi tinggi.

Batch awal lithium sulfida yang diproduksi dengan metode ini telah dikirim ke produsen baterai di Asia dan Amerika Utara untuk pengujian dan validasi. Langkah ini menandai evaluasi pelanggan pertama terhadap lithium sulfida yang dihasilkan melalui proses inovatif tersebut.

Baterai solid-state dianggap sebagai generasi berikutnya setelah baterai lithium-ion. Berbeda dengan lithium-ion yang menggunakan elektrolit cair yang berisiko bocor dan mengalami thermal runaway, baterai solid-state menggunakan elektrolit padat yang meningkatkan stabilitas dan mengurangi bahaya kebakaran.

Baterai jenis ini menjanjikan kepadatan energi yang lebih besar, pengisian daya lebih cepat, dan peningkatan keamanan. Namun, adopsi massal selama ini terhambat oleh tantangan teknis dan material, terutama sulitnya mendapatkan lithium sulfida dengan harga terjangkau dan dalam skala besar.

Proses DualPure mengatasi hambatan ini dengan kemampuan bekerja menggunakan bahan baku berkualitas lebih rendah, toleransi terhadap ketidakmurnian, operasi pada suhu rendah, dan penghindaran risiko termal yang sering terjadi pada metode konvensional.

Permintaan lithium sulfida diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 50-67 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan lithium karbonat (11-15 persen) dan lithium hidroksida (10-15 persen).

Telescope saat ini sedang berdiskusi dengan produsen lithium, pembuat baterai, dan investor strategis untuk mempercepat peluncuran komersial teknologi ini. Perusahaan juga mengeksplorasi kesepakatan lisensi dan program pengembangan bersama untuk membangun rantai pasok lithium sulfida yang scalable.

Perkembangan ini datang di saat yang tepat, ketika raksasa baterai seperti Toyota, Panasonic, dan CATL berlomba-lomba mengkomersialkan teknologi solid-state untuk memenuhi permintaan produk generasi berikutnya.

Dengan terobosan ini, industri baterai solid-state kini memiliki solusi yang lebih aman, murah, dan scalable untuk memenuhi kebutuhan material kritis mereka, membuka jalan bagi adopsi yang lebih luas di berbagai sektor termasuk kendaraan listrik, perangkat portabel, dan sistem penyimpanan energi jaringan.

AI Synapse Bertenaga Cahaya Tiru Penglihatan Manusia, Akurasi 82%

0

Telset.id – Para ilmuwan di Jepang berhasil menciptakan sinapsis AI bertenaga cahaya yang mampu mengenali warna dengan akurasi mendekati kemampuan mata manusia. Teknologi revolusioner ini dikembangkan oleh tim dari Tokyo University of Science dan mencapai tingkat akurasi 82% dalam pengujian.

Dipimpin oleh Associate Professor Takashi Ikuno dari Departemen Teknik Sistem Elektronik, perangkat ini dirancang untuk mengatasi tantangan utama dalam sistem visi mesin konvensional: konsumsi daya tinggi dan kebutuhan komputasi besar. “Hasil ini membuka potensi besar untuk aplikasi sistem AI hemat daya dengan kemampuan pengenalan visual,” jelas Ikuno dalam pernyataan resmi.

AI synapse yang meniru penglihatan manusia

Cara Kerja Inovatif

Perangkat ini meniru cara kerja sinapsis biologis – penghubung antar neuron yang bereaksi terhadap rangsangan visual. Bedanya, sistem ini sepenuhnya bertenaga cahaya tanpa memerlukan sumber energi eksternal.

Tim peneliti mengintegrasikan dua sel surya peka warna (dye-sensitized solar cells/DSSCs) yang dirancang merespons panjang gelombang cahaya berbeda. Ketika terkena cahaya biru, sinapsis menghasilkan respons tegangan positif, sementara cahaya merah menghasilkan respons negatif.

Aplikasi Potensial

Dalam pengujian, sistem ini berhasil membedakan warna dengan resolusi 10 nanometer di seluruh spektrum cahaya tampak – tingkat presisi yang mendekati kemampuan mata manusia. Ketika diintegrasikan ke dalam jaringan komputasi untuk mengenali gerakan manusia, sistem mencapai akurasi 82% dengan hanya menggunakan satu sinapsis.

Teknologi ini berpotensi merevolusi berbagai industri. Di bidang otomotif, sistem visi hemat daya dapat meningkatkan deteksi rambu lalu lintas dan pejalan kaki. Di bidang kesehatan, teknologi ini bisa digunakan untuk perangkat wearable yang memantau kadar oksigen darah dengan konsumsi energi minimal.

Seperti perkembangan terbaru di bidang Neuralink yang berencana implan chip ke otak manusia, terobosan ini menunjukkan percepatan inovasi di antarmuka antara biologi dan teknologi.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports dan diharapkan dapat menginspirasi pengembangan lebih lanjut di bidang sensor optik untuk kendaraan otonom, sensor biometrik medis, dan perangkat pengenalan portabel.

Alasan Nyata Orang Enggan Pakai AI, Bukan Hanya Takut Digantikan

0

Telset.id – Kecerdasan buatan generatif (GenAI) kini merambah berbagai bidang, namun tidak semua orang bersedia mengadopsinya. Menurut penelitian terbaru dari Brigham Young University (BYU), kekhawatiran utama bukan hanya soal AI menggantikan pekerjaan manusia atau menjadi terlalu cerdas.

Profesor Jacob Steffen dan Taylor Wells dari BYU menemukan empat alasan utama orang memilih tidak menggunakan GenAI. “Ketika orang memilih untuk tidak memakai sesuatu, biasanya ada banyak pertimbangan di baliknya,” kata Steffen, profesor sistem informasi di Marriott School of Business.

Kekhawatiran Utama Pengguna

Penelitian ini dilakukan melalui dua survei terpisah. Hasilnya mengungkap empat alasan dominan:

  • Kualitas output: Ketidakpercayaan terhadap akurasi dan keandalan hasil AI
  • Etika: Kekhawatiran bahwa penggunaan AI bisa melanggar hukum atau tidak jujur
  • Risiko: Ketakutan akan keamanan data dan privasi
  • Interaksi manusia: Persepsi bahwa komunikasi dengan AI terasa artifisial dan kurang bermakna

Kekhawatiran ini muncul dalam berbagai konteks, mulai dari mengerjakan tugas sekolah hingga membuat keputusan hidup penting. “Jika Anda memakai GenAI untuk semua tugas, pekerjaan cepat selesai tapi Anda tidak belajar apa-apa,” ujar Wells.

AI Sebagai Alat, Bukan Pengganti

Steffen menganalogikan GenAI seperti palu—berguna dalam konteks tepat tapi bisa kontraproduktif jika dipakai sembarangan. “Jika digunakan benar, GenAI bisa menjadi alat pembelajaran terhebat yang pernah ada,” katanya.

Penelitian ini diharapkan bisa membantu masyarakat memilih kapan AI tepat digunakan. “Pertimbangkan tujuan Anda: untuk belajar, menyelesaikan pekerjaan cepat, atau hadiah untuk orang lain? Ini membantu menentukan kapan AI sebaiknya dipakai,” jelas Steffen.

Seperti kasus modus SMS masking yang memanfaatkan teknologi, penggunaan AI juga memerlukan pertimbangan etis dan keamanan. Temuan BYU ini dipublikasikan dalam studi berjudul “Resistance to Generative AI: Investigating the Drivers of Non-Use”.