Beranda blog Halaman 18

MediaTek Dimensity 9500: Chipset Flagship dengan AI Terdepan dan Performa Gaming Konsol

0

Telset.id – Bayangkan smartphone yang tidak hanya memahami perintah Anda, tetapi benar-benar memprediksi kebutuhan Anda. Sebuah perangkat yang menghadirkan pengalaman gaming setara konsol next-gen, sekaligus menjanjikan efisiensi baterai yang sebelumnya mustahil untuk kelas flagship. Itulah janji MediaTek Dimensity 9500, chipset yang baru saja diumumkan dan siap mengubah lanskap ponsel pintar 2025.

MediaTek, raksasa semikonduktor asal Taiwan, resmi meluncurkan Dimensity 9500 sebagai jawaban atas tuntutan pasar akan perangkat yang lebih cerdas, lebih cepat, dan lebih personal. Chipset ini bukan sekadar upgrade generasi biasa—ini adalah lompatan signifikan dalam arsitektur prosesor, AI on-device, dan efisiensi daya. Jika Anda mengira pertarungan chipset flagship tahun ini hanya soal clock speed, siap-siap terkejut.

Di balik semua klaim performa ini, ada desain revolusioner yang mungkin belum pernah Anda dengar: arsitektur All Big Core generasi ketiga. MediaTek meninggalkan pendekatan tradisional dengan core efisiensi dan beralih ke konfigurasi yang sepenuhnya berfokus pada performa tinggi, namun dengan optimasi daya yang cerdas. Hasilnya? Single-core 29% lebih cepat dan multi-core 16% lebih perkasa dibanding pendahulunya, dengan penghematan daya hingga 55% pada performa puncak. Bayangkan bermain game berat selama berjam-jam tanpa harus khawatir baterai terkuras separuh jalan.

AI yang Benar-Benar “Hidup” dan Proaktif

Di era dimana AI menjadi buzzword setiap produsen chipset, MediaTek datang dengan pendekatan yang berbeda. Mereka tidak hanya menawarkan AI yang cepat, tetapi AI yang “agentic”—sebuah sistem yang aktif berpikir dan membantu pengguna tanpa diminta. Generative AI Engine 2.0 pada NPU generasi kesembilan menghadirkan kemampuan pemrosesan bahasa alami dengan 3 miliar parameter yang 100% lebih cepat, pemrosesan teks panjang 128K token, dan bahkan generasi gambar 4K—yang pertama di industri.

Yang lebih menarik, Dimensity 9500 memperkenalkan teknologi BitNet 1-bit yang mengurangi konsumsi daya AI hingga 25%. Artinya, fitur-fitur AI bisa berjalan lebih lama tanpa membebani baterai. NPU yang efisien ini juga memungkinkan model kecil yang “selalu aktif”, memangkas daya hingga lebih dari 40% untuk tugas-tugas AI ringan seperti pengenalan suara atau prediksi teks.

Gaming Konsol di Genggaman Tangan

Bagi para gamer, Dimensity 9500 adalah kabar gembira. Dengan GPU Arm G1-Ultra, chipset ini menawarkan peningkatan performa puncak hingga 33% dan efisiensi daya 42% lebih baik. Tidak hanya itu, MediaTek menghadirkan interpolasi frame rate ganda hingga 120FPS dan dukungan ray tracing tingkat konsol. Kolaborasi dengan studio game terkemuka serta dukungan untuk MegaLights di Unreal Engine 5.6 dan Nanite di Unreal Engine 5.5 memastikan pengalaman gaming yang imersif dan visual yang memukau.

JC Hsu, Corporate Senior Vice President MediaTek, menegaskan bahwa chipset ini dirancang untuk memenuhi ekspektasi konsumen akan perangkat yang lebih pintar dan lebih responsif. “MediaTek Dimensity 9500 memberikan terobosan dalam AI on-device, performa, dan efisiensi daya,” ujarnya dalam pengumuman resmi.

Tidak Hanya Performa, Tapi Juga Efisiensi Sehari-hari

Di luar gaming dan AI, Dimensity 9500 membawa sejumlah inovasi yang membuat pengalaman sehari-hari lebih mulus. Dengan dukungan 4-saluran UFS4.1—yang pertama di industri—kecepatan baca/tulis storage digandakan, mempercepat pemuatan model AI besar hingga 40%. Dimensity scheduler generasi kedua mengelola sumber daya dengan lebih cerdas, memastikan responsivitas tetap lancar bahkan under load.

Di sisi imaging, Imagiq 1190 mendukung pra-pemrosesan domain RAW, pengambilan gambar hingga 200MP, dan video potret sinematik 4K 60FPS. Untuk konektivitas, teknologi komunikasi bertenaga AI mengurangi konsumsi daya hingga 10% dalam skenario 5G dan 20% dalam skenario Wi-Fi, sementara 5CC carrier aggregation meningkatkan bandwidth sebesar 15%.

Sebagai informasi, pertarungan sengit antara MediaTek Dimensity 9500 dan Snapdragon 8 Elite 2 diprediksi akan memanas di akhir tahun ini. Beberapa bocoran benchmark sebelumnya bahkan menunjukkan keunggulan Dimensity 9500 hingga 17% dibandingkan rivalnya. Kabarnya, MediaTek mungkin akan lebih dulu merilis chipset ini dibandingkan kompetitor.

Smartphone flagship bertenaga MediaTek Dimensity 9500 diperkirakan akan mulai tersedia di pasar pada kuartal keempat 2025. Dengan semua inovasi yang dibawa, chipset ini tidak hanya menaikkan standar performa, tetapi juga mendefinisikan ulang apa yang mungkin dilakukan oleh sebuah smartphone.

Galaxy Z Fold7: HP Lipat Terbaik untuk Gaming Tanpa Kompromi

0

Telset.id – Bayangkan bisa bermain game mobile dengan layar sebesar tablet, namun tetap muat di saku celana. Itulah yang ditawarkan Samsung Galaxy Z Fold7 – bukan sekadar smartphone lipat, melainkan revolusi pengalaman gaming mobile yang sesungguhnya. Dengan dukungan Gemini AI dan chipset Snapdragon 8 Elite for Galaxy, perangkat ini menjawab kebutuhan gamer modern yang menginginkan performa tangguh dan kenyamanan maksimal.

Di era di mana mobile gaming bukan lagi sekadar hiburan sampingan, melainkan bagian dari gaya hidup, Samsung menghadirkan solusi yang tidak hanya powerful tetapi juga intuitif. Galaxy Z Fold7 bukan cuma tentang spesifikasi mentah, melainkan bagaimana teknologi tersebut diintegrasikan secara harmonis untuk menciptakan pengalaman bermain yang seamless, bahkan di sela-sela kesibukan harian Anda.

Lantas, apa yang membuat Galaxy Z Fold7 layak disebut sebagai smartphone gaming terbaik saat ini? Mari kita telusuri lebih dalam.

Gemini AI: Asisten Pribadi yang Mengubah Cara Anda Bermain Game

Bermain game di Galaxy Z Fold7 terasa seperti memiliki co-pilot yang selalu siap membantu. Fitur Circle to Search memungkinkan Anda mencari strategi, tips, atau informasi tentang karakter game tanpa harus keluar dari aplikasi. Cukup lingkari elemen yang ingin Anda ketahui, dan dalam hitungan detik, Gemini AI akan menyajikan jawabannya langsung di atas layar game. Tidak perlu lagi membuka browser atau aplikasi pihak ketiga yang mengganggu immersion permainan.

Kevin Anggara, content creator dan entrepreneur, membagikan pengalamannya: “Waktu main game saya terbatas, jadi butuh solusi instan. Gemini AI di Fold7 seperti asisten pribadi yang jawab pertanyaan gaming dengan cepat, tanpa perlu keluar game!”

Bagi pemula, fitur ini sangat membantu. Cukup berikan perintah sederhana seperti “Saya pemula Genshin Impact, beri tips naik level cepat”, dan Gemini AI akan memberikan panduan lengkap. Ini bukan sekadar fitur pencarian, melainkan transformasi cara berinteraksi dengan konten game.

Desain Tipis dan Ringan: Gaming Nyaman di Segala Situasi

Dengan ketebalan hanya 8.9mm saat tertutup dan bobot 215g, Galaxy Z Fold7 dirancang untuk penggunaan extended gaming session tanpa menyebabkan kelelahan. Bandingkan dengan kebanyakan smartphone gaming yang cenderung tebal dan berat – Fold7 justru mengutamakan ergonomi tanpa mengorbankan performa.

Layar utama 8 inci Dynamic AMOLED 2X dengan refresh rate 120Hz dan Vision Booster hingga 2.600 nits memastikan visual yang tajam dan responsif, bahkan di bawah sinar matahari langsung. UTG (Ultra Thin Glass) yang 50% lebih tebal dari generasi sebelumnya memberikan ketahanan ekstra, sementara engsel yang telah teruji 500.000 kali lipatan menjamin durability untuk penggunaan intensif.

Verry Octavianus dari Samsung Indonesia menegaskan: “Inovasi pada Fold7 dirancang untuk memenuhi ekspektasi konsumen akan perangkat premium yang serba bisa.” Dan memang, perangkat ini berhasil menggabungkan produktivitas dan hiburan dalam satu paket yang elegan.

Snapdragon 8 Elite for Galaxy: Kekuatan di Balik Layar

Di balik pengalaman gaming yang mulus, terdapat chipset Snapdragon 8 Elite for Galaxy yang menghadirkan performa maksimal untuk game-game berat sekalipun. Tidak ada lag, tidak ada dropped frames – hanya gameplay yang konsisten dan responsif.

Fitur Multi-Window memungkinkan Anda menonton tutorial sambil bermain, atau mencatat strategi tanpa harus switch antara aplikasi. Bagi profesional yang juga pecandu game, fitur ini merupakan game-changer yang sesungguhnya.

Seperti yang diungkapkan dalam 5 Tren Teknologi HP Flagship 2024, integrasi AI dan performa gaming menjadi fokus utama produsen smartphone. Galaxy Z Fold7 tidak hanya mengikuti tren, tetapi menetapkan standar baru.

Dengan harga mulai Rp28.499.000 untuk varian 12GB/256GB, Fold7 memang berada di segmen premium. Namun, mengingat fitur dan performa yang ditawarkan, investasi ini sepadan bagi mereka yang menginginkan pengalaman gaming tanpa kompromi.

Galaxy Z Fold7 membuktikan bahwa masa depan mobile gaming tidak hanya tentang angka benchmark, tetapi tentang bagaimana teknologi dapat membuat pengalaman bermain menjadi lebih manusiawi, intuitif, dan menyenangkan. Inilah smartphone yang memahami bahwa gamer modern tidak hanya menginginkan performa, tetapi juga kenyamanan dan kemudahan.

Jadi, masih ragu memilih smartphone untuk kebutuhan gaming Anda? Mungkin sudah saatnya beralih ke era baru gaming mobile dengan Galaxy Z Fold7.

BYD U9 Extreme Pecahkan Rekor Mobil Tercepat, Geser Bugatti Chiron

0

Telset.id – Bayangkan duduk di dalam sebuah mobil yang melesat dengan kecepatan hampir 500 km per jam—lebih cepat dari kebanyakan pesawat kecil saat lepas landas. Itulah yang baru saja dilakukan oleh BYD dengan hypercar listrik terbaru mereka, YangWang U9 Extreme, yang secara resmi memecahkan rekor mobil produksi tercepat di dunia yang sebelumnya dipegang oleh Bugatti Chiron Super Sport 300+.

Selama siaran langsung dari Automotive Testing Papenburg di Jerman, U9 Extreme mencatat kecepatan puncak yang benar-benar memusingkan: 496,22 km per jam, atau sekitar 308,33 mil per jam. Angka ini sedikit lebih tinggi dari rekor sebelumnya milik Bugatti, yang mencapai 304,77 mph pada tahun 2019. Meskipun rekor resmi biasanya dihitung berdasarkan rata-rata dua arah, pencapaian U9 Extreme ini tetap sangat signifikan, mengingat Bugatti juga hanya mencatatkan kecepatan satu arah saat memecahkan rekor.

Mengapa hal ini penting? Karena ini bukan sekadar soal kecepatan, melainkan bukti bahwa kendaraan listrik tidak lagi hanya ramah lingkungan, tetapi juga mampu bersaing—bahkan mengungguli—mesin pembakaran internal terhebat sekalipun. Seperti yang pernah kita lihat dalam video Tesla yang mengalahkan supercar, revolusi elektrik sudah tiba, dan BYD sedang memimpinnya dengan langkah besar.

BYD YangWang U9 Extreme saat uji kecepatan di sirkuit

Lalu, apa rahasia di balik performa luar biasa U9 Extreme? Hypercar ini dilengkapi dengan empat motor listrik yang bersama-sama menghasilkan hampir 3.000 tenaga kuda. Selain itu, U9 Extreme menjadi salah satu mobil pertama di dunia yang menggunakan platform 1.200V, yang tidak hanya meningkatkan efisiensi dan performa, tetapi juga membantu mengurangi bobot kendaraan. Teknologi semacam ini menunjukkan betapa agresifnya perkembangan kendaraan listrik, tidak hanya di segmen massal seperti Honda S7 yang fokus pada kenyamanan, tetapi juga di level hypercar yang mengejar angka-angka ekstrem.

Meskipun demikian, jangan berharap bisa dengan mudah membeli U9 Extreme. Produksinya sangat terbatas, hanya 30 unit yang akan dibuat. Harganya? Masih belum diumumkan, tetapi melihat spesifikasinya, pasti akan sangat tinggi—sesuai dengan statusnya sebagai kendaraan eksklusif dan berteknologi mutakhir. Namun, dengan pencapaian seperti ini, tidak diragukan lagi bahwa semua unit akan ludes terjual dalam waktu singkat.

Pencapaian BYD ini juga mencerminkan kemajuan teknologi otomotif dari China, yang tidak hanya unggul dalam produksi massal, tetapi juga dalam inovasi berkecepatan tinggi. Seperti halnya internet tercepat di dunia yang juga berasal dari China, kemampuan teknis negara ini patut diperhitungkan di kancah global.

Jadi, apa artinya ini bagi masa depan mobil performa tinggi? Dengan kecepatan seperti U9 Extreme, batas-batas baru terus diterobos, dan kendaraan listrik semakin membuktikan bahwa mereka bukan hanya alternatif, tetapi masa depan yang tak terelakkan. Siapkah Anda menyaksikan era baru di mana mobil listrik bukan hanya hemat energi, tetapi juga raja kecepatan?

Redmi 15 Resmi di Indonesia: Baterai 7000mAh, Layar 144Hz, Harga Rp2 Jutaan

0

Telset.id – Bayangkan, Anda bisa menonton video hingga 28 jam nonstop tanpa mencari colokan. Atau mendengarkan musik selama 108 jam tanpa jeda. Itu bukan mimpi, melainkan realitas yang dibawa Redmi 15, smartphone terbaru Xiaomi yang baru saja resmi meluncur di Indonesia. Dengan baterai berkapasitas raksasa 7000mAh, perangkat ini hadir untuk menjawab keluhan terbesar pengguna smartphone: daya tahan baterai yang kerap mengecewakan.

Berdasarkan survei Counterpoint Research yang dirilis baru-baru ini, daya tahan baterai menempati posisi kedua sebagai faktor terpenting dalam keputusan pembelian smartphone. Sebanyak 13% responden mengaku menjadikannya prioritas utama. Fakta ini tidak mengherankan, mengingat kehidupan modern menuntut kita selalu terhubung—baik untuk bekerja, belajar, berkreasi, atau sekadar bersosialisasi. Redmi 15 hadir dengan klaim “Kekuatan Tanpa Batas” dan tagar #AlwaysReady, menegaskan posisinya sebagai pendamping setia bagi generasi muda yang aktif dan dinamis.

Lantas, apa saja yang membuat Redmi 15 layak menjadi pilihan? Mari kita telusuri lebih dalam.

Baterai 7000mAh: Tak Lagi Khawatir Kehabisan Daya

Inilah jantung dari Redmi 15. Dengan kapasitas 7000mAh, baterainya termasuk yang terbesar di kelasnya. Xiaomi mengklaim bahwa pengisian cepat 33W mampu mengisi daya hingga 70% hanya dalam 59 menit. Artinya, dalam waktu kurang dari satu jam, Anda sudah bisa kembali beraktivitas dengan tenang.

Bagi yang sering multitasking—belajar online, bekerja, bermain game, atau membuat konten—ketahanan baterai jelas menjadi penentu produktivitas. Redmi 15 memungkinkan Anda menonton video hingga 28 jam, mendengarkan musik selama 108 jam, atau membaca ebook hingga 29 jam tanpa terganggu notif “baterai lemah”. Bahkan, perangkat ini dilengkapi fitur reverse charging 18W, sehingga bisa berfungsi sebagai powerbank darurat untuk gadget lain.

Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel sebelumnya tentang Xiaomi Redmi 15C yang juga mengusung baterai besar, tren baterai berkapasitas tinggi semakin populer di segmen entry-level hingga mid-range. Namun, Redmi 15 membawa konsep ini ke level yang lebih serius.

Desain dan Layar: Gaya dan Kenyamanan dalam Satu Genggaman

Redmi 15 tidak hanya mengandalkan baterai. Perangkat ini juga dirancang untuk memanjakan mata dan tangan penggunanya. Layarnya berukuran 6,9 inci dengan refresh rate 144Hz, menawarkan pengalaman visual yang imersif baik untuk menonton film, bermain game, atau membaca dokumen panjang.

Desain quad-curved membuatnya nyaman digenggam, bahkan setelah digunakan berjam-jam. Kamera Deco yang stylish memberikan sentuhan modern, cocok untuk anak muda yang ingin tampil beda. Tersedia dalam tiga pilihan warna: Midnight Black, Titan Gray, dan Sandy Purple.

Bagi pelajar dan pekerja, layar besar ini jelas menjadi nilai tambah. Mengakses materi kuliah, membuka spreadsheet, atau menikmati konten hiburan jadi lebih menyenangkan. Redmi 15 membuktikan bahwa performa dan estetika bisa berjalan beriringan.

Fitur Pendukung: Multitasking Mulus, Gaya Hidup Cashless

Xiaomi melengkapi Redmi 15 dengan ekspansi memori hingga 16GB, memastikan multitasking berjalan lancar bahkan dengan banyak aplikasi terbuka. Kamera ganda 50MP AI hadir untuk memenuhi kebutuhan fotografi sehari-hari, mulai dari selfie hingga konten TikTok.

Yang tak kalah penting, Redmi 15 sudah NFC ready. Fitur ini mendukung gaya hidup cashless yang semakin digemari anak muda Indonesia, baik untuk transaksi e-money, transportasi, maupun pembayaran digital. Dengan segala kelengkapannya, Redmi 15 bukan sekadar smartphone, melainkan partner andalan dalam berbagai aspek kehidupan.

Seperti yang kami laporkan sebelumnya dalam artikel tentang peluncuran Redmi 15C, Xiaomi konsisten menghadirkan ponsel dengan nilai tambah tinggi di segmen harga terjangkau. Redmi 15 melanjutkan tradisi tersebut dengan pendekatan yang lebih matang dan terfokus.

Harga dan Ketersediaan: Terjangkau untuk Segala Kalangan

Redmi 15 ditawarkan dalam dua varian: 8GB+128GB seharga Rp2.099.000 dan 8GB+256GB seharga Rp2.299.000. Perangkat ini akan tersedia mulai 25 September 2025 di seluruh kanal penjualan resmi Xiaomi, termasuk Xiaomi Store, Mi.com, Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, Lazada, dan e-commerce lainnya.

Dengan harga di bawah Rp2,3 juta, Redmi 15 menawarkan paket lengkap: baterai raksasa, layar berkualitas, desain stylish, dan fitur pendukung modern. Ia hadir sebagai jawaban atas kebutuhan pengguna yang menginginkan perangkat siap pakai sepanjang hari tanpa kompromi.

Seperti yang disampaikan Andi Renreng, Marketing Director Xiaomi Indonesia, “Lewat Redmi 15, kami ingin menghadirkan smartphone yang benar-benar menjawab kebutuhan utama konsumen Indonesia, khususnya soal daya tahan baterai.”

Jadi, apakah Redmi 15 layak masuk dalam pertimbangan Anda? Jika Anda mencari smartphone yang mampu bertahan seharian penuh—bahkan lebih—tanpa sering-sering nge-charge, jawabannya mungkin iya. Apalagi dengan dukungan fitur dan desain yang tak kalah kompetitif.

Bagi yang penasaran dengan varian sebelumnya, Anda bisa membaca ulasan kami tentang update software jangka panjang Redmi 15C sebagai bahan perbandingan.

Redmi 15 bukan sekadar upgrade minor. Ia adalah pernyataan: bahwa baterai besar bukan lagi sekadar fitur tambahan, melainkan kebutuhan primer. Dan Xiaomi berhasil menjawabnya dengan cara yang elegan.

realme 15 Series 5G: AI Edit Genie Ubah Fotografi dengan Perintah Suara

0

Telset.id – Bayangkan Anda bisa mengedit foto hanya dengan berbicara. Tidak perlu lagi membuka aplikasi editing yang rumit atau menghabiskan waktu mencari filter yang tepat. Cukup ucapkan “hapus orang di belakang” atau “ubah background jadi di Paris”, dan voila! Foto Anda langsung berubah sesuai keinginan. Itulah yang ditawarkan realme melalui inovasi terbarunya, AI Edit Genie, yang akan menghiasi realme 15 Series 5G.

Setelah sukses menghadirkan era performa dan gaming melalui realme 14 Series 5G, brand yang dikenal sebagai Pilihannya Anak Muda ini kembali ke akar identitasnya: fotografi. realme 15 Series 5G tidak sekadar membawa peningkatan hardware, tetapi juga meluncurkan fitur berbasis AI pertama di industri yang benar-benar mengubah cara kita berinteraksi dengan fotografi mobile.

Menurut riset internal realme, lebih dari 89% pengguna menempatkan kemampuan fotografi malam sebagai faktor utama dalam memilih smartphone. Angka ini tidak mengherankan mengingat mayoritas momen berharga—seperti hangout bersama teman, konser, atau dinner—sering terjadi saat malam hari. realme 14 Series 5G memang sudah unggul di segi performa, tetapi kini realme ingin menjawab kebutuhan yang lebih besar: fotografi yang cerdas dan menyenangkan.

AI Edit Genie: Hanya Berbicara, Foto Langsung Berubah

Fitur andalan dari realme 15 Series 5G adalah AI Edit Genie. Teknologi ini memungkinkan pengguna mengedit foto hanya dengan perintah suara. Tidak perlu lagi membuka menu editing yang ribet atau mempelajari tool tertentu. Cukup katakan apa yang Anda inginkan, dan AI akan bekerja secara otomatis.

Misalnya, Anda ingin menghapus orang yang tidak diinginkan di latar belakang? Ucapkan “hapus orang di belakang”. Ingin pindah ke Menara Eiffel tanpa harus terbang ke Prancis? Katakan “ubah background jadi di Paris”. Bahkan, Anda bisa menambahkan aksesori seperti kacamata hitam atau topi hanya dengan memintanya. Proses editing yang biasanya memakan waktu menit, kini bisa diselesaikan dalam hitungan detik.

Inovasi ini tidak hanya memudahkan, tetapi juga membuka pintu kreativitas tanpa batas. Generasi muda yang kerap membagikan momen di media sosial kini bisa menghasilkan konten yang lebih personal dan menarik, tanpa harus repot belajar software editing profesional.

Kembali ke Era Fotografi dengan Pendekatan Baru

realme bukanlah pemain baru di dunia fotografi mobile. Sejak awal, brand ini telah konsisten menghadirkan smartphone dengan kamera yang mumpuni di kelas menengah. Namun, dengan realme 15 Series 5G, mereka melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan kecerdasan buatan secara mendalam.

Menurut Krisva Angnieszca, Public Relations Lead realme Indonesia, langkah ini adalah respons langsung terhadap kebutuhan anak muda yang menginginkan fotografi yang lebih cerdas dan mudah. “Kami ingin menjadikan fotografi mobile lebih cerdas, mudah, dan menyenangkan, sekaligus membuka tren baru fotografi berbasis AI,” ujarnya.

AI Edit Genie bukan sekadar fitur tambahan, melainkan bagian dari komitmen realme untuk mendefinisikan ulang standar smartphone kelas menengah. Seperti yang terjadi pada Realme P4 Pro 5G yang membawa DNA flagship ke segmen budget, realme 15 Series 5G juga hadir dengan pendekatan disruptif yang memadukan hardware unggulan dan AI canggih.

Mengapa “AI Night Out Phone”?

realme 15 Series 5G dijuluki “AI Night Out Phone” bukan tanpa alasan. Selain karena fokus pada fotografi malam, series ini dirancang untuk menemani aktivitas malam anak muda—mulai dari nongkrong, konser, hingga jalan-jalan. Dengan dukungan AI yang cerdas, pengguna bisa menghasilkan foto berkualitas tinggi bahkan dalam kondisi pencahayaan minim.

Ini sejalan dengan tren di mana konten visual menjadi semakin penting dalam kehidupan sosial generasi muda. realme paham betul bahwa smartphone bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan bagian dari ekspresi diri dan kreativitas.

Keberhasilan realme dalam memahami pasar Indonesia juga terlihat dari pertumbuhan penggunanya yang pesat. Seperti dilaporkan dalam realme Tembus 300 Juta Pengguna Global, brand ini telah menjadi salah satu pemain utama di Tanah Air berkat produk yang relevan dengan kebutuhan lokal.

Dengan menghadirkan AI Edit Genie, realme tidak hanya kembali ke era fotografi, tetapi juga membawa kita masuk ke babak baru di mana AI dan kreativitas bersatu. Fitur ini mungkin akan menjadi standar baru di industri, sama seperti ketika realme pertama kali memperkenalkan fast charging atau desain yang trendy.

Bagi Anda yang penasaran dengan kehadiran realme 15 Series 5G, pantau terus perkembangan terbarunya di website resmi dan media sosial realme Indonesia. Siapa tahu, era baru fotografi mobile sudah ada di genggaman Anda.

Jangan lupa, pastikan perangkat Anda selalu update dengan pembaruan terbaru. Kabarnya, Realme UI 7.0 dan Android 16 Segera Hadir dengan sejumlah fitur menarik yang mungkin bisa memperkaya pengalaman menggunakan AI Edit Genie.

Vivo X300 Resmi Rilis 13 Oktober, Bawa Kamera 200MP dan Dimensity 9500

0

Telset.id – Bayangkan sebuah smartphone yang tidak hanya menangkap gambar, tetapi menciptakan karya seni. Vivo memahami betul keinginan ini, dan melalui X300 series, mereka siap membawa revolusi imaging ke tingkat yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Bagaimana tidak? Dengan kamera 200MP hasil kolaborasi Zeiss dan chipset teranyar MediaTek, seri ini bukan sekadar upgrade—ini adalah lompatan besar.

Vivo secara resmi mengonfirmasi bahwa flagship terbarunya, X300 series, akan meluncur pada 13 Oktober pukul 19.00 waktu China. Dijuluki sebagai “imaging flagship” tahunan, seri ini fokus pada dua hal: kamera dan desain. Dan bukan sembarang kamera—Vivo membawa teknologi yang biasanya kita temui di perangkat profesional ke dalam genggaman tangan.

Mari kita bicara desain terlebih dahulu, karena Vivo memang punya cara unik memikat mata. X300 series menghadirkan modul kamera bundar minimalis yang dipadukan dengan apa yang disebut perusahaan sebagai “suspended water droplet” dan cold-sculpted glass design. Hasilnya? Sebuah perangkat yang tidak hanya terlihat premium, tetapi juga terasa istimewa di tangan. Ini bukan sekadar soal estetika, melainkan pernyataan bahwa smartphone bisa menjadi bagian dari gaya hidup tanpa mengorbankan fungsi.

Vivo X300 Design

Tapi tentu saja, yang paling menarik adalah kemampuan kameranya. Menurut Huang Tao, Wakil Presiden Produk Vivo, X300 standard akan dibekali kamera utama 200MP Zeiss super primary, sementara X300 Pro melangkah lebih jauh dengan lensa tele 85mm Zeiss 200MP APO super telephoto. Keduanya mendukung stabilisasi optik avanzado dengan peringkat CIPA 4.5-level dan CIPA 5.5-level—menempatkannya di jajaran smartphone dengan stabilisasi terbaik di pasaran.

Bicara tentang video, X300 Pro akan mendukung fitur yang belum pernah ada sebelumnya: 4K 60fps portrait video. Belum cukup? Ada juga dual-focus 4K 120fps Dolby Vision HDR dan 4K 120fps 10-bit Log recording. Bayangkan merekam momen spesial dengan kualitas sinematik langsung dari smartphone Anda—tanpa perlu peralatan mahal atau editing rumit.

Di balik layar, X300 series menjadi yang pertama menggunakan chipset MediaTek Dimensity 9500. Ditambah dengan Blueprint V3+ imaging chip, OriginOS 6, dan konektivitas lintas perangkat dengan ekosistem Apple, Vivo jelas tidak main-main dalam hal performa. Layarnya? BOE Q10 Plus dengan kecerahan minimum 1nit—sempurna untuk penggunaan di malam hari tanpa membuat mata lelah.

Menurut bocoran dari Digital Chat Station, seri ini juga akan memiliki dual UFS 4.1 storage lanes, sensor sidik jari ultrasonik 2.0, serta sensor Sony LYT828 dan LYT602 yang baru. Spesifikasi yang membuat kita bertanya: apakah ini akan menjadi smartphone paling lengkap tahun 2025?

Vivo tidak hanya meluncurkan X300 series pada 13 Oktober. Mereka juga akan memperkenalkan Watch GT 2, TWS 5, dan Vivo Pad 5e pada hari yang sama. Sebuah lineup lengkap yang menunjukkan komitmen Vivo dalam membangun ekosistem perangkat yang terintegrasi.

Dengan semua keunggulan ini, pertanyaannya bukan lagi “apakah Vivo X300 series layak ditunggu?” tetapi “berapa banyak yang harus kita siapkan untuk memilikinya?” Mengingat Xiaomi 16 juga akan meluncur sekitar waktu yang sama, Oktober nanti akan menjadi bulan yang sibuk bagi para penggemar teknologi.

Bagi Anda yang penasaran dengan kemampuan satelit seri ini, Vivo X300 dikabarkan akan membawa fitur satelit yang semakin melengkapi paket flagship-nya. Dan bagi yang mencari alternatif dengan pendekatan berbeda, Vivo juga menyiapkan varian yang lebih kompak namun tetap bertenaga.

Jadi, tunggu apa lagi? Simak terus perkembangan terbaru mengenai Vivo X300 series hanya di Telset.id. Siapa tahu, ini akan menjadi smartphone yang mengubah cara Anda memandang fotografi mobile selamanya.

Xiaomi 17 Series Bocor: Baterai Raksasa Hingga 7.500mAh!

0

Telset.id – Bayangkan smartphone yang bisa bertahan dua hari penuh tanpa colokan charger—bahkan dengan pemakaian intensif. Itulah yang mungkin akan ditawarkan Xiaomi 17 series, seri flagship terbaru yang dikabarkan meluncur di China pada 30 September mendatang. Bocoran terbaru dari sumber terpercaya mengungkapkan, Xiaomi tak hanya mengandalkan chipset Snapdragon 8 Elite Gen 5, tetapi juga fokus besar pada kapasitas baterai yang benar-benar revolusioner.

Menurut informasi yang dibagikan oleh leaker ternama Panda Is Very Bald di Weibo—merujuk pada video Neural Tin Tin di Bilibili—Xiaomi 17 series diprediksi membawa baterai terbesar yang pernah ada di perangkat premium Xiaomi. Ini bukan sekadar peningkatan kecil, melainkan lompatan signifikan yang bisa mengubah cara kita menggunakan smartphone sehari-hari.

Mari kita lihat angka-angka yang beredar. Untuk varian standar, Xiaomi 17 disebutkan akan dibekali baterai berkapasitas 7.000mAh. Bandingkan dengan pendahulunya, Xiaomi 15, yang hanya memiliki 5.400mAh. Itu artinya, ada peningkatan hampir 30% hanya dalam satu generasi. Belum lagi efisiensi yang dijanjikan Snapdragon 8 Elite Gen 5, kombinasi ini berpotensi menghadirkan daya tahan baterai yang luar biasa.

Tak ketinggalan, varian Pro dan Pro Max juga tak mau kalah. Xiaomi 17 Pro dikabarkan membawa baterai 6.300mAh, sedikit lebih kecil dari varian dasar namun masih lebih besar dari 6.100mAh pada 15 Pro. Sementara itu, yang paling mencengangkan adalah Xiaomi 17 Pro Max, yang konon akan mengusung baterai raksasa berkapasitas 7.500mAh. Bayangkan, angka yang biasanya kita lihat di power bank, kini hadir di smartphone flagship.

Perbandingan baterai Xiaomi 17 series berdasarkan bocoran terbaru

Lalu bagaimana dengan Xiaomi 17 Ultra? Bocoran juga menyebutkan adanya baterai keempat dalam foto yang dibagikan tipster, yang diduga merupakan milik Ultra dengan kapasitas 6.800mAh—mengungguli 6.000mAh pada 15 Ultra. Semua model ini diklaim mendukung pengisian cepat 100W, meningkat dari 90W pada generasi sebelumnya. Artinya, tidak hanya baterainya besar, waktu pengisiannya pun tetap singkat.

Tapi tentu, pertanyaan besarnya adalah: akankah peningkatan kapasitas baterai ini benar-benar terasa dalam pemakaian sehari-hari? Atau justru dikompensasi oleh konsumsi daya chipset Snapdragon 8 Elite Gen 5 yang mungkin lebih haus? Di sinilah letak tantangan sekaligus peluang Xiaomi. Jika berhasil menyeimbangkan performa dan efisiensi, Xiaomi 17 series bisa menjadi game-changer di pasar flagship.

Perlu diingat, ini masih sebatas bocoran. Xiaomi sendiri belum mengonfirmasi secara resmi spesifikasi tersebut. Namun, jika informasi ini akurat, Xiaomi 17 series tidak hanya bersaing dengan iPhone 17 atau Galaxy S25, tetapi juga menaikkan standar untuk seluruh industri smartphone dalam hal daya tahan baterai.

Jadi, apakah Anda termasuk yang sering khawatir kehabisan baterai di tengah aktivitas? Atau justru menganggap fitur lain seperti kamera atau desain lebih penting? Apapun preferensi Anda, satu hal yang pasti: Xiaomi 17 series layak untuk ditunggu. Terlebih dengan bocoran serupa untuk Poco F8 Pro yang juga mengusung baterai besar, tren ini sepertinya akan menjadi fokus utama Xiaomi di tahun depan.

Bocoran ini juga mengingatkan kita pada lini produk lain Xiaomi, seperti Xiaomi 15T yang baru saja bocor di Geekbench, atau bahkan Redmi Note 15 dengan baterai 5800mAh. Tampaknya, Xiaomi serius menjadikan daya tahan baterai sebagai nilai jual utama, tidak hanya di segmen flagship tetapi juga di kelas menengah.

Kita tinggal menunggu konfirmasi resmi dari Xiaomi. Sementara itu, simak terus Telset.id untuk update terbaru seputar Xiaomi 17 series dan perkembangan teknologi lainnya.

Realme GT 8 Pro Bocoran: Desain Kamera Bulat dan Spesifikasi Gahar

0

Telset.id – Bayangkan sebuah smartphone flagship yang tidak hanya mengandalkan chipset terbaru, tetapi juga menghadirkan revolusi dalam fotografi mobile. Itulah yang mungkin akan ditawarkan Realme GT 8 Pro berdasarkan bocoran terbaru yang beredar di Weibo. Setelah sebelumnya muncul dengan desain modul kamera persegi panjang, kini terungkap bahwa perangkat ini justru akan menggunakan housing kamera berbentuk lingkaran dengan tiga lensa dan flash.

Bocoran ini bukan sekadar rumor biasa. Sebuah gambar blur namun cukup jelas menunjukkan desain belakang yang berbeda dari ekspektasi banyak orang. Yang menarik, ada juga klip video yang menjadi sumber screenshot tersebut, menunjukkan bahwa modul kamera tersebut cukup menonjol dari panel belakang. Ini mengindikasikan bahwa Realme serius dengan pendekatan baru dalam desain dan kemampuan fotografi.

Bocoran desain Realme GT 8 Pro dengan modul kamera bulat

Spesifikasi kamera yang diusung sungguh mengesankan: 50MP untuk lensa utama, 50MP ultrawide, dan yang paling mengejutkan, 200MP periscope telephoto lens. Kombinasi ini bukan hanya tentang angka besar, tetapi tentang bagaimana Realme mungkin akan mengubah cara kita memotret dari jarak jauh. Lebih menarik lagi, kolaborasi dengan Ricoh untuk menghadirkan gaya warna “Negative Film” bisa menjadi pembeda yang signifikan di pasar yang semakin padat.

Kolaborasi dengan Ricoh ini patut mendapat perhatian khusus. Untuk pertama kalinya, gaya warna “Negative Film” yang ikonik akan hadir di smartphone. Bagi Anda yang mengenal dunia fotografi analog, ini seperti memiliki darkroom portabel di saku celana. Apakah ini akan menjadi tren baru dalam fotografi mobile? Realme sepertinya yakin dengan langkah ini.

Di balik desain kamera yang menarik, Realme GT 8 Pro diprediksi akan ditenagai oleh Snapdragon 8 Elite Gen 5 chipset. Ini adalah langkah logis mengingat prestasi seri sebelumnya sebagai pelopor Snapdragon 8 Elite. Dengan chipset terbaru ini, performa gaming dan multitasking dijamin akan berada di level tertinggi.

Layarnya pun tidak kalah mengesankan: panel AMOLED flat 6.78 inch dari BOE dengan resolusi 2K dan bezel tipis di semua sisi. Tambahkan ultrasonic in-screen fingerprint sensor, dan Anda mendapatkan paket display premium yang sulit ditolak. Realme jelas tidak mau setengah-setengah dalam menghadirkan pengalaman visual terbaik.

Yang mungkin paling mengejutkan adalah baterai raksasa 8000mAh. Dalam era di sebagian besar flagship masih berkutat di angka 5000-6000mAh, langkah Realme ini seperti melempar batu ke kolam yang tenang. Dengan daya tahan seperti ini, GT 8 Pro bisa menjadi pilihan utama bagi power users yang lelah dengan charger portabel.

Fitur pendukung lainnya termasuk x-axis linear motor untuk feedback haptic yang lebih presisi, dual speakers untuk pengalaman audio imersif, dan Realme UI 6 berbasis Android 16. Semua ini menunjukkan bahwa Realme tidak hanya fokus pada spesifikasi utama, tetapi juga pada pengalaman pengguna secara keseluruhan.

Kapan kita bisa melihat secara resmi? Bocoran mengindikasikan debut di China pada Oktober mendatang. Waktu yang tepat untuk menyambut akhir tahun dengan produk yang kemungkinan akan menggebrak pasar. Apakah Realme akan konsisten dengan strategi peluncuran yang mereka tunjukkan sebelumnya? Kita tunggu saja.

Realme GT 8 Pro bukan sekadar iterasi biasa. Dengan desain kamera yang berani, kolaborasi dengan merek legendaris, dan spesifikasi yang hampir tanpa kompromi, perangkat ini berpotensi menjadi game changer. Di pasar yang semakin kompetitif, inovasi seperti inilah yang dibutuhkan untuk tetap relevan dan diminati.

Hologram AI Stan Lee Bakal Hadir di LA Comic Con, Kontroversi?

0

Telset.id – Bayangkan bertemu Stan Lee secara langsung, berbincang, dan berfoto bersama. Mimpi yang mustahil? Tidak lagi. Los Angeles Comic Con minggu depan akan menghadirkan hologram AI Stan Lee yang interaktif. Sebuah terobosan teknologi atau langkah kontroversial yang memanfaatkan warisan legenda Marvel?

Proto Hologram dan HyperReal, dua perusahaan di balik proyek ambisius ini, menciptakan pengalaman yang memungkinkan pengunjung berinteraksi dengan hologram Stan Lee. Dengan membayar $15-20, penggemar bisa masuk ke booth khusus, dan bahkan mengeluarkan tambahan biaya untuk selfie atau percakapan privat selama tiga menit. Tapi benarkah ini yang diinginkan Stan Lee semasa hidup?

Bob Sabouni, kepala Stan Lee Legacy Programs, berusaha meyakinkan bahwa hologram ini hanya akan mengucapkan hal-hal yang sesuai dengan nilai dan perkataan Stan Lee semasa hidup. “Kami membangun suara yang setia, tidak selalu kata per kata, tetapi selalu setia dalam semangat, konteks, dan maksud,” katanya. Namun, pertanyaan etis tetap menganga: bisakah kita benar-benar mengetahui keinginan seseorang yang telah tiada?

Warisan atau Eksploitasi?

Stan Lee meninggal pada 2018 di tengah laporan tentang orang-orang di sekitarnya yang berusaha memanfaatkan kesuksesannya. Satu sumber bahkan menggambarkan situasi saat itu sebagai “kekacauan”. Kehadiran hologram AI ini, sayangnya, tidak bisa lepas dari bayang-bayang eksploitasi tersebut. Apalagi, Lee tidak bisa lagi mengatakan “tidak” atau memberikan persetujuan—sesuatu yang bahkan sempat diperdebatkan di akhir hidupnya.

Chris DeMoulin, CEO Kamikaze Entertainment (induk LA Comic Con), membela proyek ini. Ia mengaku pernah bekerja dengan Lee pada 2010-an dan menyaksikan langsung betapa Lee mencintai interaksi dengan penggemar. “Ini semua tentang membantu memperluas warisan Stan—sesuatu yang dia sendiri bicarakan ketika masih hidup,” ujarnya. DeMoulin menegaskan bahwa hologram ini bukan Stan Lee yang sebenarnya, tetapi lebih seperti “documenter langsung” yang memungkinkan penggemar mengenal siapa Stan Lee sebenarnya.

Teknologi dan Tantangan Etis

Penggunaan AI untuk menghidupkan kembali figur publik yang telah meninggal bukanlah hal baru, tetapi selalu menuai pro dan kontra. Di satu sisi, teknologi seperti ini memungkinkan generasi baru merasakan pengalaman bertemu ikon seperti Stan Lee. Di sisi lain, isu consent, etika, dan batasan penggunaan AI masih sangat abu-abu.

Proto Hologram, perusahaan yang juga menciptakan cermin interaktif untuk promosi film The Conjuring: Last Rites, jelas punya track record dalam menghadirkan pengalaman immersive. Tapi apakah immersive selalu berarti etis? Pertanyaan ini mungkin hanya bisa dijawab oleh waktu—dan tentu saja, oleh para penggemar yang akan mengalami langsung hologram ini.

Bagi Anda yang penasaran, Los Angeles Comic Con berlangsung pada 26-28 September. Datang, lihat, dan nilai sendiri: apakah hologram AI Stan Lee layak disebut sebagai penghormatan, atau justru pelanggaran halus terhadap warisan seorang legenda?

Sementara itu, perkembangan teknologi hologram dan AI terus berlanjut. Seperti trend belanja virtual yang semakin populer, atau inovasi kamera smartphone yang memungkinkan konten kreatif semakin mudah diakses, hologram AI Stan Lee mungkin hanya salah satu dari banyak terobosan yang akan mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia—dan dengan masa lalu.

Samsung vs Apple: Pertarungan Zoom Kamera yang Bikin Pusing Pilih!

0

Pernahkah Anda merasa bingung memilih antara Samsung dan Apple untuk urusan kamera? Dua raksasa teknologi ini kembali beradu klaim soal kemampuan zoom terbaik, dan hasilnya mungkin akan membuat Anda berpikir ulang sebelum memutuskan ponsel mana yang layak dibeli. Popular reviewer SuperSaf baru saja membandingkan Galaxy S25 Ultra dan iPhone 17 Pro Max dalam berbagai rentang zoom, dan ternyata hasilnya tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang.

Pertarungan kamera antara Samsung dan Apple memang sudah menjadi tradisi tahunan yang selalu dinanti. Setiap peluncuran flagship baru selalu dibarengi dengan klaim-klaim revolusioner di bidang fotografi, mulai dari sensor yang lebih besar, processing yang lebih cerdas, hingga kemampuan zoom yang semakin menjulang. Namun, kali ini kedua vendor sepertinya benar-benar berusaha mencuri perhatian dengan pendekatan yang berbeda.

Jika selama ini Samsung dikenal sebagai jawara zoom dengan perbesaran ekstremnya, Apple justru mengandalkan konsistensi dan kualitas gambar dalam berbagai kondisi pencahayaan. Lantas, siapa yang keluar sebagai pemenang dalam duel kali ini? Mari kita telusuri lebih dalam hasil uji coba yang dilakukan SuperSaf.

Kemenangan Awal untuk Samsung di Zoom 3x

Pada rentang zoom 3x, Samsung Galaxy S25 Ultra menunjukkan keunggulannya berkat lensa telephoto khusus yang dimilikinya. Hasilnya, gambar yang dihasilkan terlihat lebih tajam dan natural dibandingkan iPhone 17 Pro Max yang masih mengandalkan crop dari sensor utama. Bagi Anda yang sering memotret portrait atau detail objek dari jarak sedang, Samsung jelas memberikan hasil yang lebih memuaskan.

Keunggulan ini tidak lepas dari pendekatan hardware yang diambil Samsung. Daripada mengandalkan software enhancement, presence lensa telephoto dedicated memastikan kualitas gambar tetap optimal tanpa banyak noise atau artifak. Pendekatan ini mirip dengan yang diterapkan pada Samsung Galaxy S25 FE yang juga mengutamakan kualitas gambar melalui kombinasi hardware dan software.

Apple Bangkit di Zoom 4x

Situasi berubah drastis ketika mencapai zoom 4x. Di titik inilah Apple mengerahkan lensa telephoto-nya, dan hasilnya langsung terlihat lebih tajam dan bersih dibandingkan pendekatan hybrid Samsung. Dari 4x hingga sekitar 4.9x, iPhone 17 Pro Max menghasilkan foto dengan definisi yang lebih baik dan noise yang lebih rendah.

Konsistensi kualitas gambar Apple pada rentang zoom menengah ini menunjukkan bagaimana optimasi hardware dan software yang matang dapat menghasilkan output yang superior. Pendekatan Apple yang lebih konservatif dalam hal spesifikasi hardware ternyata berbuah manis ketika diimplementasikan dengan processing yang tepat.

Dead Heat di Zoom 5x hingga 10x

Pada zoom 5x, kedua ponsel nyaris seimbang dengan sharpness dan detail yang hampir identik. Dari 5x hingga 10x, sulit menentukan pemenang yang jelas karena keduanya mampu menghasilkan gambar yang bagus untuk penggunaan sehari-hari. Ini menunjukkan bagaimana kedua vendor telah mencapai titik dimana kemampuan zoom menengah mereka sudah sangat matang.

Persaingan ketat di rentang zoom menengah ini mengingatkan pada pertarungan serupa antara Vivo X200 Ultra vs Xiaomi 15 Ultra vs Oppo Find X8 Ultra dimana masing-masing vendor mencoba memberikan nilai tambah melalui pendekatan yang berbeda-beda.

Samsung Kuasai Zoom Ekstrem, Apple Juara Low Light

Ketika zoom ditingkatkan hingga 20x bahkan 40x, Galaxy S25 Ultra kembali unggul. Dalam kondisi pencahayaan baik, processing gambar Samsung berhasil menangkap detail yang lebih halus, terutama ketika memotret tanda atau teks dari jarak jauh. Namun, situasi berbalik 180 derajat dalam kondisi low light.

iPhone 17 Pro Max dengan sensor telephoto yang lebih besar secara konsisten menghasilkan gambar yang lebih terang dan usable di setiap level zoom. S25 Ultra justru mengalami kesulitan dengan grain dan artifak akibat sharpening buatan. Keunggulan Apple dalam low light photography ini sejalan dengan reputasi Vivo X200 Ultra yang disebut sebagai kamera terbaik kedua di dunia dalam hal performa low light.

Masa Depan Pertarungan Kamera Samsung vs Apple

Berdasarkan perbandingan dengan iPhone 16 Pro Max tahun lalu, terlihat jelas bagaimana Apple telah membuat lompatan signifikan dengan model terbarunya. Di sisi Samsung, S26 Ultra yang dijadwalkan rilis Januari mendatang dikabarkan akan mempertahankan hardware imaging yang hampir sama dengan S25 Ultra, dengan fokus lebih kuat pada enhancement berbasis AI, mirip dengan yang kita lihat pada seri Google Pixel 10.

Pertarungan kamera antara Samsung dan Apple semakin sengit dan semakin sulit menentukan pemenang mutlak. Pilihan akhir kembali kepada preferensi dan kebutuhan pengguna: zoom ekstrem dalam kondisi terang atau konsistensi kualitas dalam berbagai kondisi pencahayaan?

Samsung Tunda Galaxy Tri-Fold, Fokus ke Headset XR Oktober Ini

0

Pernahkah Anda membayangkan memiliki smartphone yang bisa dilipat tiga kali? Atau headset mixed reality yang bisa membawa Anda ke dunia digital dengan mulus? Samsung sepertinya sedang mewujudkan kedua mimpi teknologi ini, tetapi dengan sedikit perubahan rencana yang mungkin membuat para penggemar foldable harus bersabar lebih lama.

Raksasa teknologi asal Korea Selatan ini telah memimpin pasar ponsel lipat dengan seri Galaxy Z Fold yang ikonik. Namun, ambisi mereka tidak berhenti di situ. Samsung diketahui sedang mengembangkan perangkat yang lebih futuristik: smartphone lipat tiga dan headset mixed reality yang disebut Project Moohan. Kedua produk ini diharapkan dapat membawa pengalaman teknologi ke level berikutnya.

Berdasarkan laporan terbaru dari ETNews, rencana peluncuran kedua perangkat ini mengalami penyesuaian jadwal. Alih-alih meluncurkan keduanya bersamaan seperti yang sebelumnya diperkirakan, Samsung memutuskan untuk memberikan panggung khusus untuk setiap produk.

Project Moohan: Headset XR Samsung yang Siap Guncang Pasar

Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa Samsung akan meluncurkan headset mixed reality mereka yang bernama Project Moohan pada tanggal 21 Oktober mendatang. Perangkat ini akan menjadi entri resmi Samsung ke dunia mixed reality, bersaing langsung dengan Meta Quest series dan Apple Vision Pro.

Headset ini dikabarkan akan ditenagai oleh chipset Qualcomm Snapdragon XR2+ Gen 2 dan dilengkapi dengan layar beresolusi tinggi. Fitur-fitur canggih seperti kontrol berbasis AI, pelacakan mata dan tangan yang presisi, serta dukungan untuk berbagai aplikasi Android akan menjadi nilai jual utamanya. Samsung jelas tidak main-main dalam memasuki arena XR yang semakin panas.

Galaxy Tri-Fold: Penantian yang Lebih Panjang untuk Inovasi Lipat Tiga

Sementara Project Moohan akan segera meluncur, nasib Galaxy Tri-Fold justru berbeda. Smartphone lipat tiga yang telah lama dinantikan ini reportedly mengalami penundaan hingga akhir November. Padahal, sebelumnya banyak yang memperkirakan perangkat ini akan diluncurkan bersamaan dengan headset XR.

Penundaan ini bukan tanpa alasan. Samsung disebutkan membutuhkan waktu lebih untuk melakukan quality check akhir pada perangkat yang memiliki kompleksitas lebih tinggi dibanding foldable generasi sebelumnya. Desain unik dengan layar yang bisa dilipat tiga kali tentu membutuhkan pengujian yang lebih ketat untuk memastikan daya tahan dan kehandalannya.

Strategi Peluncuran: Mengapa Samsung Memisahkan Waktu Rilis?

Keputusan untuk memisahkan peluncuran kedua produk ini menunjukkan strategi marketing yang cerdas dari Samsung. Dengan memberikan panggung khusus untuk setiap produk, perusahaan memastikan bahwa masing-masing mendapatkan perhatian media dan konsumen yang maksimal.

Project Moohan sebagai produk baru di kategori XR tentu membutuhkan spotlight penuh untuk memperkenalkan teknologi mixed reality Samsung kepada dunia. Sementara Galaxy Tri-Fold, sebagai evolusi dari lini foldable yang sudah established, pantas mendapatkan momen peluncurannya sendiri tanpa harus berbagi perhatian.

Strategi ini juga memungkinkan Samsung untuk memiliki dua momentum besar secara beruntun: Oktober untuk XR dan November untuk foldable. Sebuah cara yang elegan untuk menutup tahun 2025 dengan dua produk unggulan.

Apa Artinya Bagi Konsumen dan Pasar Teknologi?

Bagi para penggemar teknologi, penundaan Galaxy Tri-Fold mungkin sedikit mengecewakan. Namun, kesabaran ini mungkin akan terbayar dengan produk yang lebih matang dan berkualitas. Samsung jelas tidak ingin terburu-buru meluncurkan produk yang belum sempurna, terutama mengingat kompleksitas teknologi lipat tiga.

Di sisi lain, peluncuran Project Moohan akan memperkaya pilihan di pasar headset XR yang saat ini didominasi oleh Meta dan Apple. Kehadiran Samsung dengan ekosistem Android-nya bisa menjadi alternatif menarik bagi konsumen yang mencari pengalaman mixed reality yang terintegrasi dengan perangkat Android mereka.

Dengan dua produk inovatif ini, Samsung kembali membuktikan komitmennya dalam mendorong batas-batas teknologi mobile. Meskipun jadwalnya sedikit berubah, yang jelas masa depan teknologi mobile dan XR terlihat semakin menarik.

DeepSeek-R1-Safe: AI China “Hampir 100%” Hindari Topik Sensitif

0

Telset.id – Bayangkan sebuah AI yang hampir sempurna menghindari pembicaraan politik sensitif. Itulah yang ditawarkan DeepSeek-R1-Safe, versi baru model bahasa besar China yang diklaim “hampir 100% sukses” mencegah diskusi topik kontroversial. Apakah ini masa depan AI yang patuh regulasi?

Menurut laporan eksklusif Reuters, model ini dikembangkan oleh raksasa teknologi China, Huawei, bekerja sama dengan peneliti dari Zhejiang University. Yang menarik, DeepSeek sebagai pengembang original justru tidak terlibat dalam proyek ini. Mereka mengambil model open-source DeepSeek R1 dan melatihnya menggunakan 1.000 chip AI Huawei Ascend untuk menciptakan versi yang lebih “aman” secara politis.

Hasilnya? Sebuah model AI yang menurut Huawei hanya kehilangan sekitar 1% dari kecepatan dan kemampuan model original, namun jauh lebih mampu menghindari “ucapan beracun dan berbahaya, konten politis sensitif, dan hasutan kegiatan ilegal.” Sebuah trade-off yang menarik antara kinerja dan kepatuhan.

Keberhasilan dan Kelemahan yang Tak Terhindarkan

Meski diklaim hampir sempurna, DeepSeek-R1-Safe bukan tanpa celah. Dalam penggunaan dasar, model ini menunjukkan tingkat keberhasilan hampir 100%. Namun, ketika pengguna menyamarkan maksud mereka melalui tantangan atau skenario role-playing, kemampuan model untuk menghindari percakapan bermasalah turun drastis menjadi hanya 40%.

Fenomena ini mengingatkan kita pada kecenderungan model AI modern yang seringkali terlalu antusias menjalankan skenario hipotetis, sehingga melanggar batasan yang telah ditetapkan. Seperti remaja yang pintar mencari celah aturan, AI ini masih bisa dibujuk untuk berbicara hal-hal yang seharusnya dihindari.

Kepatuhan Regulasi sebagai Prioritas Utama

Pengembangan DeepSeek-R1-Safe tidak terjadi dalam vacuum. Menurut Reuters, model ini dirancang khusus untuk mematuhi persyaratan regulator China yang mewajibkan semua model AI yang dirilis untuk publik harus mencerminkan nilai-nilai negara dan mematuhi pembatasan berbicara.

Ini bukan hal baru di China. Chatbot Ernie dari Baidu, misalnya, terkenal karena menolak menjawab pertanyaan tentang politik domestik China atau Partai Komunis China yang berkuasa. Pola yang sama terlihat di berbagai model AI China lainnya yang secara ketat mengikuti pedoman konten pemerintah.

Perkembangan ini juga mengingatkan pada rencana DeepSeek meluncurkan AI agent canggih akhir 2025 yang jelas harus mempertimbangkan aspek kepatuhan regulasi ini. Bahkan kolaborasi seperti Hey Tesla yang dikembangkan bersama ByteDance pasti menghadapi tantangan serupa.

Fenomena Global AI yang “Dijinakkan”

China bukan satu-satunya negara yang berusaha memastikan AI yang digunakan di wilayahnya tidak terlalu “mengguncang perahu”. Tahun ini saja, perusahaan teknologi Arab Saudi, Humain, meluncurkan chatbot native Arab yang fasih berbahasa Arab dan dilatih untuk mencerminkan “budaya, nilai, dan warisan Islam”.

Model buatan Amerika juga tidak kebal terhadap ini. OpenAI secara eksplisit menyatakan bahwa ChatGPT “condong ke pandangan Barat”. Dan di bawah pemerintahan Trump, rencana aksi AI Amerika termasuk persyaratan bahwa model AI mana pun yang berinteraksi dengan lembaga pemerintah harus netral dan “tidak bias”.

Definisi “tidak bias” ini pun menjadi menarik. Menurut perintah eksekutif yang ditandatangani Trump, model yang mengamankan kontrak pemerintah harus menolak hal-hal seperti “dogma iklim radikal”, “keberagaman, kesetaraan, dan inklusi”, serta konsep seperti “teori ras kritis, transgenderisme, bias tidak sadar, interseksionalitas, dan rasisme sistemik”.

Jadi, sebelum kita melemparkan kritik tentang “pemimpin tersayang” ke China, mungkin lebih baik kita melihat ke cermin terlebih dahulu. Setiap negara memiliki caranya sendiri dalam “menjinakkan” AI sesuai dengan nilai-nilai dan kepentingannya.

Perkembangan DeepSeek-R1-Safe juga mengingatkan pada kendala yang dihadapi DeepSeek dalam pengembangan model sebelumnya, menunjukkan bahwa tantangan teknis dan regulasi seringkali berjalan beriringan.

Lalu, apa artinya semua ini untuk masa depan AI? Apakah kita akan melihat semakin banyak model yang “dijinakkan” untuk mematuhi nilai-nilai tertentu? Ataukah akan muncul resistensi dari pengembang yang ingin menjaga netralitas AI? Yang jelas, pertarungan antara kebebasan berekspresi dan kepatuhan regulasi dalam dunia AI baru saja dimulai.

DeepSeek-R1-Safe mungkin hanya merupakan babak pertama dari saga panjang ini. Sebagai pengguna AI, kita perlu terus kritis dan aware terhadap bias yang mungkin dibawa oleh setiap model, baik yang berasal dari China, Amerika, atau negara manapun. Karena pada akhirnya, AI yang benar-benar cerdas adalah yang mampu memahami kompleksitas manusia tanpa terjebak dalam agenda politik tertentu.