Beranda blog Halaman 73

Xiaomi XRING O2: Chipset Masa Depan untuk Smartphone hingga Mobil

Telset.id – Jika Anda mengira ambisi Xiaomi hanya sebatas smartphone dan perangkat IoT, bersiaplah untuk terkejut. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa raksasa teknologi asal China ini sedang mengembangkan XRING O2, penerus chipset XRING 01 yang dikabarkan akan menjadi tulang punggung ekosistem perangkat mereka di masa depan—mulai dari smartphone, tablet, smartwatch, hingga kendaraan listrik.

Informasi ini berasal dari Digital Chat Station, sumber bocoran terpercaya di Weibo yang kerap mengungkap rumor hardware sebelum rilis resmi. Meski Xiaomi belum mengonfirmasi secara langsung, keberadaan XRING O2 telah terdeteksi dalam daftar merek dagang di China, memberikan bobot lebih pada spekulasi ini.

XRING O2: Satu Chip untuk Semua Perangkat

Yang menarik dari XRING O2 bukan hanya performanya, melainkan fleksibilitasnya. Chip ini dirancang untuk bisa diadaptasi ke berbagai kategori produk dengan kebutuhan yang sangat berbeda. Bayangkan, satu arsitektur dasar bisa dimodifikasi untuk smartphone gaming berperforma tinggi, smartwatch yang irit daya, hingga sistem infotainment mobil listrik Xiaomi.

Xiaomi XRING O2 chip

Pendekatan ini mirip dengan strategi Apple dengan chip M-series atau Qualcomm dengan Snapdragon Digital Chassis, tetapi Xiaomi tampaknya ingin melangkah lebih jauh dengan integrasi vertikal yang lebih ketat. Dengan HyperOS sebagai sistem operasi tunggal, kemungkinan sinkronisasi antarperangkat akan semakin mulus.

Proses 3nm dan Tantangan di Depan

XRING O2 dikabarkan akan diproduksi menggunakan proses 3nm N3E dari TSMC, generasi penyempurnaan dari node yang digunakan pada XRING 01. Ini menempatkannya sejajar dengan pesaing seperti Snapdragon 8 Gen 4 atau Dimensity 9400 yang juga akan menggunakan node serupa.

Namun, ada tantangan besar: pembatasan ekspor alat desain chip canggih (EDA tools) oleh AS bisa menghambat akses Xiaomi ke node lebih kecil seperti 2nm di masa depan. Meski tidak secara langsung mengurangi performa XRING O2, hal ini berpotensi memengaruhi daya saing jangka panjang Xiaomi dalam perlombaan chipset.

Lalu, kapan kita bisa melihat produk pertama dengan XRING O2? Sayangnya, belum ada timeline resmi. Tapi jika bocoran ini akurat, Xiaomi sedang bersiap untuk revolusi ekosistem yang lebih terintegrasi—sebuah langkah berani di tengah persaingan sengit dengan Apple, Samsung, dan Huawei.

Untuk update terbaru seputar teknologi dan gadget, jangan lupa kunjungi section Gizmo kami atau ikuti perkembangan melalui newsletter harian Telset.id.

TCL CSOT Raih Sertifikasi EX Pertama di Dunia untuk Layar Ramah Mata

Pernahkah Anda merasa mata lelah setelah menatap layar gadget seharian? Teknologi terbaru dari TCL CSOT mungkin akan menjadi solusi. Perusahaan ini baru saja menerima sertifikasi SGS Quasi-Natural Light Spectrum EX pertama di dunia untuk layar Natural-Spectrum Slim Pad Display-nya. Pengakuan ini menegaskan posisi TCL sebagai pionir dalam inovasi layar yang lebih sehat untuk mata.

Pengumuman ini disampaikan pada ajang MWC Shanghai 2025, di mana TCL CSOT memamerkan teknologi mutakhirnya. Sertifikasi ini bukan sekadar formalitas—ia membuktikan keunggulan layar tersebut dalam hal akurasi spektrum dan cakupan warna yang luas. Yang lebih menarik, ini adalah layar pertama di dunia yang berhasil memenuhi standar baru yang ketat ini.

Lantas, apa yang membuat layar ini begitu istimewa? Rahasianya terletak pada Quasi-Natural Light Spectrum Display Technology. Teknologi ini tidak hanya mengandalkan backlight konvensional, tetapi juga melakukan penyesuaian cerdas pada filter warna RGB untuk menghasilkan cahaya yang lebih mirip dengan sinar matahari alami.

Teknologi yang Menyehatkan Mata

Dalam dunia yang semakin digital, kesehatan mata menjadi isu penting. Layar Natural-Spectrum Slim Pad dari TCL CSOT hadir dengan solusi cerdas yang bekerja berbeda di siang dan malam hari. Pada siang hari, layar ini dirancang untuk merangsang pelepasan dopamin di retina—sebuah mekanisme yang dipercaya dapat mengurangi risiko miopia atau rabun jauh.

Saat malam tiba, teknologi ini berubah menjadi “teman tidur” yang baik. Dengan mengurangi penekanan pada melatonin—hormon yang mengatur siklus tidur—layar ini membantu pengguna tetap bisa tidur nyenyak meski sebelumnya menatap layar hingga larut malam.

Standar Baru dalam Pengujian Layar

SGS, perusahaan sertifikasi global ternama, mengembangkan sistem evaluasi khusus untuk layar quasi-natural spectrum. Standar baru bernama PT-25-000-203860 ini membandingkan output layar dengan cahaya alami dalam rentang spektrum 380-780nm yang dapat dilihat mata manusia.

Parameter utama dalam pengujian ini adalah Quasi-Natural Light Index (QNLI)—sebuah metrik yang mengukur seberapa dekat spektrum layar menyerupai cahaya matahari di siang hari. Untuk meraih sertifikasi EX-grade, sebuah layar harus mencapai skor minimum tertentu. Yang mengesankan, layar TCL CSOT mencetak skor 56%, jauh melampaui batas minimum yang ditetapkan.

Jou Ming-Jong, kepala perencanaan teknologi di TCL CSOT, menyatakan bahwa penghargaan ini mencerminkan fokus perusahaan pada inovasi yang peduli kesehatan mata. “Ini bukan prestasi satu kali. Kami telah lama berkecimpung dalam pengembangan teknologi ramah mata, mulai dari low blue light, anti-glare, hingga circular polarizer,” jelasnya.

Mengubah Standar Industri

Zhao Hui, Wakil Presiden SGS China, memberikan apresiasi tinggi pada pencapaian TCL CSOT. Menurutnya, pendekatan yang diambil perusahaan ini patut menjadi contoh bagi industri untuk meningkatkan kualitas layar sekaligus mendukung penggunaan yang lebih sehat.

Pencapaian ini juga menegaskan posisi TCL sebagai salah satu pemain kunci dalam industri display. Sebelumnya, perusahaan ini telah menunjukkan berbagai inovasi, seperti yang terlihat pada TCL Fold n Roll dengan layar lipat dan gulungnya yang futuristik.

Dengan sertifikasi prestisius ini, TCL CSOT tidak hanya menawarkan produk yang lebih baik, tetapi juga mendorong seluruh industri untuk meningkatkan standar. Di era di mana waktu menatap layar semakin panjang, inovasi semacam ini bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan.

Samsung Galaxy S26 Bakal Bawa RAM 16GB, Siap Geser Dominasi iPhone?

Pernahkah Anda merasa smartphone Anda mulai lambat saat menjalankan banyak aplikasi sekaligus? Jika iya, kabar terbaru dari Samsung mungkin akan membuat Anda bersemangat. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa seluruh lini Galaxy S26 akan dibekali RAM 16GB, sebuah lompatan signifikan dibandingkan generasi sebelumnya dan bahkan mengungguli iPhone terbaru.

Laporan dari Macquarie Research yang dibagikan oleh tipster @Jukanlosreve di X (sebelumnya Twitter) menyebutkan bahwa Samsung berencana menstandarkan konfigurasi RAM 16GB untuk semua varian Galaxy S26 yang akan dirilis awal 2026. Langkah ini menjadi penanda ambisi besar Samsung dalam menguasai pasar smartphone berbasis AI dan multitasking.

Jika dibandingkan dengan seri Galaxy S25, di mana hanya model Ultra di pasar Asia seperti Korea Selatan dan China yang memiliki RAM 16GB, sementara varian lainnya tetap menggunakan 12GB, upgrade ini jelas sebuah terobosan. Bagaimana dengan Apple? Seluruh lini iPhone 16 masih bertahan di 8GB RAM, dan kabarnya iPhone 17 Pro serta iPhone 17 Air baru akan meningkat ke 12GB.

RAM Besar, AI Lebih Canggih

Lalu, mengapa RAM sebesar itu penting? Dengan 16GB RAM, Samsung memberikan ruang lebih besar untuk fitur AI on-device seperti terjemahan langsung, asisten yang lebih pintar, dan alat Galaxy AI yang lebih canggih. Selain itu, pengguna juga bisa menjalankan aplikasi dan game berat tanpa khawatir mengalami lag.

Analis terkenal Ming-Chi Kuo mengungkapkan bahwa meski iOS lebih efisien dalam penggunaan memori, lompatan Samsung ke 16GB bisa menjadi pembeda utama, terutama di era di mana Android semakin mengandalkan AI. Langkah ini juga bisa membantu Samsung bersaing dengan merek China yang sudah menawarkan RAM hingga 24GB.

Apakah Semua Varian Akan Mendapat RAM 16GB?

Meski kabar ini terdengar menggembirakan, masih ada kemungkinan Samsung hanya memberikan RAM 16GB untuk model Ultra, sementara varian base dan Plus tetap menggunakan 12GB di beberapa wilayah. Namun, jika prediksi ini benar, Samsung jelas ingin menunjukkan keunggulan spesifikasinya di tengah persaingan ketat dengan Apple.

Pertanyaannya sekarang: apakah upgrade RAM besar-besaran ini cukup untuk mengalahkan optimasi ketat yang dimiliki iPhone? Jawabannya masih harus dibuktikan, tetapi satu hal yang pasti—Samsung siap memamerkan keunggulan hardware-nya sekali lagi. Untuk informasi lebih lanjut tentang perkembangan Galaxy S26, termasuk perbaikan S Pen dan perombakan sensor kamera, pantau terus update terbaru dari kami.

iPhone 19 Pro Masih Pakai Punch-Hole, Kapan Layar Bezel-less Hadir?

Telset.id – Impian memiliki iPhone dengan layar benar-benar bezel-less mungkin harus ditunda lagi. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa iPhone 19 Pro, yang dijadwalkan rilis pada 2027 untuk memperingati 20 tahun iPhone, masih akan menggunakan kamera depan model punch-hole. Artinya, desain layar penuh tanpa gangguan yang dinanti-nanti penggemar Apple belum akan terwujud dalam waktu dekat.

Sebelumnya, banyak spekulasi menyebut Apple sedang mempersiapkan iPhone futuristik dengan teknologi under-display untuk Face ID dan kamera depan. Namun, analis industri ternama Ross Young kini meredam ekspektasi tersebut. Menurutnya, Apple baru akan mulai menempatkan sebagian komponen Face ID di bawah layar pada iPhone 18 Pro tahun 2026, yang akan sedikit mengurangi ukuran Dynamic Island. Namun, kamera depan sendiri diperkirakan baru benar-benar tersembunyi di bawah layar pada 2030.

Kendala Teknologi Under-Display Camera

Penundaan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan teknologi kamera under-display saat ini. Beberapa ponsel seperti Nubia Z70 Ultra sudah menggunakan pendekatan ini, tetapi kualitas kameranya cenderung menurun—sesuatu yang tidak mungkin dikompromikan Apple. Young memperkirakan, semua sensor Face ID baru akan sepenuhnya berada di bawah layar pada seri iPhone 20 di 2028, sementara layar tanpa gangguan sama sekali baru akan hadir di iPhone 22 pada 2030.

Upgrade Besar iPhone 19 Pro

Meski desain layarnya belum sempurna, iPhone 19 Pro tetap diprediksi membawa sejumlah peningkatan signifikan. Laporan menyebutkan ponsel ini akan ditenagai chipset A21 Pro berbasis proses 2nm, RAM 12GB, dan bodi lebih ramping dengan ketebalan hanya 7,2mm. Di sisi perangkat lunak, iPhone 19 Pro kemungkinan akan diluncurkan dengan iOS 21 yang mengandalkan fitur-fitur berbasis AI.

Jadi, meski Apple perlahan mendekati impian layar bezel-less dengan mengurangi ukuran cutout dalam beberapa tahun ke depan, penggemar yang menginginkan tampilan bersih tanpa gangguan harus bersabar lebih lama. Pertanyaannya, apakah strategi hati-hati Apple ini akan terbayar—atau justru memberi kesempatan pesaing untuk unggul lebih dulu? Simak terus perkembangan terbarunya di Telset.id.

Xiaomi YU7 SUV Resmi Meluncur: Desain Mewah, Performa Gahar

Telset.id – Xiaomi tidak main-main dalam dunia otomotif. Setelah sukses dengan SU7, perusahaan asal China ini kembali mengguncang pasar dengan meluncurkan SUV pertama mereka, Xiaomi YU7. Mobil ini bukan sekadar kendaraan listrik biasa, melainkan sebuah mahakarya yang menggabungkan desain futuristik, teknologi canggih, dan performa mengagumkan.

Xiaomi YU7 hadir dalam tiga varian: Standard (RWD), Pro (AWD), dan Max (high-performance AWD). Ketiganya menawarkan pengalaman berkendara yang berbeda, mulai dari efisiensi hingga kecepatan tinggi. Pre-order sudah dibuka melalui aplikasi Xiaomi EV dan WeChat Mini Program, menandai babak baru Xiaomi di industri otomotif.

Desain yang Memikat dan Pilihan Warna Eksklusif

Xiaomi YU7 mengusung desain low-slung dengan proporsi seimbang dan stance yang lebar. Tersedia sembilan pilihan warna eksklusif, termasuk Basalt Gray, Lava Orange, Titanium Silver, Emerald Green, Pearl White, Dusk Purple, dan Dawn Pink. Setiap warna memberikan kesan berbeda, mulai dari elegan hingga sporty.

Xiaomi YU7 dalam warna Lava Orange

Untuk roda, Xiaomi menyediakan pilihan mulai dari 19 hingga 21 inci dengan berbagai desain dan tipe ban. Varian Max bahkan menawarkan ban performa tinggi Michelin Pilot Sport EV untuk pengendaraan yang lebih agresif.

Interior Mewah dengan Fitur Canggih

Kabin YU7 didesain untuk kenyamanan maksimal. Xiaomi menggunakan material soft-touch bersertifikasi OEKO-TEX® Class 1, sementara jok dibalut dengan kulit Nappa premium. Pengemudi bisa memilih kursi zero-gravity dengan fitur recline dan pijat, sementara kursi belakang bisa direbahkan hingga 135° dan dilipat rata untuk membentuk tempat tidur sepanjang 1,8 meter.

Fitur penyimpanan juga tak kalah mengesankan. YU7 memiliki bagasi depan 141L, bagasi belakang 687L, dan kapasitas maksimal 1.758L ketika kursi belakang dilipat. Tak lupa, Xiaomi menyematkan teknologi canggih seperti dual wireless charging 80W, kulkas 4,6L, sistem audio Dolby Atmos 25-speaker, dan filter kabin HEPA seluas 2,2m².

Performa Gahar dan Teknologi Charging Super Cepat

Varian Max menggunakan HyperEngine V6s Plus milik Xiaomi, mampu melesat dari 0-100 km/jam hanya dalam 3,23 detik dengan kecepatan maksimal 253 km/jam. Untuk jarak tempuh, varian Standard menawarkan CLTC range hingga 835 km, sementara versi AWD mencapai 770 km.

Interior mewah Xiaomi YU7 dengan layar panoramic

Teknologi charging 800V memungkinkan pengisian baterai dari 10-80% hanya dalam 12 menit, atau menambah jarak tempuh hingga 620 km dalam 15 menit. Xiaomi juga membekali YU7 dengan Smart Chassis yang mencakup adaptive suspension, Smart Ride Control, dan Motion Sickness Relief Mode untuk kenyamanan berkendara.

Integrasi Ekosistem Xiaomi dan Fitur Keselamatan

YU7 menjalankan sistem HyperVision Panoramic Display dengan tiga layar Mini LED. Fitur unggulan termasuk Hyper XiaoAI voice assistant, kontrol suara lima-zona, dan perintah suara dari luar mobil. Pengguna Apple juga mendapat keuntungan dengan dukungan CarPlay multi-layar, remote unlocking, dan integrasi Apple Watch.

Untuk keselamatan, YU7 dilengkapi dengan LiDAR, radar milimeter-wave 4D, 11 kamera HD, dan 12 sensor ultrasonik. Struktur bodinya menggunakan baja ultra-kuat 2200 MPa dan kombinasi baja-aluminium dengan torsional stiffness 47.610 N·m/deg. Xiaomi mengklaim YU7 telah melalui lebih dari 50 tes tabrakan dan 6,49 juta km uji jalan dalam berbagai kondisi ekstrem.

Tak tanggung-tanggung, YU7 Max bahkan memecahkan rekor ketahanan EV 24 jam dengan menempuh 3.944 km dalam satu hari di bawah pengawasan resmi. Ini membuktikan keandalan powertrain dan baterai buatan Xiaomi.

Harga YU7 dimulai dari RMB 253.500 (sekitar Rp 550 juta) untuk varian Standard, RMB 279.900 (Rp 608 juta) untuk Pro, dan RMB 329.900 (Rp 717 juta) untuk Max. Dengan segudang fitur dan performa yang ditawarkan, YU7 siap menjadi pesaing serius di pasar SUV listrik premium.

Bocoran Chipset Flagship 2025: Apple, Qualcomm, MediaTek, dan Huawei Siap Bertarung

Telset.id – Jika Anda mengira persaingan chipset flagship tahun ini sudah panas, bersiaplah untuk gelombang baru di paruh kedua 2025. Bocoran terbaru dari tipster ternama Digital Chat Station (DCS) mengungkapkan, raksasa teknologi seperti Apple, Qualcomm, MediaTek, dan Huawei tengah mempersiapkan senjata andalan mereka.

Menurut DCS, Apple akan mempertahankan tradisi peluncuran tahunan dengan menghadirkan A19 Pro pada September mendatang. Tak mau ketinggalan, Qualcomm diprediksi akan merilis Snapdragon 8 Elite 2 (kode internal SM8850) tak lama setelahnya. Kedua chipset ini kabarnya akan dibangun di atas proses manufaktur N3P milik TSMC, penyempurnaan dari teknologi 3nm yang ada saat ini.

Ilustrasi chipset flagship 2025 dari berbagai vendor

Peningkatan Signifikan di Segi Performa dan Efisiensi

DCS menyebutkan, chipset-chipset terbaru ini tidak hanya menawarkan peningkatan frekuensi (kecepatan clock) yang signifikan, tetapi juga efisiensi energi yang lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Ini menjadi kabar gembira bagi penggemar gadget yang menginginkan performa tinggi tanpa harus mengorbankan daya tahan baterai.

MediaTek juga tak mau kalah. Vendor asal Taiwan ini dikabarkan akan meluncurkan Dimensity 9500 pada akhir September. Sementara itu, Huawei mungkin menjadi yang paling misterius dengan rencana peluncuran Kirin 9030 mendekati akhir tahun. Seperti biasa, Huawei cenderung merahasiakan detail spesifikasi chipset mereka hingga saat peluncuran resmi.

Kejutan dari Xiaomi dan Apple

Yang menarik, bocoran ini juga menyentuh perkembangan dari Xiaomi. DCS mengungkapkan bahwa CEO Xiaomi Lei Jun ternyata tidak menyangka performa chipset XRING O1 buatan mereka akan sebaik itu. Awalnya, Xiaomi bahkan tidak berencana mengembangkan generasi berikutnya. Namun, kabarnya XRING O2 sedang dalam persiapan dan diprediksi akan “lebih populer” daripada pendahulunya.

Sementara itu, laporan terpisah dari IT Home menyebutkan Apple sedang mempersiapkan chipset M5 untuk iPad Pro dan MacBook Pro baru yang rencananya akan dirilis musim gugur ini. Namun, update kali ini mungkin hanya terfokus pada peningkatan prosesor tanpa perubahan signifikan pada desain hardware atau fitur lainnya.

Dengan timeline yang beredar, keempat chipset flagship ini diprediksi akan membanjiri pasar antara akhir 2025 hingga awal 2026. Pertanyaannya sekarang: vendor mana yang akan menjadi yang terdepan dalam perlombaan teknologi kali ini?

Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Bocor: MediaTek Dimensity 9400+ dan Performa Gahar

Telset.id – Bocoran terbaru mengungkap Samsung Galaxy Tab S11 Ultra akan hadir dengan chipset MediaTek Dimensity 9400+, menandakan pergeseran strategi besar-besaran dari Qualcomm Snapdragon. Apakah ini akhir dari dominasi Snapdragon di lini tablet premium Samsung?

Daftar Geekbench dengan kode model SM-X936B mengkonfirmasi spesifikasi inti tablet flagship tersebut. Dimensity 9400+ hadir dengan konfigurasi inti 1+3+4, dipimpin oleh Cortex-X925 berkecepatan 3.73GHz, didukung tiga inti 3.3GHz dan empat inti efisiensi 2.4GHz. GPU Immortalis-G925 12-core dan kemampuan AI hingga 59 TOPS menjadikannya salah satu chipset paling powerful tahun ini.

Performa CPU-nya mencetak 2.675 poin (single-core) dan 8.039 (multi-core), melampaui pendahulunya, Galaxy Tab S10 Ultra yang hanya mencapai 2.200 dan 7.500 poin. Lonjakan signifikan ini bisa menjadi game changer di pasar tablet Android.

Spesifikasi Lengkap yang Membuat iPad Pro Ketar-Ketir

Selain chipset, Tab S11 Ultra dikabarkan akan membawa:

  • RAM 12GB LPDDR5X (opsional hingga 16GB)
  • Android 16 dengan One UI 8 out-of-the-box
  • Layar AMOLED 14.8″ resolusi 2.9K dan 120Hz
  • Baterai 11.374mAh (lebih besar 174mAh dari generasi sebelumnya)

Strategi Baru Samsung: Mengapa Beralih ke MediaTek?

Pergeseran ke Dimensity 9400+ bukan tanpa alasan. Chipset ini menawarkan:

  • Efisiensi daya lebih baik
  • Dukungan AI on-device yang mumpuni
  • Harga yang mungkin lebih kompetitif

Rilis diperkirakan September-Oktober 2024, menyusul peluncuran seri Z Fold7/Flip7 pada Juli. Dengan spesifikasi ini, Samsung jelas ingin merebut tahta tablet premium dari iPad Pro. Pertanyaannya: apakah strategi baru mereka akan berhasil?

Samsung Galaxy S26 Ultra Bakal Atasi Masalah S Pen yang Mengganggu Selama Ini

Telset.id – Jika Anda pengguna setia seri Galaxy Note atau Ultra, pasti pernah merasakan frustrasi saat S Pen tiba-tiba tidak responsif karena gangguan magnetik. Kabar baik datang dari Samsung: bocoran terbaru mengindikasikan Galaxy S26 Ultra akan membawa solusi permanen untuk masalah klasik ini.

Menurut tipster ternama @PandaFlashPro di X, Samsung sedang mengembangkan teknologi S Pen atau digitizer baru yang dirancang khusus untuk mengatasi interferensi magnetik dari aksesori seperti casing atau wireless charger. Gangguan ini telah menjadi momok selama lebih dari satu dekade—mulai dari dead zone hingga sensitivitas yang tidak konsisten.

Magnet: Musuh Bebuyutan S Pen

Meski Galaxy S25 Ultra mendukung standar Qi2 melalui aksesori pihak ketiga, Samsung tetap memperingatkan pengguna tentang potensi gangguan magnetik di area S Pen. Uniknya, flagship terbaru ini sengaja tidak dilengkapi magnet internal untuk menghindari masalah tersebut—sebuah keputusan yang justru memaksa pengguna bergantung pada casing magnetik.

“Jika Samsung berhasil mengatasi keterbatasan ini, S26 Ultra bisa jadi yang pertama mengintegrasikan magnet internal tanpa kompromi,” ujar seorang analis industri yang enggan disebutkan namanya. Langkah ini tidak hanya menyederhanakan ekosistem aksesori, tetapi juga membuka lebih banyak pilihan desain dan harga untuk konsumen.

Teknologi Pendahulu di Fold 7?

Menariknya, solusi serupa dikabarkan akan debut lebih dulu di Galaxy Z Fold 7 yang rencananya diluncurkan pada Galaxy Unpacked 9 Juli 2025 di New York. Meski Fold 7 tidak memiliki slot S Pen bawaan, kehadiran teknologi ini bisa menjadi fondasi untuk implementasi lebih matang di S26 Ultra.

Spekulasi lain menyebutkan kemungkinan integrasi lebih dalam dengan cincin magnetik Qi2 untuk meningkatkan kompatibilitas pengisian nirkabel. Namun, detail teknis seperti sistem pelacakan canggih atau modifikasi digitizer masih menjadi misteri.

Selain upgrade S Pen, S26 Ultra diprediksi mengusung chipset Exynos 2600 berproses 2nm, RAM 16GB, dan baterai berkapasitas “di bawah 5.400mAh”. Seperti dilaporkan sebelumnya, pertarungan chipset ini bisa menjadi penentu performa flagship Samsung di tahun 2026.

Dengan jadwal rilis awal 2026, apakah solusi S Pen ini akan memenuhi harapan pengguna? Jawabannya masih terbuka. Tapi satu hal pasti: setelah bertahun-tahun mengeluh, fans berat seri Ultra akhirnya bisa bernapas lega.

Samsung Tri-Fold Bakal Pakai Titanium & Snapdragon 8 Elite, Tapi Tanpa Kamera Under-Display

Telset.id – Samsung sedang bersiap meluncurkan ponsel lipat tiga layar (tri-fold) pertama mereka akhir tahun ini. Bocoran terbaru mengungkap, perangkat premium ini akan mengusung rangka titanium dan chipset Snapdragon 8 Elite, meski tanpa fitur kamera under-display yang sempat diharapkan.

Menurut informasi dari leaker terpercaya @PandaFlashPro di X, ponsel tri-fold Samsung akan menggunakan kombinasi titanium dan aluminium untuk rangka dan bodinya. Material ini dipilih untuk meningkatkan daya tahan — aspek krusial untuk perangkat lipat berukuran besar. Titanium sendiri bukan hal baru bagi Samsung, mengingat material ini sudah digunakan di seri Galaxy S Ultra terbaru.

Spesifikasi Unggulan dengan Kompromi

Di bagian dapur pacu, ponsel ini diperkirakan akan ditenagai Snapdragon 8 Elite — chipset flagship Qualcomm yang juga akan menghidupi Galaxy S25. Bocoran menyebut chipset ini akan dipasangkan dengan RAM LPDDR5X berkapasitas 16GB, kombinasi yang dijamin mampu menangani multitasking berat, gaming, dan fitur AI canggih.

Namun, ada satu fitur yang tampaknya absen: kamera under-display (UDC). Alih-alih menggunakan teknologi ini, Samsung dikabarkan akan tetap mempertahankan kamera punch-hole dengan sensor 12MP. Keputusan ini sejalan dengan rumor bahwa Samsung mulai mengurangi ketergantungan pada UDC karena berbagai keterbatasan teknis — tren yang juga terlihat pada bocoran Galaxy Z Fold7.

Baterai dan Jadwal Peluncuran

Detail tentang baterai masih simpang siur, tetapi spekulasi awal menyebut Samsung mungkin akan menggunakan baterai konvensional alih-alih teknologi terbaru seperti sel silikon-karbon atau baterai solid-state yang masih dalam pengembangan. Kapasitasnya diperkirakan sekitar 4.400 mAh — angka yang cukup menantang untuk perangkat dengan tiga layar.

Untuk jadwal, tri-fold Samsung mungkin akan diperkenalkan secara singkat dalam acara Galaxy Unpacked pada 9 Juli di New York, bersama Z Fold7 dan Z Flip7. Peluncuran penuhnya sendiri dikabarkan akan berlangsung pada Oktober, setidaknya untuk pasar terpilih seperti China dan Korea Selatan.

Dengan harga yang diperkirakan mencapai $2.800 (sekitar Rp45 juta), ponsel ini jelas menargetkan segmen ultra-premium. Samsung tampaknya ingin bersaing ketat dengan rival seperti Huawei Mate XT, mengandalkan inovasi fitur software sebagai nilai tambah.

Lantas, apakah Anda termasuk yang menantikan kehadiran ponsel tri-fold ini? Atau justru berpikir bahwa teknologi lipat masih terlalu mahal untuk saat ini? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar!

Resident Evil Requiem: Awalnya Open-World, Kini Kembali ke Akar Seri

Telset.id – Kabar mengejutkan datang dari Capcom. Resident Evil Requiem, yang sebelumnya dikabarkan sebagai game open-world, ternyata memang sempat dikembangkan dengan konsep tersebut. Namun, tim pengembang memutuskan untuk kembali ke formula klasik seri ini setelah menyadari itu bukan yang diinginkan penggemar.

Dalam video Creator’s Message yang eksklusif di Resident Evil Portal, direktur Koshi Nakanishi mengungkapkan bahwa rumor tentang Resident Evil 9 (kini bernama Resident Evil Requiem) sebagai game open-world memang benar adanya. “Kami menghabiskan waktu untuk bereksperimen dengan konsep itu,” kata Nakanishi. “Tapi akhirnya kami sadar, ini bukan yang diharapkan fans.”

Koshi Nakanishi menjelaskan konsep Resident Evil Requiem

Keputusan ini membuat Resident Evil Requiem akan tetap menjadi game single-player offline, seperti yang ditekankan produser Masachika Kawata. Langkah ini patut diapresiasi di era dimana banyak publisher memaksakan elemen online ke franchise yang awalnya single-player.

Fenomena ini mengingatkan pada kasus Dragon Age: The Veilguard yang sempat dipaksa menjadi game live-service oleh EA sebelum akhirnya kembali ke konsep RPG single-player. Bedanya, Capcom menyadari kesalahan ini lebih awal dalam pengembangan.

Kembalinya Resident Evil ke formula klasik ini patut disyukuri. Dalam beberapa tahun terakhir, Capcom konsisten merilis game berkualitas tinggi. Keputusan untuk mendengarkan keinginan fans menunjukkan bahwa publisher ini masih memiliki integritas kreatif yang tinggi.

Lantas, bagaimana jika Capcom bersikeras dengan konsep open-world? Mungkin kita akan melihat Resident Evil yang sangat berbeda – mungkin lebih mirip dengan Wheel of Time atau bahkan Assassin’s Creed versi survival horror. Untungnya, itu tidak terjadi.

Resident Evil Requiem akan membawa pemain kembali ke Raccoon City dengan gameplay yang lebih familiar. Game ini akan menawarkan pengalaman baik dari perspektif first-person maupun third-person, menunjukkan bahwa meski kembali ke akar, Capcom tetap berinovasi.

Keputusan kreatif ini patut menjadi pelajaran bagi industri game. Terkadang, mendengarkan fans dan tetap setia pada DNA franchise justru menghasilkan karya yang lebih baik daripada sekadar mengikuti tren.

Google Luncurkan Offerwall, Solusi untuk Penerbit yang Terdampak AI Overviews

0

Telset.id – Jika Anda adalah penerbit atau konten kreator yang merasakan penurunan trafik sejak Google memperkenalkan fitur AI Overviews, kabar terbaru ini mungkin bisa menjadi angin segar. Google kini meluncurkan Offerwall, sebuah alat baru yang dirancang khusus untuk membantu penerbit mendapatkan kembali pendapatan mereka yang tergerus oleh dominasi pencarian berbasis AI.

Sejak diperkenalkan awal 2024, AI Overviews telah mengubah cara pengguna mengakses informasi. Fitur ini menyajikan ringkasan langsung di halaman hasil pencarian, membuat pengguna tidak perlu lagi mengklik tautan ke situs asli. Praktis, trafik organik ke situs penerbit pun merosot tajam. Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel AI Mengubah Ekonomi Internet, dampaknya terhadap bisnis digital sangat signifikan.

Google introduces Offerwall to help publishers

Bagaimana Offerwall Bekerja?

Offerwall adalah solusi yang memungkinkan penerbit memonetisasi konten mereka tanpa bergantung sepenuhnya pada iklan atau kunjungan situs. Dengan alat ini, penerbit dapat memasang paywall atau sign-in wall, mengharuskan pengguna untuk berlangganan, login, atau menyelesaikan tindakan tertentu sebelum mengakses konten premium.

Google mengklaim bahwa Offerwall telah diuji coba pada ribuan penerbit dengan berbagai jenis konten dan wilayah. Alat ini tersedia gratis melalui Google Ad Manager, memberikan fleksibilitas bagi penerbit untuk menyesuaikan model akses sesuai kebutuhan mereka. Misalnya, penerbit bisa meminta pembaca membuat akun untuk membangun hubungan yang lebih dalam.

Dampak AI Overviews terhadap Industri Penerbitan

AI Overviews memang memudahkan pengguna, tetapi di sisi lain, fitur ini telah memicu kekhawatiran besar di kalangan penerbit. Seperti yang terjadi pada Google Ask Photos, inovasi AI seringkali memiliki konsekuensi yang tidak terduga. Banyak penerbit mengandalkan trafik organik dari Google untuk menghasilkan pendapatan melalui iklan, dan penurunan kunjungan berarti penurunan pendapatan.

Offerwall hadir sebagai upaya Google untuk memulihkan kepercayaan dengan ekosistem penerbitan. Namun, apakah solusi ini cukup? Beberapa analis berpendapat bahwa penerbit masih perlu mencari strategi diversifikasi pendapatan jangka panjang, terutama mengingat perkembangan pesat teknologi AI seperti yang terlihat pada ekspansi Audio Overviews di Gemini.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah Offerwall bisa menjadi solusi berkelanjutan, atau hanya sekadar tempelan untuk masalah yang lebih besar?

OpenAI Beralih ke Google TPU untuk Tekan Biaya AI, Apa Dampaknya?

0

Telset.id – Jika Anda mengira persaingan di dunia AI hanya soal model dan algoritma, siap-siap terkejut. Laporan terbaru dari The Information mengungkapkan bahwa OpenAI diam-diam telah beralih menggunakan Tensor Processing Unit (TPU) milik Google untuk menjalankan ChatGPT dan produk AI lainnya. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada GPU NVIDIA yang harganya selangit.

Selama ini, OpenAI dikenal sebagai mitra utama Microsoft dan Oracle dalam hal infrastruktur komputasi AI. Kedua perusahaan tersebut menyediakan akses ke GPU NVIDIA untuk pelatihan dan inferensi model AI. Namun, rupanya biaya operasional yang membengkak membuat OpenAI mencari alternatif. Di sinilah Google masuk dengan TPU-nya.

Google TPU generasi ketujuh yang digunakan untuk AI

Mengapa OpenAI Beralih ke Google TPU?

Menurut sumber anonim yang dikutip The Information, OpenAI mulai menggunakan TPU Google dalam beberapa bulan terakhir. Alasan utamanya sederhana: efisiensi biaya. NVIDIA memang masih menjadi raja di pasar chip AI, tetapi harga GPU-nya yang tinggi dan pasokan yang terbatas membuat banyak perusahaan, termasuk OpenAI, mencari opsi lain.

Google sendiri meluncurkan TPU generasi ketujuh pada April lalu, yang diklaim sebagai chip AI pertama mereka yang dioptimalkan untuk inferensi. Chip ini sebelumnya juga digunakan Apple untuk melatih platform Apple Intelligence. Meski Google belum menyewakan TPU terbarunya ke OpenAI, langkah ini tetap menjadi sinyal menarik dalam persaingan industri AI.

Dampak terhadap NVIDIA dan Pasar AI

Jika Google berhasil menarik lebih banyak perusahaan untuk menggunakan TPU-nya, dominasi NVIDIA di pasar chip AI bisa tergoyahkan. NVIDIA memang masih unggul dalam hal performa, tetapi harga dan ketersediaannya menjadi kendala besar. Google, dengan infrastruktur cloud-nya, bisa menjadi pesaing serius.

Selain itu, langkah OpenAI ini juga menunjukkan betapa dinamisnya industri AI. Tidak hanya soal model dan algoritma, tetapi juga infrastruktur pendukungnya. Seperti yang terjadi dengan Huawei Ascend 910D, persaingan di level hardware semakin sengit.

Ilustrasi persaingan chip AI antara Google, NVIDIA, dan Huawei

Lalu, apa artinya bagi pengguna akhir? Jika biaya operasional AI bisa ditekan, bukan tidak mungkin layanan seperti ChatGPT akan menjadi lebih murah atau setidaknya tidak mengalami kenaikan harga. Namun, ini masih spekulasi. Yang pasti, persaingan antara raksasa teknologi dalam hal AI semakin panas.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah langkah OpenAI ini akan mengubah peta persaingan AI secara signifikan? Atau NVIDIA tetap akan menjadi pemain utama? Simak terus perkembangan terbaru di Telset.id.