Beranda blog Halaman 116

Apple Watch Series 11: Upgrade Kesehatan yang Bisa Selamatkan Nyawa

0

Pernahkah Anda membayangkan sebuah jam tangan yang tidak hanya mencatat langkah atau detak jantung, tetapi juga bisa memberi peringatan dini tentang tekanan darah tinggi? Itulah yang ditawarkan Apple Watch Series 11, dan ini bukan sekadar klaim marketing belaka. Dalam dunia yang semakin sadar kesehatan, perangkat ini hadir dengan janji yang hampir seperti memiliki dokter pribadi di pergelangan tangan.

Apple baru saja meluncurkan Apple Watch Series 11 pada 9 September 2025, dan fokusnya sangat jelas: kesehatan proaktif. Meski desain luarnya terlihat familiar, perubahan di balik layar justru yang paling menarik. Daripada hanya menjadi pelacak kebugaran, Series 11 berambisi menjadi penjaga kesehatan yang lebih cerdas dan responsif.

Dua fitur andalannya—notifikasi hipertensi dan skor tidur—menandakan pergeseran signifikan dalam filosofi Apple. Ini bukan lagi tentang seberapa banyak kalori yang terbakar, tetapi tentang bagaimana perangkat bisa membantu mendeteksi kondisi kronis sebelum menjadi masalah serius.

Fitur Kesehatan yang Benar-Benar Revolusioner

Yang paling menonjol dari Apple Watch Series 11 adalah kemampuannya memantau tekanan darah secara pasif. Teknologi ini dapat mendeteksi tanda-tanda hipertensi kronis dan mengirimkan notifikasi jika ada anomaly yang perlu diwaspadai. Bagi banyak orang, ini bisa menjadi alarm awal yang menyelamatkan nyawa—terutama mengingat hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” karena gejalanya yang kerap tidak disadari.

Selain itu, Apple memperkenalkan “sleep score”, sistem penilaian tidur berbasis angka yang memberikan gambaran lebih jelas tentang kualitas istirahat malam Anda. Daripada sekadar melaporkan durasi atau fase tidur, fitur ini menyajikan metrik yang mudah dipahami, membantu Anda mengevaluasi apakah tidur Anda benar-benar restoratif atau justru penuh gangguan.

Apple Watch Series 11

Spesifikasi dan Desain: Familiar Tapi Tetap Fresh

Series 11 tetap mempertahankan DNA desain Apple Watch yang sudah dikenal, dengan pilihan ukuran 42mm dan 46mm, serta material aluminum dan titanium. Warna yang ditawarkan pun beragam, dari Jet Black, Silver, Rose Gold, Space Gray untuk varian aluminum, hingga Natural, Gold, dan Slate untuk titanium.

Di sisi ketahanan, Apple mengklaim layar Ion-X Glass sekarang dua kali lebih tahan gores. Baterainya juga ditingkatkan hingga 24 jam, meski masih kalah dari beberapa kompetitor yang menawarkan daya tahan multi-hari. Ditambah dukungan konektivitas 5G, Series 11 memang dirancang untuk pengguna yang selalu aktif dan membutuhkan koneksi cepat di mana saja.

Apple Watch Series 11

Lanskap Persaingan: Apple vs. Samsung vs. Google

Dengan fitur kesehatan yang semakin canggih, Apple jelas sedang berusaha memimpin di segmen smartwatch kesehatan. Saat ini, kompetitor seperti Samsung Galaxy Watch dan Google Pixel Watch (dengan integrasi Fitbit) masih fokus pada wellness dan kebugaran. Series 11 mengambil langkah lebih jauh dengan memasuki ranah klinis—sesuatu yang belum banyak disentuh pesaingnya.

Misalnya, Pixel Watch unggul dalam pelacakan tidur mendetail, sementara Samsung dikenal dengan desain premium dan fitur kebugaran komprehensif. Tapi Apple Watch Series 11 mungkin menjadi yang pertama yang bisa secara pasif memantau kondisi seperti hipertensi dan memberi rekomendasi medis.

Haruskah Anda Upgrade?

Bagi pemilik Apple Watch Series 9 atau generasi sebelumnya, Series 11 layak dipertimbangkan—terutama jika Anda peduli dengan pemantauan kesehatan yang lebih proaktif. Fitur hipertensi dan sleep score saja sudah cukup menjadi alasan upgrade. Namun, jika Anda menggunakan model yang lebih baru, mungkin belum perlu terburu-buru.

Keterbatasan baterai masih menjadi titik lemah. Meski sudah ditingkatkan, 24 jam masih terasa kurang jika dibandingkan dengan jam tangan lain yang bisa bertahan hingga beberapa hari. Tapi bagi yang terbiasa mengisi daya setiap malam, ini mungkin bukan masalah besar.

Apple Watch Series 11

Apple Watch Series 11 bukanlah desain ulang radikal, melainkan penyempurnaan fokus pada kekuatan terbesarnya: menjadi penjaga kesehatan penggunanya. Dengan harga mulai $399 untuk aluminum dan $699 untuk titanium, perangkat ini menawarkan nilai tambah yang signifikan di segi kesehatan—sesuatu yang mungkin sulit ditandingi kompetitor dalam waktu dekat.

Jadi, apakah Series 11 layak dibeli? Jika Anda mencari smartwatch yang tidak hanya stylish tapi juga bisa membantu menjaga kesehatan dalam jangka panjang, jawabannya adalah iya. Tapi jika Anda hanya butuh pelacak kebugaran dasar, mungkin Series 9 atau bahkan SE masih cukup.

Samsung Galaxy Z Flip7: Ekspresi Diri Makin Mudah dengan Fitur Unggulan

0

Telset.id – Samsung Galaxy Z Flip7 resmi diluncurkan dengan fokus pada kemudahan ekspresi diri melalui fitur-fitur inovatif seperti FlexWindow, FlexCam, dan real-time filters yang didukung Google Gemini. Perangkat ini memungkinkan pengguna mengambil foto selfie instan tanpa membuka layar utama, bereksperimen dengan sudut unik, serta mendapatkan hasil visual yang personal dalam hitungan detik.

Ilham Indrawan, Senior Product Marketing Manager Samsung Electronics Indonesia, menegaskan bahwa Galaxy Z Flip7 dirancang khusus untuk mendukung kreativitas pengguna. “Galaxy Z Flip7 adalah smartphone yang memungkinkan setiap orang mengekspresikan diri secara maksimal. Fitur FlexWindow, FlexCam, dan real-time filters yang dipadukan dengan Google Gemini memberi kebebasan penuh untuk berkreasi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (8/9/2025).

FlexWindow berukuran 4,1 inci menjadi salah satu fitur andalan yang memungkinkan akses cepat ke kamera depan tanpa perlu membuka layar utama. Pengguna dapat langsung memilih filter favorit dan mengambil selfie instan, bahkan saat dalam perjalanan menuju acara penting. Semua kontrol tersedia di ujung jari, sehingga momen berharga tidak terlewat.

Content image for article: Samsung Galaxy Z Flip7: Ekspresi Diri Makin Mudah dengan Fitur Unggulan

Fleksibilitas Tinggi dengan FlexCam

Fleksibilitas FlexCam memungkinkan pengambilan gambar dari berbagai sudut unik. Dengan melipat perangkat hingga 90 derajat dan menempatkannya di permukaan datar, pengguna dapat mengambil foto dari sudut rendah untuk efek dramatis atau high angle untuk foto grup. Fitur ini sangat berguna dalam situasi sosial seperti hangout bersama teman, dimana semua orang bisa masuk frame tanpa harus memegang ponsel.

Real-time filters memberikan hasil instan yang dapat disesuaikan dengan suasana dan pencahayaan. Pengguna dapat memilih filter seperti Warm Sunset untuk golden hour di pantai atau Party Glow untuk pesta malam hari, semua tanpa proses editing tambahan. Fitur ini memastikan setiap foto langsung siap dibagikan ke media sosial.

Dukungan Google Gemini untuk Inspirasi Kreatif

Google Gemini terintegrasi langsung di FlexWindow dan layar utama, memberikan rekomendasi filter, pose, hingga angle kamera berdasarkan prompt pengguna. Misalnya, dengan memberikan perintah “rekomendasikan filter selfie yang cocok dengan tone pencahayaan warm”, Gemini akan memberikan saran yang sesuai dengan kondisi dan mood pengguna. Fitur ini membuat proses kreatif menjadi lebih personal dan efisien.

Kombinasi semua fitur tersebut menciptakan pengalaman pembuatan konten yang seamless dan menyenangkan. Pengguna tidak memerlukan aplikasi tambahan atau proses editing panjang untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Cukup buka kamera, pilih filter, dan abadikan momen terbaik.

Galaxy Z Flip7 tersedia dalam pilihan warna Blue Shadow, Jetblack, Coral-red, dan Mint (online exclusive) dengan konfigurasi memori 12GB/512GB seharga Rp19.999.000 dan 12GB/256GB seharga Rp17.999.000. Samsung juga menawarkan promo spesial hingga 15 September 2025 termasuk trade-in senilai Rp2 juta, cashback bank Rp1 juta, dan proteksi layar hingga 2 tahun.

Sebagai informasi, Samsung Galaxy Z Flip7 menggunakan prosesor Exynos yang menjadi bagian dari strategi baru perusahaan. Perangkat ini juga telah melalui berbagai uji ketahanan yang mengungkap kekuatan dan kelemahannya. Bagi penggemar konten olahraga, Gemini AI di Galaxy Z Flip7 juga menjadi sahabat kreatif yang sangat membantu.

Dengan semua keunggulan tersebut, Samsung Galaxy Z Flip7 tidak hanya menjadi perangkat dokumentasi biasa, tetapi juga cerminan kepribadian penggunanya. Setiap fitur dirancang agar proses pembuatan konten terasa natural, cepat, dan sesuai dengan identitas visual yang ingin ditampilkan.

Telkomsel Umumkan 13 Pemenang Mobil Listrik BYD Dolphin di SIMPATI HOKI

0

Telset.id – Telkomsel mengumumkan 13 pelanggan beruntung sebagai pemenang Grand Prize mobil listrik BYD Dolphin dalam program undian SIMPATI HOKI. Pengumuman ini disampaikan bertepatan dengan peringatan Hari Pelanggan Nasional pada 4 September 2025, sekaligus menandai berakhirnya program undian yang berlangsung sejak 1 Juni hingga 31 Agustus 2025.

Seluruh proses pengundian dilakukan secara transparan dan disaksikan oleh perwakilan Kementerian Sosial Republik Indonesia, Dinas Sosial, serta Notaris. Pemenang akan dihubungi langsung oleh perwakilan Telkomsel, dengan seluruh pajak dan biaya pengiriman hadiah ditanggung penuh oleh perusahaan.

VP SIMPATI Product Marketing Telkomsel, Adhi Putranto, menyatakan, “Program SIMPATI HOKI menjadi wujud apresiasi kami kepada pelanggan yang telah setia menggunakan layanan SIMPATI. Bertepatan dengan momen Hari Pelanggan Nasional, Telkomsel menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan layanan yang semakin relevan dan bermanfaat.”

Hadiah Spektakuler dalam Tiga Periode Undian

Program SIMPATI HOKI telah berjalan selama tiga bulan dengan menghadirkan berbagai hadiah spektakuler bagi pelanggan prabayar SIMPATI yang melakukan pembelian paket minimal Rp50.000. Hadiah utama yang diberikan di setiap periode meliputi:

  • Periode Juni: 13 paket liburan domestik dengan pilihan destinasi Lombok, Belitung, dan Labuan Bajo
  • Periode Juli: 13 unit sepeda motor All New Yamaha NMAX 155
  • Periode Agustus: 13 unit mobil listrik BYD Dolphin sebagai Grand Prize

Program undian ini merupakan kelanjutan dari inisiatif sebelumnya yang telah digelar Telkomsel dengan hadiah miliaran rupiah, menunjukkan konsistensi perusahaan dalam memberikan apresiasi kepada pelanggan setia.

Kompetisi Racing dan Hadiah Tambahan

Selain undian utama, pelanggan juga berkesempatan memenangkan hadiah melalui kompetisi Racing SIMPATI HOKI yang mengapresiasi pelanggan dengan transaksi terbanyak. Hadiah kompetisi ini mencakup smartphone Samsung A06 5G, modem Orbit G1, dan voucher pulsa senilai Rp50.000.

Bagi pelanggan yang belum beruntung memenangkan undian maupun kompetisi Racing, Telkomsel menyediakan hadiah berupa kuota internet 3 GB (berlaku 1 hari) yang dapat ditukarkan dengan 30 Telkomsel Poin melalui aplikasi MyTelkomsel.

Keberhasilan program SIMPATI HOKI sejalan dengan tren meningkatnya popularitas kendaraan listrik yang bahkan menguasai berbagai kategori penghargaan otomotif global, termasuk BYD Dolphin yang menjadi hadiah utama.

Perayaan Hari Pelanggan Nasional juga dimanfaatkan oleh berbagai operator telekomunikasi untuk menunjukkan apresiasi, seperti yang dilakukan Tri Indonesia dengan mengajak direksinya menjadi admin media sosial untuk berinteraksi langsung dengan pelanggan.

Informasi selengkapnya mengenai daftar pemenang dan mekanisme program dapat diakses melalui situs resmi telkomsel.com/simpatihoki. Telkomsel mengimbau pelanggan untuk waspada terhadap segala bentuk penipuan yang mengatasnamakan program ini dan tidak memberikan data pribadi seperti kode OTP atau PIN kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.

BAETA: Solusi Inovatif Ubah Sampah Plastik Jadi Penangkap Karbon

Telset.id – Bayangkan jika sampah plastik yang selama ini mencemari lautan justru bisa menjadi solusi untuk menangkap emisi karbon di atmosfer. Kedengarannya seperti mimpi, bukan? Tapi inilah yang berhasil diwujudkan oleh para peneliti di Denmark dengan terobosan material bernama BAETA.

Setiap tahun, produksi dan pembuangan plastik global menghasilkan hampir 2 miliar ton gas rumah kaca. Sebagian besar berakhir di tempat pembuangan sampah, mencemari tanah dan laut. Namun, tim peneliti dari University of Copenhagen telah menemukan cara untuk mengubah masalah ini menjadi solusi iklim yang revolusioner.

Dalam studi terbaru yang diterbitkan di Science Advances pada 5 September 2025, mereka berhasil mengubah plastik PET yang terdekomposisi—jenis plastik #1 yang biasa digunakan dalam botol minuman dan kemasan makanan—menjadi material penangkap karbon yang efisien. Proses ini disebut aminolisis, sebuah reaksi kimia yang mengubah sampah menjadi berkah.

Researchers created a new carbon sorbent, called BAETA, by upcycling plastic waste

“Keindahan metode ini adalah kita memecahkan masalah tanpa menciptakan masalah baru,” ujar Margarita Poderyte, kandidat PhD kimia di University of Copenhagen dan penulis utama studi, dalam rilis resmi. “Dengan mengubah sampah menjadi bahan baku yang dapat secara aktif mengurangi gas rumah kaca, kita menjadikan masalah lingkungan sebagai bagian dari solusi krisis iklim.”

BAETA memiliki struktur bubuk yang dapat dibentuk menjadi pelet, sangat efektif dalam menangkap molekul CO2. Satu pon BAETA mampu menyerap hingga 0,15 pon CO2—efisiensi yang cukup tinggi dibandingkan sistem komersial yang ada saat ini. Material ini juga lebih tahan panas daripada sorbent amina lainnya, tetap stabil pada suhu hingga 482 derajat Fahrenheit.

Meski membutuhkan input energi panas yang lebih besar untuk mencapai penyerapan CO2 maksimal, para peneliti yakin BAETA dapat memberikan sistem penangkapan karbon yang skalabel dan hemat biaya. Terobosan ini datang di saat yang tepat, mengingat meningkatnya urgensi untuk mengurangi polutan pemanasan planet seperti karbon dioksida.

Dua Masalah Besar, Satu Solusi Inovatif

Krisis iklim dan polusi plastik adalah dua tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini. Sementara suhu global terus meningkat, jumlah sampah plastik di tempat pembuangan akhir, lautan, dan hampir semua sudut Bumi telah menyebabkan krisis mikroplastik global yang mengancam kesehatan manusia dan ekosistem.

Poderyte dan koleganya berharap pendekatan baru mereka terhadap penangkapan karbon dapat “membunuh dua burung dengan satu batu”. Dengan memanfaatkan plastik PET yang sudah terdekomposisi, mereka tidak hanya membersihkan lingkungan tetapi juga menciptakan alat untuk memerangi perubahan iklim.

“Jika kita bisa mendapatkan plastik PET yang sangat terdekomposisi mengambang di lautan dunia, itu akan menjadi sumber daya yang berharga bagi kami karena sangat cocok untuk daur ulang dengan metode kami,” kata Poderyte. Pernyataan ini sangat relevan mengingat penemuan terbaru tentang 27 juta ton partikel plastik yang mengambang di Atlantik Utara.

Jiwoong Lee, profesor kimia di University of Copenhagen dan rekan penulis studi, menambahkan, “Kami tidak berbicara tentang masalah yang berdiri sendiri, begitu pula solusinya. Material kami dapat menciptakan insentif ekonomi yang sangat konkret untuk membersihkan lautan dari plastik.”

Inisiatif daur ulang plastik semacam ini sebenarnya sudah mulai diadopsi oleh berbagai perusahaan teknologi. Seperti yang kita lihat dalam komitmen Google menggunakan plastik daur ulang di semua produknya tahun 2022, atau pengontrol Xbox baru Microsoft yang menggunakan bahan daur ulang. Bahkan praktik daur ulang kreatif juga dilakukan di tempat-tempat yang tidak terduga, seperti kuil Buddha Thailand yang mendaur ulang 40 ton plastik menjadi jubah.

Masa Depan Penangkapan Karbon yang Berkelanjutan

BAETA bukan sekadar terobosan ilmiah biasa. Material ini mewakili perubahan paradigma dalam bagaimana kita memandang sampah—bukan sebagai masalah, tetapi sebagai sumber daya yang belum dimanfaatkan. Dalam dunia yang semakin sadar akan keberlanjutan, pendekatan sirkular seperti ini bisa menjadi kunci menuju masa depan yang lebih hijau.

Yang membuat BAETA istimewa adalah kemampuannya untuk bekerja dalam kondisi yang menantang. Ketahanan panasnya yang luar biasa berarti material ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi industri, dari pembangkit listrik hingga pabrik manufaktur. Meski membutuhkan lebih banyak energi untuk melepaskan karbon yang ditangkap, efisiensi keseluruhannya menjanjikan.

Pertanyaan besarnya sekarang: bisakah teknologi ini diimplementasikan dalam skala besar? Dengan jumlah sampah plastik yang terus bertambah—dan kebutuhan untuk mengurangi emisi karbon yang semakin mendesak—BAETA mungkin saja menjadi salah satu solusi paling elegan yang pernah dikembangkan manusia.

Kita sering terjebak dalam pemikiran bahwa solusi untuk masalah lingkungan harus rumit dan mahal. Tapi terkadang, jawabannya justru ada di depan mata kita—dalam botol plastik yang kita buang setiap hari. BAETA mengingatkan kita bahwa inovasi tidak selalu tentang menciptakan sesuatu yang baru, tetapi tentang melihat yang lama dengan cara yang berbeda.

Jadi, lain kali Anda melihat sampah plastik mengambang di laut atau teronggok di tempat sampah, ingatlah bahwa material yang sama mungkin suatu hari nanti akan membantu menyelamatkan planet kita. Itulah kekuatan sains ketika bertemu dengan kreativitas—mengubah ancaman menjadi harapan, dan masalah menjadi solusi.

Kebijakan Trump Hantam Gadget: Harga Naik, Produk Langka di AS

0

Telset.id – Bayangkan Anda menantikan peluncuran gadget terbaru, tapi perusahaan enggan memberi tahu harganya—bahkan ketersediaannya di pasar lokal pun diragukan. Itulah realitas pahit yang dihadapi konsumen teknologi di Amerika Serikat (AS) saat ini, dan IFA 2025 di Berlin menjadi buktinya.

Konferensi teknologi tahunan ini, yang biasanya dipenuhi pengumuman produk inovatif dengan harga terjangkau, justru diwarnai keengganan perusahaan untuk mengungkap detail harga dan rencana distribusi ke AS. Penyebab utamanya? Kebijakan tarif impor yang diterapkan pemerintahan Trump, yang membuat banyak perusahaan ragu-ragu bahkan untuk memasarkan produk mereka di negeri Paman Sam.

Microsoft dan Asus menolak mengungkap harga handheld Xbox mereka

Microsoft dan Asus, misalnya, sama-sama menolak mengungkap berapa harga handheld Xbox mereka yang sangat dinantikan. Padahal, perangkat ini diharapkan bisa bersaing dengan Steam Deck dan perangkat sejenis lainnya. Bukan hanya mereka—banyak perusahaan lain di IFA 2025 memilih diam soal harga, seolah takut menghadapi kenyataan bahwa produk mereka akan jauh lebih mahal daripada sebelumnya.

Tarif impor yang diterapkan Trump tidak hanya berdampak pada harga, tetapi juga pada ketersediaan produk. DJI, perusahaan drone ternama, secara efektif “dilarang lembut” untuk mengimpor produknya ke AS. Akibatnya, kamera 360 derajat terbaru mereka, Osmo 360, tidak dapat dibeli oleh konsumen AS meskipun sudah diluncurkan secara global.

DJI Osmo 360 tidak tersedia untuk pembeli AS

Roborock, perusahaan yang dikenal dengan produk pembersih otomatisnya, juga memutuskan untuk tidak membawa beberapa produk terbaru—seperti robot pemotong rumput dan mesin cuci-pengering hybrid—ke AS dalam waktu dekat. Padahal, AS adalah pasar terbesar untuk pemotong rumput di dunia. Keputusan ini jelas merupakan pukulan bagi konsumen yang mengandalkan inovasi teknologi untuk kehidupan sehari-hari.

Bahkan perusahaan yang masih berencana meluncurkan produk di AS enggan memberikan perkiraan harga. TCL, misalnya, menolak mengungkap harga TV QM9K mereka yang seharusnya diluncurkan dalam sebulan. Padahal, TCL dikenal sebagai merek TV dengan harga terjangkau—jika mereka enggan bicara harga, bagaimana dengan merek premium?

TV TCL QM9K masih tanpa harga jelas

Pasar PC dan handheld juga terkena dampak serius. Lenovo meluncurkan Legion Go 2 dengan layar OLED yang menjanjikan, tetapi harganya jauh lebih tinggi daripada pendahulunya. Versi dasar dijual seharga $1.050, sementara varian dengan prosesor AMD Ryzen Z2 Extreme mencapai $1.350. Bandingkan dengan Legion Go pertama yang diluncurkan pada akhir 2023 dengan harga $700.

Lenovo Legion Go 2 hadir dengan harga lebih tinggi

Kenaikan harga sebesar ini tentu saja membuat banyak calon pembeli mengurungkan niat. Apalagi, performa yang ditawarkan tidak selalu sebanding dengan kenaikan harganya. Handheld lain, seperti yang diproduksi Acer, bahkan belum memiliki kepastian ketersediaan di AS. Nitro Blaze 7 dan 11 sudah dijual di Asia, Eropa, dan Timur Tengah, tetapi Acer menyatakan belum ada update untuk pasar AS.

Lalu, bagaimana perusahaan teknologi menghadapi situasi ini? Sebagian memilih strategi “tunggu dan lihat”, berharap kebijakan Trump akan berubah atau setidaknya tidak semakin memburuk. Beberapa perusahaan, seperti Intel dan NVIDIA, memilih untuk bernegosiasi—bahkan jika itu berarti harus menyerahkan sebagian kepemilikan atau menerima tuntutan yang tidak menguntungkan.

Namun, tidak semua perusahaan mau atau mampu melakukan hal yang sama. Bagi mereka, lebih baik menghindari pasar AS sama sekali daripada harus berurusan dengan ketidakpastian dan biaya tambahan yang signifikan. Akibatnya, konsumen AS semakin sulit mendapatkan akses ke produk-produk teknologi terbaru dan paling inovatif.

Acer Swift 16 Air masih misteri dari segi harga

Jadi, apa artinya semua ini bagi Anda sebagai konsumen? Jika Anda tinggal di AS, bersiaplah untuk melihat lebih banyak produk yang tidak tersedia secara resmi, atau harus membayar lebih mahal untuk gadget yang sama. Jika Anda di luar AS, mungkin Anda masih bisa menikmati produk-produk terbaru—tetapi waspadalah, karena kebijakan serupa bisa saja diterapkan di negara lain.

Tarif impor mungkin terlihat seperti kebijakan yang hanya memengaruhi perusahaan, tetapi pada akhirnya, konsumenlah yang paling merasakan dampaknya. Harga yang lebih tinggi, produk yang langka, dan inovasi yang terhambat—inilah masa depan teknologi di bawah kebijakan perdagangan Trump, setidaknya untuk saat ini.

Mungkin sudah waktunya bagi kita untuk mempertanyakan: apakah kebijakan seperti ini benar-benar menguntungkan siapa pun? Atau justru membuat kita semua—konsumen, perusahaan, dan bahkan perekonomian secara keseluruhan—menjadi korban?

Vodafone Gunakan AI Avatar di Iklan, Respons Publik Terbelah

0

Telset.id – Bayangkan menonton iklan dengan seorang wanita yang tampak nyata, berbicara dengan lancar, namun ada sesuatu yang terasa aneh. Rambutnya bergerak tak wajar, ekspresinya datar, dan tahi lalat di wajahnya bergeser sendiri. Itulah yang terjadi dalam iklan terbaru Vodafone, yang memakai avatar AI sebagai bintang utamanya. Bukan sekadar eksperimen teknologi, langkah ini memicu perdebatan serius: sejauh mana brand global boleh “menipu” audiens dengan AI yang menyamar sebagai manusia?

Vodafone, raksasa telekomunikasi global, bukan startup kecil yang coba-coba membuat deepfake lucu untuk konten media sosial. Ini perusahaan dengan reputasi internasional, dan keputusannya menggunakan AI avatar dalam kampanye iklan resmi patut dicermati. Alih-alih menyembunyikan fakta bahwa itu bukan manusia sungguhan, Vodafone justru membiarkan “kekurangan” AI terlihat jelas—seolah ingin menguji seberapa jauh penerimaan publik terhadap teknologi ini dalam dunia pemasaran.

Respons perusahaan terhadap kritik di forum online justru mengungkapkan strategi yang lebih dalam. Ketika ditanya mengapa tidak menggunakan manusia sungguhan, Vodafone menjawab bahwa ini adalah bagian dari eksperimen untuk menguji berbagai gaya iklan. Mereka berargumen bahwa AI sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, jadi wajar jika dicoba dalam iklan. Namun, apakah alasan itu cukup untuk membenarkan penggunaan avatar AI yang masih memiliki kejanggalan visual dan audio?

AI Avatar Vodafone dalam Iklan Terbaru

Ini bukan pertama kalinya Vodafone bereksperimen dengan AI. Tahun lalu, mereka meluncurkan iklan yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI, yang menuai kontroversi meski kualitas visualnya dinilai buruk. Tren ini sejalan dengan maraknya influencer virtual yang membanjiri platform media sosial. Namun, yang membedakan adalah keberanian Vodafone sebagai brand mapan untuk menjadikan AI sebagai wajah utama kampanye mereka—bukan sekadar tambahan atau efek spesial.

Dari sisi teknis, kelemahan avatar AI dalam iklan Vodafone cukup mudah dikenali. Rambut yang terlihat tidak alami, gerakan fisik yang kaku, nada bicara yang datar, dan bahkan tahi lalat yang berpindah posisi. Semua itu adalah “tells” atau tanda-tanda yang biasa ditemui dalam konten AI generatif. Bagi mata yang terlatih, ini adalah pengingat bahwa kita sedang tidak berinteraksi dengan manusia sungguhan.

Pertanyaan besarnya adalah: apakah konsumen siap menerima iklan yang menggunakan AI avatar sebagai pengganti manusia? Di satu sisi, teknologi ini menawarkan efisiensi dan fleksibilitas—tidak perlu menyewa model, mengatur jadwal syuting, atau khawatir dengan konflik kontrak. Di sisi lain, ada risiko kehilangan sentuhan manusiawi yang justru menjadi inti dari iklan yang persuasif.

Vodafone mungkin sedang bermain di area abu-abu antara inovasi dan etika. Dengan menyebut ini sebagai “eksperimen”, mereka seolah memiliki pembenaran untuk mencoba hal baru tanpa harus berkomitmen penuh. Namun, sebagai brand besar, tanggung jawab mereka lebih besar daripada sekadar mencoba-coba. Audiens berharap transparansi, bukan kejutan yang membuat mereka merasa diperdaya.

Lalu, bagaimana masa depan iklan dengan AI? Jika Vodafone terus melanjutkan jalan ini, bukan tidak mungkin brand lain akan mengikuti. Tapi, penting untuk diingat bahwa teknologi harus melayani manusia, bukan menggantikannya secara sembunyi-sembunyi. Keamanan digital dan transparansi menjadi kunci, terutama dalam era di mana teknologi semakin canggih dan sulit dibedakan dari kenyataan.

Vodafone telah membuka kotak Pandora dengan iklan AI avatar mereka. Sekarang, terserah pada konsumen dan regulator untuk menentukan sejauh mana praktik ini dapat diterima. Satu hal yang pasti: percakapan tentang etika AI dalam pemasaran baru saja dimulai, dan kita semua perlu waspada agar tidak tertinggal dalam pusaran teknologinya yang semakin deras. Seperti yang dilakukan IM3 dalam kampanye mereka, kolaborasi antara manusia dan teknologi bisa menjadi jalan tengah yang lebih beretika.

Google AI Mode Kini Dukung 5 Bahasa Baru, Termasuk Indonesia!

0

Telset.id – Bayangkan jika mesin pencari favorit Anda tak hanya paham bahasa Inggris, tapi juga mengerti nuansa lokal dalam bahasa Indonesia. Itulah yang kini ditawarkan Google dengan ekspansi besar-besaran AI Mode ke lima bahasa baru, termasuk bahasa kita. Apakah ini kabar gembira atau justru ancaman bagi trafik web lokal?

Google secara resmi mengumumkan bahwa AI Mode, fitur chatbot cerdas yang terintegrasi dengan Google Search, kini mendukung lima bahasa tambahan: Hindi, Indonesia, Jepang, Korea, dan Portugis Brasil. Ini adalah pertama kalinya sejak diluncurkan bahwa AI Mode tersedia dalam bahasa selain Inggris, menandai babak baru dalam upaya Google menciptakan mesin pencari yang benar-benar global.

Ekspansi bahasa ini bukan sekadar masalah terjemahan. Seperti diungkapkan Hema Budaraju, Wakil Presiden Manajemen Produk Penelusuran Google, membangun mesin pencari global memerlukan pemahaman mendalam terhadap informasi lokal. Dengan kemampuan multimodal dan penalaran dari versi kustom Gemini 2.5, Google mengklaim telah membuat lompatan besar dalam pemahaman bahasa, sehingga kemampuan pencarian AI paling mutakhir mereka menjadi relevan dan berguna di setiap bahasa baru yang didukung.

Perluasan ini merupakan bagian dari strategi ekspansi agresif Google. Sejak mulai diuji coba publik pada Maret lalu, AI Mode telah tersedia untuk semua pengguna di AS pada Mei, kemudian menyusul Inggris dan India. Pada Juli, Google menambahkan lebih banyak fitur termasuk dukungan untuk model Gemini 2.5 Pro dan Deep Search. Hingga bulan lalu, AI Mode telah hadir di lebih dari 180 negara, namun dengan keterbatasan hanya dalam bahasa Inggris.

Dampak pada Ekosistem Digital Lokal

Ekspansi bahasa AI Mode membawa implikasi signifikan bagi publisher dan konten kreator lokal. Di satu sisi, pengguna Indonesia kini dapat berinteraksi dengan AI Mode dalam bahasa mereka sendiri, mendapatkan jawaban yang lebih kontekstual dan relevan dengan kebutuhan lokal. Namun di sisi lain, kekhawatiran tentang penurunan trafik web semakin mengemuka.

Google baru-baru ini mengklaim bahwa trafik ke website dari Search “relatif stabil” sejak peluncuran AI Overviews, dan bahwa “web sedang berkembang.” Namun, pengakuan yang sangat berbeda muncul dalam dokumen pengadilan pekan lalu, dimana pengacara Google menyatakan bahwa “web terbuka sudah dalam penurunan cepat.” Kontradiksi ini tentu mengundang pertanyaan: apakah ekspansi AI Mode justru akan mempercepat penurunan trafik web?

Bagi publisher Indonesia yang sudah merasakan dampak penurunan trafik, ekspansi AI Mode ke bahasa Indonesia mungkin diterima dengan perasaan ambivalen. Di satu sisi, ini membuka peluang baru untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Di sisi lain, kekhawatiran bahwa AI akan semakin mengurangi klik ke website asli semakin nyata.

Masa Depan Pencarian yang Lebih Personal

Dukungan bahasa lokal dalam AI Mode menandai evolusi fundamental dalam cara kita berinteraksi dengan informasi digital. Ini bukan sekadar tentang memahami kata-kata, tetapi tentang memahami konteks budaya, idiom lokal, dan nuansa bahasa yang membuat komunikasi manusia begitu kaya.

Fitur ini sejalan dengan tren ekspansi global AI Mode yang semakin memperkuat posisi Google dalam percaturan AI. Dengan kemampuan memahami bahasa lokal, Google tidak hanya menjawab pertanyaan, tetapi memberikan solusi yang benar-benar sesuai dengan konteks geografis dan budaya pengguna.

Pengembangan AI Mode yang terus menerus, termasuk penambahan fitur Canvas untuk perencanaan yang lebih mudah, menunjukkan komitmen Google untuk menciptakan pengalaman pencarian yang lebih intuitif dan membantu. Dukungan bahasa lokal adalah langkah logis berikutnya dalam menjadikan AI sebagai asisten digital yang benar-benar personal.

Lalu, bagaimana dengan masa depan konten web dalam bahasa Indonesia? Apakah publisher perlu khawatir atau justru melihat ini sebagai peluang? Jawabannya mungkin terletak pada adaptasi. Daripada melawan arus, publisher mungkin perlu memikirkan strategi baru bagaimana konten mereka dapat diintegrasikan dengan lebih baik dalam ekosistem AI, sambil tetap mempertahankan nilai unik yang hanya bisa didapat dengan mengunjungi website mereka langsung.

Ekspansi bahasa AI Mode juga membuka pertanyaan tentang bagaimana Google akan menangani konten dalam bahasa Indonesia. Apakah algoritma mereka sudah cukup memahami kualitas konten dalam bahasa kita? Bagaimana dengan dialek daerah dan variasi bahasa yang begitu kaya di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan seberapa sukses implementasi AI Mode dalam bahasa Indonesia benar-benar bisa memenuhi kebutuhan pengguna lokal.

Yang pasti, dengan dukungan bahasa Indonesia di AI Mode, pengalaman pencarian kita akan berubah selamanya. Pertanyaan sekarang adalah: sudah siapkah kita menyambut era baru dimana mesin pencari tidak hanya menemukan informasi, tetapi benar-benar memahami kita dalam bahasa kita sendiri?

Acer Perbarui Lini Nitro dengan Laptop, Desktop, dan Monitor Gaming Terbaru

0

Telset.id – Acer meluncurkan jajaran perangkat gaming seri Nitro terbaru, termasuk laptop, desktop, dan monitor berdefinisi tinggi, pada ajang next@acer di IFA 2025 di Berlin, Jerman. Peluncuran ini menghadirkan performa bertenaga AI, visual memukau, dan desain yang lebih tangguh untuk memenuhi kebutuhan gamer dan konten kreator.

Seri Nitro terbaru ini memadukan perangkat keras bertenaga, perangkat lunak pintar, dan visual imersif untuk meningkatkan pengalaman bermain game maupun produktivitas kreatif. Produk-produk yang diperkenalkan mencakup Acer Nitro V 16, Nitro V 16S, desktop gaming Nitro 70 dan Nitro 50, serta empat model monitor gaming baru.

Peluncuran ini menandai komitmen Acer dalam menghadirkan inovasi terdepan di industri gaming, sekaligus memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain utama di pasar teknologi Indonesia. Seperti diketahui, Acer telah lama dikenal dengan lini produk gaming-nya yang kompetitif, termasuk laptop gaming dengan harga terjangkau dan performa andal.

Acer Nitro V 16: Performa AI dan Visual Sinematik

Acer Nitro V 16 (ANV16-72) dirancang untuk gamer dan konten kreator yang membutuhkan kecepatan, kejernihan, serta kemampuan multitasking yang dapat diandalkan. Laptop ini ditenagai prosesor Intel® Core™ 9 270H dan GPU NVIDIA® GeForce RTX 5070, yang menghadirkan gameplay sinematik yang mulus sekaligus pengalaman streaming yang lancar.

Dengan GPU GeForce RTX™ Seri 50 berbasis arsitektur NVIDIA Blackwell, perangkat ini telah ditingkatkan dengan tenaga AI yang tangguh sehingga visual menjadi lebih canggih dengan peningkatan performa dan frame rate. Perangkat juga dibekali software NVIDIA Studio serta fitur NVIDIA NIM Microservices, model AI mutakhir yang bisa digunakan sebagai asisten, dan mendukung alur kerja berbasis AI.

Layar laptop gaming ini mendukung resolusi WQXGA (2560×1600) dengan cakupan color gamut mencapai 100% sRGB dan refresh rate hingga 180 Hz, menghadirkan visual yang tampak lebih hidup dan super mulus. Sistem pendingin dengan dua kipas, empat saluran masuk (quad-intake), dan empat saluran keluar (quad-exhaust) memastikan performa tetap stabil bahkan saat digunakan dalam jangka waktu panjang.

Acer Nitro V 16S: Desain Portabel untuk Mobilitas Tinggi

Acer Nitro V 16S (ANV16S-71) hadir sebagai laptop gaming dengan dimensi yang ramping dan ringkas, memungkinkan para gamer bermain di mana saja. Dengan ketebalan kurang dari 19,9 mm dan berat hanya 2,1 kg, perangkat ini menawarkan portabilitas tanpa mengorbankan performa.

Laptop ini juga ditenagai prosesor Intel® Core™ 9 270H dan GPU NVIDIA GeForce RTX 5070, yang mendukung fitur DLSS 4 dan neural rendering untuk gameplay responsif dan pembuatan konten yang lebih cepat. Layarnya mendukung resolusi WQXGA (2560×1600) dengan cakupan color gamut 100% sRGB dan refresh rate 180 Hz.

Desain metal dengan ketebalan minimalis dan keyboard RGB 4-zona memberikan sentuhan modern dan stylish. Seperti varian Nitro lainnya, laptop ini dilengkapi aplikasi NitroSense untuk memantau performa secara real-time serta mengatur kecepatan kipas.

Content image for article: Acer Perbarui Lini Nitro dengan Laptop, Desktop, dan Monitor Gaming Terbaru

Desktop Gaming Nitro: Kekuatan dan Pendinginan Optimal

Desktop gaming terbaru Nitro 70 dan Nitro 50 dirancang untuk gamer hardcore yang menginginkan performa kompetitif. Acer Nitro 70 (N70X3D-100) menggunakan prosesor AMD Ryzen™ 9 9950X3D dan GPU NVIDIA GeForce RTX 5090 yang dapat memberikan performa AI hingga 3.352 AI TOPS.

Sementara itu, Acer Nitro 50 (N50-100) menggunakan prosesor AMD Ryzen™ 7 8700G dan GPU NVIDIA RTX 5080. Kedua desktop ini dilengkapi dengan sistem pendingin Acer Nitro CycloneX 360 dengan aliran udara yang 15% lebih baik, serta varian Nitro 70 yang memiliki sistem pendingin cair CPU 360 mm.

Keduanya juga sudah mendukung koneksi Wi-Fi 7, Acer Intelligence Space, dan casing dengan material tempered glass berstandar EMI dengan pencahayaan ARGB yang bisa dikustomisasi. Chassis 45L terbuat dari 65% plastik daur ulang PCR, menunjukkan komitmen Acer terhadap keberlanjutan lingkungan.

Monitor Gaming: Visual Imersif dengan Refresh Rate Tinggi

Acer memperluas lini monitor Nitro dengan empat model resolusi tinggi dan refresh rate cepat. Nitro XV275K V6 adalah monitor gaming 27 inci dengan resolusi 4K UHD (3840×2160), refresh rate 180 Hz, dan fitur AMD FreeSync Premium.

Content image for article: Acer Perbarui Lini Nitro dengan Laptop, Desktop, dan Monitor Gaming Terbaru

Nitro XV273U W1 menawarkan panel 27 inci beresolusi WQHD (2560×1440) dengan refresh rate yang bisa di-overclock hingga 275 Hz. Sementara Nitro XV270X menghadirkan resolusi hingga 5K (5120×2880) dengan rasio kontras 2000:1.

Yang paling mencolok adalah Nitro XZ403CKR, monitor layar lengkung dengan ukuran masif 39,7 inci dan curvature 1000R. Monitor ini menawarkan resolusi 5K WUHD (5120×2160), refresh rate hingga 288 Hz, dan speaker bawaan 5W.

Peluncuran seri Nitro terbaru ini semakin mengukuhkan posisi Acer di pasar gaming Indonesia. Produk-produk tersebut tidak hanya ditujukan untuk gaming, tetapi juga untuk konten kreator yang membutuhkan performa tinggi dan visual yang akurat. Seperti Predator Helios 300 SpatialLabs, lini Nitro juga menghadirkan teknologi terkini untuk pengalaman yang lebih imersif.

Spesifikasi produk, harga, dan ketersediaan akan bervariasi di masing-masing kawasan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai ketersediaan produk Acer terbaru di Indonesia, masyarakat dapat mengunjungi laman www.acerid.com.

Dengan inovasi yang terus dilakukan, Acer membuktikan komitmennya dalam menghadirkan produk-produk gaming yang tidak hanya powerful tetapi juga ramah lingkungan. Seperti halnya Predator Helios 300 SpatialLabs Edition, seri Nitro terbaru ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gaming dan kreatif yang semakin berkembang di Indonesia.

Perbandingan Bezel Samsung Galaxy S26 Pro, S26 Edge, dan Xiaomi 16 Pro

0

Telset.id – Bocoran terbaru dari Ice Universe mengungkap perbandingan bezel layar antara Samsung Galaxy S26 Pro, S26 Edge, dan Xiaomi 16 Pro. Gambar yang dibagikan menunjukkan perbedaan signifikan dalam desain bezel ketiga ponsel flagship tersebut.

Ice Universe, leaker ternama, memposting serangkaian gambar yang membandingkan ketiga model secara berdampingan. Dalam gambar pertama, terlihat Galaxy S26 Edge di sebelah kiri, Xiaomi 16 Pro di tengah, dan Galaxy S26 Pro di sebelah kanan. Perbedaan ketebalan bezel langsung terlihat, dengan Xiaomi 16 Pro menunjukkan bezel paling tipis di antara ketiganya.

Samsung Galaxy S26 Pro, S26 Edge, and Xiaomi 16 Pro's bezels compared

Menurut Ice Universe, bezel Samsung Galaxy S26 Pro memiliki ukuran yang identik dengan pendahulunya, Galaxy S25. Samsung dikabarkan memilih untuk tidak lagi mengecilkan bezel, mengikuti strategi Apple dalam upaya penghematan biaya produksi.

Gambar close-up antara Xiaomi 16 Pro (kiri) dan Galaxy S26 Pro (kanan) semakin memperjelas perbedaan tersebut. Xiaomi 16 Pro menunjukkan bezel yang jauh lebih tipis pada semua sisi layar, sementara Galaxy S26 Pro mempertahankan bezel yang lebih lebar.

Samsung Galaxy S26 Pro, S26 Edge, and Xiaomi 16 Pro's bezels compared

Ice Universe menyatakan bahwa Xiaomi 16 Pro akan menggunakan teknologi layar paling mutakhir di industri, yang memungkinkan reduksi signifikan pada lebar bezel. Kombinasi bezel ultra-tipis dengan kelengkungan sudut yang ekstrem akan memberikan tampilan yang sangat mencolok pada ponsel flagship Xiaomi tersebut.

Perbandingan khusus antara dua model Samsung juga ditampilkan dalam gambar terpisah, dengan S26 Edge di kiri dan S26 Pro di kanan. Perbedaan desain antara model Edge dan Pro series Samsung tetap terlihat, meskipun keduanya berbagi filosofi bezel yang sama.

Samsung Galaxy S26 Pro, S26 Edge, and Xiaomi 16 Pro's bezels compared

Kebijakan Samsung dalam mempertahankan desain bezel Galaxy S26 Pro mirip dengan pendahulunya mengingatkan pada strategi yang diterapkan pada seri sebelumnya. Sementara itu, langkah agresif Xiaomi dalam mengurangi bezel menunjukkan komitmen mereka dalam inovasi desain layar.

Keberhasilan Xiaomi dalam menciptakan bezel ultra-tipis pada Xiaomi 16 Pro dapat menjadi penanda tren baru dalam industri smartphone. Seperti yang terlihat dalam perkembangan teknologi ponsel flagship sebelumnya, persaingan dalam hal rasio layar-ke-body terus menjadi fokus utama produsen.

Samsung Galaxy S26 Pro, S26 Edge, and Xiaomi 16 Pro's bezels compared

Pertanyaan yang masih belum terjawab adalah apakah Xiaomi akan meluncurkan 16 Pro dan 16 Pro Max secara internasional. Model Pro sebelumnya hanya tersedia di China, namun dengan perubahan strategi tahun ini yang menawarkan dua model Pro dalam dua ukuran berbeda, kemungkinan distribusi global menjadi lebih terbuka.

Perbandingan bezel ini memberikan gambaran awal tentang arah desain smartphone flagship 2025. Seperti dalam perbandingan model Pro versus regular series, perbedaan desain sering kali menjadi pembeda utama antara varian dalam satu seri yang sama.

Industri smartphone terus menunjukkan evolusi dalam hal desain layar, dengan bezel menjadi salah satu aspek yang paling kompetitif. Bocoran ini memberikan insight berharga tentang bagaimana Samsung dan Xiaomi akan bersaing dalam hal estetika visual dan pengalaman pengguna pada produk flagship mereka mendatang.

PlayStation 6 Bakal Hadir dengan Disc Drive yang Bisa Dilepas?

0

Telset.id – Bayangkan jika Anda bisa membeli PlayStation 6 tanpa disc drive, lalu menambahkannya kapan saja sesuai kebutuhan. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa masa depan konsol PlayStation akan lebih fleksibel dari yang pernah kita bayangkan. Menurut laporan eksklusif dari Insider-Gaming, Sony dikabarkan akan meluncurkan PlayStation 6 dengan disc drive yang dapat dilepas—sebuah langkah yang tidak hanya praktis, tetapi juga penuh strategi.

Jika Anda mengikuti perkembangan PlayStation 5, Anda mungkin sudah familiar dengan opsi ini. Sejak 2023, Sony telah menjual PS5 dengan drive disc eksternal yang terpisah. Ternyata, langkah itu bukan sekadar eksperimen, melainkan fondasi untuk generasi berikutnya. Dengan PS6, Sony dikabarkan akan mempertahankan pendekatan yang sama: konsol tersedia dalam dua varian, dengan atau tanpa disc drive, dan drive tambahan dapat dibeli terpisah.

Sony PlayStation 5 console shown with a removable panel on a white background.

Mengapa Sony mempertahankan model ini? Salah satu alasannya adalah efisiensi manufaktur. Dengan menggunakan proses produksi yang sudah mapan, Sony dapat mengurangi biaya dan kompleksitas. Selain itu, ini adalah cara cerdas untuk memenuhi kebutuhan beragam gamer. Meskipun tren digital terus meningkat, masih banyak pemain yang setia pada fisik disc—entah untuk koleksi, resale value, atau sekadar nostalgia.

Namun, jangan salah: langkah ini juga menunjukkan bahwa Sony belum sepenuhnya siap untuk beralih ke konsol serba digital. Seperti yang pernah kami bahas dalam artikel tentang rilis PlayStation 5 Pro, Sony selalu berusaha menyeimbangkan inovasi dengan kenyamanan pengguna. Di sisi lain, handheld PlayStation yang sedang dikabarkan—seperti yang kami ulas dalam bocoran PlayStation 6 Handheld—tidak akan memiliki disc drive, menandakan bahwa masa depan gaming memang bergerak ke arah digital.

Lalu, bagaimana dengan tanggal peluncuran? Meskipun PS6 masih beberapa tahun lagi, anniversary PS5 Pro pada 7 November 2025 menandai titik tengah generasi PS5. Artinya, kita perlahan tapi pasti mendekati era PlayStation 6. Spekulasi tentang rilis game besar seperti Far Cry 6 yang tersedia gratis di berbagai platform juga menunjukkan bagaimana landscape gaming terus berubah, dan Sony ingin tetap relevan.

Gambar ilustrasi konsep PlayStation 6 dengan desain modular.

Jadi, apa artinya ini untuk Anda? Jika Anda adalah gamer yang masih mengoleksi disc, kabar ini tentu menggembirakan. Anda tidak akan dipaksa beralih ke digital sebelum siap. Sebaliknya, jika Anda lebih suka kemudahan digital, opsi tanpa drive tetap tersedia. Fleksibilitas adalah kuncinya—dan Sony tampaknya paham betul.

Dengan semua ini, apakah PlayStation 6 akan menjadi konsol terbaik yang pernah dibuat? Masih terlalu dini untuk mengatakan, tetapi satu hal pasti: Sony sedang membentuk masa depan gaming dengan cara yang inklusif dan cerdas. Tinggal tunggu bagaimana pesaing seperti Xbox merespons langkah strategis ini.

CEO Intel Lip-Bu Tan Ubah Strategi, Fokus AI dan Foundry

0

Telset.id – Apa yang terjadi ketika seorang CEO baru mengambil alih perusahaan teknologi sebesar Intel? Jawabannya mungkin lebih revolusioner dari yang Anda bayangkan. Lip-Bu Tan, sang CEO baru, tidak hanya melakukan pemotongan biaya biasa, tetapi melakukan transformasi budaya dan struktur yang mendalam. Dalam konferensi Goldman Sachs Communacopia + Technology, Wakil Presiden Perencanaan Perusahaan dan Hubungan Investor Intel, John Pitzer, mengungkap strategi Tan yang disebutnya “sangat berbeda” dari pendahulunya.

Yang menarik, perubahan ini bukan sekadar soal angka dan efisiensi, melainkan menyentuh inti bagaimana Intel beroperasi. Menurut Pitzer, restrukturisasi yang dilakukan setahun lalu hanya berupa pemotongan biaya tanpa mengubah cara bisnis dijalankan. Namun, yang dilakukan Tan di kuartal kedua tahun ini jauh lebih radikal: memotong 11 lapisan manajemen menjadi separuhnya, menciptakan organisasi yang lebih datar dengan akuntabilitas lebih tinggi.

Intel CEO Lip-Bu Tan at a tech conference with logos in the background.

Pitzer menjelaskan bahwa target utama Tan adalah birokrasi Intel yang dianggapnya menghambat pengambilan keputusan. “Budaya organisasi lama dinilai terlalu lambat dan menghasilkan keputusan yang buruk,” ujarnya. Sebagai bagian dari perubahan budaya ini, Tan bahkan memberlakukan kebijakan kembali ke kantor yang mulai diterapkan pekan lalu.

Lalu, apa prioritas Intel ke depan? Menurut Pitzer, ada empat fokus utama: memperbaiki bisnis chip x86, mengembangkan strategi AI, membuat bisnis foundry operational, dan memperkuat neraca keuangan. Keempatnya saling terkait dan menjadi pondasi transformasi Intel di era AI.

Strategi AI: Bukan Sekedar Ikut Tren

Dalam paparannya, Pitzer menyebut Intel berhutang kepada investor untuk memberikan pandangan lebih mendalam tentang strategi AI mereka. Rincian lebih lengkap dijanjikan akan dibagikan pada laporan kuartal ketiga. Namun yang jelas, ambisi Tan untuk pertumbuhan melebihi kisaran 3-5% yang mungkin dicapai dari perbaikan bisnis x86 intel.

“Untuk mencapai aspirasi tersebut, kami harus memiliki footprint yang lebih besar di AI,” tegas Pitzer. Menariknya, Intel percaya bahwa ekosistem x86 mereka membawa nilai tambah di pasar AI, khususnya dalam inferensi dan efisiensi daya. Ini menjadi area dimana Intel merasa bisa menjadi disruptif.

Perkembangan AI memang sedang panas diperbincangkan. Seperti yang kami laporkan sebelumnya, AI coding assistant picu 10x lebih banyak masalah keamanan, menunjukkan bahwa adopsi AI tidak selalu mulus. Namun Intel tampaknya mengambil pendekatan berbeda dengan memanfaatkan kekuatan existing mereka.

14A: Teknologi Baru dari Nol

Salah satu pengumuman paling menarik adalah tentang proses manufaktur 14A Intel. Pitzer menegaskan bahwa 14A adalah teknologi yang benar-benar berbeda dari awal, karena melibatkan pelanggan eksternal sejak tahap pertama pengembangan. Pendekatan ini kontras dengan 18A dimana Intel baru melibatkan pelanggan eksternal di fase development.

Intel foundry revenue and loss chart with Intel 18A progress updates and a person holding a wafer.

“Kami aktif terlibat dengan pelanggan eksternal untuk mendefinisikan node tersebut dalam fase definisi,” jelas Pitzer. Hasilnya, Intel tidak hanya mungkin membuat 14A cocok untuk pelanggan eksternal, tetapi juga bisa mendiskusikan pilihan desain dengan pelanggan untuk produk yang akan dirilis pada H2 2026 atau H1 2027.

Keyakinan ini didasarkan pada dua faktor utama: kesiapan dan kematangan PDK (Process Design Kit), serta kurva hasil. Pitzer menyatakan Intel merasa sangat baik tentang perkembangan 14A mereka.

Bisnis Foundry: Break Even Tahun 2027

Target ambisius lainnya adalah membuat bisnis foundry mencapai break even pada akhir 2027. Strateginya adalah dengan meningkatkan produksi menggunakan teknologi manufaktur 18A, terutama dengan mengandalkan volume dari Intel Products sendiri.

“Kami tidak perlu melihat banyak pendapatan foundry eksternal untuk mencapai break even operasional pada akhir 2027,” kata Pitzer. Pernyataan ini penting karena menunjukkan keyakinan Intel pada kemampuan internal mereka, sekaligus strategi yang lebih realistis dibandingkan hanya mengandalkan pelanggan eksternal.

Transformasi digital dan adopsi teknologi AI memang sedang terjadi di berbagai sektor. Seperti yang terjadi di Telkomsel Solution Day 2025, inovasi AI dan 5G menjadi pendorong transformasi digital Indonesia. Intel, dengan strategi barunya, berusaha mengambil peran penting dalam ekosistem ini.

Strategi integrasi digital juga menjadi kunci, mirip dengan yang dilakukan Telkom Indonesia dalam memacu market share B2B ICT. Pendekatan holistic yang melihat dari hulu ke hilir menjadi tren yang diadopsi banyak perusahaan teknologi besar.

Dengan semua perubahan ini, pertanyaan besarnya adalah: apakah strategi Lip-Bu Tan akan membawa Intel kembali ke puncak? Jawabannya mungkin belum bisa dipastikan, tetapi yang jelas, Intel sedang melakukan transformasi paling radikal dalam sejarah recent mereka. Dari birokrasi yang lambat hingga organisasi yang gesit, dari ketergantungan pada x86 hingga diversifikasi ke AI dan foundry – semua bergerak simultan.

Yang pasti, dunia teknologi pantas menantikan chapter baru Intel di bawah kepemimpinan Tan. Apakah ini akan menjadi comeback story of the decade? Waktu yang akan menjawabnya.

Samsung Galaxy Tri-Fold Bocor, Punya Desain Unik dengan Layar Cover di Tengah

0

Telset.id – Bayangkan ponsel lipat yang tak hanya membuka satu kali, tapi dua kali. Itulah yang sedang dipersiapkan Samsung dengan Galaxy Tri-Fold, dan bocoran terbaru menunjukkan desain yang sama sekali tak terduga. Berbeda dari Huawei Mate XT atau Mate XTs yang mengadopsi layout berbentuk Z, Samsung justru memilih pendekatan unik dengan menempatkan layar penutup di bagian tengah. Sebuah langkah berani yang bisa mengubah cara kita berinteraksi dengan perangkat lipat.

Bocoran ini datang dari akun @TechHighest di X, yang membagikan animasi One UI resmi milik Samsung. Animasi tersebut memperlihatkan dengan jelas bagaimana Galaxy Tri-Fold melipat di sekitar layar penutup sentral. Artinya, ketika perangkat dalam keadaan tertutup, layar yang bisa digunakan justru berada di panel tengah, bukan di panel terluar seperti yang selama ini diasumsikan banyak orang.

Animasi One UI menunjukkan mekanisme lipat Samsung Galaxy Tri-Fold

Lantas, apa keuntungan dari desain semacam ini? Pertama, pengguna akan lebih mudah mengambil foto selfie menggunakan kamera utama. Mengapa? Karena kamera utama tersebut terletak persis di samping layar penutup. Anda tak perlu lagi membuka ponsel sepenuhnya hanya untuk mengambil gambar dengan kualitas terbaik. Cukup gunakan layar penutup yang sudah tersedia.

Kedua, posisi sentral ini juga meningkatkan ergonomi. Pengguna dapat memegang perangkat yang terlipat dengan memegang panel yang tidak aktif, sehingga menghindari noda pada layar penutup. Desain ini tampaknya dirancang untuk kenyamanan sehari-hari, bukan sekadar untuk pamer teknologi.

Untuk urusan pengisian daya, Samsung juga tak lupa menyisipkan fitur wireless dan reverse wireless charging. Kumparan pengisian nirkabel ditempatkan di bawah modul kamera, memungkinkan ponsel digunakan seperti ponsel biasa saat sedang mengisi daya atau berbagi daya dengan perangkat lain. Detail kecil seperti ini menunjukkan bahwa Samsung serius membuat Tri-Fold tidak hanya inovatif, tetapi juga praktis.

Spesifikasi dan Pesaing

Meski ukuran layar utama belum dikonfirmasi secara resmi, laporan sebelumnya menyebutkan bahwa Galaxy Tri-Fold akan memiliki layar hampir 10 inci ketika dibuka sepenuhnya. Ukuran ini menempatkannya dalam jangkauan yang sama dengan Huawei Mate XTs, pesaing utamanya di segmen ponsel lipat besar.

Samsung juga dikabarkan akan tetap mempertahankan lini Fold tradisional mereka. Artinya, Galaxy Z Fold7 tetap akan hadir sebagai opsi bagi mereka yang lebih menyukai desain dua panel klasik. Keputusan ini menunjukkan bahwa Samsung tidak ingin meninggalkan pasar yang sudah ada, sambil secara bersamaan menjelajahi teritori baru dengan Tri-Fold.

Animasi One UI yang bocor ini juga mengindikasikan bahwa Samsung tidak sekadar mengikuti jejak Huawei. Mereka sedang berusaha menciptakan identitas sendiri di ruang ponsel lipat tiga. Sebuah langkah strategis yang mungkin akan membuahkan hasil positif, mengingat Samsung sudah mengkonfirmasi bahwa Galaxy Z TriFold akan debut sebelum 2026. Bocoran terbaru bahkan menunjuk pada peluncuran Oktober mendatang.

Dengan semua informasi ini, apakah Samsung akan berhasil mencuri perhatian? Atau justru Huawei yang tetap memimpin dengan desain Z-nya? Jawabannya tentu masih harus ditunggu. Namun satu hal yang pasti: persaingan di dunia ponsel lipat semakin panas, dan konsumenlah yang akan diuntungkan.

Bagi penggemar setia Samsung, kehadiran Tri-Fold mungkin menjadi angin segar. Tapi bagi mereka yang masih setia dengan desain klasik, dukungan software yang panjang untuk perangkat lama tetap menjadi pertimbangan penting. Apapun pilihannya, tahun depan akan menjadi tahun yang menarik untuk teknologi ponsel lipat.