TikTok Dituduh Hambat Investigasi Kejahatan Perang Ukraina

Telset.id, Jakarta – TikTok dituduh menghambat proses investigasi kejahatan perang Ukraina. Tudingan disampaikan oleh para aktivis dan pengacara yang sedang mengumpulkan bukti kejahatan perang di Ukraina

TikTok digunakan oleh mereka untuk mengumpulkan bukti kejahatan perang di Ukraina. Namun, mereka menghadapi hambatan dari aplikasi milik perusahaan asal China itu.

Ketika video dari tentara dan warga sipil Ukraina dan Rusia membanjiri TikTok, para aktivis dan pengacara telah meminta aplikasi untuk menyerahkan video tersebut kepada mereka, karena bisa dijadikan bukti dalam investigasi dan proses penuntutan kejahatan perang.

Tetapi TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di Beijing, menghapus hampir 90% video yang dianggap “tidak pantas” sebelum ada yang melihatnya.

BACA JUGA:

Para penyelidik berpendapat bahwa video pembantaian atau serangan udara – meskipun tentu saja “tidak pantas” ditonton – dapat menjadi barang bukti yang sangat berharga dalam penuntutan kejahatan perang.

Para penyidik, seperti Telset kutip dari New York Post, Senin (18/7/2022), berharap TikTok lebih kooperatif dan mau melakukan pekerjaan lebih baik untuk menyelamatkan dan menghentikan perang di wilayah Ukraina.

“Bagaimana penyidik ​​meminta informasi jika mereka tidak tahu bahwa itu pernah ada? Ini dapat memiliki efek bencana keadilan bagi pelanggaran hak asasi manusia,” kata pengacara kriminal internasional Raquel Vázquez Llorente.

Sementara organisasi nirlaba independen sering membantu penyelidikan dengan mengumpulkan postingan video di media sosial, tapi mereka tidak selalu memiliki otoritas hukum untuk menuntut data penyerahan TikTok.

TikTok sendiri telah menyatakan bahwa mereka telah mempertahankan video unggahan tentang perang Ukraina yang bisa diserahkan sebagai tanggapan atas permintaan penegakan hukum.

“Kami memiliki kebijakan penyimpanan data terkait perang di Ukraina, dan kami siap untuk menanggapi permintaan dari [Pengadilan Pidana Internasional] atau lembaga penegak hukum, sejalan dengan Pedoman Penegakan Hukum kami yang tersedia untuk umum, yang mencerminkan norma hukum,” kata juru bicara TikTok.

Tetapi kepala analisis data Pengadilan Kriminal Internasional David Hasman mengatakan kepada Financial Times bahwa kepemilikan TikTok di China memperumit penyelidikan oleh pengadilan yang berbasis di Belanda, yang menuntut kejahatan perang dan kasus genosida di seluruh dunia.

“Cara TikTok menyimpan data jauh berbeda, dan dimana mereka menyimpan datanya di negara mana, jelas juga jauh berbeda. Saya akan mengatakan itu mungkin salah satu tantangan terbesar,” kata Hasman.

“Lebih sulit mengumpulkan data dari TikTok, daripada Twitter atau Facebook,” tambah Hasman.

BACA JUGA:

TikTok menolak berkomentar soal pernyataan Hasman itu. TikTok mengatakan bahwa mereka belum menerima permintaan data apa pun dari Pengadilan Kriminal Internasional. Mereka juga telah memenuhi permintaan dari penegak hukum Ukraina.

Dia Kayyali, direktur asosiasi untuk advokasi di sebuah organisasi nirlaba bernama Mnemonic yang mengumpulkan bukti digital pelanggaran hak asasi manusia, juga menyuarakan keprihatinan tentang data TikTok yang disimpan di China.

Kayyali dilaporkan bertemu dengan TikTok awal tahun ini untuk membahas kekhawatiran tentang bukti kejahatan perang tetapi belum menerima tindak lanjut dari hasil pertemuan tersebut.

“Ini sangat membuat frustrasi. Proses TikTok tidak menindalanjuti hasil pertemuan kami. Mereka pura-pura tidak tahu,” ketus Kayyali. [SN/HBS]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI