Beranda blog Halaman 40

Google Batasi Sideloading Android, Tapi Ada Celah ADB

0

Telset.id – Apakah Anda salah satu pengguna Android yang gemar mengunduh aplikasi dari luar Play Store? Jika iya, bersiaplah menghadapi perubahan besar. Google berencana memperketat aturan sideloading pada perangkat Android bersertifikat mulai akhir 2026. Kabar ini tentu mengundang reaksi beragam, terutama bagi mereka yang menghargai fleksibilitas sistem operasi besutan raksasa teknologi tersebut.

Langkah Google kali ini bukan sekadar wacana. Perusahaan akan mewajibkan developer untuk memverifikasi identitas mereka sebelum aplikasi dapat diinstal pada perangkat Android bersertifikat. Aplikasi yang tidak terverifikasi—bahkan jika diunduh dari luar Play Store—akan diblokir. Ini adalah upaya lebih langsung untuk memerangi APK berbahaya yang sering menyasar pengguna kurang teknis.

Namun, jangan buru-buru panik. Sideloading tidak akan hilang sepenuhnya. Seperti dikemukakan oleh ahli Android Mishaal Rahman, FAQ Google secara diam-diam menyebutkan adanya celah: Android Debug Bridge (ADB). Alat baris perintah yang sudah populer di kalangan pengguna advanced ini memungkinkan siapa pun menginstal aplikasi dengan perintah sederhana dari komputer.

Mengapa Google Melakukan Perubahan Ini?

Google tampaknya ingin menyeimbangkan antara keamanan dan kebebasan. Di satu sisi, langkah ini dapat mengurangi risiko malware yang sering menyusup melalui APK tidak resmi. Di sisi lain, kebijakan baru ini sedikit mengikis reputasi Android sebagai sistem yang terbuka dibandingkan iOS.

Perubahan enforcement juga patut dicermati. Alih-alih mengandalkan Play Protect, Google akan menggunakan aplikasi sistem baru bernama Android Developer Verifier. Meski belum dijelaskan alasan pemisahan tool ini, sinyalnya jelas: Google ingin kontrol lebih ketat terhadap apa yang diinstal di perangkat pengguna.

Seperti halnya platform lain yang memperketat aturan, misalnya ketika Instagram menyiapkan fitur verifikasi berbayar, langkah Google ini bisa dilihat sebagai bagian dari tren larger platform security.

ADB: Jalan Keluat Bagi Power Users

Bagi penggemar teknologi, ADB bukan hal baru. Alat ini telah lama menjadi senjata andalan developer dan enthusiasts untuk melakukan hal-hal di luar batasan normal Android. Dengan ADB, menginstal aplikasi tanpa verifikasi Google hanya memerlukan perintah sederhana seperti adb install nama_aplikasi.apk.

Tantangannya terletak pada aksesibilitas. Bagi pengguna biasa, menghubungkan ponsel ke PC dan mengetikkan perintah baris mungkin terasa seperti hambatan besar. Ini berpotensi mengurangi jumlah orang yang melakukan sideloading—yang mungkin justru menjadi tujuan Google.

Namun bagi komunitas tech-savvy, ADB adalah jaring pengaman. Ini memastikan bahwa semangat keterbukaan Android tetap hidup, meski Google semakin ketat mengendalikan ecosystem-nya. Seperti evolusi AI yang memunculkan tools seperti OpenAI yang memberi kesempatan pengguna bikin ChatGPT sendiri, ADB memberdayakan pengguna untuk mengambil kendali.

Implikasi dan Masa Depan Sideloading Android

Dengan rollout yang masih lebih dari setahun lagi, masih ada waktu untuk debat dan klarifikasi lebih lanjut. Pertanyaan besarnya: seberapa ketat aturan ini akan diterapkan dalam praktiknya? Apakah Google akan memberikan pengecualian tertentu, ataukah mereka akan benar-benar menutup semua celah kecuali ADB?

Perkembangan teknologi seperti AI generatif video realistis dari ByteDance menunjukkan betapa cepatnya landscape digital berubah. Kebijakan Google hari ini mungkin perlu beradaptasi dengan realitas teknologi besok.

Yang pasti, perubahan ini mengundang kita untuk mempertanyakan kembali makna “keterbukaan” dalam ecosystem digital. Di era dimana data pribadi menjadi komoditas berharga—seperti yang terjadi pada kasus Worldcoin yang dipertanyakan Kemkomdigi—keseimbangan antara keamanan dan kebebasan menjadi semakin kompleks.

Jadi, apakah ini akhir dari sideloading Android? Tidak juga. Ini mungkin adalah babak baru dimana sideloading menjadi lebih exclusive—didedikasikan untuk mereka yang benar-benar memahami teknologinya. Bagi Google, mungkin ini adalah compromise yang necessary: melindungi majority tanpa sepenuhnya mengkhianati minority yang menghargai openness.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah langkah Google ini diperlukan untuk keamanan pengguna, ataukah terlalu membatasi kebebasan yang menjadi jiwa Android? Ceritakan pandangan Anda di kolom komentar.

Pixel 10 Pro Ungguli iPhone 16 Pro dalam Tes Baterai Ekstrem

0

Telset.id – Apa jadinya jika Google akhirnya serius dengan chipset buatannya sendiri? Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa Tensor G5, yang dibuat oleh TSMC, membawa lompatan efisiensi daya terbesar dalam sejarah Pixel. Sebuah tes baterai ekstrem yang dilakukan oleh YouTube creator Lover Of Tech membandingkan Pixel 10 Pro dengan dua rival beratnya—iPhone 16 Pro dan Galaxy S25—menghasilkan hasil yang mengejutkan. Ternyata, Pixel berhasil mengungguli iPhone dalam hal ketahanan baterai secara keseluruhan.

Selama bertahun-tahun, pengguna Pixel sering mengeluhkan masalah baterai dan overheating. Namun, dengan beralih ke proses manufaktur 3nm TSMC, Tensor G5 tidak hanya lebih efisien tetapi juga lebih dingin. Tes ini dilakukan dalam kondisi yang terkontrol ketat: ketiga ponsel memiliki layar berukuran serupa dengan kecerahan 200 nits dan auto brightness dimatikan. Resolusi Pixel disetel ke 1080p untuk menjaga keadilan tes. Galaxy S25 menggunakan Snapdragon 8 Elite, iPhone 16 Pro dengan A18 Pro, dan Pixel 10 Pro dengan Tensor G5—semuanya diproduksi dengan proses 3nm TSMC.

Meski kapasitas baterai berbeda—Galaxy S25 4000 mAh, Pixel 10 Pro 4870 mAh, dan iPhone 16 Pro 3582 mAh—yang penting adalah berapa lama ponsel tersebut bertahan dalam penggunaan intensif. Tes dimulai dengan perekaman video 4K 60fps selama satu jam. Hasilnya? Galaxy S25, yang ditenagai Snapdragon 8 Elite, justru menunjukkan penurunan persentase baterai terbesar dan kenaikan suhu tertinggi. Ia kehilangan 22% daya, sementara Pixel dan iPhone hanya kehilangan 15%.

Perbandingan suhu Pixel 10 Pro, iPhone 16 Pro, dan Galaxy S25 saat tes baterai

Tak hanya itu, Galaxy S25 memanas hingga 44.9°C, dibandingkan dengan Pixel yang hanya mencapai 41.7°C—peningkatan yang diharapkan banyak kreator dari Google. iPhone tetap lebih dingin di 40.8°C, berkat integrasi hardware-software Apple yang efisien. Meski Pixel tampak kurang baik dalam kontrol suhu selama tes media sosial, ia unggul dalam pemutaran YouTube dan akhirnya meraih posisi pertama secara keseluruhan—mengalahkan iPhone Pro, pencapaian yang tidak kecil untuk sebuah Pixel.

Perlu dicatat, jika tes menggunakan Galaxy S25 Plus dengan baterai 4900 mAh (bukan S25 biasa dengan 4000 mAh), mungkin hasilnya akan berbeda. Namun, desain Pixel selalu berfokus pada kecerdasan, bukan sekadar performa mentah. Dengan seri Pixel 10, tampaknya Anda tidak perlu lagi khawatir dengan baterai yang cepat habis atau peringatan overheating.

Tensor G5 tidak hanya tentang efisiensi daya; ini adalah langkah besar Google dalam mengejar Apple dan Samsung di arena chipset premium. Seperti dibahas dalam artikel sebelumnya, Tensor G5 dirancang untuk AI on-device yang lebih powerful. Kombinasi ini membuat Pixel 10 Pro tidak hanya tahan lama tetapi juga pintar dalam menangani tugas-tugas kompleks.

Lalu, bagaimana dengan harga? Menurut bocoran terbaru, Pixel 10 tidak mengalami kenaikan harga signifikan di Eropa, menjadikannya pilihan menarik dibandingkan iPhone 16 Pro atau Galaxy S25. Apalagi dengan fitur-fitur AI yang makin matang, Pixel 10 Pro bisa menjadi alternatif serius bagi yang mencari smartphone dengan daya tahan baterai unggul dan kinerja cerdas.

Grafik perbandingan ketahanan baterai Pixel 10 Pro, iPhone 16 Pro, dan Galaxy S25

Jadi, apakah Pixel 10 Pro layak dipertimbangkan? Jika Anda lelah dengan baterai yang cepat habis atau ponsel yang mudah panas, jawabannya adalah iya. Google akhirnya membuktikan bahwa mereka bisa bersaing dengan raksasa seperti Apple dan Samsung, setidaknya dalam hal efisiensi daya. Untuk informasi lebih lanjut tentang perbandingan mendetail antara ketiga flagship ini, jangan lewatkan ulasan lengkapnya.

Dengan semua improvement ini, Pixel 10 Pro bukan sekadar upgrade incremental—ini adalah lompatan signifikan yang patut diperhitungkan. Dan bagi Anda yang tertarik dengan inovasi terkini, pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru di smartphone dengan fitur AI dan baterai tangguh lainnya. Siapa tahu, masa depan smartphone memang ada di tangan efisiensi dan kecerdasan buatan.

Bocoran Resmi! Samsung Galaxy S26 Ultra Pertahankan S Pen, Baterai 5.000mAh

0

Telset.id – Apakah Anda termasuk penggemar berat S Pen yang khawatir aksesori ikonik ini akan hilang dari Samsung Galaxy S26 Ultra? Tenang saja, kabar terbaru justru mengonfirmasi hal sebaliknya. Bocoran dari sumber terpercaya menunjukkan Samsung tetap mempertahankan S Pen pada flagship terbarunya, meski dengan konsekuensi yang mungkin tidak disukai semua orang.

Dalam dunia teknologi, keputusan untuk mempertahankan atau menghilangkan fitur tertentu selalu menjadi perdebatan panas. Di satu sisi, ada tuntutan untuk inovasi dan pengurangan ukuran perangkat. Di sisi lain, ada loyalitas pengguna terhadap fitur yang sudah menjadi identitas merek. Samsung, dalam hal ini, tampaknya memilih jalan tengah yang berani.

Bocoran terbaru dari tipster ternama Ice Universe, yang kini dikenal dengan nama PhoneArt, memberikan gambaran jelas tentang masa depan Galaxy S26 Ultra. Sebuah render CAD yang dibagikan melalui akun Twitter-nya menunjukkan dengan jelas slot untuk S Pen, mengubur segala rumor tentang penghapusan aksesori ini. Yang menarik, keputusan ini ternyata berdampak langsung pada kapasitas baterai yang tetap 5.000mAh untuk generasi berikutnya.

Mengapa Baterai Tetap 5.000mAh?

Pertanyaan yang mungkin langsung terlintas di benak Anda: mengapa Samsung mempertahankan kapasitas baterai yang sama? Jawabannya sederhana namun kompleks. S Pen, dengan semua komponen pendukungnya, memakan ruang internal yang cukup signifikan. Dalam desain smartphone modern yang mengutamakan slim profile dan ergonomi, setiap milimeter ruang menjadi sangat berharga.

Pilihan untuk mempertahankan S Pen berarti Samsung harus berkompromi dengan kapasitas baterai. Namun, bukan berarti tidak ada peningkatan sama sekali. Kabar baiknya, Samsung dikabarkan akan meningkatkan kecepatan pengisian daya dari 45W menjadi 60W. Artinya, meski kapasitasnya tetap, waktu pengisian penuh akan lebih singkat – sebuah trade-off yang mungkin bisa diterima banyak pengguna.

Nasib Fitur Bluetooth pada S Pen

Meski kehadiran S Pen sudah dikonfirmasi, masih ada tanda tanya besar mengenai fitur-fiturnya. Seperti kita ketahui, Samsung menghapus fungsi Bluetooth pada S Pen Galaxy S25 Ultra, yang berarti pengguna kehilangan kemampuan untuk mengambil foto secara remote atau menggunakan fitur canggih lainnya melalui tombol dedicated pada stylus.

Yang menarik, komunitas pengguna Samsung ternyata cukup vokal tentang hal ini. Sebuah petisi online yang meminta Samsung mengembalikan fitur Bluetooth pada S Pen Galaxy S26 Ultra telah mengumpulkan lebih dari 9.000 tanda tangan terverifikasi. Angka ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan betapa pengguna menghargai fungsi-fungsi tersebut dalam pengalaman sehari-hari.

Pertanyaan besarnya: akankah Samsung mendengarkan suara pengguna? Atau perusahaan akan tetap pada keputusannya untuk menyederhanakan S Pen? Jawabannya masih menjadi misteri, tapi satu hal yang pasti – tekanan dari komunitas tidak bisa diabaikan begitu saja.

Kompetisi dan Harapan Pengguna

Sementara Samsung mempertahankan konfigurasi baterai 5.000mAh, kompetitor justru mulai beralih ke teknologi sel silikon-karbon yang menawarkan kapasitas lebih besar dalam ukuran yang sama atau bahkan lebih kecil. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah Samsung sudah tertinggal dalam hal inovasi baterai?

Bagi pengguna setia Samsung, keputusan mempertahankan S Pen mungkin menjadi angin segar. Tapi bagi yang mengutamakan daya tahan baterai, berita ini bisa jadi sedikit mengecewakan. Namun, dengan peningkatan kecepatan charging menjadi 60W, setidaknya ada kompensasi yang ditawarkan.

Yang pasti, Samsung Galaxy S26 Ultra tetap akan menjadi flagship yang patut ditunggu. Dengan kombinasi S Pen yang dipertahankan, peningkatan kecepatan charging, dan tentunya spesifikasi lain yang dijamin membuat bersemangat, perangkat ini tetap punya daya tarik kuat.

Jadi, bagaimana pendapat Anda? Apakah keputusan Samsung untuk mempertahankan S Pen dengan “mengorbankan” kapasitas baterai adalah langkah tepat? Atau seharusnya perusahaan berani mengambil risiko dengan menghilangkan aksesori ini untuk memberikan pengalaman yang lebih baik dalam hal daya tahan? Mari kita tunggu jawabannya ketika Galaxy S26 Ultra resmi diluncurkan awal tahun depan.

Gerhana Bulan Total Malam Ini, Berikut Jadwal dan Cara Menyaksikannya

Telset.id – Malam ini, langit Indonesia akan dihiasi oleh fenomena astronomi yang memukau: gerhana bulan total. Apakah Anda sudah siap menyaksikan momen langka ini? Sebelum terlewat, simak jadwal lengkap dan tips terbaik untuk menikmati keindahan “Blood Moon” yang hanya terjadi sekali dalam beberapa tahun.

Berdasarkan data dari BMKG, gerhana bulan total terjadi ketika Matahari, Bumi, dan Bulan berada dalam satu garis lurus sempurna. Saat itu, Bulan memasuki bayangan inti Bumi (umbra), dan pada puncaknya, ia akan memancarkan warna merah yang dramatis. Fenomena inilah yang kemudian populer disebut sebagai Blood Moon. Bagi para pencinta astronomi, ini adalah pertunjukan alam yang tak boleh dilewatkan. Namun, jangan khawatir jika Anda bukan ahli—fenomena ini dapat dinikmati oleh siapa saja, asalkan tahu waktunya!

Selain nilai estetika dan ilmiah, gerhana bulan total juga memiliki makna spiritual, khususnya bagi umat Islam yang disunnahkan untuk melaksanakan sholat gerhana. Jadi, malam ini bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga momen refleksi dan ibadah.

Jadwal Gerhana Bulan Total per Wilayah Indonesia

BMKG telah merilis jadwal detail gerhana bulan total yang dapat disaksikan di seluruh Indonesia. Perbedaan waktu terjadi karena Indonesia terbagi dalam tiga zona waktu. Berikut adalah breakdown lengkapnya:

  • Indonesia Barat (WIB): Gerhana berlangsung dari pukul 22.26.56 (7 September) hingga 03.56.34 (8 September).
  • Indonesia Tengah (WITA): Fase gerhana terjadi antara pukul 23.26.56 hingga 04.56.34.
  • Indonesia Timur (WIT): Dapat disaksikan dari pukul 00.26.26 hingga 05.56.34.

Dengan durasi total mencapai 5 jam 26 menit 39 detik, Anda punya cukup waktu untuk menikmati setiap fase. Fase totalitasnya sendiri berlangsung selama 1 jam 22 menit 6 detik—cukup lama untuk mengabadikan momen atau sekadar menikmati dengan mata telanjang.

Tahapan Gerhana dan Tips Menyaksikan

Gerhana bulan total terdiri dari tujuh fase yang berurutan: dimulai dengan penumbra, diikuti gerhana sebagian, gerhana total, puncak gerhana, dan berakhir dengan fase penumbra lagi. Untuk pengalaman terbaik, pastikan langit cerah dan hindari polusi cahaya. Tidak seperti gerhana matahari, gerhana bulan aman dilihat langsung tanpa alat khusus.

BMKG juga menyediakan layanan live streaming bagi yang tidak bisa menyaksikan langsung atau terkendala cuaca. Akses siaran langsungnya di https://gerhana.bmkg.go.id/. Layanan ini sangat membantu, mengingat tidak semua daerah memiliki kondisi langit yang ideal. Seperti pengalaman saat gerhana di Belitung, dukungan teknologi memastikan lebih banyak orang dapat menikmati fenomena ini.

Fenomena astronomi seperti ini seringkali memunculkan analogi menarik. Misalnya, bagaimana beberapa orang masih bingung membedakan Mars dan Bulan, padahal keduanya punya karakteristik sangat berbeda. Atau bagaimana misi antariksa seperti tabrakan DART NASA ke asteroid menunjukkan betapa dinamisnya tata surya kita.

Jadi, jangan lewatkan kesempatan langka ini. Siapkan diri Anda, catat waktunya, dan nikmati pertunjukan alam yang memesona. Selamat menyaksikan!

Vivo V60 Resmi di Indonesia: Kamera Telephoto 50MP untuk Pestapora

0

Telset.id – Bagaimana rasanya menangkap ekspresi panggung musisi favorit dari jarak puluhan meter dengan kejernihan layaknya menggunakan kamera profesional? vivo menjawabnya lewat V60, smartphone yang baru saja resmi tersedia di seluruh Indonesia dan siap menjadi teman setia Anda di Pestapora 2025.

Kolaborasi vivo sebagai official partner Pestapora bukan sekadar jargon pemasaran. Ini adalah komitmen nyata untuk membawa pengalaman fotografi festival ke level yang sebelumnya hanya bisa diimpikan—terutama bagi mereka yang terbiasa berdesak-desakan di kerumunan konser. Dengan harga mulai Rp6.999.000, V60 menawarkan paket lengkap: dari kamera telefoto flagship, baterai jumbo, hingga desain yang tahan cuaca.

Lantas, apa saja yang membuat vivo V60 layak disebut sebagai “festival phone” ideal? Simak analisis mendalam berikut berdasarkan peluncuran resminya pekan lalu.

50MP ZEISS Super Telephoto: Revolusi Pengambilan Gambar dari Jarak Jauh

Masalah klasik di festival musik selalu sama: Anda ingin mengabadikan momen spesial, tetapi jarak dan kerumunan seringkali menjadi penghalang. vivo V60 datang dengan solusi yang hampir terasa seperti menyontek: 50MP ZEISS Super Telephoto Camera yang mendukung zoom hingga 10x tanpa kehilangan detail.

Sensor Sony IMX882 1/1.95” yang sama digunakan di vivo X200 memastikan bahwa setiap jepretan dari kejauhan tetap tajam dan kaya akan detail. Bayangkan: dari tengah kerumunan, Anda masih bisa menangkap ekspresi musisi di panggung seolah-olah berdiri di barisan paling depan. Bahkan, fitur ini bisa dimanfaatkan untuk hal-hal praktis seperti memeriksa antrean merchandise atau membaca jadwal penampilan dari papan pengumuman yang jauh.

Bagi penggemar fotografi, kehadiran ZEISS Multifocal Portrait dengan opsi 85mm dan 100mm—yang sebelumnya hanya ada di smartphone flagship—memberikan fleksibilitas luar biasa. Ingin potret landscape yang mencakup latar belakang panggung? Gunakan 23mm. Butuh close-up tajam pada ekspresi performer? 100mm adalah jawabannya.

Dukungan AI dan Fitur Kreatif untuk Konten Media Sosial

vivo V60 tidak hanya mengandalkan hardware canggih. Software-nya juga dirancang untuk memaksimalkan kreativitas pengguna, terutama di era di mana konten media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman festival.

Film Camera Mode, misalnya, memungkinkan Anda memberikan sentuhan nostalgia ala Y2K pada foto-foto Pestapora. Cukup gesek sekali di aplikasi kamera, dan berbagai frame serta tulisan estetik siap memperkaya hasil jepretan Anda.

Fitur berbasis AI seperti AI Erase 3.0 hadir untuk menyelamatkan momen yang hampir rusak karena objek mengganggu—seperti lampu panggung atau fotografer yang tiba-tiba muncul di frame. AI Magic Move memungkinkan Anda mengatur ulang komposisi foto, sementara AI Image Expander memperluas sudut pandang untuk menyesuaikan dengan berbagai rasio media sosial.

Bagi yang gemar berfoto bersama teman, 50MP ZEISS Group Selfie Camera dengan lensa wide-angle 92° memastikan tidak ada yang terlewat dari frame. Dukungan autofocus dan AI membuat setiap wajah tetap tajam dan alami, bahkan dalam kondisi cahaya yang kurang ideal.

Daya Tahan dan Pengalaman Pengguna yang Dioptimalkan untuk Festival

Smartphone canggih tak ada artinya jika baterainya habis di tengah konser. vivo V60 memahami betul kebutuhan ini dengan membawa baterai 6500mAh yang didukung teknologi 90W FlashCharge. Isi daya sebentar sebelum berangkat, dan Anda bisa bebas mengabadikan momen seharian tanpa khawatir kehabisan daya.

Desainnya yang ultra-slim (7,5mm) dengan Rounded-edge Design juga membuatnya nyaman digenggam dalam waktu lama—sangat penting ketika Anda harus berpindah-pindah panggung. Bahkan, dengan sertifikasi IP68 dan IP69, V60 tiga kali lebih tangguh dari seri V sebelumnya. Hujan tiba-tiba? Tidak masalah.

Fitur Google Gemini menambah kenyamanan dengan memungkinkan Anda bertanya tentang musisiyang sedang tampil secara real-time. Tidak hafal lirik? Gemini Live siap membantu.

Harga dan Penawaran Menarik untuk Pembeli

vivo V60 tersedia dalam tiga varian: 8/256GB seharga Rp6.999.000, 12/256GB seharga Rp7.499.000, dan 12/512GB seharga Rp8.499.000. Pembeli juga berkesempatan mendapatkan Exclusive Gift Box berisi Leather Phone Case, vivo TWS, dan kartu VIP dengan benefit hingga Rp4,3 juta hingga 7 September 2025.

Berbagai promo cicilan dan cashback juga tersedia, baik untuk pembelian offline maupun online. Program trade-in perangkat lama turut disediakan, ditambah garansi tambahan seperti 12 bulan screen protection dan layanan perbaikan cepat.

Menurut Fendy Tanjaya, Product Manager vivo Indonesia, V60 hadir untuk merefleksikan energi dan individualitas generasi muda—khususnya dalam menangkap momen festival secara visual dan abadi. Dengan kombinasi fitur unggulan dan harga yang terjangkau, vivo V60 bukan sekadar smartphone, melainkan teman ideal untuk pestapora dan berbagai momen spesial lainnya.

Jadi, sudah siap menjadikan Pestapora 2025 sebagai galeri foto personal terbaik Anda?

Google Photos Hadirkan Video AI Veo 3, Ubah Foto Jadi Klip Bergerak

0

Telset.id – Bayangkan foto diam Anda tiba-tiba hidup dengan gerakan halus, seolah-olah diambil dari adegan film pendek. Itulah yang kini ditawarkan Google Photos lewat integrasi Veo 3, model generasi video AI terbaru mereka. Pengguna di Amerika Serikat sudah bisa mencoba fitur ini secara terbatas, mengubah momen statis menjadi klip video empat detik yang memukau.

Fitur baru ini hadir di bawah tab “Create” di aplikasi Google Photos, memungkinkan Anda memilih antara dua mode: “Subtle Motion” untuk gerakan halus dan alami, atau “I’m Feeling Lucky” untuk hasil yang lebih dinamis dan tak terduga. Menurut juru bicara Google, Michael Marconi, Veo 3 memberikan efek yang jauh lebih hidup dan realistis dibanding pendahulunya.

Veo 3 sendiri pertama kali diperkenalkan pada Google I/O bulan Mei lalu, bersama Flow (alat teks-ke-video) dan Vids (editor video bertenaga AI). Meskipun fitur paling canggih seperti generasi suara ultra-realistis masih terkunci di balik paket AI Ultra seharga $250 per bulan, pengguna Google Photos kini bisa menikmati akses terbatas ke generasi video secara gratis setiap hari.

Lebih dari Sekadar Penyimpanan

Dengan kehadiran Veo 3, Google Photos semakin memperkuat posisinya bukan hanya sebagai layanan penyimpanan foto, tetapi juga sebagai suite kreatif bagi pengguna biasa dan content creator. Tab “Create” juga menampung trik AI lainnya, seperti mengubah foto menjadi animasi 3D atau menyusun reel highlight secara otomatis berdasarkan kata kunci.

Langkah Google ini sejalan dengan upaya mereka dalam menghadirkan fitur-fitur AI yang lebih mudah diakses, meski beberapa kali mengalami penundaan seperti yang terjadi pada fitur Ask Photos. Namun, dengan kualitas yang ditingkatkan pada pembaruan ini, baik creator konten pendek maupun pengguna sehari-hari mungkin akan semakin sering membuka Google Photos untuk hal lebih dari sekedar mencadangkan memori.

Integrasi Veo 3 juga menunjukkan bagaimana Google terus bereksperimen dengan AI dalam produk-produk konsumen mereka. Sebelumnya, mereka telah memperkenalkan fitur seperti kemampuan menandai orang bahkan yang tidak menghadap kamera, serta memperingatkan pengguna tentang risiko album yang bisa “diintip” oleh pengguna lain.

Dengan memberikan akses ke teknologi canggih seperti Veo 3 secara gratis, Google tidak hanya mendemokratisasi alat kreatif tetapi juga mengumpulkan data berharga untuk melatih model AI mereka lebih lanjut. Bagi pengguna, ini adalah kesempatan untuk menjelajahi kreativitas tanpa perlu keahlian editing video yang rumit.

Jadi, apakah Anda siap memberi kehidupan baru pada foto-foto lama di galeri? Dengan Veo 3 di Google Photos, setiap kenangan diam bisa menjadi cerita bergerak yang penuh emosi.

POCO C85 Bakal Rilis Tanggal 9 September, Diperkuat Baterai 6000mAh

0

Telset.id – Apa jadinya jika sebuah smartphone entry-level tak hanya memenuhi kebutuhan harian, tetapi juga melampaui ekspektasi? POCO kembali menunjukkan taringnya dengan berencana meluncurkan POCO C85 pada 9 September 2025, yang siap menjadi teman setia generasi muda Indonesia yang ingin tampil maksimal setiap hari. Dengan tagline #SiPalingNyampe, smartphone ini menjanjikan pengalaman yang tidak hanya memenuhi standar, tetapi benar-benar “nyampe” di segala aspek.

Bagi anak muda Indonesia, istilah “nyampe” belakangan ini kerap digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak hanya memenuhi harapan, tetapi juga melampauinya. POCO C85 hadir dengan semangat tersebut, menawarkan performa tangguh, layar imersif, dan pengalaman penggunaan yang lengkap. Menurut Satryo Sidhi Rachmat, Project Manager POCO Indonesia, smartphone ini dirancang untuk memberikan lebih dari sekadar kebutuhan dasar, melainkan pengalaman yang memuaskan di setiap sentuhan.

Dari segi performa, POCO C85 tidak main-main. Ditenagai oleh prosesor Helio G81-Ultra, smartphone ini menjamin kestabilan bahkan saat digunakan untuk gaming atau aplikasi berat. Ekspansi RAM hingga 16GB memberikan keleluasaan multitasking ekstrem, cocok untuk gaya hidup serba cepat anak muda zaman sekarang. Tidak perlu khawatir lag atau lemot, karena POCO C85 siap menemani setiap aktivitas dengan mulus.

Baterai besar 6000mAh menjadi salah satu keunggulan utama POCO C85. Dengan kapasitas sebesar itu, smartphone ini mampu bertahan seharian penuh untuk push rank game, streaming konten, atau sekadar scrolling media sosial. Dukungan 33W fast charging memastikan pengisian ulang berlangsung cepat, sehingga Anda tidak perlu menunggu lama untuk kembali beraktivitas. Bandingkan dengan Redmi 15C yang juga mengusung baterai 6000mAh, POCO C85 menawarkan nilai lebih dengan teknologi pengisian cepat yang lebih maju.

Layar Lebar dan Responsif

Visual experience menjadi prioritas POCO C85. Layar seluas 6,9 inci dengan refresh rate 120Hz menjadikan setiap gerakan terasa halus dan imersif. Baik saat scrolling, gaming, atau binge-watching series, pengguna akan merasakan kepuasan visual yang sulit ditandingi. Teknologi Wet Touch Display 2.0 memastikan layar tetap responsif meski jari dalam kondisi basah atau berkeringat, sehingga interaksi tetap mulus dalam berbagai kondisi.

Desain bodi ramping setipis 7,9mm dengan quad curve design tidak hanya membuat POCO C85 terlihat elegan, tetapi juga nyaman digenggam seharian. Kamera ganda AI 50MP siap mengabadikan momen dengan hasil jernih dan detail, sementara fitur NFC ready memudahkan aktivitas digital seperti cek saldo e-money atau transaksi cashless hanya dengan sekali tap. Semua fitur ini dirancang untuk memastikan pengalaman pengguna benar-benar “nyampe”.

POCO C85 tidak hanya bersaing dengan produk sejenis dari merek lain, tetapi juga menaikkan standar di segmen entry-level. Dengan kombinasi baterai besar, performa tangguh, dan fitur lengkap, smartphone ini layak dipertimbangkan oleh siapa pun yang mencari perangkat dengan nilai terbaik. Jika Anda tertarik dengan pilihan lain di rentang harga serupa, simak juga 7 HP 5 Jutaan Terbaik November 2024 untuk perbandingan yang lebih komprehensif.

Kehadiran POCO C85 semakin mengukuhkan posisi POCO sebagai pemain serius di pasar smartphone Indonesia. Dengan peluncuran resmi pada 9 September 2025, generasi #SiPalingNyampe kini memiliki pilihan yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga mampu mendukung gaya hidup ekstrem mereka. Untuk informasi lebih detail tentang spesifikasi dan harga, kunjungi ulasan lengkap POCO C85 di Telset.id.

Realme Neo 7 Turbo AI Edition: Kolaborasi Eksklusif dengan China Mobile

0

Telset.id – Apa jadinya jika sebuah smartphone gaming andalan tidak hanya mengandalkan performa mentah, tetapi juga dibalut dengan layanan operator yang terintegrasi langsung? Realme menjawabnya melalui kolaborasi eksklusif dengan China Mobile yang melahirkan Realme Neo 7 Turbo AI Edition—sebuah varian khusus yang menawarkan pengalaman berbeda dari versi standarnya.

Kolaborasi ini bukan sekadar tempelan logo atau aplikasi bawaan biasa. Realme dan China Mobile merancang pengalaman yang benar-benar menyatu, mulai dari antarmuka hingga layanan premium yang siap digunakan langsung dari layar utama. Bagi penggemar brand Realme, langkah ini menunjukkan bagaimana vendor semakin agresif dalam menawarkan nilai tambah di luar spesifikasi hardware.

Lantas, apa saja yang membedakan Realme Neo 7 Turbo AI Edition dari varian biasa? Mari kita telusuri lebih dalam.

Perbedaan Utama: Lebih dari Sekadar Logo

Jika Anda sudah familiar dengan Realme Neo 7 Turbo yang sebelumnya telah dibocorkan, edisi AI ini mempertahankan DNA desain yang sama, namun dengan sentuhan khas China Mobile. Logo operator tersebut terpampang jelas pada panel belakang, menandakan bahwa ini adalah perangkat hasil kolaborasi resmi.

Yang lebih menarik, Realme Neo 7 Turbo AI Edition telah dipersenjatai dengan sejumlah aplikasi dan layanan operator yang telah terintegrasi dalam sistem. Salah satu fitur andalannya adalah panel khusus “Mango Card Club” yang dapat diakses dengan menggesek ke kiri dari layar utama. Di sini, pengguna dapat menikmati layanan seperti Mango TV, Migu Video, Migu Sports, dan Migu Quick Games—semuanya dalam satu tempat.

Menurut Realme, edisi ini fokus pada lima pengalaman kustom: performa, idol companionship, e-sports, cloud storage, dan social networking. Pendekatan ini tidak hanya menawarkan hardware tangguh, tetapi juga ekosistem konten yang siap mendukung gaya hidup digital penggunanya.

Realme Neo 7 Turbo AI Edition

Spesifikasi yang Tetap Tangguh

Di balik layanan kustomnya, Realme Neo 7 Turbo AI Edition tetap mengusung spesifikasi yang sama tangguhnya dengan varian biasa. Ponsel ini ditenagai oleh MediaTek Dimensity 9400e—sebuah chipset yang sebelumnya juga telah dibahas dalam bocoran sebelumnya. Untuk Anda yang penasaran bagaimana chipset ini bersaing dengan rivalnya, simak perbandingannya dalam artikel Snapdragon 7 Gen 3 vs Dimensity 7400.

Layarnya berukuran 6,8 inci dengan refresh rate 144Hz, cocok untuk gaming dan konsumsi konten visual. Daya tahan baterainya juga mengesankan—7200mAh dengan dukungan pengisian cepat 100W. Jadi, meski digunakan untuk marathon streaming atau gaming berat, baterainya tetap bisa diandalkan.

Di sektor kamera, Realme Neo 7 Turbo AI Edition mengandalkan setup dual kamera belakang: sensor utama 50MP dengan OIS dan sensor sekunder 8MP. Hasilnya, fotografi harian maupun dalam kondisi low-light tetap terjaga kualitasnya.

Desain yang Tetap Memukau

Seperti pendahulunya, Realme Neo 7 Turbo AI Edition masih mempertahankan desain belakang transparan yang memamerkan elemen-elemen internal seperti kumparan NFC, tekstur etching, serta emblem DART. Desain ini tidak hanya estetis, tetapi juga memberi kesan premium dan teknologis.

Fitur lain yang tak kalah penting adalah teknologi PWM dimming 4608Hz yang mengurangi kelelahan mata, sertifikasi ketahanan air IP69, serta Realme UI 6.0 sebagai sistem operasi bawaan. Untuk Anda yang menantikan pembaruan software, pantau terus kabar terbaru mengenai Realme UI 7.0 dan Android 16 yang kemungkinan akan datang di kemudian hari.

Dari segi harga, Realme Neo 7 Turbo AI Edition kemungkinan besar akan mengikuti kisaran varian biasa, yang dimulai dari 1.999 Yuan untuk model 12GB+256GB. Varian dengan RAM dan storage lebih besar juga tersedia, dengan harga tertinggi mencapai 2.699 Yuan untuk konfigurasi 16GB+512GB.

Jadi, apakah Realme Neo 7 Turbo AI Edition layak diperhitungkan? Tergantung kebutuhan Anda. Jika Anda mencari smartphone gaming dengan ekosistem konten yang sudah terintegrasi dan dukungan operator yang solid, edisi ini bisa menjadi pilihan menarik. Namun, jika Anda lebih mengutamakan kemurnian software tanpa tambahan aplikasi operator, varian biasa mungkin lebih sesuai.

Yang pasti, kehadiran Realme Neo 7 Turbo AI Edition membuktikan bahwa kolaborasi antara vendor smartphone dan operator masih memiliki ruang untuk berinovasi—tidak hanya di China, tetapi berpotensi dihadirkan juga di pasar global suatu hari nanti.

Huawei Pura X Mid-Range Bocor, Harga Lebih Terjangkau!

0

Telset.id – Bayangkan bisa memiliki smartphone foldable dengan layar lebar seperti tablet, namun dengan harga yang tak membuat kantong jebol. Itulah yang mungkin akan ditawarkan Huawei lewat varian mid-range dari seri Pura X-nya. Bocoran terbaru mengindikasikan perusahaan asal Tiongkok ini sedang mempersiapkan penerus yang lebih terjangkau untuk Pura X, foldable yang sebelumnya meluncur dengan harga sekitar $1.250.

Jika Anda termasuk yang penasaran dengan sensasi menggunakan ponsel lipat tapi enggan merogoh kocek dalam-dalam, kabar ini patut disimak. Huawei, lewat strategi harga yang lebih ramah, berpotensi membuka pasar foldable ke segmen yang lebih luas. Apalagi, dengan format layar 16:10 yang tidak biasa, Pura X sudah lebih dulu mencuri perhatian sebagai perangkat yang memberikan pengalaman mirip tablet dalam bentuk lipat.

Menurut tipster ternama Digital Chat Station, Huawei sedang menggarap versi mid-range Pura X dengan harga target 5.999 yuan atau sekitar $840. Pemotongan harga ini tentu tidak datang tanpa konsekuensi. Kemungkinan besar, Huawei akan mengurangi beberapa spesifikasi performa untuk mencapai titik harga tersebut. Namun, kabar baiknya, fitur andalan perangkat—layar lebar 6,3 inci dengan aspek rasio 16:10—dipastikan tetap dipertahankan.

Layar dengan format yang tidak umum ini menjadi pembeda utama Pura X dibandingkan foldable lain di pasaran. Dengan mempertahankannya, Huawei berpeluang menjadikan varian mid-range ini sebagai salah satu foldable “terjangkau” pertama yang menawarkan desain benar-benar berbeda. Ini adalah langkah berani, mengingat pesaing seperti Samsung masih bertahan dengan format yang lebih konvensional.

Strategi Huawei di Pasar Foldable

Waktu peluncuran varian mid-range Pura X terlihat sangat tepat bagi Huawei. Perusahaan ini sedang dalam momen positif, dengan tri-fold eksperimental Mate XTs dikabarkan akan mencapai angka satu juta pengguna berkat perbaikan iteratif dan harga masuk yang lebih rendah. Kesuksesan ini menunjukkan bahwa strategi penurunan harga bisa menjadi kunci untuk memperluas basis pengguna foldable.

Apalagi, Huawei bukan satu-satunya pemain yang melihat potensi format layar lebar. Kabar beredar bahwa Apple juga sedang mempersiapkan iPhone Fold dengan aspek rasio serupa. Keputusan Huawei untuk menggandakan taruhan pada seri Pura X mengindikasikan bahwa mereka yakin format ini adalah pilihan solid untuk masa depan.

Jika laporan ini akurat, Pura X mid-range bisa menjadi pintu masuk bagi lebih banyak pembeli untuk mencoba foldable tanpa harus mengeluarkan uang sebanyak untuk perangkat flagship. Ini juga akan memperkuat kepemimpinan Huawei di pasar foldable Tiongkok yang terus tumbuh, terutama di saat pesaing seperti Samsung berusaha mempertahankan posisi mereka.

Namun, ada satu tanda tanya besar: akankah perangkat ini tersedia secara global? Pura X original hanya diluncurkan di Tiongkok, dan hingga kini belum ada kejelasan apakah Huawei akan membawa varian mid-range-nya ke pasar internasional. Jika iya, ini bisa menjadi angin segar bagi pengguna di luar Tiongkok yang ingin merasakan foldable dengan harga lebih terjangkau.

Pasar mid-range sendiri selalu menjadi ajang persaingan sengit, seperti yang pernah terjadi pada tren smartphone 2019. Kehadiran Pura X mid-range bisa memicu gelombang baru inovasi di segmen ini, di mana merek-merek lain mungkin akan terdorong untuk menawarkan fitur serupa dengan harga kompetitif.

Huawei tampaknya belajar dari kesuksesan pendahulunya. Pura X original, yang diluncurkan pada Maret 2025, dikabarkan telah digunakan oleh lebih dari 700.000 orang. Angka yang cukup impressive untuk perangkat foldable, menunjukkan bahwa ada permintaan nyata untuk format ini asalkan harganya tepat.

Dengan harga ponsel China yang sudah hampir setara Samsung, langkah Huawei untuk menawarkan foldable di kisaran mid-range bisa menjadi game changer. Ini tidak hanya memperluas jangkauan pasar, tetapi juga menantang dominasi merek-merek established yang selama ini menguasai segmen high-end.

Jadi, apakah kita akan segera menyaksikan era di mana foldable bukan lagi barang mewah, melainkan aksesori sehari-hari yang terjangkau? Jawabannya mungkin ada di tangan Huawei dan Pura X mid-range-nya. Tunggu saja kabar selanjutnya.

Godfather AI Geoffrey Hinton Diputusin Pakai ChatGPT, Kok Bisa?

0

Telset.id – Bayangkan, Anda adalah seorang perintis kecerdasan buatan yang dijuluki “godfather AI”, meraih penghargaan Nobel Fisika, dan selama ini memperingatkan bahaya eksistensial AI bagi umat manusia. Lalu, bagaimana perasaan Anda ketika mantan kekasih memutuskan hubungan dengan bantuan ChatGPT—teknologi yang tak mungkin ada tanpa penelitian Anda? Itulah yang dialami Geoffrey Hinton, sang legenda AI yang baru-baru ini mengungkap pengalaman pahit-manisnya.

Hinton, ilmuwan berusia 77 tahun yang karyanya menjadi fondasi pengembangan AI modern, memiliki hubungan kompleks dengan teknologi yang ia ciptakan. Di satu sisi, ia adalah salah satu pengkritik paling vokal terhadap risiko yang dibawa AI, bahkan menandatangani surat terbuka yang mendesak OpenAI untuk tidak meninggalkan akar nirlabanya. Di sisi lain, AI telah merasuk begitu dalam ke kehidupan pribadinya—hingga digunakan untuk mengakhiri hubungan asmaranya.

Dalam wawancara eksklusif dengan Financial Times, Hinton bercerita bahwa mantan kekasihnya menggunakan ChatGPT untuk menyampaikan keputusan putus. “Dia meminta ChatGPT untuk memberitahu saya betapa brengseknya saya,” ujarnya. Chatbot itu menjelaskan secara detail bagaimana perilakunya dianggap buruk, dan hasilnya diberikan langsung kepada Hinton. Meski mengaku tidak merasa bersalah, pengakuan ini menunjukkan betapa teknologi AI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari interaksi manusia sehari-hari—bahkan untuk sang penciptanya sendiri.

Pengalaman Hinton bukanlah kasus isolated. ChatGPT telah menjadi “teman” bagi banyak orang yang kesulitan mengungkapkan perasaan, termasuk dalam momen putus cinta. Terutama di kalangan generasi muda, chatbot besutan OpenAI ini kerap dijadikan alat untuk menyusun pesan putus, bahkan mendorong beberapa pengguna mengambil keputusan cerai. Meski tidak sebanding dengan skenario kiamat AI yang sering Hinton peringatkan, fenomena ini tetap menarik untuk dicermati.

Peringatan Sang Godfather AI

Di balik kisah personalnya, Hinton tetap konsisten menyuarakan kekhawatiran akan masa depan AI. Ia mengibaratkan ancaman AI seperti invasi alien yang bisa dilihat dengan teleskop dan tiba dalam 10 tahun ke depan. “Apakah Anda akan berkata ‘Bagaimana kita tetap positif?’ Tidak, Anda akan bertanya ‘Bagaimana kita menghadapi ini?'” tegasnya. Bagi Hinton, bersikap positif tidak berarti menutup mata pada kenyataan.

Hinton juga memperingatkan dampak ekonomi yang timbul dari adopsi AI masif. Menurutnya, AI akan menciptakan “pengangguran besar-besaran dan peningkatan laba yang signifikan”. Teknologi ini akan membuat segelintir orang semakin kaya, sementara mayoritas masyarakat justru semakin miskin. “Itu bukan kesalahan AI, melainkan sistem kapitalis,” tandasnya. Pandangan ini selaras dengan artikel sebelumnya di Telset.id tentang ancaman AI yang lebih mengerikan daripada perubahan iklim.

AI dalam Kehidupan Sehari-hari

Meski sering kali bersuara lantang tentang bahaya AI, Hinton mengakui bahwa ia sendiri menggunakan ChatGPT untuk keperluan sehari-hari. Mulai dari bertanya cara memperbaiki peralatan rumah tangga hingga keperluan penelitian lainnya. Pengakuan ini menunjukkan betapa AI telah menjadi teknologi dual-use—bermanfaat sekaligus berpotensi merugikan.

Fenomena penggunaan AI untuk urusan personal seperti ini semakin mengukuhkan bahwa teknologi telah menjadi bagian dari kultur modern. Seperti halnya lagu-lagu Didi Kempot yang melekat di hati penggemarnya, ChatGPT dan AI lainnya telah menyentuh hampir setiap aspek kehidupan manusia.

Masa Depan AI dan Kemanusiaan

Hinton menegaskan bahwa kita harus bertindak sekarang sebelum terlambat. Ia mendesak pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat global untuk serius mempertimbangkan regulasi dan pengawasan terhadap pengembangan AI. Tanpa langkah konkret, ia khawatir teknologi ini akan menyebabkan “outcome katastrofik” yang tidak terduga.

Namun, di tengah semua peringatan dan kekhawatiran tersebut, Hinton ternyata sudah move on dari pengalaman putusnya. “Saya bertemu seseorang yang lebih saya sukai, Anda tahu bagaimana ceritanya,” ujarnya dengan ringan. “Mungkin Anda tidak tahu!” kelakarnya. Kisahnya mengingatkan kita bahwa di balik teknologi canggih, manusia tetaplah manusia dengan cerita dan perasaan yang kompleks—persis seperti alur dalam game Mafia: The Old Country yang penuh dinamika.

Jadi, apakah AI akan menjadi penyelamat atau penghancur peradaban? Mungkin jawabannya terletak pada bagaimana kita sebagai manusia mengendalikan dan memanfaatkannya. Seperti kata Hinton, masalahnya bukan pada teknologinya, tetapi pada sistem dan niat di balik penggunaannya.

Meta Perbaiki Cara Kerja Threads dengan Fitur Baru “View More”

0

Telset.id – Pernah merasa bingung saat membaca untaian percakapan di Threads? Anda tidak sendirian. Meta akhirnya mendengarkan keluhan pengguna dan memperkenalkan pembaruan signifikan untuk membuat pengalaman membaca thread menjadi lebih intuitif dan jelas. Dengan tambahan fitur “view more” dan penomoran otomatis, kini lebih mudah untuk memahami konteks diskusi panjang tanpa harus menebak-nebak.

Selama ini, salah satu kritik terbesar terhadap Threads adalah kurangnya kejelasan dalam menampilkan thread panjang. Pengguna seringkali tidak menyadari bahwa sebuah postingan adalah bagian dari percakapan yang lebih besar, menyebabkan miskomunikasi atau ketidaktahuan akan konteks lengkap. Meta, melalui pembaruan terbarunya, berusaha mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan informatif.

Perubahan ini bukan hanya sekadar tambahan fitur biasa, melainkan langkah strategis Meta untuk memperkuat posisi Threads di pasar media sosial yang semakin kompetitif. Dengan basis pengguna aktif bulanan yang telah mencapai 400 juta, platform ini terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan komunitasnya yang terus berkembang.

Fitur “View More” dan Penomoran: Solusi untuk Kebingungan Pengguna

Meta secara resmi mengumumkan “beberapa perubahan yang menampilkan postingan berthread lebih jelas.” Yang paling menonjol adalah label “view more” baru yang memberi tahu pengguna bahwa sebuah postingan adalah bagian dari thread yang lebih panjang. Ini adalah cara sederhana namun efektif untuk langsung mengetahui apakah pemikiran seseorang berlanjut melampaui postingan awal.

Selain itu, ada elemen desain baru yang secara otomatis menumpuk postingan secara berurutan ketika pengguna mengklik masuk ke suatu seri. Setiap postingan sekarang menampilkan nomor yang menunjukkan posisinya dalam thread, bersama dengan jumlah total postingan dalam thread tersebut. Desain ini jauh lebih mudah daripada harus menambahkan manual sesuatu seperti “bagian satu dari 12” di setiap postingan.

Pembaruan ini sedang diluncurkan untuk pengguna mobile dan web, menunjukkan komitmen Meta untuk menyediakan pengalaman yang konsisten di semua platform. Seperti yang pernah kami laporkan dalam artikel sebelumnya tentang fitur Markup, Threads terus berinovasi untuk mempermudah interaksi pengguna.

Strategi Meta Mempertahankan Pertumbuhan Threads

Pencapaian 400 juta pengguna aktif bulanan adalah tonggak penting bagi Threads, tetapi Meta menyadari bahwa angka saja tidak cukup. Platform harus terus berkembang dengan fitur-fitur yang memenuhi kebutuhan nyata pengguna. Pembaruan thread ini adalah bagian dari upaya yang lebih besar untuk membuat Threads menjadi platform yang lebih fungsional dan user-friendly.

Meta telah sibuk menambahkan fitur-fitur baru untuk mengakomodasi audiens yang terus bertambah. Kemampuan untuk melampirkan dokumen teks panjang hingga 10.000 karakter adalah salah satu contoh bagaimana platform ini beradaptasi dengan kebutuhan komunikasi yang lebih kompleks. Seperti yang diungkap dalam laporan tentang perpindahan Threads ke Threads.com, perusahaan terus berinvestasi dalam pengembangan platform.

Pendekatan Meta terhadap Threads mencerminkan pemahaman bahwa kesuksesan platform media sosial tidak hanya tentang jumlah pengguna, tetapi tentang kualitas pengalaman yang ditawarkan. Dengan memperbaiki masalah mendasar seperti kejelasan thread, Meta menunjukkan komitmen untuk membangun produk yang benar-benar melayani kebutuhan komunitasnya.

Implikasi untuk Masa Depan Threads dan Kompetisi Media Sosial

Pembaruan ini datang pada saat yang tepat untuk Threads, yang terus bersaing dengan platform established seperti X (sebelumnya Twitter). Dengan memperbaiki pengalaman membaca thread, Threads mungkin dapat menarik lebih banyak pengguna yang frustrasi dengan batasan platform lain. Fitur penomoran otomatis khususnya merupakan peningkatan signifikan yang membedakan Threads dari kompetitor.

Seperti yang terlihat dalam pembaruan kontrol quote postingan, Meta terus memberikan lebih banyak kendali kepada pengguna atas pengalaman mereka. Pendekatan ini selaras dengan tren broader dalam teknologi yang menekankan privasi dan personalisasi.

Pertanyaan besarnya adalah: apakah pembaruan ini cukup untuk mempertahankan momentum pertumbuhan Threads? Dengan basis pengguna yang sudah mencapai 400 juta, platform ini jelas memiliki daya tarik massal. Namun, kesuksesan jangka panjang akan tergantung pada kemampuan Meta untuk terus berinovasi dan merespons feedback pengguna secara efektif.

Yang pasti, dengan pembaruan thread terbaru ini, Meta mengirimkan pesan jelas bahwa mereka serius tentang membuat Threads menjadi platform yang matang dan fungsional. Bagi pengguna yang telah menantikan improvements dalam navigasi thread, perubahan ini adalah langkah yang sangat disambut baik menuju pengalaman media sosial yang lebih kohesif dan mudah dipahami.

Apple Digugat Penulis karena Gunakan Buku Bajakan untuk AI

0

Telset.id – Bayangkan karya Anda yang butuh bertahun-tahun untuk diselesaikan, tiba-tiba digunakan tanpa izin oleh salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia. Itulah yang dialami oleh dua penulis, Grady Hendrix dan Jennifer Roberson, yang kini menggugat Apple karena diduga menggunakan buku-buku mereka—yang diambil dari perpustakaan bajakan—untuk melatih model kecerdasan buatan (AI) perusahaan.

Gugatan ini bukan sekadar persoalan kecil. Hendrix dan Roberson mengklaim bahwa Apple, melalui web crawler-nya yang bernama Applebot, mengakses “shadow libraries” atau perpustakaan bayangan yang berisi buku-buku berhak cipta tanpa lisensi. Mereka menuduh Apple sengaja memanfaatkan konten ilegal tersebut untuk melatih AI-nya, tanpa memberi kompensasi kepada para penulis asli. Dalam dokumen gugatan, mereka menyebut bahwa tanpa karya-karya tersebut, Apple Intelligence—produk AI andalan perusahaan—akan memiliki nilai komersial yang jauh lebih rendah.

Kedua penulis ini tidak main-main. Mereka mencari status class action, mengingat jumlah buku dan penulis yang terlibat dalam shadow libraries sangat besar. “Perilaku ini telah merampas kendali para penulis atas karya mereka, mengurangi nilai ekonomi dari jerih payah mereka, dan memposisikan Apple untuk meraih kesuksesan komersial besar melalui cara-cara yang tidak sah,” tulis mereka dalam dokumen hukum.

Bukan Kasus Pertama, Tapi Mungkin yang Paling Signifikan

Ini bukan pertama kalinya perusahaan teknologi digugat karena masalah pelatihan AI menggunakan konten berhak cipta. OpenAI, misalnya, menghadapi beberapa gugatan serupa, termasuk dari The New York Times dan organisasi berita nirlaba tertua di AS. Bahkan, Anthropic—perusahaan di balik chatbot Claude—baru saja setuju membayar $1,5 miliar untuk menyelesaikan gugatan class action yang diajukan oleh para penulis. Dalam kasus tersebut, sekitar 500.000 penulis akan menerima kompensasi sekitar $3.000 per karya.

Namun, gugatan terhadap Apple ini punya bobot berbeda. Sebagai perusahaan dengan valuasi triliunan dolar, Apple diharapkan memiliki standar etika dan hukum yang tinggi. Tuduhan bahwa mereka secara sengaja memanfaatkan konten bajakan—daripada berinvestasi pada konten legal—bisa merusak reputasi mereka yang selama ini dibangun dengan hati-hati.

Mengapa Shadow Libraries Menjadi Masalah Besar?

Shadow libraries bukan hal baru di dunia digital. Situs-situs seperti Z-Library telah lama menjadi perhatian karena menyediakan akses ilegal ke jutaan buku. Namun, ketika perusahaan sebesar Apple diduga memanfaatkannya—apalagi untuk keperluan komersial—ini menjadi persoalan serius. Apalagi, Apple dikenal dengan kebijakan ketatnya terhadap hak cipta di platform seperti App Store.

Pertanyaannya: seberapa aware Apple terhadap sumber data yang digunakan untuk melatih AI-nya? Jika benar mereka menggunakan konten bajakan, apakah ini bagian dari kebijakan perusahaan atau kelalaian individu? Atau, seperti yang sering terjadi dalam kasus teknologi, apakah ini adalah hasil dari ekspektasi tinggi terhadap tim AI untuk menghasilkan produk secepat mungkin, tanpa pertimbangan etika yang memadai?

Gugatan ini juga mengingatkan kita pada kasus-kasus sebelumnya di mana Apple terlibat dalam sengketa hukum. Seperti gugatan Epic Games yang menyebut Apple seperti “gengster” di dunia digital, atau Samsung yang dihukum ratusan juta dolar karena melanggar paten. Bedanya, kali ini Apple berada di posisi yang rentan secara moral—karena berurusan dengan karya seni dan intelektual.

Masa Depan AI dan Hak Cipta: Tabrakan yang Tak Terhindarkan?

Perkembangan AI yang pesat memang seringkali berbenturan dengan regulasi dan norma yang ada. Pelatihan model AI membutuhkan data dalam jumlah besar, dan tidak selalu mudah—atau murah—untuk mendapatkan data yang legal. Namun, bagi penulis seperti Hendrix dan Roberson, ini bukan alasan untuk melanggar hak cipta.

Mereka berargumen bahwa AI yang dilatih dengan karya mereka pada akhirnya akan bersaing dengan karya asli tersebut. Misalnya, AI bisa menghasilkan cerita atau artikel dengan gaya yang mirip, sehingga “mengencerkan” pasar untuk karya manusia. Dalam jangka panjang, ini bisa mengancam mata pencaharian para kreator.

Lalu, apa solusinya? Beberapa perusahaan mulai beralih ke data berlisensi atau bekerja sama dengan pemegang hak cipta. Tapi ini tidak mudah dan membutuhkan biaya besar. Alternatif lain adalah menggunakan data open source atau membuat data sintetis. Namun, hingga saat ini, belum ada jawaban ideal yang memuaskan semua pihak.

Yang jelas, gugatan ini mungkin hanya awal dari gelombang tuntutan hukum serupa. Seperti Epic Games yang akhirnya menyelesaikan gugatannya terhadap Samsung, kita mungkin akan melihat lebih banyak penyelesaian di luar pengadilan—atau justru putusan hukum yang mengubah landscape industri AI selamanya.

Bagi Apple, gugatan ini adalah ujian besar. Di satu sisi, mereka ingin bersaing di era AI dengan produk seperti Apple Intelligence. Di sisi lain, mereka harus memastikan bahwa langkah mereka etis dan legal. Apakah mereka akan menyelesaikan kasus ini dengan membayar kompensasi—seperti Anthropic—atau berjuang hingga ke pengadilan? Jawabannya akan menentukan tidak hanya masa depan Apple, tetapi juga standar industri untuk pelatihan AI.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah perusahaan teknologi harus bertanggung jawab penuh atas sumber data AI mereka? Ataukah ini adalah konsekuensi yang tak terhindarkan dari kemajuan teknologi? Mari berdiskusi di kolom komentar.