Telset.id, Jakarta – Menjadi seorang milyuner pemilik perusahaan multinasional mungkin hanya sekedar mimpi belaka, jika Anda berasal dari golongan masyarakat biasa.
Namun tidak bagi pendiri dan mantan CEO WhatsApp Jan Boris Koum, yang juga Managing Director Facebook, yang telah menjalani kehidupan bak kisah film fiksi tersebut.
Mengalami masa kecil kurang bahagia, bahkan bisa dibilang sangat memprihatinkan di sebuah desa di pinggiran kota Kiev, Ukraina, membuat pria kelahiran 24 Februari 1976 itu banyak menuai pengalaman pahit sekaligus berharga.
Dengan segala keterbatasannya, Koum harus bersekolah yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi di dalam. Apalagi suhu Ukraina bisa mencapai -20 derajat celcius ketika musim dingin tiba.
Suhu udara itu tentu sangat dingin dibandingkan suhu terendah di Jakarta yang hanya mencapai 24 derajat celcius ketika musim hujan. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya upaya para murid ketika harus membelah dingin hanya untuk pergi ke kamar mandi.
Layaknya negara komunis lain pada era 80-an, Koum juga merasakan susahnya menjalin komunikasi karena kehidupan bermasyarakat benar-benar tertutup. Saking miskinnya, Koum juga tak memiliki komputer pada saat itu.
Bertekad untuk meraih kehidupan lebih layak, anak karyawan BUMN konstruksi ini ikut pindah ke Amerika bersama ibu dan neneknya pada usia 16 tahun atau sekitar tahun 1992.
Sang ayah yang semula berencana ikut bergabung dengan mereka, entah mengapa membatalkan niatnya dan memutuskan tetap tinggal di Ukraina. Di negeri Paman Sam itu, tantangan kehidupan Koum tak lantas surut.
Ia hidup serba susah dengan hanya mengandalkan subsidi dan jatah makan dari pemerintah setempat bersama warga miskin Amerika lainnya. Setiap hari Koum harus mengantri untuk mendapatkan jatah makan gratis.
Sama halnya untuk urusan tidurnya, terkadang hanya beralaskan tanah dan beratapkan langit bukan tinggal di apartemen seperti orang Amerika kebanyakan.
Awalnya, ibu Koum bekerja sebagai pengasuh bayi, sedangkan Koum sendiri menjadi pembersih alias cleaning service di sebuah toko kelontong. Pekerjaan ini sudah cukup bagi Koum saat itu untuk menyambung hidupnya dan keluarganya. Tantangan semakin berat, ketika ibunya didiagnosa terkena penyakit kanker.
Pada usia 18 tahun, dia mulai tertarik dengan pemrograman, namun baru bisa memiliki komputer sendiri setahun kemudian di usia 19 tahun. Himpitan ekonomi membuat Koum hampir tidak lulus dari sebuah SMA di Mission Viejo, California.
Dengan kegigihannya, dia kemudian melanjutkan pendidikannya di San Jose State University sambil mencari penghasilan tambahan sebagai penguji keamanan di Ernst & Young untuk menyambung hidup serta biaya kuliahnya. Di kantor ini, dia kemudian bertemu Brian Acton, sesama pendiri WhatsApp, sebagai rekan kerjanya.
Kuliah di San Jose University semakin membuatnya menyukai programming, walaupun belajar secara otodidak dan berada dalam jalur drop out kampusnya. Dari kesukannya itulah, Koum pernah menjadi bagian dari grup peretas w00w00 dan bertemu orang-orang yang kelak mendirikan Napster, yakni Shawn Fanning dan Jordan Ritter.