Telset.id, Jakarta – IBM sepertinya benar-benar serius dalam mengembangkan bisnis di bidang komputasi awan (cloud). Ini dibuktikan perusahaan dengan mengakuisisi Linux dengan nilai US$34 Miliar atau mencapai Rp 517 triliun.
Nama Linux sendiri tidak asing bagi IBM karena perusahaan pengembang perangkat lunak (software) open source Red Hat ini kerap menggunakan perangkat besutannya. Jika tidak ada aral melintang, proses akuisisi akan rampung pada paruh kedua 2019, seperti dilansir engadget, Senin (29/10/2018).
Dengan akuisisi ini, IBM berencana menjadi penyedia cloud hybrid terkemuka dunia, dengan memadukan layanan cloud lokal dan luar negeri. Selain itu, Red Hat akan dijadikan sebagai unit tersendiri dalam grup Hybrid Cloud.
IBM juga berencana menggunakan akar open source Red Hat untuk menghasilkan keuntungan. Teorinya, akuisisi ini mendorong produsen PC asal Amerika Serikat (AS) itu pindah ke cloud, ketika semestinya harus berhati-hati akan tidak terjebak disana.
Pastinya dua perusahaan terkemuka di bidangnya ini sadar akuisisi ini sebagian besar akan memberi dampak pada Linux dan open source. Namun kedua perusahaan telah berkomitmen untuk melestarikan open source, termasuk kontribusi terhadap komunitasnya. Ini karena IBM dan Linux telah bekerjasama pada sistem operasi Linux khusus perusahaan selama dua dekade terakhir.
Intinya, sistem operasi Red Hat dipastikan tetap beroperasi atau tak menghilang pasca rampungnya akuisisi pada tahun depan. Justru akuisisi ini kemungkinan bisa membuat pengaruh Red Hat di Linux dan open source semakin besar karena disokong modal besar IBM.
Sebelumnya, IBM menciptakan truk khusus yang berfungsi sebagai pusat pelatihan keamanan siber. Truk trailer IBM tersebut akan membantu masyarakat dan pelaku bisnis untuk melatih kemampuan mereka dalam menangkal serangan hacker.
Dua tahun lalu, IBM membuka pusat keamanan siber komersil pertama di Amerika Serikat. Tempat yang dipilih IBM adalah Cambridge, Massachusetts, dan dibangun untuk membantu perusahaan berlatih cara merespons simulasi serangan siber.
Dalam sebuah bunker tanpa jendela yang penuh dengan monitor, perangkat kendali atmosfer, puluhan alat kerja, dan studio TV, para partisipan memiliki waktu empat jam untuk menyelidiki dan merespons simulasi serangan siber.
Dilansir Telset.id dari Seattle Times pada Senin (22/10/2018), tempat pelatihan tersebut sangat populer. Sekitar dua ribu orang, termasuk CEO dan anggota dewan dari berbagai perusahaan, telah mengasah kemampuannya dengan mencoba simulasi IBM. [WS/IF]