Beranda blog Halaman 33

OpenAI Temukan Penyebab AI Berhalusinasi, Ini Solusinya

0

Telset.id – Pernahkah Anda bertanya pada chatbot AI dan mendapatkan jawaban yang terdengar meyakinkan, tapi ternyata salah besar? Itulah yang disebut “halusinasi AI”—fenomena di mana model bahasa besar (LLM) menghasilkan informasi yang tidak akurat atau sama sekali fiktif. OpenAI, salah satu pelopor di bidang kecerdasan buatan, kini mengklaim telah menemukan akar masalahnya dan sedang mengembangkan solusi yang dapat membuat AI lebih dapat dipercaya.

Masalah halusinasi bukanlah hal sepele. Bayangkan Anda menggunakan AI untuk riset akademis, dan ia memberikan kutipan dari jurnal yang tidak pernah ada. Atau saat meminta rekomendasi produk, AI menyebutkan fitur yang sebenarnya tidak dimiliki. Ini bukan hanya mengganggu, tetapi juga berpotensi merugikan. OpenAI, melalui penelitian kolaboratif dengan Georgia Tech, telah menerbitkan makalah sepanjang 36 halaman yang mengupas tuntas mengapa hal ini terjadi—dan yang mengejutkan, kesalahannya mungkin bukan pada desain model, melainkan pada cara kita mengujinya.

Ilustrasi AI chatbot sedang berhalusinasi dengan gelembung pikiran berisi informasi salah

Menurut penelitian tersebut, sistem penilaian (benchmark) yang digunakan saat ini justru memicu AI untuk “berbohong”. Sebagian besar tes dirancang untuk menghukum model yang menjawab “Saya tidak tahu” atau menolak pertanyaan, sementara memberi reward pada model yang berani menjawab—bahkan jika jawabannya salah. Analoginya seperti ujian pilihan ganda di sekolah: lebih baik menebak daripada tidak menjawab sama sekali. Akibatnya, AI cenderung memproduksi jawaban dengan keyakinan tinggi, meskipun faktanya ia tidak yakin.

OpenAI dan tim peneliti, termasuk Santosh Vempala dari Georgia Tech, mengusulkan perubahan radikal dalam metodologi evaluasi. Alih-alih menghargai kuantitas jawaban, sistem seharusnya lebih menghargai kejujuran dan kehati-hatian. Misalnya, jawaban yang “percaya diri tetapi salah” harus diberi penalti besar, sementara pengakuan ketidaktahuan atau respons yang hati-hati justru diberi nilai positif.

Contoh nyata dari paper tersebut menunjukkan perbedaan mencolok. Satu model yang hati-hati hanya menjawab 50% pertanyaan, tetapi akurasinya mencapai 74%. Sebaliknya, model lain yang menjawab hampir semua pertanyaan justru berhalusinasi pada tiga dari empat kesempatan. Artinya, kepercayaan buta pada AI yang selalu siap menjawab justru berisiko tinggi.

Jika pendekatan ini diadopsi secara luas, perilaku asisten AI sehari-hari bisa berubah drastis. Daripada dengan yakin menyebutkan statistik palsu atau merujuk sumber fiktif—seperti yang terjadi pada kasus restoran di Montana yang memprotes Google AI karena memberikan informasi menu yang salah—AI akan lebih sering mengakui batasan pengetahuannya. Mungkin terdengar kurang “pintar”, tetapi ini justru langkah maju menuju transparansi dan keandalan.

Bagi pengguna, ini berarti lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk memverifikasi setiap klaim AI. Bagi developer dan peneliti, ini adalah pengingat bahwa kecerdasan buatan bukan hanya tentang kecepatan atau keluwesan bahasa, tetapi juga integritas informasi. Bahkan isu kepercayaan terhadap AI ini telah memicu kekhawatiran mendalam, seperti yang tercermin dalam keputusan seorang mantan mahasiswa MIT yang memilih keluar karena khawatir AI dapat mengancam manusia.

OpenAI bukan satu-satunya yang bergulat dengan tantangan ini. Persaingan dalam pengembangan AI semakin ketat, termasuk dengan kehadiran Grok xAI yang baru saja disetujui pemerintah AS. Namun, pendekatan berbasis kejujuran ini bisa menjadi standar baru dalam industri—terutama jika OpenAI berhasil mengintegrasikannya ke dalam model generasi berikutnya seperti GPT-5.

Jadi, lain kali Anda berinteraksi dengan chatbot dan ia menjawab “Saya tidak yakin” atau “Saya belum mempelajari itu”, jangan langsung menganggapnya kurang canggih. Bisa jadi, itulah AI yang lebih cerdas dan bertanggung jawab—AI yang lebih peduli pada kebenaran daripada tampilan percaya diri.

Bocoran Desain Terungkap! Samsung Galaxy S26 Pro Tampil Lebih Ramping dan Canggih

0

Telset.id – Bayangkan sebuah smartphone yang tidak hanya mempertahankan DNA desain ikoniknya, tetapi juga menyempurnakan setiap detail dengan presisi tinggi. Itulah yang mungkin akan ditawarkan Samsung Galaxy S26 Pro berdasarkan bocoran terbaru yang beredar. Sebagai bagian dari jajaran Galaxy S26 yang dirombak untuk tahun 2026, model “Pro” ini sepertinya fokus pada penyempurnaan alih-alih perubahan radikal. Tapi jangan salah, di balik tampilan yang familiar, tersimpan sejumlah peningkatan yang layak ditunggu.

Bocoran berbasis CAD yang beredar untuk pertama kalinya memperlihatkan Galaxy S26 Pro dari berbagai sudut, memberikan gambaran lebih jelas tentang apa yang bisa kita harapkan dari flagship Samsung ini. Yang paling mencolok adalah perubahan pada modul kamera belakang yang kini mengadopsi bentuk pulau kamera pill-shaped, menampung tiga lensa terpisah namun tetap mempertahankan estetika khas Samsung. Desain ini mungkin terasa familiar bagi Anda yang mengikuti perkembangan seri Galaxy Z Fold, karena model terbarunya juga menggunakan gaya serupa.

Perbandingan desain Samsung Galaxy S25 dan Galaxy S26 Pro

Dari depan dan samping, Galaxy S26 Pro tampak hampir tidak bisa dibedakan dari pendahulunya. Namun, detail-detail kecil justru yang membuat perbedaan signifikan. Layarnya disebut-sebut akan sedikit lebih besar, yaitu 6,3 inci dibandingkan 6,2 inci pada S25. Dimensi tubuhnya juga mengalami perubahan menjadi 149,3 x 71,4 x 6,96 mm, membuat ponsel ini lebih tinggi, lebih lebar, dan lebih ramping dari sebelumnya yang memiliki ketebalan 7,2 mm. Bump kamera-nya memiliki ketebalan 10,23 mm, menyempurnakan profil keseluruhan perangkat.

Di balik layar yang lebih besar tersebut, Samsung dikabarkan akan menyematkan pilihan chipset yang bervariasi tergantung region. Untuk beberapa pasar, Galaxy S26 Pro akan ditenagai oleh Snapdragon 8 Elite 2 (yang juga disebut sebagai 8 Elite Gen 5), sementara di region lainnya akan menggunakan Exynos 2600. Kombinasi ini menunjukkan strategi Samsung dalam mengoptimalkan performa sesuai dengan karakteristik pasar yang berbeda-beda.

Bagian kamera juga mendapatkan peningkatan signifikan. Sensor ultrawide dikabarkan akan ditingkatkan ke sensor 50 MP baru, memberikan kualitas gambar yang lebih baik terutama dalam kondisi cahaya rendah. Ini merupakan langkah yang tepat mengingat semakin tingginya tuntutan konsumen terhadap kemampuan fotografi smartphone flagship.

Desain pill-shaped camera island Samsung Galaxy S26 Pro

Kapasitas baterai juga mengalami peningkatan kecil menjadi 4,300 mAh, yang seharusnya memberikan daya tahan lebih baik seiring dengan optimasi software dan hardware. Fitur pengisian daya nirkabel dengan magnet built-in juga diharapkan hadir, mengikuti tren yang ditetapkan oleh seri Pixel 10 Google. Fitur ini akan memudahkan pengguna dalam mengisi daya tanpa harus repot menyesuaikan posisi perangkat.

Meskipun Galaxy S26 Pro mungkin bukan perubahan radikal dari pendahulunya, kombinasi layar yang lebih besar, kapasitas RAM yang lebih tinggi, dan setup kamera yang ditingkatkan menunjukkan pendekatan Samsung dalam menyempurnakan flagship mereka. Dalam persaingan melawan iPhone 17 Apple dan flagship Xiaomi 2026, Samsung tampaknya memilih strategi refinement yang berfokus pada pengalaman pengguna yang lebih polished.

Seperti yang terlihat dalam perbandingan bezel dengan model lainnya, Samsung tetap konsisten dengan filosofi desain mereka sambil terus berinovasi pada aspek-aspek teknis. Pendekatan ini mungkin justru menjadi keunggulan kompetitif di tengah pasar yang semakin jenuh dengan perubahan desain drastis.

Tampilan samping dan dimensi Samsung Galaxy S26 Pro

Dengan peluncuran yang dijadwalkan pada Januari 2026, masih ada waktu bagi Samsung untuk melakukan finalisasi dan mungkin bahkan menambahkan kejutan-kejutan terakhir. Mengingat dukungan Qi2 penuh yang diharapkan, serta berbagai fitur lainnya, Galaxy S26 Pro berpotensi menjadi penantang serius di kelas flagship.

Bagi Anda yang penasaran dengan varian lainnya, Galaxy S26 Edge juga menunjukkan desain yang menarik dengan sentuhan yang berbeda. Setiap model dalam jajaran Galaxy S26 tampaknya memiliki karakteristik uniknya masing-masing, memenuhi berbagai preferensi pengguna.

Jadi, apakah Samsung Galaxy S26 Pro akan menjadi flagship yang Anda tunggu-tunggu? Dengan pendekatan refinement alih-alih revolution, Samsung mungkin justru memberikan apa yang benar-benar dibutuhkan pengguna: pengalaman yang lebih baik tanpa harus beradaptasi dengan perubahan drastis. Dalam dunia di mana innovation seringkali diartikan sebagai perubahan besar, mungkin justru kesempurnaan dalam detail-detail kecil yang membuat perbedaan sesungguhnya.

iPhone 17 Pro Max Rp 30 Juta Terasa Mahal? Tunggu Sampai iPhone Fold Rilis!

0

Telset.id – Bayangkan harus merogoh kocek hingga $2.000 atau sekitar Rp 30 juta untuk sebuah ponsel. Gila? Mungkin dulu iya. Tapi sekarang, dengan kehadiran iPhone 17 Pro Max versi 2TB, angka tersebut bukan lagi sekadar angan-angan. Dan percayalah, ini baru permulaan. Tunggu sampai Apple meluncurkan iPhone Fold!

Jika kita mundur ke tahun 2007, harga $499 untuk iPhone pertama sudah dianggap sangat mahal. Bahkan Steve Ballmer dari Microsoft sempat mengejek harga tersebut. Tapi lihatlah sekarang—Apple tidak hanya berhasil menaikkan harga, tetapi juga membuat kita menerimanya sebagai sesuatu yang wajar. Bagaimana mereka melakukannya? Dan apa artinya bagi kita sebagai konsumen?

Apple telah berhasil “melatih” kita untuk menerima kenaikan harga bertahap. Dimulai dari iPhone X di 2017 yang menjadi iPhone pertama yang menembus harga $1.000, hingga kini iPhone 17 Pro Max dengan varian 2TB seharga $2.000. Bagi sebagian orang—seperti sineprof profesional yang butuh ruang penyimpanan besar—harga ini bahkan bisa dianggap sebagai nilai tambah yang masuk akal. Tapi bagi kebanyakan dari kita, ini adalah bukti bahwa Apple terus mendorong batas harga lebih tinggi lagi.

Dari $499 Menjadi $2.000: Evolusi Harga iPhone

Jika dulu orang mengernyitkan dahi melihat harga $499, sekarang Apple dengan percaya diri menawarkan iPhone 17 Pro Max versi 2TB dengan harga fantastis. Bahkan, varian dengan kapasitas terbesar ini tidak hanya menjadi barang mewah, tetapi juga solusi bagi mereka yang membutuhkan penyimpanan besar tanpa repot membawa perangkat eksternal.

Lalu, bagaimana Apple bisa terus menaikkan harga tanpa kehilangan pembeli? Jawabannya adalah segmentasi produk yang cerdas. Dengan menghadirkan iPhone 17 Pro Max yang resmi dirilis dengan peningkatan kamera dan baterai, Apple memberikan alasan kuat bagi calon pembeli untuk merogoh kocek lebih dalam. Tidak heran jika para profesional kreatif rela membayar mahal untuk fitur-fitur yang memang mereka butuhkan.

iPhone Fold: Langkah Berikutnya dalam Lanskap Harga Tinggi

Jika Anda mengira $2.000 untuk iPhone 17 Pro Max sudah keterlaluan, bersiaplah untuk terkejut. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa iPhone Fold, yang dijadwalkan rilis pada 2026, akan dibanderol mulai dari $2.000 untuk varian dasar. Bayangkan berapa harga untuk versi dengan penyimpanan 2TB atau bahkan 3TB? Mungkin kita perlu menyiapkan dana lebih besar lagi.

Apple tidak hanya menjual produk; mereka menjual pengalaman, kebanggaan, dan solusi. Seperti yang terjadi dengan iPhone 15 Pro dan 15 Pro Max yang resmi diumumkan dengan chip A17 Bionic, setiap peningkatan kecil dijadikan alasan untuk menaikkan harga. Dan konsumen—termasuk mungkin Anda—ternyata menerimanya dengan tangan terbuka.

Apakah Harga Tinggi Selaras dengan Nilai yang Diberikan?

Pertanyaan penting yang perlu kita ajukan adalah: apakah harga yang semakin tinggi ini sebanding dengan nilai yang diberikan? Untuk sebagian orang, jawabannya adalah ya. Bagi filmmaker yang sering bergelut dengan file besar, memiliki iPhone dengan penyimpanan 2TB adalah kemewahan yang layak dibayar. Tapi bagi kebanyakan orang, ini mungkin sekadar pemborosan.

Apple telah membangun ekosistem di mana harga bukan lagi penghalang, melainkan penanda status dan kebutuhan. Dan selama masih ada yang bersedia membayar, Apple akan terus mendorong batas tersebut. Jadi, bersiaplah untuk era di mana ponsel seharga Rp 30 juta bukan lagi sesuatu yang mengejutkan—bahkan mungkin menjadi norma baru.

Jadi, apa pendapat Anda? Apakah Anda akan membeli iPhone 17 Pro Max versi 2TB atau menunggu iPhone Fold? Atau justru memilih untuk tidak terlibat dalam perlombaan harga ini? Satu hal yang pasti: Apple tidak akan berhenti di sini. Mereka akan terus berinovasi—dan tentu saja, menaikkan harga.

iPhone 17 Air vs Samsung S25 Edge: Duel Titan Super Tipis 2025

0

Telset.id – Ketipisan bukan lagi sekadar tren—ia telah menjadi medan perang baru bagi para raksasa teknologi. Di tengah persaingan sengit, Apple resmi meluncurkan iPhone 17 Air, menjawab tantangan Samsung Galaxy S25 Edge yang telah lebih dulu memukau pasar. Keduanya hadir dengan klaim sebagai ponsel tertipis di kelasnya, namun dengan pendekatan filosofis yang bertolak belakang. Manakah yang layak menjadi pilihan Anda?

Pertarungan ini bukan sekadar soal angka di atas kertas, melainkan perdebatan antara minimalisme ekstrem versus fleksibilitas fungsional. Seperti dua petinju dengan gaya bertarung berbeda, keduanya mengandalkan keunggulan spesifik untuk memenangkan hati konsumen. Mari kita selami lebih dalam bagaimana kedua perangkat ini berusaha mendefinisikan ulang makna “premium” di era pascaketebalan.

Sebelum kita membandingkan keduanya, penting untuk memahami konteks di balik kemunculan iPhone 17 Air. Apple bukan hanya sekadar mengikuti jejak Samsung, melainkan merespons permintaan pasar akan perangkat yang lebih portabel tanpa mengorbankan estetika. Kesuksesan Apple menjual 3 miliar iPhone menjadi fondasi kuat bagi inovasi terbarunya ini, sementara Samsung tetap percaya pada pendekatan “lebih banyak fitur, lebih baik”.

Desain dan Material: Pertarungan Milimeter yang Sengit

Di arena ketipisan, setiap sepersepuluh milimeter berarti. iPhone 17 Air berhasil merebut mahkota dengan ketebalan hanya 5,5-5,6 mm, mengungguli Samsung Galaxy S25 Edge yang berada di angka 5,8 mm. Perbedaan 0,2-0,3 mm mungkin terlihat sepele, namun dalam dunia desain industri, ini adalah pencapaian yang signifikan. Bobot pun menjadi medan pertempuran berikutnya: 145 gram untuk iPhone Air versus 163 gram untuk rivalnya.

Keduanya menggunakan material titanium untuk frame dan kaca pelindung mutakhir—Ceramic Shield 2 untuk Apple dan Gorilla Glass Ceramic 2 untuk Samsung. Namun, sensasi menggenggam iPhone 17 Air terasa seperti memegang selembar kartu premium, sementara S25 Edge memberikan kesan solid dan berisi. Pilihan ada di tangan Anda: ultra-ringan versus kepadatan yang terasa lebih “premium”.

Layar: Kecerahan vs Resolusi

Kedua ponsel menawarkan panel OLED memukau dengan refresh rate 120Hz, namun dengan keunggulan berbeda. Samsung unggul dalam resolusi QHD+ (1440 x 3120) dan ukuran layar 6,7 inci, menawarkan ketajaman visual yang sulit ditandingi. Namun, Apple membawa kejutan dengan kecerahan puncak 3.000 nits—yang tertinggi dalam sejarah iPhone—menjadikannya juara tak terbantahkan untuk penggunaan di bawah sinar matahari langsung.

Pilihan di sini bergantung pada preferensi penggunaan. Apakah Anda lebih sering menikmati konten HDR dalam ruangan? Galaxy S25 Edge mungkin pilihan tepat. Namun jika aktivitas Anda banyak dilakukan outdoor, layar iPhone 17 Air akan menjadi penyelamat mata Anda.

Kamera: Minimalisme vs Fleksibilitas

Inilah titik dimana filosofi kedua brand benar-benar berbeda. Apple mengambil risiko dengan hanya menyertakan satu kamera belakang 48MP pada iPhone 17 Air—sebuah keputusan berani yang mengutamakan kesederhanaan. Hasilnya? Pengalaman fotografi yang intuitif: bidik dan dapatkan hasil memuaskan tanpa kerumitan memilih lensa.

Samsung mengambil jalan berbeda dengan sistem dual camera: sensor utama 200MP yang mengesankan plus lensa ultra-wide 12MP. Pendekatan Samsung ini bahkan menginspirasi brand lain seperti Nubia yang dikabarkan akan mengadopsi filosofi serupa. Untuk kamera depan, Apple unggul dengan sensor 18MP dan fitur AI Center Stage yang cerdas.

Performa dan Baterai: Kekuatan vs Daya Tahan

Keduanya ditenagai prosesor terbaik di kelasnya: A19 Pro untuk Apple dan Snapdragon 8 Elite untuk Samsung, keduanya dengan RAM 12GB. Dalam hal performa mentah, A19 Pro dianggap memiliki sedikit keunggulan, khususnya dalam efisiensi daya dan kemampuan AI.

Namun, ketipisan ekstrem iPhone 17 Air datang dengan pengorbanan: baterai hanya 2.800mAh, jauh di bawah kapasitas 3.900mAh yang berhasil dijejalkan Samsung ke dalam bodinya yang hanya sedikit lebih tebal. Jika Anda pengguna berat, S25 Edge jelas memberikan ketenangan pikiran lebih lama.

Pada akhirnya, pilihan antara iPhone 17 Air dan Samsung Galaxy S25 Edge adalah pertanyaan tentang prioritas. Apakah Anda menginginkan mahakarya desain yang nyaris tak terasa di saku, dengan layar terang benderang dan kesederhanaan yang elegan? Atau Anda membutuhkan perangkat serba-bisa dengan kamera fleksibel dan baterai yang tak mudah menyerah?

Dengan harga yang bersaing ketat—sekitar Rp16 juta untuk iPhone 17 Air versus Rp19,5-21,5 juta untuk Galaxy S25 Edge—keputusan akhir kembali kepada nilai-nilai yang Anda anut. Apple menawarkan seni dalam bentuk teknologi, samsung menghadirkan teknologi dalam wujud yang praktis. Di medan perang titan super tipis ini, tidak ada yang kalah—yang ada hanya pilihan yang lebih tepat untuk kebutuhan spesifik Anda.

iPhone Air Resmi Gantikan iPhone Plus, Desain Tipis 5,6mm Jadi Andalan

0

Telset.id – Apple baru saja menggebrak pasar dengan menghadirkan varian baru dalam seri iPhone 17. Varian ‘Plus’ yang selama ini menjadi pilihan banyak pengguna akhirnya tutup usia, dan digantikan oleh model ‘Air’ untuk pertama kalinya. Lantas, apa yang membuat iPhone Air begitu spesial hingga Apple berani mengambil langkah berani ini?

iPhone Air mengusung desain super tipis dengan ketebalan hanya 5,6mm, membuatnya lebih ramping dibandingkan rival terdekatnya, Samsung Galaxy S25 Edge yang memiliki ketebalan 5,8mm. Meski tipis, Apple mengklaim bahwa mereka tidak mengorbankan kapasitas baterai. Sayangnya, Apple enggan mengungkap spesifikasi baterai secara detail, dan hanya menyebut bahwa iPhone Air mampu bertahan seharian penuh.

Para analis dari Morgan Stanley menyatakan kekaguman mereka terhadap desain dan kapabilitas yang dibawa oleh iPhone Air. Dalam catatan resmi mereka, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (11/9/2025), mereka menulis, “Kami bisa melihat ini

Nothing OS 4.0 Segera Hadir, Daftar Ponsel yang Mendapat Pembaruan

0

Telset.id – Apakah Anda pengguna setia perangkat Nothing dan menantikan pembaruan sistem operasi terbaru? Kabar gembira datang dari perusahaan teknologi asal London ini. Nothing secara resmi telah mengumumkan kehadiran Nothing OS 4.0, versi terbaru sistem operasi berbasis Android 16 yang menjanjikan perubahan signifikan bagi pengalaman pengguna.

Dalam sebuah unggahan di platform X, Nothing menyebutkan bahwa OS terbaru mereka “akan segera hadir” dengan tagline “Refined” dan “Redefined”. Dua kata kunci ini mengisyaratkan penyempurnaan menyeluruh dan pendefinisian ulang fitur-fitur yang ada. Meskipun tanggal rilis resmi belum diumumkan, antusiasme komunitas teknologi sudah mulai terasa.

Perjalanan Nothing OS 4.0 sebenarnya sudah dimulai sejak peluncuran Nothing Phone (3) pada awal Juli lalu. Saat itu, perusahaan yang didirikan Carl Pei ini secara samar menyebutkan rencana pembaruan sistem operasi. Tak lama setelahnya, versi beta tertutup sudah dirilis untuk sejumlah kecil pengguna Nothing Phone (3). Sayangnya, beta ini tidak diperluas ke perangkat Nothing lainnya, mengindikasikan bahwa perangkat lain akan langsung menerima versi stabil.

Nothing OS 4.0 Carl Pei post on X

Dengan rilis stabil yang semakin dekat, pertanyaan terbesar tentu saja: apakah perangkat Nothing Anda termasuk yang berhak mendapatkan pembaruan besar ini? Berikut adalah daftar resmi perangkat yang akan menerima Nothing OS 4.0:

  • Nothing Phone (3)
  • Nothing Phone (3a)
  • Nothing Phone (3a) Pro
  • Nothing Phone (2)
  • Nothing Phone (2a)
  • Nothing Phone (2a) Plus
  • CMF Phone 1
  • CMF Phone 2 Pro

Sayangnya, Nothing Phone (1) tidak termasuk dalam daftar ini. CEO Nothing Carl Pei telah mengonfirmasi bahwa Phone (1) telah menerima tiga pembaruan OS yang dijanjikan, memenuhi komitmen perusahaan. Namun, Pei juga mengungkapkan bahwa perusahaan sedang mengerjakan program khusus untuk pengguna Phone (1), meski detailnya masih ditutup rapat. Spekulasi berkembang bahwa ini mungkin berupa program upgrade ke model yang lebih baru dengan harga khusus.

Nothing Phone (3) sebagai flagship terbaru perusahaan akan menjadi yang pertama menerima pembaruan Nothing OS 4.0 versi stabil. Rollout kemudian akan berlanjut secara bertahap ke perangkat eligible lainnya. Kabar baiknya, dengan portofolio smartphone Nothing yang tidak terlalu luas, proses distribusi pembaruan diharapkan tidak memakan waktu lama.

Nothing OS 4.0 launch poster

Pertanyaan berikutnya: apa yang bisa kita harapkan dari Nothing OS 4.0? Meskipun detail fitur masih sedikit, basis Android 16 sendiri menjanjikan berbagai peningkatan keamanan, optimasi baterai, dan fitur privasi yang lebih baik. Kombinasi dengan pendekatan minimalis Nothing tentu akan menarik untuk disimak.

Bagi penggemar teknologi, perkembangan Nothing OS 4.0 patut diikuti. Seperti yang terjadi dengan Realme UI 7.0 dan pembaruan Android 16 dari Motorola, transisi ke sistem operasi baru selalu membawa angin segar bagi ekosistem smartphone.

Jadi, apakah Anda sudah siap menyambut Nothing OS 4.0? Pantau terus perkembangan terbaru melalui kanal resmi Nothing dan jangan lupa untuk memeriksa pembaruan secara berkala begitu rilis dimulai. Siapa tahu, pengalaman menggunakan perangkat Nothing Anda akan menjadi lebih “refined” dan “redefined” dalam waktu dekat.

Snapdragon 8 Elite Gen 5 vs Dimensity 9500: Perang Chipset 2025 Dimulai

0

Telset.id – Bayangkan Anda sedang bermain game mobile terbaru dengan grafis setara konsol, tanpa lag, tanpa panas berlebih. Itulah yang dijanjikan oleh dua raksasa chipset mobile tahun depan. Tapi siapa yang akan memenangkan pertarungan ini? Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa Qualcomm dan MediaTek siap menghadirkan lompatan performa signifikan.

Pertarungan sengit antara Snapdragon 8 Elite Gen 5 milik Qualcomm dan Dimensity 9500 dari MediaTek semakin memanas. Kedua chipset ini tidak hanya menjanjikan angka benchmark yang mencengangkan, tetapi juga membawa arsitektur baru yang bisa mengubah cara kita menggunakan smartphone. Lalu, mana yang lebih layak menjadi jantung perangkat flagship Anda di 2025?

Menurut bocoran dari tipster terpercaya Digital Chat Station, Snapdragon 8 Elite Gen 5 berhasil mencetak skor AnTuTu v11 antara 4,20 hingga 4,40 juta poin. Angka ini bukan sekadar kenaikan incremental—ini adalah lompatan besar yang menempatkannya sebagai processor mobile terkuat yang pernah diuji pada benchmark tersebut. Namun, Qualcomm tidak sendirian di puncak. MediaTek dengan Dimensity 9500-nya juga menunjukkan taring dengan skor 4.011.932 pada prototype Vivo X300 Pro.

Spesifikasi teknis kedua chipset ini mengungkapkan pendekatan yang berbeda dalam mengejar performa puncak. Snapdragon 8 Elite Gen 5 diyakini akan menggunakan konfigurasi dua prime core dengan kecepatan 4,61GHz dan enam performance core pada 3,63GHz. Untuk urusan grafis, Qualcomm memasangkan Adreno 840 GPU dengan clock speed 1,2GHz—kombinasi yang dijanjikan akan memberikan boost signifikan untuk gaming dan workload AI.

Sementara itu, MediaTek mengambil jalur berbeda dengan all big-core setup pada Dimensity 9500. Chipset ini menggunakan empat core Cortex-X930 dan empat core Cortex-A730, menunjukkan komitmen MediaTek untuk bersaing di kelas premium. Kerjasama langsung dengan Arm dalam desain chipset dan dukungan SME2 instruction set menjadi nilai tambah yang patut diperhitungkan.

Strategi Pasar dan Implementasi Perangkat

Pertarungan tidak hanya terjadi di atas kertas spesifikasi, tetapi juga dalam implementasi ke perangkat nyata. Xiaomi diprediksi akan menjadi vendor pertama yang mengadopsi Snapdragon 8 Elite Gen 5 melalui seri Xiaomi 16. Sementara Vivo akan memimpin adopsi Dimensity 9500 dengan seri X300. Kedua lineup ini dijadwalkan akan meluncur akhir bulan ini, memulai babak baru persaingan flagship mobile.

Pilihan vendor terhadap chipset tertentu seringkali mencerminkan strategi positioning produk. Xiaomi dengan Snapdragon mungkin menargetkan segmen gaming dan performa maksimal, sementara Vivo dengan MediaTek mungkin fokus pada efisiensi dan fitur AI. Namun, batas-batas ini semakin kabur seiring dengan semakin matangnya teknologi kedua chipset.

Yang menarik, bocoran terpisah mengindikasikan bahwa Snapdragon 8 Elite Gen 5 akan berjalan pada kecepatan lebih tinggi—hingga 4,74GHz—pada Galaxy S26. Ini menunjukkan bahwa Samsung mungkin memiliki versi khusus yang dioptimalkan untuk perangkat mereka. Fakta ini semakin memperumit peta persaingan, karena vendor bisa melakukan customisasi lebih dalam untuk membedakan produk mereka.

Analisis Dampak bagi Konsumen

Lalu, apa arti semua ini bagi Anda sebagai konsumen? Pertarungan antara Qualcomm dan MediaTek akhir-akhir ini membawa angin segur bagi pasar smartphone. Persaingan ketat memaksa kedua perusahaan untuk terus berinovasi, yang pada akhirnya menguntungkan konsumen dengan produk yang lebih baik dan harga yang lebih kompetitif.

Perbedaan pendekatan antara kedua chipset juga memberikan pilihan yang lebih beragam. Jika Anda mencari performa gaming maksimal dengan dukungan developer yang luas, Snapdragon mungkin masih menjadi pilihan utama. Namun, jika Anda mengutamakan efisiensi daya dan fitur AI canggih, Dimensity 9500 bisa menjadi alternatif yang menarik.

Jangan lupa bahwa performa chipset tidak hanya tentang angka benchmark. Implementasi pada perangkat, optimasi software, dan sistem pendingan juga memegang peranan krusial. Sebuah chipset dengan skor AnTuTu tinggi bisa saja performanya mengecewakan jika tidak didukung oleh implementasi yang tepat.

Dengan kedua chipset flagship ini akan segera hadir di perangkat konsumen, tahun 2025 menjanjikan menjadi tahun yang menarik bagi penggemar teknologi mobile. Persaingan sengit antara Qualcomm dan MediaTek tidak hanya tentang siapa yang memiliki angka benchmark tertinggi, tetapi tentang siapa yang bisa memberikan pengalaman pengguna terbaik.

Jadi, mana yang akan Anda pilih? Snapdragon 8 Elite Gen 5 dengan legacy kuat di dunia mobile gaming, atau Dimensity 9500 dengan pendekatan all-big-core yang berani? Jawabannya mungkin tidak sesederhana membandingkan angka di atas kertas, tetapi tentang bagaimana chipset tersebut diimplementasikan dalam perangkat yang Anda gunakan sehari-hari.

Spotify Akhirnya Rilis Fitur Lossless untuk Pengguna Premium

0

Telset.id – Sudah lelah menunggu kabar tentang fitur lossless audio dari Spotify? Anda tidak sendirian. Setelah bertahun-tahun penantian dan spekulasi, akhirnya Spotify resmi meluncurkan opsi streaming berkualitas tinggi tanpa tambahan biaya untuk para pelanggan Premium. Kabar gembira ini tentu menjadi angin segar bagi para audiophile yang selama ini merindukan pengalaman mendengarkan musik dengan kualitas terbaik.

Sejak 2017, rumor tentang kehadiran Spotify HiFi terus bergulir. Bahkan pada 2021, perusahaan sempat berjanji akan menghadirkan opsi kualitas CD di tahun yang sama, namun nyatanya hal itu tak kunjung terwujud. Kini, setelah melalui perjalanan panjang yang penuh teka-teki, Spotify Lossless akhirnya menjadi kenyataan. Fitur ini mulai diluncurkan secara bertahap di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan tentu saja Swedia—kampung halaman Spotify.

Yang menarik, Spotify mengambil pendekatan berbeda dari prediksi sebelumnya. Alih-alih menjadikan lossless audio sebagai add-on berbayar seperti yang sempat dikabarkan, perusahaan justru memutuskan untuk menyertakannya dalam langganan Premium biasa. Keputusan ini jelas membuat posisi Spotify setara dengan kompetitor seperti Apple Music yang sudah lebih dulu menawarkan streaming lossless tanpa biaya tambahan.

Cara Mengaktifkan dan Manfaat Spotify Lossless

Bagi Anda yang penasaran bagaimana cara menikmati fitur ini, prosesnya cukup sederhana namun membutuhkan sedikit usaha. Tidak seperti fitur lainnya yang mungkin aktif secara otomatis, Spotify Lossless harus diaktifkan manual pada setiap perangkat. Caranya? Buka aplikasi Spotify, ketuk ikon profil di pojok kiri atas, lalu masuk ke Settings & Privacy > Media Quality. Di sana, Anda bisa memilih untuk mengaktifkan lossless audio untuk streaming Wi-Fi, seluler, serta unduhan.

Setelah diaktifkan, Anda akan melihat indikator lossless pada tampilan Now Playing dan Connect Picker. Fitur ini menawarkan streaming FLAC hingga 24-bit/44.1 kHz, yang berarti Anda bisa menikmati hampir setiap lagu di Spotify dengan detail yang lebih kaya. Namun, perlu diingat bahwa streaming lossless menggunakan lebih banyak data dibandingkan opsi kualitas lainnya. Spotify pun menyediakan berbagai pengaturan untuk membantu Anda mengelola penggunaan data sesuai kebutuhan.

Tampilan pengaturan kualitas media Spotify Lossless di aplikasi mobile

Gustav Gyllenhammar, Wakil Presiden Subscriptions Spotify, menyatakan kegembiraannya atas peluncuran ini. “Penantian akhirnya berakhir; kami sangat bersemangat karena lossless sound mulai diluncurkan untuk pelanggan Premium,” ujarnya. “Kami mengambil waktu untuk membangun fitur ini dengan cara yang memprioritaskan kualitas, kemudahan penggunaan, dan kejelasan di setiap langkah.”

Tips untuk Pengalaman Lossless Terbaik

Agar bisa menikmati pengalaman lossless audio secara optimal, Spotify memberikan beberapa rekomendasi penting. Pertama, gunakan koneksi Wi-Fi daripada seluler untuk menghindari pemborosan kuota data. Kedua, dan ini yang paling krusial, hindari koneksi Bluetooth. Mengapa? Karena bandwidth Bluetooth saat ini belum cukup untuk mendukung audio lossless tanpa kompresi. Jadi, meskipun Anda mengaktifkan fitur ini, sinyal audio akan tetap terkompresi sebelum mencapai telinga Anda jika menggunakan perangkat nirkabel.

Untuk hasil terbaik, Spotify menyarankan penggunaan headphone atau speaker dengan koneksi berkabel. Selain itu, perlu diingat bahwa trek audio lossless mungkin membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk mulai diputar, karena perangkat perlu melakukan caching untuk menghindari gangguan di tengah lagu. Perangkat wearables seperti yang baru saja diluncurkan Xiaomi mungkin belum bisa mendukung pengalaman lossless penuh, namun perkembangan teknologi di masa depan tentu akan membawa perubahan.

Dengan hadirnya Spotify Lossless, lanskap streaming musik semakin kompetitif. Pengguna sekarang memiliki lebih banyak pilihan untuk menikmati musik dengan kualitas terbaik tanpa harus merogoh kocek lebih dalam. Namun, pertanyaan besarnya: akankah ini cukup untuk membuat Spotify unggul dibandingkan layanan serupa? Mengingat persaingan di dunia streaming yang semakin ketat, inovasi dan peningkatan layanan tentu menjadi kunci utama.

Lalu, bagaimana dengan dukungan format audio lainnya seperti Dolby Atmos? Itu mungkin menjadi babak berikutnya dalam perlombaan kualitas audio streaming. Untuk saat ini, kita bisa bersyukur bahwa akhirnya penantian panjang para penggemar setia Spotify telah berbuah manis. Tinggal menunggu notifikasi yang mengonfirmasi bahwa akun Anda sudah bisa menikmati fitur ini.

PS Plus September 2025: Persona 5 Tactica hingga WWE 2K25 Hadir

0

Telset.id – Sudah siap menjelajahi dunia taktis yang penuh strategi, atau justru lebih tertarik menghajar lawan di atas ring? PlayStation Plus September 2025 menghadirkan beragam pengalaman gaming yang mungkin akan memenuhi ekspektasi Anda. Sony baru saja merilis daftar game terbaru yang siap dimainkan para pelanggan PS Plus, dan koleksi bulan ini benar-benar beragam—mulai dari petualangan sci-fi yang mendalam hingga aksi gulat yang penuh adrenalin.

Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, PlayStation Plus kerap menghadirkan game-game berkualitas setiap bulannya. Namun, apa yang membuat September 2025 istimewa? Mungkin karena Sony berhasil menggabungkan beberapa judul dengan genre yang sangat berbeda, namun sama-sama menarik. Mari kita telusuri satu per satu.

Persona 5 Tactica (PS5/PS4) menjadi salah satu andalan utama bulan ini. Sebagai spin-off dari seri Persona yang sangat populer, game ini mengubah sistem pertarungan utama menjadi taktis berbasis grid. Bayangkan XCOM, tetapi dengan gaya dan karakteristik khas Phantom Thieves. Bagi penggemar strategi turn-based, ini adalah tawaran yang sulit ditolak.

Persona 5 Tactica gameplay screenshot

Selanjutnya, The Invincible (PS5) hadir sebagai adaptasi dari novel sci-fi karya Stanisław Lem yang terbit pada 1963. Jangan harap banyak aksi atau pertempuran di sini—game ini justru mengajak Anda menjelajahi planet Regis III dengan pendekatan naratif yang mendalam. Setiap keputusan yang Anda ambil akan memengaruhi alur cerita, jadi berhati-hatilah dalam memilih.

Bagi Anda yang lebih suka sesuatu yang penuh energi dan kekuatan, WWE 2K25 (PS5/PS4) mungkin pilihan yang tepat. Game ini memungkinkan Anda merasakan sensasi menjadi superstar gulat, dengan segala drama dan aksi spektakulernya. Dan ya, setidaknya hasil pertandingan di sini tidak sepenuhnya ditentukan seperti di acara TV—Anda yang memegang kendali!

The Rock walking in the video game WWE 2K25.

Selain tiga judul utama tersebut, masih ada beberapa game lain yang tak kalah menarik. Fate/Samurai Remnant menghadirkan pengalaman action RPG dengan latar periode Edo Jepang, sementara Crow Country menawarkan ketegangan survival horror yang memacu adrenalin. Green Hell, sebuah simulator survival first-person, juga termasuk dalam daftar—cocok bagi Anda yang suka tantangan bertahan hidup di alam liar.

Lalu, bagaimana dengan nilai strategis dari penambahan game-game ini? Seperti yang terjadi pada PS Plus Juli 2025, Sony tampaknya terus berusaha memenuhi selera beragam gamer. Mulai dari penggemar cerita mendalam hingga pencinta aksi fisik, semua sepertinya mendapat porsi.

Namun, perlu diingat bahwa tidak semua game cocok untuk semua orang. The Invincible, misalnya, mungkin terasa lambat bagi mereka yang terbiasa dengan tempo cepat. Sementara WWE 2K25 jelas ditujukan bagi mereka yang menyukai hiburan spektakuler dan kompetitif. Persona 5 Tactica berada di tengah—cocok untuk pemain yang ingin mencoba sesuatu yang baru tanpa meninggalkan nuansa familiar.

Apakah ini berarti PlayStation Plus semakin baik? Jika melihat PlayStation Plus April 2025, Sony memang konsisten menghadirkan game-game berkualitas. Namun, seperti layanan serupa, nilai sebenarnya tergantung pada preferensi pribadi. Jika Anda penggemar genre taktis atau naratif, bulan ini mungkin adalah hadiah. Jika tidak, mungkin Anda perlu menunggu bulan depan.

Terlepas dari itu, kehadiran game-game ini juga menunjukkan bagaimana industri gaming terus berkembang. Adaptasi novel sci-fi klasik seperti The Invincible membuktikan bahwa medium game bisa menjadi sarana storytelling yang powerful. Sementara spin-off seperti Persona 5 Tactica menunjukkan bahwa franchise sukses masih bisa bereksperimen tanpa kehilangan esensi.

Jadi, mana yang akan Anda mainkan lebih dulu? Apakah Anda lebih tertarik menyelami cerita sci-fi yang dalam, merancang strategi di medan perang berbasis grid, atau justru melepas penat dengan aksi gulat? Apapun pilihannya, PlayStation Plus September 2025 menawarkan sesuatu untuk hampir semua orang. Selamat bermain!

Sebagai catatan tambahan, meskipun dunia game penuh dengan hiburan, selalu ingat untuk bermain dengan bijak. Dan jika Anda penasaran dengan detail lebih lanjut, kunjungi PlayStation Blog untuk pengumuman resminya. Siapa tahu, mungkin bulan depan akan ada kejutan lain yang lebih besar!

vivo X Fold5 Tawarkan Ketahanan Ekstrem dalam Desain Ringkas

0

Telset.id – vivo Indonesia secara resmi meluncurkan vivo X Fold5, smartphone foldable terbaru yang menjawab tantangan konsumen akan perangkat lipat dengan daya tahan baterai terbesar di kelasnya, yaitu 6000mAh, serta sertifikasi ketahanan air dan debu tertinggi. Perangkat ini dapat dipesan melalui program pre-order hingga 18 September 2025 dengan harga Rp24.999.000.

Kehadiran vivo X Fold5 ini merupakan respons terhadap meningkatnya ekspektasi pengguna terhadap perangkat foldable, yang tidak hanya menginginkan desain tipis dan ringan, tetapi juga durabilitas dan baterai yang tahan lama. Menurut survei YouGov (2024), 75% calon pembeli foldable mengutamakan daya tahan baterai, diikuti harga (69%) dan durabilitas (65%).

Hadie Mandala, Product Manager vivo Indonesia, mengatakan, “Melalui vivo X Fold5, kami meyakini perangkat foldable tidak cukup hanya mengutamakan desain, tetapi juga harus kuat dan andal. Kami fokus menghadirkan masa pakai baterai luar biasa dan ketangguhan perangkat tingkat lanjut.”

Inovasi Baterai 6000mAh dengan Teknologi Semi-Solid Generasi Kedua

vivo X Fold5 membawa baterai terbesar di segmen foldable, yaitu 6000mAh BlueVolt Battery, didukung teknologi pengisian cepat 80W FlashCharge dan wireless charging. Inovasi ini dicapai melalui peningkatan komponen baterai, termasuk dual-layer anode yang menggabungkan silikon berenergi tinggi dan struktur karbon berpori.

Perangkat ini juga menjadi smartphone foldable pertama dengan teknologi baterai semi-solid generasi kedua, yang mengintegrasikan solid-state electrolyte ke kedua elektroda. Hal ini memberikan efisiensi daya lebih baik dan performa optimal bahkan dalam suhu rendah.

Content image for article: vivo X Fold5 Tawarkan Ketahanan Ekstrem dalam Desain Ringkas

Dengan baterai berkapasitas besar, pengguna dapat bekerja sepanjang hari tanpa khawatir kehabisan daya, termasuk untuk meeting back-to-back, binge-watching, atau penggunaan aplikasi berat. vivo X Fold5 hadir sebagai solusi all-in-one yang tetap ringan dan portabel.

Durabilitas Terbaik dengan Sertifikasi IPX8, IPX9, dan IP5X

vivo X Fold5 menetapkan standar baru untuk durabilitas perangkat foldable. Dengan sertifikasi ganda IPX8 & IPX9 Water Resistance, perangkat ini dapat bertahan terendam air hingga kedalaman 3 meter selama 30 menit. Bahkan, vivo X Fold5 berhasil melalui pengujian buka-tutup lipatan lebih dari 1.000 kali di dalam air, menjadikannya yang pertama di dunia dengan standar IPX9+.

Selain itu, perangkat ini juga merupakan foldable pertama dengan sertifikasi IP5X Dust Resistance, memberikan ketahanan ekstra terhadap partikel debu. Dukungan 2nd Gen Armor Architecture, Ultra-Thin Glass (UTG), dan lapisan anti benturan khusus memperkuat struktur internal, dengan peningkatan ketahanan terhadap tekanan sebesar 30% dibanding generasi sebelumnya.

Dengan bobot hanya 217gr (Titanium Gray) dan 226gr (Feather White), serta ketebalan 9.2mm saat terlipat dan 4.3mm saat terbuka, vivo X Fold5 tetap portabel meski dilengkapi fitur durabilitas ekstrem. Layar Ultra Vision Foldable Screen 2K+ E7 siap digunakan intensif baik di dalam maupun luar ruangan.

Content image for article: vivo X Fold5 Tawarkan Ketahanan Ekstrem dalam Desain Ringkas

Perangkat ini juga dilengkapi sistem kamera profesional ZEISS dan fitur kecerdasan SmartFold AI, yang semakin melengkapi pengalaman pengguna dalam produktivitas dan hiburan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang spesifikasi vivo X Fold5, Anda dapat membaca artikel sebelumnya mengenai rilis dan spesifikasi vivo X Fold5.

Bagi yang tertarik membandingkan vivo X Fold5 dengan pesaing utamanya, simak perbandingannya dengan Samsung Galaxy Z Fold7 untuk menentukan pilihan terbaik.

Selama periode pre-order hingga 18 September 2025, pembeli dapat menikmati berbagai benefit, termasuk Screen Warranty 12 bulan, Extended Warranty, International Warranty, dan Phone Replacement Warranty dalam 15 hari pertama. Program trade-in melalui Laku6 dan Trade In Plus juga tersedia, dengan cashback hingga Rp500.000.

vivo X Fold5 hadir dalam dua varian warna, Titanium Gray dan Feather White, dengan konfigurasi RAM 16GB dan penyimpanan 512GB. Informasi lebih lanjut mengenai promo dan ketersediaan produk dapat diakses melalui website vivo Indonesia atau toko resmi vivo.

Lenovo Innovation World 2025: AI Lebih Cerdas untuk Semua

0

Telset.id – Bayangkan sebuah dunia di mana laptop Anda tidak hanya memahami perintah, tetapi juga mengantisipasi kebutuhan kerja Anda. Sebuah era di mana perangkat keras dan kecerdasan buatan bersatu dalam harmoni sempurna untuk menciptakan pengalaman komputasi yang benar-benar transformatif. Itulah yang Lenovo hadirkan dalam Lenovo Innovation World 2025 di Berlin.

Acara yang digelar pada 5 September 2025 ini bukan sekadar peluncuran produk biasa. Ini adalah deklarasi Lenovo sebagai pemimpin inovasi teknologi yang serius menggarap masa depan komputasi berbasis AI. Dengan portofolio perangkat, solusi, dan konsep AI yang terus berkembang, Lenovo membawa kita selangkah lebih dekat ke realitas di mana teknologi benar-benar melayani manusia.

Dalam konferensi pers yang digelar di jantung teknologi Eropa tersebut, Lenovo memperkenalkan rangkaian produk yang dirancang khusus untuk mempercepat adopsi AI dalam bisnis. Bukan hanya sekadar mengejar tren, tetapi memberikan nilai nyata bagi produktivitas dan efisiensi organisasi. Seperti yang diungkapkan Eric Yu, Senior Vice President dan General Manager Lenovo Commercial Product Center dan SMB Segment: “Lenovo berkomitmen menghadirkan kombinasi perangkat, solusi, dan layanan yang tepat agar bisnis bisa bergerak lebih cepat dan bekerja lebih cerdas.”

Revolusi Mobile Workstation dengan Kekuatan AI

ThinkPad P16 Gen 3 menjadi bintang utama dalam lini mobile workstation terbaru Lenovo. Hadir dengan desain sasis yang lebih portabel namun tetap mempertahankan kekuatan sebagai pengganti desktop yang andal. Yang membuatnya istimewa adalah prosesor Intel® Core™ Ultra 200HX Series dengan 24 core dan NPU terintegrasi yang memungkinkan pemrosesan AI yang lebih cepat dan efisien.

Untuk tugas-tugas dengan kebutuhan grafis tinggi, mulai dari gaming hingga 3D rendering kompleks, ThinkPad P16 Gen 3 didukung NVIDIA RTX PRO™ 5000 Blackwell graphics dengan 24GB VRAM. Kombinasi hardware canggih ini, ketika dipadukan dengan software dan layanan kelas dunia dari mitra Lenovo, menciptakan ekosistem sempurna untuk membangun dan mengembangkan AI workflow.

Lenovo juga menghadirkan ThinkPad P1 Gen 8 yang menawarkan perpaduan sempurna antara keahlian workstation, performa ultra-premium, AI-readiness, dan mobilitas. Didukung prosesor Intel® Core™ Ultra (Seri 2) dan grafis NVIDIA RTX PRO™ 2000 generasi Blackwell, perangkat ini menjadi pilihan ideal bagi konten kreator dan spesialis CAD.

Konsep Inovatif yang Mengubah Cara Kita Bekerja

Lenovo tidak hanya menyajikan produk yang sudah jadi, tetapi juga memperkenalkan konsep-konsep revolusioner yang mungkin akan menentukan masa depan komputasi. ThinkBook VertiFlex Concept menjadi salah satu terobosan pertama di industri sebagai notebook PC 14 inci yang dapat diputar.

Dengan bodi ultra tipis (17,9 mm) dan ringan (1,39 kg), perangkat ini mendukung dua mode penggunaan: horizontal dan vertikal. Mode vertikal khususnya sangat ideal untuk multitasking dengan layar ganda, menampilkan kode, atau meninjau dokumen. Smartphone juga dapat terhubung secara mulus ke PC melalui Lenovo Smart Connect untuk memindahkan file dan melakukan mirroring layar ponsel.

Lenovo Smart Motion Concept menghadirkan smart multi-directional laptop stand pertama di industri. Sistem inovatif ini terintegrasi dengan kamera, mikrofon, dan speaker laptop untuk fitur pelacak wajah-otomatis, kontrol suara, serta fitur kesehatan yang ergonomis. Bahkan dilengkapi AI ring untuk kontrol gestur dalam mengatur rotasi stand PC.

Inovasi dalam pengalaman visual juga tidak ketinggalan melalui Lenovo NaturaSynth Display, monitor proof-of-concept dengan teknologi zero blue light berbasis hardware yang meniru pencahayaan alami. Teknologi ini mengurangi kandungan cahaya biru hingga di bawah 1%, sehingga mampu mengurangi kelelahan mata secara signifikan.

Ekosistem Lengkap untuk Transformasi Digital

Lenovo memahami bahwa transformasi AI tidak hanya tentang perangkat keras. Oleh karena itu, mereka menghadirkan portofolio lengkap AI PC Services yang membantu bisnis melampaui sekadar perangkat. Melalui solusi seperti AI PC Fast Start, Care of One™, dan AI PC Premier Support, Lenovo memungkinkan penerapan lebih cepat, provisioning berbasis persona, serta manajemen perangkat secara proaktif.

Layanan ini menyederhanakan proses onboarding, mengotomatiskan dukungan, dan melindungi endpoint, membantu organisasi memaksimalkan produktivitas dan memperoleh hasil lebih cepat dari setiap PC AI ready. Pendekatan holistik ini sejalan dengan perkembangan model bisnis digital sebagai solusi penguatan ekonomi yang semakin marak.

ThinkPad X9 Aura Edition dalam warna Glacier White yang stylish menjadi bukti bahwa Lenovo tidak melupakan aspek estetika. Tersedia dalam ukuran 14 dan 15 inci, Copilot+ PC ini menghadirkan performa canggih dengan teknologi AI yang telah diperbaharui dengan lebih dari 40 TOPS. Didukung prosesor Intel® Core™ Ultra dan Windows 11, perangkat ini menawarkan pengalaman komputasi modern yang lebih terjamin.

Menjelang akhir tahun 2025, Lenovo akan melakukan transisi pengalaman Smart Share ke aplikasi Lenovo Smart Connect. Evolusi ini menghadirkan pengalaman yang lebih terintegrasi dan ringkas di seluruh sistem Lenovo Aura Edition, memungkinkan kontrol lintas perangkat yang mulus serta fungsi tap-to-share.

Perkembangan solusi AI dari Lenovo ini semakin mengukuhkan betapa teknologi kecerdasan buatan telah menjadi tulang punggung transformasi digital. Seperti yang juga terjadi dalam kolaborasi Telkomsel dan Pegadaian yang menjalankan solusi bisnis berbasis digital, adopsi AI tidak lagi menjadi pilihan, tetapi kebutuhan.

Lenovo Innovation World 2025 bukan sekadar pameran teknologi. Ini adalah pintu gerbang menuju masa depan di mana AI menjadi partner kerja yang cerdas, intuitif, dan manusiawi. Dengan portofolio yang terus berkembang dan komitmen terhadap inovasi, Lenovo membuktikan bahwa mereka tidak hanya mengikuti arus, tetapi menciptakan gelombang transformasi digital yang sesungguhnya.

Baidu Luncurkan Ernie X1.1, Klaim Lebih Unggul dari GPT-5 dan Gemini

0

Telset.id – Jika Anda mengira persaingan kecerdasan buatan (AI) global hanya didominasi oleh raksasa teknologi Barat, pikirkan lagi. Baidu, perusahaan teknologi asal Tiongkok, baru saja meluncurkan model AI terbaru mereka, Ernie X1.1, dengan klaim yang cukup membuat industri terhenyak. Mereka tidak hanya menyatakan model ini sebagai peningkatan signifikan dari pendahulunya, tetapi juga berani membandingkannya dengan model paling canggih saat ini, termasuk GPT-5 dan Gemini 2.5 Pro milik Google.

Dalam pengumuman resminya, Baidu menyebut Ernie X1.1 sebagai lompatan besar dalam evolusi AI mereka. Model ini dibangun di atas fondasi Ernie 4.5 dan menggunakan apa yang mereka sebut sebagai “kerangka pembelajaran penguatan hibrid” – kombinasi teknik pelatihan AI yang dirancang untuk membuat model lebih cerdas dan lebih efisien. Wang Haifeng, Chief Technology Officer Baidu, mempresentasikan model ini dengan penuh keyakinan, menyoroti peningkatan performa yang mereka klaim sebagai yang terbaik di kelasnya.

Angka-angka yang dilaporkan Baidu memang menarik perhatian. Menurut mereka, Ernie X1.1 menunjukkan peningkatan 34,8% dalam akurasi fakta, 12,5% lebih baik dalam mengikuti instruksi, dan 9,6% lebih unggul dalam menangani tugas-tugas kompleks dibandingkan dengan model sebelumnya. Namun, yang lebih mengejutkan adalah klaim bahwa model ini mengungguli DeepSeek R1-0528 dalam berbagai tes, sekaligus memiliki performa yang setara dengan GPT-5 dan Gemini 2.5 Pro dalam beberapa aspek tertentu.

Ernie X1.1

Mengapa Ernie X1.1 Begitu Spesial?

Baidu tidak main-main dengan teknologi terbaru mereka. Ernie X1.1 tidak hanya dirancang untuk bersaing, tetapi untuk memimpin. Kerangka pembelajaran penguatan hibrid yang mereka gunakan memungkinkan model ini belajar dari berbagai sumber data dan teknik pelatihan, menghasilkan AI yang lebih adaptif dan lebih mampu memahami konteks yang kompleks. Ini adalah pendekatan yang juga sedang dikembangkan oleh perusahaan lain, seperti Meta dengan model AI mereka yang tidak perlu dilatih, menunjukkan bahwa industri sedang bergerak menuju metode pelatihan yang lebih efisien.

Namun, klaim Baidu bahwa Ernie X1.1 dapat menyaingi GPT-5 dan Gemini 2.5 Pro tentu menuai skeptisisme. GPT-5, meskipun belum secara resmi diluncurkan oleh OpenAI, telah menjadi bahan perbincangan karena kemampuannya yang dianggap revolusioner. Sementara itu, Gemini 2.5 Pro adalah model terbaru Google yang telah menunjukkan performa mengesankan dalam berbagai benchmark. Apakah Baidu benar-benar telah menutup jarak dengan kedua raksasa ini? Hanya waktu dan pengujian independen yang dapat menjawabnya.

Ekosistem yang Semakin Kuat

Peluncuran Ernie X1.1 tidak berhenti pada model itu sendiri. Baidu juga mengumumkan pembaruan besar pada framework pembelajaran mendalam mereka, PaddlePaddle, yang kini telah mencapai versi 3.2. Pembaruan ini membuat PaddlePaddle lebih cocok untuk melatih model AI berskala besar dan bekerja dengan berbagai jenis perangkat keras. Selain itu, Baidu melaporkan bahwa ekosistem AI mereka sekarang mendukung lebih dari 23 juta developer dan melayani 760.000 perusahaan – angka yang menunjukkan betapa dalamnya penetrasi teknologi AI mereka di pasar, terutama di Tiongkok.

Ini adalah langkah strategis yang juga diambil oleh perusahaan lain. Samsung dengan model AI Gauss2 mereka dan Meta yang mengembangkan model AI canggih untuk melawan OpenAI adalah contoh bagaimana perusahaan teknologi besar berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan AI. Persaingan ini tidak hanya tentang menciptakan model terbaik, tetapi juga tentang membangun ekosistem yang dapat mendukung adopsi luas.

Baidu Ernie X1.1

Aksesibilitas dan Implikasi bagi Pengguna

Bagi Anda yang penasaran ingin mencoba Ernie X1.1, Baidu telah membuatnya tersedia melalui saluran biasa mereka – situs web Ernie Bot dan aplikasi Wenxiaoyan. Untuk kalangan bisnis dan developer, model ini juga telah diterapkan di platform Qianfan AI Cloud. Ini berarti bahwa baik pengguna biasa maupun perusahaan dapat merasakan langsung kemampuan model terbaru Baidu.

Pertanyaan besarnya adalah: apakah klaim Baidu ini dapat dibuktikan dalam penggunaan sehari-hari? Meskipun angka-angka yang mereka laporkan terdengar menjanjikan, pengujian independen dan pengalaman pengguna nyata akan menjadi penentu akhir. Sejarah telah menunjukkan bahwa klaim besar sering kali dibarengi dengan ekspektasi yang perlu dikelola dengan hati-hati.

Yang jelas, peluncuran Ernie X1.1 adalah bukti bahwa perlombaan AI global semakin panas. Perusahaan-perusahaan Tiongkok seperti Baidu tidak lagi ingin dilihat sebagai pengikut, tetapi sebagai pemain utama yang mampu bersaing dengan yang terbaik di dunia. Apakah ini akan mendorong inovasi lebih lanjut dari OpenAI, Google, dan lainnya? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti: sebagai pengguna AI, kita semua akan diuntungkan dengan persaingan yang semakin ketat ini.

Jadi, apakah Ernie X1.1 benar-benar sehebat yang diklaim? Kita tunggu saja hasil pengujian independen dan feedback dari pengguna nyata. Sementara itu, satu hal yang tidak bisa disangkal: Baidu telah menyampaikan pesan yang jelas kepada dunia bahwa mereka siap bermain di liga yang sama dengan raksasa AI lainnya.