Beranda blog Halaman 19

Teknologi Hijau Ubah Limbah Jagung Jadi Bahan Bernilai Tinggi

Telset.id – Peneliti di Brasil berhasil mengembangkan teknologi hijau yang mampu mengubah limbah jagung (corn stover) menjadi bahan bernilai tinggi seperti gula, asam organik, dan senyawa fenolik. Teknologi ini dinilai lebih efisien dan ramah lingkungan dibanding metode konvensional.

Studi yang dipublikasikan di Biofuel Research Journal ini dilakukan oleh tim dari State University of Campinas (UNICAMP) dan Federal Technological University of Paraná (UTFPR). Mereka menggunakan hidrolisis air subkritis sebagai metode ekstraksi, dengan air murni sebagai satu-satunya pelarut.

“Metode kami mampu meningkatkan hasil ekstraksi hingga enam kali lipat sekaligus mengurangi biaya waktu dan energi,” jelas Tânia Forster-Carneiro, peneliti utama dari UNICAMP, seperti dikutip dari TechXplore.

Proses Ekstraksi yang Lebih Efisien

Limbah jagung kaya akan senyawa lignoselulosa seperti hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Dengan teknologi ini, senyawa-senyawa tersebut dapat diurai menjadi:

  • Senyawa fenolik (16.06-76.82 mg/g) untuk antioksidan dan obat
  • Gula (448.54 mg/g) untuk bahan bakar bio
  • Asam organik (1,157.19 mg/g) untuk plastik biodegradable

Proses ini menggunakan air subkritis – air yang dipanaskan pada suhu tinggi (170-226°C) di bawah tekanan untuk mencegah pendidihan. Hasilnya jauh lebih baik dibanding hidrolisis asam konvensional yang hanya menghasilkan 74.5 mg/g gula.

Analisis Keberlanjutan yang Menjanjikan

Tim peneliti menggunakan metrik EcoScale untuk mengukur keberlanjutan teknologi ini. Hasilnya mencetak skor 93 dari 100, jauh di atas metode konvensional yang hanya mendapat 54-85 poin.

Analisis ekonomi juga menunjukkan potensi pengembalian modal dalam 4-5 tahun, terutama untuk produksi gula sebagai bahan baku biofuel. “Ini membuka peluang besar untuk industri makanan, farmasi, dan bahan bakar terbarukan,” tambah Forster-Carneiro.

Teknologi serupa juga sedang dikembangkan untuk aplikasi lain, seperti penangkapan karbon dan produksi bahan ramah lingkungan di berbagai industri.

Penemuan ini menjadi bukti bahwa limbah pertanian bisa menjadi sumber daya bernilai tinggi jika dikelola dengan teknologi tepat guna. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengoptimalkan proses ini dalam skala industri.

Material Baru KIST Solusi Efisien untuk Pengolahan Air Limbah

Telset.id – Para peneliti dari Korea Institute of Science and Technology (KIST) mengembangkan material generasi terbaru berbasis magnet untuk pengolahan air limbah. Material ini mampu memulihkan fosfor dengan efisiensi tinggi sekaligus mendisinfeksi mikroorganisme berbahaya dalam waktu singkat.

Material berbentuk seperti bulu babi ini dirancang untuk mengatasi masalah utama dalam pengolahan air, seperti kandungan fosfor berlebih yang memicu ledakan alga. “Teknologi ini tidak hanya membersihkan air tetapi juga memungkinkan daur ulang fosfor untuk industri,” jelas Dr. Jae-Woo Choi, peneliti utama di KIST.

Material berbentuk bulu babi untuk pengolahan air limbah

Efisiensi Tinggi dengan Konsumsi Energi Minimal

Material ini mampu memulihkan 1,1 kilogram fosfat per kilogram material hanya dalam lima menit—kinerja yang jauh lebih cepat dibanding teknologi konvensional. Sistem ini juga dirancang ramah lingkungan karena beroperasi tanpa listrik, menggunakan medan magnet eksternal untuk mengontrol pergerakan material.

“Penggunaan magnet mengurangi konsumsi energi lebih dari 99% dibanding metode tradisional,” tambah Dr. Kyungjin Cho, salah satu peneliti dalam proyek ini. Teknologi ini juga mengurangi emisi karbon, menjadikannya solusi berkelanjutan untuk krisis air dan iklim.

Aplikasi Luas untuk Berbagai Lingkungan

Teknologi ini dapat digunakan di berbagai fasilitas pengolahan air, termasuk pabrik, peternakan, dan daerah pedesaan. “Material ini mudah dipasang tanpa infrastruktur kompleks, cocok untuk daerah terpencil atau lokasi bencana,” ujar Dr. Youngkyun Jung, penulis utama studi ini.

Sistem pengolahan air berbasis magnet KIST

Ke depan, material ini berpotensi digunakan dalam sistem portabel, pertanian presisi, dan kawasan industri hijau. Inovasi ini juga sejalan dengan tren teknologi ramah lingkungan seperti yang terlihat pada Asus Vivobook S14 dan OPPO Find N5 yang mengedepankan efisiensi energi.

Facebook Terlambat Moderasi Konten, Riset Ungkap Fakta Mengejutkan

0

Telset.id – Penelitian terbaru dari Northeastern University mengungkap bahwa moderasi konten di Facebook seringkali terjadi terlalu lambat. Studi ini menemukan bahwa 75% dari prediksi audiens telah melihat konten yang melanggar sebelum akhirnya dihapus.

Laura Edelson, asisten profesor ilmu komputer di Northeastern, menjelaskan bahwa moderasi konten tidak banyak berpengaruh pada pengalaman pengguna karena prosesnya terlambat. “Di Facebook, moderasi konten tidak banyak berdampak karena terjadi terlalu terlambat,” katanya seperti dikutip Telset.id.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Online Trust and Safety ini menganalisis lebih dari 2,6 juta posting Facebook dari 17.504 halaman berita dan hiburan dalam bahasa Inggris Amerika, Ukraina, dan Rusia. Tim peneliti memantau postingan tersebut secara berkala antara 17 Juni 2023 hingga 1 Agustus 2023.

Konten Viral Lebih Cepat dari Moderasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar interaksi pengguna terjadi sangat cepat. Sebanyak 83,5% dari total interaksi sebuah postingan terjadi dalam 48 jam pertama, dengan median waktu hanya 3 jam untuk mencapai 50% interaksi pertamanya.

Fakta mengejutkan lainnya, hanya sebagian kecil postingan yang benar-benar dihapus. Dari 2,6 juta postingan yang dianalisis, hanya 0,7% konten berbahasa Inggris, 0,2% konten Ukraina, dan 0,5% konten Rusia yang dihapus. Mayoritas konten yang dihapus adalah berbagai bentuk spam.

Edelson menambahkan, “Ini yang menjadi fokus sebagian besar moderasi konten di platform – hal-hal yang bersifat clickbait, spam, dan penipuan.” Namun, penghapusan konten ini hanya mencegah 24% hingga 30% dari prediksi interaksi.

Ketidaksesuaian Sistem

Penelitian ini memperkenalkan metrik baru bernama “prevented dissemination” yang menggunakan machine learning untuk menganalisis jutaan posting dan memprediksi penyebaran sebuah postingan di masa depan.

“Kami ingin memahami dampak moderasi konten dan untuk melakukan ini, pertanyaan yang kami ajukan adalah, jika penghapusan tidak terjadi, apa yang akan terjadi?” jelas Edelson.

Menurut temuan ini, masalah utama terletak pada ketidaksesuaian antara kecepatan algoritma rekomendasi Facebook yang sangat cepat dengan proses moderasi konten yang relatif lambat. “Ini belum tentu masalah ketika moderasi konten lambat atau algoritma feed cepat. Masalahnya adalah ketidaksesuaian antara keduanya,” tegas Edelson.

Penelitian ini muncul di tengah berbagai kontroversi terkait moderasi konten di platform Meta. Sebelumnya, Meta mengubah fitur komentar di Facebook menyusul konflik Israel-Palestina, sementara kesalahan sistem AI menyebabkan pemblokiran iklan bisnis kecil secara tidak tepat.

Dengan temuan ini, para peneliti berharap platform media sosial dapat mengevaluasi kembali sistem moderasi konten mereka untuk menciptakan pengalaman pengguna yang lebih aman dan bertanggung jawab.

Software Pintar Deteksi Dinding Kaca dengan Akurasi 96% Gantikan Sensor Mahal

0

Telset.id – Sebuah tim peneliti dari Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology (DGIST) berhasil mengembangkan perangkat lunak otonom yang mampu mendeteksi penghalang transparan seperti dinding kaca menggunakan sensor murah. Teknologi bernama PINMAP ini mencapai akurasi 96,77%, setara dengan sensor LiDAR berharga jutaan won.

Profesor Kyungjoon Park, ketua tim peneliti, menjelaskan bahwa sistem ini dirancang untuk robot berkendara otonom yang biasanya menggunakan sensor LiDAR mahal. “PINMAP membalik logika konvensional bahwa performa sistem bergantung pada perangkat keras. Kami membuktikan perangkat lunak bisa meningkatkan kemampuan sensor murah,” ujarnya.

Sensor LiDAR murah sering gagal mendeteksi objek transparan karena menganggapnya sebagai ruang kosong. Solusi selama ini adalah menggunakan sensor ultrasonik atau kamera beresolusi tinggi yang harganya bisa mencapai jutaan won. PINMAP mengatasi masalah ini dengan pendekatan perangkat lunak.

Algoritma PINMAP bekerja dengan mengumpulkan data titik langka yang hanya terdeteksi sesekali oleh sensor LiDAR murah. Data ini kemudian diproses secara probabilistik untuk menghitung kemungkinan keberadaan dinding kaca. Teknologi ini dibangun di atas platform open-source Cartographer dan Nav2 yang banyak digunakan dalam ekosistem ROS 2.

Dalam uji coba di lingkungan DGIST, PINMAP menunjukkan akurasi 96,77% dalam mendeteksi dinding kaca. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding metode tradisional yang menggunakan sensor sama namun hanya mencapai akurasi hampir 0%. Keunggulan utama teknologi ini adalah biayanya yang kurang dari sepersepuluh harga sensor LiDAR berkinerja tinggi.

Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement. Tim memperkirakan teknologi ini akan berguna untuk robot layanan di rumah sakit, bandara, mal, dan gudang. Dengan mengurangi risiko tabrakan, PINMAP diharapkan bisa mempercepat adopsi robot otonom skala besar.

Perkembangan teknologi otonom terus menunjukkan inovasi menarik. Seperti asisten pintar mirip ChatGPT untuk astronot yang dikembangkan NASA, atau fitur pintar pada smartphone Oppo Reno4, solusi berbasis perangkat lunak semakin menunjukkan potensi besar.

MIT Kembangkan Robot Pemain Tenis Meja dengan Prediksi Real-Time

0

Telset.id – Para peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) berhasil mengembangkan sistem robotik yang mampu memprediksi lintasan bola tenis meja dan menyesuaikan ayunan raket secara real-time. Teknologi ini dikembangkan oleh Biomimetic Robotics Laboratory MIT dan telah dipublikasikan dalam jurnal arXiv.

Robot ini menggunakan lengan humanoid khusus yang dirancang untuk menghasilkan torsi tinggi dengan inersia rotor rendah. “Kami menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi lintasan guna memenuhi objek yang bergerak dinamis,” kata David Nguyen, salah satu peneliti, seperti dikutip Telset.id dari Phys.org.

A robotic system that can play table tennis at high speed

Sistem ini terdiri dari dua komponen utama: modul persepsi yang melacak pergerakan bola, dan modul aktuasi yang mengontrol gerakan lengan robot. Dalam pengujian, robot berhasil memukul bola dengan tingkat keberhasilan 88% dan kecepatan keluar rata-rata 11 m/s.

“Kami menggunakan masalah optimasi nonlinier yang menghasilkan lintasan ayunan untuk lengan,” jelas Kendrick Cancio, peneliti lain dalam proyek ini. “Pengontrol prediktif model kami terus-menerus memecahkan masalah lintasan lengan ini.”

Menurut tim peneliti, teknologi ini tidak hanya berguna untuk olahraga. “Meskipun tenis meja tidak akan menyelamatkan nyawa, kontrol semacam ini bisa digunakan dalam situasi pencarian dan penyelamatan yang sulit,” tambah Nguyen.

A robotic system that can play table tennis at high speed

Ke depan, tim berencana meningkatkan kemampuan sistem dengan memperluas ruang kerja lengan menggunakan gantry. Mereka juga ingin meningkatkan kecepatan bola keluar dan beralih ke pelacakan bola tenis meja standar untuk membandingkan kinerja dengan manusia.

Perkembangan robotik dalam olahraga terus menunjukkan kemajuan signifikan. Sebelumnya, Telset.id juga melaporkan tentang Tennix, robot pelatih tenis pertama di dunia yang mampu memukul bola dengan kecepatan 120 km/jam.

A robotic system that can play table tennis at high speed

Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan berbasis model masih memiliki tempat dalam pengembangan sistem robotik berkinerja tinggi. Tim MIT berharap dapat menerapkan algoritma kontrol ini untuk tugas-tugas manipulasi dinamis lainnya di masa depan.

Robot Prototipe NASA Siap Jelajahi Bulan Es Jupiter untuk Cari Kehidupan Asing

Telset.id – NASA mengumumkan bahwa prototipe robot yang awalnya dirancang untuk mendarat di Europa, bulan es Jupiter, mungkin dialihkan untuk menjelajahi Enceladus, bulan Saturnus. Keputusan ini diambil setelah Europa dinilai terlalu berbahaya bagi kesuksesan misi, meskipun prototipe robot telah berhasil melewati uji coba.

Europa Clipper, nama misi tersebut, semula dijadwalkan tiba di Europa pada 2030. Namun, radiasi tinggi dari Jupiter dan kondisi ekstrem permukaan Europa membuat NASA mempertimbangkan alternatif lain. “Enceladus menawarkan lingkungan yang lebih ramah dengan potensi serupa untuk menemukan kehidupan,” jelas perwakilan NASA.

Mengapa Europa dan Enceladus Menarik?

Baik Europa maupun Enceladus memiliki lautan bawah permukaan yang tertutup lapisan es tebal. Keduanya dianggap sebagai lokasi paling menjanjikan untuk mencari kehidupan di luar Bumi dalam tata surya kita. Sebelumnya, misi Europa Clipper dirancang untuk mengumpulkan data tentang kelayakhunian Europa.

Robot prototipe yang dikembangkan Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA dilengkapi dengan kaki khusus untuk mendarat di permukaan es, kamera stereoskopik, dan lengan bor canggih bernama “ICEPICK”. Alat ini mampu mengambil sampel hingga kedalaman 20 cm. Robot ini telah diuji di Gletser Matanuska, Alaska, yang memiliki kondisi mirip Europa.

Kendala Teknis di Europa

Beberapa tantangan utama di Europa meliputi:

  • Radiasi tinggi dari Jupiter yang merusak elektronik
  • Suhu permukaan ekstrem (-160°C hingga -220°C)
  • Waktu komunikasi terbatas karena orbit Europa
  • Ketergantungan penuh pada daya baterai

Kondisi ini membuat para ilmuwan yakin bahwa tanda-tanda kehidupan (biosignature) di permukaan Europa mungkin telah hancur oleh radiasi sebelum sempat terdeteksi. Seperti dilaporkan dalam Science Robotics, Enceladus menawarkan lingkungan yang lebih stabil dengan kemungkinan semburan air mengandung molekul organik.

Meskipun mimpi menjelajahi lautan dalam Europa dengan kapal selam robotik masih ada, NASA mengakui bahwa teknologi saat ini belum memadai. Untuk sementara, misi ke bulan-bulan yang lebih mudah diakses seperti Enceladus menjadi prioritas. Desain robot dan pelajaran dari uji coba Europa akan sangat berguna untuk misi ini.

Robot Masa Depan Bisa Sembuhkan Diri Sendiri, Begini Cara Kerjanya

0

Telset.id – Tim insinyur dari University of Nebraska-Lincoln berhasil mengembangkan otot buatan canggih yang mampu mendeteksi kerusakan dan menyembuhkan dirinya sendiri secara mandiri. Teknologi ini diprediksi akan merevolusi dunia robotika lunak dan perangkat wearable.

Dipimpin oleh Eric Markvicka, asisten profesor teknik biomedik, tim ini menciptakan sistem tiga lapis yang meniru kemampuan penyembuhan diri pada manusia. Penemuan ini telah menjadi finalis Best Paper Award di konferensi IEEE International Conference on Robotics and Automation 2025.

Mekanisme Canggih Penyembuhan Diri

Sistem ini terdiri dari tiga lapisan utama: lapisan deteksi kerusakan di bagian bawah, lapisan penyembuhan di tengah, dan lapisan aktuasi di atas. Lapisan bawah menggunakan kulit elektronik lunak berisi mikrodroplet logam cair dalam elastomer silikon yang mampu mendeteksi tusukan atau tekanan berlebih.

“Tubuh manusia dan hewan sangat menakjubkan. Kita bisa terluka dan dalam banyak kasus bisa menyembuhkan diri sendiri dengan bantuan terbatas dari luar,” kata Markvicka kepada Telset.id. “Jika kita bisa mereplikasi ini dalam sistem sintetis, ini akan benar-benar mengubah bidang robotika.”

Proses Penyembuhan yang Autonom

Ketika terjadi kerusakan, sistem akan membentuk jaringan listrik baru di lapisan bawah. Mikrokontroler kemudian meningkatkan arus listrik melalui jaringan ini, mengubahnya menjadi pemanas Joule lokal. Panas ini melelehkan lapisan tengah yang terbuat dari termoplastik elastomer, menyegel kerusakan dalam beberapa menit.

Yang lebih inovatif, tim menggunakan efek elektromigrasi – yang biasanya merusak sirkuit elektronik – untuk menghapus jejak kerusakan di lapisan bawah. “Kami memanfaatkan elektromigrasi secara unik dan positif untuk menghapus jejak yang sebelumnya kami anggap permanen,” jelas Markvicka.

Perkembangan ini sejalan dengan tren robotika canggih lainnya seperti robot humanoid yang menggunakan HarmonyOS milik Huawei. Teknologi penyembuhan diri ini diharapkan dapat mengurangi limbah elektronik yang mencapai miliaran pound setiap tahun.

Di negara agraris seperti Nebraska, teknologi ini bisa melindungi robot dari benda tajam seperti ranting dan duri. Sementara untuk perangkat wearable, sistem ini akan meningkatkan daya tahan alat monitor kesehatan yang digunakan sehari-hari.

Penelitian ini membuka jalan bagi pengembangan robot yang lebih tangguh dan berkelanjutan, sekaligus menjadi terobosan penting dalam upaya mengurangi dampak lingkungan dari perangkat elektronik.

Ilmuwan AS Temukan Bukti Baru Asal Usul Lubang Hitam Massa Menengah

Telset.id – Tim ilmuwan internasional yang dipimpin Amerika Serikat berhasil menemukan bukti baru tentang asal usul lubang hitam massa menengah (intermediate-mass black holes/IMBH). Penemuan ini didasarkan pada analisis gelombang gravitasi dari tabrakan lubang hitam dengan massa 100 hingga 300 kali matahari.

Penelitian dipimpin oleh Asisten Profesor Karan Jani dari Vanderbilt University, dengan dukungan National Science Foundation. Hasil studi utama dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters, menyoroti deteksi gelombang gravitasi oleh observatorium LIGO di AS dan Virgo di Italia.

Tabrakan Lubang Hitam Terbesar yang Pernah Tercatat

Analisis data mengungkapkan bahwa gelombang gravitasi berasal dari penggabungan lubang hitam dalam kategori massa menengah. “Ini adalah tabrakan lubang hitam terbesar yang pernah kami amati,” jelas Jani kepada Telset.id.

Lubang hitam massa menengah merupakan “fosil kosmik” yang menyimpan petunjuk tentang bintang-bintang pertama di alam semesta. Namun, detektor berbasis Bumi seperti LIGO hanya bisa menangkap momen akhir tabrakan, membuat asal usul mereka sulit dipahami.

Misi LISA untuk Pelacakan Jangka Panjang

Untuk mengatasi keterbatasan ini, tim Jani berfokus pada misi LISA (Laser Interferometer Space Antenna) yang rencananya diluncurkan ESA dan NASA pada akhir 2030-an. Dua studi tambahan di Astrophysical Journal menunjukkan LISA mampu melacak IMBH bertahun-tahun sebelum merger terjadi.

“Deteksi gelombang gravitasi membutuhkan presisi setara mendengar jarum jatuh di tengah badai,” kata Jani. Penelitian ini memperkuat posisi IMBH sebagai sumber penting bagi detektor gelombang gravitasi, baik di Bumi maupun luar angkasa.

Ke depan, tim berencana mengeksplorasi potensi detektor berbasis bulan untuk mengamati IMBH. Frekuensi gelombang gravitasi yang lebih rendah dari permukaan bulan dapat membantu mengidentifikasi lingkungan tempat lubang hitam ini terbentuk.

Seperti diungkapkan dalam penelitian sebelumnya tentang misteri singularitas lubang hitam, setiap deteksi baru membantu ilmuwan memahami evolusi objek eksotis ini.

Jani menambahkan, ini adalah era menarik bagi penelitian lubang hitam, sekaligus kesempatan melatih generasi ilmuwan baru yang akan melakukan penemuan dari bulan.

Ilmuwan Gunakan CRISPR untuk Hasilkan Sutra Laba-Laba Fluoresen

Telset.id – Para ilmuwan berhasil memodifikasi DNA laba-laba rumah menggunakan teknik pengeditan gen CRISPR-Cas9, menghasilkan sutra yang memancarkan warna merah fluoresen. Penelitian yang didanai Angkatan Laut dan Udara AS ini berpotensi menciptakan “material super” baru berbasis sutra laba-laba.

Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Angewandte Chemie, tim peneliti dari Universitas Bayreuth, Jerman, menyuntikkan telur laba-laba betina yang belum dibuahi dengan larutan CRISPR-Cas9. Solusi ini menyisipkan gen protein fluoresen merah ke dalam urutan DNA laba-laba. Setelah kawin dengan laba-laba jantan, keturunannya menghasilkan sutra fluoresen merah, membuktikan keberhasilan eksperimen.

“Kami telah menunjukkan untuk pertama kalinya di dunia bahwa CRISPR-Cas9 dapat digunakan untuk menyisipkan urutan gen yang diinginkan ke dalam protein sutra laba-laba,” kata Profesor Thomas Scheibel, penulis senior studi tersebut. “Ini membuka jalan untuk memfungsionalisasi serat sutra dengan cara baru.”

Potensi Aplikasi Material Super

Selain membuat sutra bersinar merah, para peneliti juga mencoba menghapus gen sine oculis yang bertanggung jawab atas perkembangan mata laba-laba. Hasilnya, laba-laba yang dimodifikasi mengalami kehilangan mata sebagian atau total, mengonfirmasi peran penting gen tersebut.

CRISPR-Cas9 sebelumnya telah digunakan untuk terapi medis khusus dan meningkatkan ketahanan hewan ternak terhadap penyakit. Kini, teknologi ini bisa menjadi kunci untuk menciptakan serat sutra generasi baru dengan sifat unggul.

“Rekayasa sutra laba-laba secara in vivo akan membantu mengembangkan fungsionalitas serat baru untuk berbagai aplikasi,” tulis tim peneliti. Material ini berpotensi digunakan dalam berbagai bidang, mulai dari baju anti peluru ringan hingga sepatu lari ultralight.

Scheibel menambahkan, “Kemampuan mengaplikasikan pengeditan gen CRISPR pada sutra laba-laba sangat menjanjikan untuk penelitian material. Misalnya, teknik ini bisa meningkatkan kekuatan tarik sutra laba-laba yang sudah sangat tinggi.”

Penelitian ini menandai terobosan penting dalam pemanfaatan bioteknologi untuk material canggih. Dengan CRISPR, para ilmuwan kini bisa memanfaatkan keunggulan unik sutra laba-laba yang selama ini sulit diproduksi secara massal.

Amazon Paksa Programmer Gunakan AI, Beban Kerja Malah Meningkat

0

Telset.id – Amazon dikabarkan memaksa para programmernya untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam pekerjaan sehari-hari. Alih-alih meringankan beban, kebijakan ini justru membuat tekanan kerja semakin tinggi.

Menurut laporan The New York Times, manajemen Amazon meyakini bahwa AI dapat meningkatkan produktivitas. Namun, para insinyur mengaku justru merasa terbebani dengan target yang semakin ketat. Salah satu insinyur mengungkapkan, timnya dipangkas hingga separuh, tetapi tetap dituntut menghasilkan kode dalam jumlah yang sama dengan bantuan AI.

CEO Amazon Andy Jassy dalam surat kepada pemegang saham menyebut AI akan “mengubah norma” di bidang pemrograman. Namun, praktiknya justru membuat pekerjaan semakin tidak menyenangkan. Para programmer kini harus menyelesaikan fitur baru dalam hitungan hari, padahal sebelumnya membutuhkan waktu berminggu-minggu.

Kualitas Kode Menurun

Penggunaan AI untuk menulis kode ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Kode yang dihasilkan harus diperiksa ulang secara manual, menghabiskan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk berkolaborasi dengan rekan kerja. “Lebih menyenangkan menulis kode daripada membaca kode,” kata Simon Willison, seorang programmer yang dikutip The New York Times.

Lawrence Katz, ekonom tenaga kerja dari Harvard University, menyebut fenomena ini sebagai “percepatan kerja bagi pekerja pengetahuan.” Perusahaan merasa bisa memberikan lebih banyak tugas karena adanya dukungan teknologi.

Amazon Klaim Tetap Memantau Kondisi Tim

Amazon membantah bahwa timnya bekerja dalam tekanan berlebihan. Perusahaan mengklaim melakukan peninjauan rutin untuk memastikan staf cukup memadai. “Kami akan terus menyesuaikan cara mengintegrasikan AI generatif ke dalam proses kami,” kata juru bicara Amazon.

Meski demikian, laporan ini menambah daftar kritik terhadap penerapan AI di tempat kerja. Sebelumnya, perusahaan seperti Twitter juga dikritik karena AI-nya bermasalah. Sementara itu, CEO Microsoft Satya Nadella mengklaim 30% kode perusahaannya kini ditulis dengan bantuan AI.

Fenomena ini menunjukkan bahwa meski AI dianggap sebagai solusi, penerapannya yang tergesa-gesa justru bisa menimbulkan masalah baru. Seperti yang terjadi pada Bill Gates dan tokoh teknologi lainnya, inovasi harus diimbangi dengan pertimbangan matang terhadap dampaknya.

E-Tato Baru Bisa Deteksi Stres Otak dengan Akurat

Telset.id – Peneliti di Texas mengembangkan e-tato berbasis elektroda yang dapat mendeteksi tingkat stres otak secara real-time. Teknologi ini diharapkan membantu pekerja di bidang berisiko tinggi seperti pilot dan tenaga medis.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Device, tim dari University of Texas at Austin menciptakan e-tato nirkabel yang menggunakan algoritma machine learning untuk menganalisis aktivitas otak. Alat ini terdiri dari elektroda tipis transparan yang menempel di kulit dan baterai kecil di dahi.

“Selama ini kami memantau kesehatan fisik pekerja, tapi beban mental belum terukur. Ini bisa mengubah cara organisasi menjaga kesejahteraan tim,” ujar Luis Sentis, profesor teknik aerospace yang terlibat dalam penelitian, seperti dikutip Telset.id.

Cara Kerja E-Tato Pendeteksi Stres

Empat elektroda pada e-tato memantau aktivitas otak melalui teknologi EEG, sementara tiga elektroda tambahan melacak pergerakan mata (EOG). Dalam uji coba terhadap enam partisipan, alat ini berhasil mendeteksi perubahan gelombang otak saat mereka kesulitan menyelesaikan tes memori visual.

Keunggulan utama e-tato ini adalah desainnya yang personal. “Kami mengukur fitur wajah pengguna untuk memastikan sensor berada di posisi optimal,” jelas Nanshu Lu, peneliti utama dari UC Austin. Data yang terkumpul kemudian diproses oleh algoritma AI untuk memprediksi tingkat stres dengan akurasi lebih tinggi dibanding metode konvensional.

Potensi dan Tantangan

Dengan perkiraan harga di bawah $200, teknologi ini jauh lebih terjangkau daripada perangkat EEG standar yang bisa mencapai puluhan ribu dolar. Tim peneliti sedang mengembangkan aplikasi pendamping yang dapat memberi peringatan saat pengguna mengalami stres berlebihan.

Meski menjanjikan, teknologi ini memicu kekhawatiran tentang privasi dan potensi penyalahgunaan oleh perusahaan. Seperti dilaporkan The Guardian, Lu menekankan bahwa tujuan utama alat ini adalah membantu pengguna mengatur beban kerja secara mandiri.

Inovasi e-tato untuk kesehatan terus berkembang. Sebelumnya, Telset.id juga melaporkan teknologi serupa untuk memantau detak jantung dan mengukur kadar alkohol.

TSMC Kuasai Pasar Chip 3nm, Samsung Foundry Tertinggal Jauh

0

Telset.id – Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) semakin memperkuat dominasinya sebagai produsen chip 3nm terkemuka di dunia. Sementara itu, Samsung Foundry tertinggal jauh dengan masalah rendahnya yield produksi, bahkan kini mulai dikejar oleh SMIC asal China.

Bagi perusahaan fabless yang membutuhkan chip 3nm, TSMC menjadi satu-satunya pilihan. Meskipun biayanya lebih tinggi dan kapasitas produksinya terbatas, TSMC menawarkan yield produksi hingga 90%. Bandingkan dengan Samsung Foundry yang hanya mencapai 50% yield untuk proses node yang sama.

Beberapa raksasa teknologi seperti Apple, MediaTek, Nvidia, dan Qualcomm telah menjadi pelanggan setia TSMC. Qualcomm sempat mencoba memproduksi Snapdragon 8 Gen 1 di Samsung Foundry pada 2021-2022, tetapi yield yang hanya 35% memaksa mereka beralih ke TSMC untuk versi Snapdragon 8 Gen 1+.

Di sisi lain, SMIC, foundry terbesar ketiga di dunia, mulai mengejar Samsung Foundry. Meski dibatasi sanksi AS dan Belanda yang menghalangi pembelian mesin Extreme Ultraviolet Lithography (EUV), SMIC berhasil memproduksi chip 5nm Kirin X90 untuk Huawei menggunakan mesin Deep Ultraviolet Lithography (DUV).

SMIC juga berencana memproduksi chip 5nm dan 7nm untuk sektor otomotif China, yang selama ini menjadi pasar Samsung Foundry. Dengan rencana peluncuran chip 2nm untuk iPhone 17 tahun depan, TSMC diprediksi tetap memimpin hingga 2026 dan seterusnya.

Sebagai informasi, TSMC juga tengah meningkatkan produksi chip 3nm untuk memenuhi permintaan yang melonjak, termasuk dari Tesla dan produsen smartphone premium. Sementara itu, Samsung Foundry masih berjuang meningkatkan yield dan keandalan proses produksinya.