Telset.id, Jakarta – Belajar dari kasus Anji mengenai obat Covid-19, para Youtuber diminta jangan asal menyebar informasi atau konten mengenai Covid-19 jika belum teruji oleh lembaga berwenang. Tujuannya agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Menurut Ketua Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala, informasi atau konten video mengenai Covid-19 harus dikaji atau verifikasi terlebih dahulu sebelum disebarkan kepada publik.
Tujuannya agar konten mengenai Covid-19 yang diciptakan tidak menimbulkan kontroversi dan keresahan di masyarakat mengenai pandemi tersebut.
“Apabila memang yang disampaikan itu sesuatu yang belum teruji memang alangkah baiknya konten tidaklah disebar dulu sebelum ada kajian atau penelitian yang secara sains diterima karena ada uji klinis,” tutur Kamilov kepada Telset.id, Selasa (4/8/2020).
{Baca juga: Terkait “Obat Covid-19”, Anji dan Hadi Pranoto Dilaporkan ke Polisi}
Kamilov juga menyatakan jika informasi yang akan diberikan sudah diverifikasi atau teruji oleh lembaga berwenang seperti Kementerian Kesehatan, baru youtuber bisa menyebarkan informasi mengenai Covid-19.
“Diuji (verifikasi) dulu informasi ke lembaga berwenang, sehingga standarnya seimbang,” tambahnya.
Kamilov menilai jika Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) harus membuat aturan untuk mencegah para Youtuber tidak membuat konten-konten yang kontroversial
“Perlu diatur tentang membuat dan menyebarkan konten dan saat ini yang berhak mengurus aturan tersebut adalah Kominfo dan BRTI,” tutur Kamilov.
{Baca juga: Parah! YouTuber Ini Bagi-bagi Daging Kurban Isi Sampah}
Terakhir ketika ditanya apakah video Anji dan Hadi Pranoto berpotensi melanggar Undang-undang ITE terkait penyebaran hoaks? Dia mengatakan bahwa untuk menuju ke pelanggaran UU ITE, harus perlu penyelidikan lebih lanjut dari pihak kepolisian.
“Potensi melanggar UU ITE pasti ada, jika nantinya konten tersebut tidak sesuai dengan uji klinis yang dilakukan,” tutup Kamilov.
Sebelumnya, artis penyanyi dan juga Youtuber Anji menjadi perbincangan banyak pihak usai melakukan wawancara mengenai obat Covid-19 dengan Hadi Pranoto di channel Youtube miliknya.
Wawancara yang dibuat, dikemas dalam video berjudul “Bisa Kembali Normal? Obat Covid-19 Sudah Ditemukan!!”. Video tersebut berisi klaim-klaim dari Hadi Pranoto terkait obat Covid-19 dan metode pengujian virus Corona buatan Hadi.
{Baca juga: Viral! Kisah Ernest Prakasa dan Para Korban Gilang Bungkus}
Anji dan Hadi Pranoto pun dikritik banyak netizen karena obat dan metode yang dibahas belum teruji secara klinis, serta hanya membuat keresahan di masyarakat saja. Youtube pun akhirnya mengambil sikap.
Youtube akhirnya menghapus video wawancara tersebut namun video tersebut sudah banyak tersebar di media sosial lainnya seperti Twitter sehingga masih menimbulkan kontroversi.
Keduanya juga dilaporkan oleh Ketum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid ke Polda Metro Jaya. Muannas menuduh Anji dan Hadi Pranoto telah menyebarkan berita bohong mengenai obat Covid-19 dalam video yang sempat viral dan dihapus oleh YouTube.
Kepada wartawan pada Senin sore (03/08/2020), Muannas mengatakan dirinya telah melaporkan Anji dan Hadi Pranoto ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya, Jakarta.
{Baca juga: Ikuti Pedoman WHO, YouTube Hapus Video “Teori Konspirasi 5G”}
“Kami datang untuk melapor ke kepolisian di SPKT Polda Metro Jaya berkaitan dengan dugaan tindak pidana menyebarkan berita bohong oleh akun channel YouTube milik Anji,” kata Muannas.
Muannas menambahkan, berita atau konten bohong yang dimaksud adalah pernyataan dari Hadi Pranoto yang mengklaim telah menemukan obat untuk menyembuhkan pasien dari Covid-19.
Menurutnya, klaim tersebut banyak ditentang oleh banyak pihak, salah satunya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyatakan bahwa obat penyembuh Covid-19 temuan Hadi Pranoto belum diuji secara klinis. Artinya, obat buatan Hadi belum teruji secara ilmiah.
“Ini kan artinya sudah menyebarkan berita bohong yang kemudian bisa menimbulkan keresahan dan sangat kontraproduktif,” tambah Muannas. [NM/HBS]