Telset.id, Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI), mendorong Pemerintah Indonesia untuk membuat skema insentif dan penurunan BHP bagi operator seluler guna menjaga keberlanjutan bisnis telekomunikasi.
Melalui acara Selular Business Forum di Jakarta pada Senin (02/10/2023), anggota ATSI Rudi Purwanto menjelaskan kalau terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi oleh operator seluler yang berdampak pada bisnis mereka.
Salah satunya adalah Regulatory Charge Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi sebesar 14% dari pendapatan kotor operator seluler. Rudi mewakili ATSI menilai biaya BHP Frekuensi terlalu tinggi sehingga berdampak negatif bagi bisnis seluler di Tanah Air.
“Kondisi Regulatory Charge BHP yang tinggi saat ini sangat membebani kinerja keuangan operator seluler. Sehingga berdampak pada penggelaran jaringan dan berpotensi mengancam keberlanjutan bisnis,” kata Rudi.
Hal tersebut menjadi sorotan mengingat pertumbuhan rerata pendapatan per pengguna atau ARPU operator seluler cenderung stagnan di bawah Rp 50 ribu, di tengah peningkatan trafik data yang terjadi di masing-masing operator.
Ditambah lagi dengan pertumbuhan pendapatan dari SMS dan Voice yang digerus, dengan kehadiran layanan OTT seperti WhatsApp yang menawarkan layanan serupa dengan biaya yang terjangkau.
BACA JUGA:
- ATSI Minta Pemkab Badung Setop Tebang Menara BTS
- Ini Tantangan yang Dihadapi Operator Kembangkan Layanan Konvergensi
“Pertumbuhan trafik data yang signifikan tidak berbanding lurus pada pertumbuhan revenue seluler. Bahkan ARPU gabungan per semester 1 tahun 2023 masih di bawah Rp 50 ribu,” jelas Rudi.
Ketiga tantangan tersebut berdampak kepada perkembangan 5G di Indonesia yang dilakukan operator. Rudi memaparkan kalau penggelaran 5G di Indonesia sangat lambat yang mana skor ketersediaan 5G masih di angka 0,5 poin menurut OpenSignal.
Begitu juga dengan cepetan download yang masih rendah berkisar 21 Mbps serta indeks penggelaran jaringan internet di Indonesia berada di rangking 59 daru 131 negara di seluruh dunia.
Demi mengatasi masalah tersebut ATSI pun memberikan usulan. Salah satunya usulan ATSI adalah pemberian insentif kepada operator seluler, serta rasionalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti BHP Frekuensi dengan menurunkan BHP Frekuensi yang harus dibayar sebesar 20%.
“Kami mengusulkan penurunan BHP pada tahun 2024 sebesar 20% dan kemudian flat pada tahun berikutnya,” sambung Rudi.
Usulan tersebut ditanggapi oleh Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kemkominfo, Denny Setiawan. Menurutnya Kominfo mengaku siap untuk mengkaji usulan tersebut terutama terkait pemberian insentif kepada operator.
BACA JUGA:
- Telkomsel Borong Penghargaan di Ookla Speedtest Awards
- Langkah Kominfo Supaya Industri Telekomunikasi Terus Tumbuh
“Kami sedang kaji perihal insentif yang seperti apa yang diberikan kepada teman-teman operator dan kalau sudah selesai tentunya kita akan informasikan,” ujar Denny.