Telset.id, Jakarta – Roket jatuh dari langit bakal semakin banyak. Para astronom memberikan peringatan bahwa fenomena itu bakal bisa mengancam nyawa manusia di Bumi. Dan asal tahu saja, Jakarta termasuk kota dengan resiko tinggi kejatuhan roket.
Sepertinya kita harus menambahkan roket ke daftar alasan untuk melihat ke tiga arah, kanan, kiri, dan atas, sebelum menyeberang jalan, atau saat berada di luar ruangan.
Peringatan itu bukan hanya candaan kosong, jika membaca peringatan yang diberikan oleh para astronom tentang bahaya roket yang jatuh dari langit semakin banyak dalam beberapa tahun terakhir.
Para astronom bahkan memperkirakan risiko bahwa hampir 10 persen roket yang jatuh bebas ke Bumi akan membunuh manusia pada satu dekade atau 10 tahun lagi.
Risiko meningkat tergantung di mana Anda berdiri, menurut para peneliti, terutama bagi mereka yang berada di Global South, yang cenderung melihat proporsi yang lebih besar dari tanah sampah antariksa karena rotasi Bumi dan cara peluncuran dilakukan.
BACA JUGA:
- 40 Satelit SpaceX Jatuh ke Bumi, Dihantam Badai Geomagnetik
- Ngeri, Kepingan Roket China Hancur Jatuh ke Bumi
“Ini adalah risiko yang rendah secara statistik, tetapi itu tidak dapat diabaikan, dan itu meningkat, dan itu benar-benar dapat dihindari,” kata Michael Byers, penulis utama studi yang juga seorang profesor ilmu politik di University of British Columbia.
“Jadi, haruskah kita mengambil langkah-langkah yang tersedia untuk menghilangkan risiko korban? Saya pikir jawabannya harus ya,” ujarnya menambahkan, seperti dikutip Telset dari New York Post, Selasa (12/11/2022).
Roket dirancang untuk hancur berantakan saat terbang menjauh dari planet ini, dan beberapa puingnya akhirnya mengambang di ruang angkasa, yang bisa mengancam astronot, sementara potongan lainnya turun kembali ke Bumi.
Saat pesawat ruang angkasa melewati setiap atmosfer, mereka melepaskan bobot mati yang digunakan dalam berbagai tahap, yang terdiri dari tangki bahan bakar, booster, dan bagian lain yang hanya diperlukan selama peluncuran awal.
Itulah salah satu alasan mengapa sebagian besar peluncuran dilakukan di dekat garis pantai. Tujuannya agar rongsokan roket akan jatuh dengan selamat ke laut yang kosong dari hunian manusia.
Ketakutan akan bencana bahaya roket semakin nyata pada tahun 2020, ketika pipa sepanjang 12 meter dan puing-puing dari roket Long March 5B China jatuh di dua desa Pantai Gading, Afrika. Untungnya tidak ada korban jiwa, namun kerusakan akibat insiden itu cukup fatal dan membuat penduduk ketakutan.
Peristiwa mengerikan itu hampir terjadi lagi tahun lalu, ketika bagian roket China setinggi 100 kaki, yang beratnya 20 metrik ton, melakukan panggilan dekat saat meluncur melewati kota-kota, termasuk New York dan Madrid sebelum akhirnya mendarat di Samudra Hindia. Insiden itulah yang menginspirasi penelitian Byers dan timnya.
BACA JUGA:
- Astronot Bisa Mendarat di Asteroid Tahun 2037 dan Jupiter pada 2103
- Waduh! Asteroid Tabrak Bumi, Jatuh di Pulau Vulkanik
Elon Musk dengan perusahaan luar angkasanya, SpaceX, telah mencari pendekatan yang lebih ekonomis untuk penerbangan luar angkasa, dengan memandu bagian-bagian roketnya kembali ke zona yang dapat diambil, untuk bisa digunakan kembali pada peluncuran lain.
Meski begitu, cara yang dilakukan SpaceX itu masih jauh dari kata aman. Terbukti, pada tahun 2015 nyaris terjadi bencana, karena peluncuran salah satu roket SpaceX membuang dua tangki bahan bakar seukuran lemari es dan jatuh di wilayah Indonesia.
Kabar buruknya, menurut hasil analisis dari 30 peluncuran roket terakhir mengungkapkan bahwa kota-kota seperti Jakarta, Mexico City, dan Lagos masuk dalam daftar kota paling berisiko kejatuhan roket.
Menurut data analisis itu, ketiga kota tersebut setidaknya tiga kali atau bahkan mungkin lebih, terkena sampah roket jika dibandingkan dengan kota-kota di utara khatulistiwa, seperti New York City, Washington, DC, atau Beijing.
“Risiko di tingkat individu memang sangat kecil. Namun, jika Anda tinggal di kota berpenduduk padat di 30 derajat lintang utara, Anda harus lebih berhati-hati,” jelas Byers.
Alasannya, karena sebagian besar peristiwa jatuhnya roket terjadi di sepanjang khatulistiwa, agar gampang dilacak dengan satelit. Jadi bisa dibayangkan, Indonesia dan negara lain yang terletak di wilayah khatulistiwa dengan jumlah penduduk yang padat, bisa sangat terancam kejatuhan roket.
BACA JUGA:
- Satelit Rusia dan Roket China Berpotensi Tabrakan di Atas Bumi
- Dua Astronot NASA dengan Roket SpaceX Telah Berlabuh di ISS
Para peneliti coba memberikan solusi bahwa potensi kematian akibat jatuhnya sampah pesawat luar angkasa dapat dicegah dengan undang-undang dan penyediaan anggaran oleh pemerintah.
Protokol Montreal 1987 menjadi sebuah contoh upaya kolektif yang berhasil, yang membersihkan dunia dari zat perusak ozon dan memperbaiki perisai Bumi dari sinar UV.
“Praktik umum terkait penerbangan adalah memaksimalkan keselamatan. Dan kami percaya bahwa pendekatan yang sama harus dilakukan pada peluncuran roket luar angkasa,” kata Byers. [SN/HBS]