Telset.id, Jakarta – Melakukan investasi di dunia perdagangan digital dengan membeli sejumlah digital asset seperti mata uang Bitcoin merupakan aktivitas yang bisa dibilang berisiko tinggi. Itu karena nilai digital asset cenderung fluktuatif atau dapat berubah secara drastis dari waktu ke waktu.
Lantas apa sebenarnya yang mempengaruhi naik turunnya nilai dari digital asset termasuk Bitcoin? Menurut CEO Indodax, Oscar Darmawan, ada dua hal umum yang mempengaruhi nilai dari sebuah digital asset yakni kebutuhan atau demand dan ketersediaan atau supply.
“Ada banyak hal yang mempengaruhinya, pada umumnya terbentuk karena ada demand dan supply,” jelasnya saat acara rebranding Bitcoin.co.id menjadi Indodax.com, di Jakarta, Rabu (14/03/2018).
“Sehingga akhirnya pembentukan harga akan berubah menjadi sangat tinggi ketika demand-nya yang makin besar,” sambungnya.
[Baca Juga: 600 Server Penambang Bitcoin Dibobol Maling]
Selain itu, Oscar juga menyinggung soal perkembangan mata uang Bitcoin yang bisa dikatakan turun secara signifikan jika dibandingkan dengan harganya di tahun lalu. Seperti diketahui, saat ini harga per Bitcoin menyentuh angka USD 9.105,23 atau sekitar Rp 125 jutaan. Turun jauh dibandingkan nilai tertinggi Bitcoin pada 16 Desember tahun lalu yang menyentuh angka USD 19.343 atau setara dengan Rp 265,6 jutaan (berdasarkan situs Coindesk).
Menurutnya perkembangan nilai Bitcoin secara global masih dibilang positif. Dijelaskannya, itu karena dibandingkan dengan nilai Bitcoin di awal tahun lalu, nilainya bahkan tidak mencapai Rp 100 jutaan. Sehingga adil rasanya untuk tidak hanya melihat nilai tertinggi yang dicapai Bitcoin, tapi melihat dari sisi pergerakan secara jangka panjang dari sebuah digital asset, termasuk Bitcoin.
[Baca Juga: Mengejutkan! Elon Musk Ungkap Harta Bitcoin Miliknya]
“kalau diamati dari nilai tertinggi Bitcoin tahun lalu, memang turun banyak, Tapi secara global, perkembangan Bitcoin itu sangat positif,” katanya.
“Kami optimis dengan perkembangan nilai Bitcoin,” pungkas Oscar. (FHP)
