Murah Saja Tidak Cukup, Inovasi Juga Penting

Vivo V5 Plus

Selain fotografi, Vivo juga memiliki ciri yang sedikit berbeda dengan Oppo, yakni mengutamakan kualitas suara pada smartphone-nya. Oleh karena itu, selain DSP, Vivo juga merancang DAC (Digital Audio Converter) sendiri.

Inovasi terbaru yang paling menjanjikan dari Vivo adalah penempatan fingerprint scanner di bawah/dalam layar, yang baru saja dipamerkan di ajang MWC Shanghai. Fingerprint scanner ini digadang-gadang menjadi pertaruhahan Samsung dan Apple untuk siapa yang lebih dahulu memperkenalkan teknologi ini pada produk flagship-nya.

Samsung dan Apple bisa jadi ketar-ketir, karena sepertinya mereka masih harus menunggu sampai lebih siap diimplementasikan tahun depan Sementara disaat yang sama, tiba-tiba Vivo bersama Qualcomm memperlihatkan teknologi mockup ini di MWC Shanghai 2017 beberapa waktu lalu.

Teknologi pemindai sidik jari di dalam layar ini tidak bisa dikatakan milik Vivo, tetapi lebih condong dikatakan teknologi milik Qualcomm. Tetapi jika nanti Vivo bisa lebih dulu merilis smartphone dengan teknologi ini ketimbang Apple atau Samsung, maka itu merupakan sebuah pencapaian yang bisa dikatakan luar biasa dari brand China.

Berbeda dengan Xiaomi dan OnePlus yang mengambil jalan menjual smartphone dengan margin tipis, sehingga selain dana R&D terbatas juga minim dalam marketing, Oppo dan Vivo terlihat sangat kuat dan berani di marketing, dan kuat dalam penjualan offline.

Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya toko Oppo dan Vivo di mana-mana, termasuk di daerah. Walaupun dana R&D nya belum sekuat brand global, tetapi terlihat dalam wacana-wacananya yang walau masih harus menunggu diwujudkan, kedua pemain China ini mempunya rencana inovasi yang bagus.

Yang harus diperhatikan adalah bahwa sekarang ini smartphone dari berbagai brand juga semakin bagus, semakin kaya fitur, dan butuh sesuatu yang berbeda untuk terlihat menonjol. Hal itu tak bisa dielakkan, karena saat ini fitur smartphone sudah semakin lengkap, sehingga lebih butuh usaha ekstra untuk memiliki inovasi yang terlihat lebih baik dibanding brand lain. Apalagi brand global juga tidak berhenti melakukan riset dan terus mencoba inovasi-inovasi  baru.

Satu lagi “PR” untuk Oppo dan Vivo adalah mengembangkan kembali smartphone versi hi-end-nya, atau versi flaghship untuk bisa sejajar dengan brand-brand global. Karena walau pengguna mid-end smartphone lebih banyak, tetapi tingkat inovasi akan lebih diukur dan dipandang pada smartphone versi hi-end.

Huawei sendiri secara pencapaian bisa dikatakan fenomenal, karena selain berjaya di kandangnya sendiri, China, sekarang ini smartphone Huawei juga menonjol di banyak negara Eropa. Kiprah Huawei sendiri tidak lepas dari bisnis jaringan selularnya yang sekarang merajai di banyak negara.

Salah satu strategi marketing yang digunakan Huawei untuk mendongkrak penjualan smartphone buatannya adalah dengan cara memberikan potongan yang bagus kepada negara/operator seluler yang menggunakan jaringan selular buatan Huawei. Dengan cara inilah pasar smartphone Huawei lebih cepat berkembang di Eropa.

Padahal kita tahu, di Eropa banyak brand terkenal bermain di penyedia jaringan, seperti Nokia Siemens dan Ericcson. Smartphone Huawei termasuk nomor satu di negara Portugal dan Belanda, dan nomor dua di Itali, Polandia, Hungaria dan Spanyol.

Dalam hal inovasi, Huawei berani melakukan terobosan-terobasan baru, misalnya smartphone dual camera. Ponsel dual camera Huawei bahkan lebih dulu ada di pasaran, sebelum Apple memperkenalkan dual camera pada iPhone 7 Plus. Sementara Xiaomi baru mulai mencoba membuat chip prosesor sendiri yang dinamai Surge1 untuk smartphone mid-end, Huawei malah sudah melintang sebagai produsen chipset dengan chip prosesor Kirin yang berani bersaing dengan Qualcomm, Mediatek dan Exynos.

Produk hi-end Huawei sekarang ini dianggap sejajar kualitasnya dengan buatan Samsung atau Apple, dengan harga yang setara. Dan untuk bersaing dengan produk-produk brand China yang menawarkan harga murah, Huawei juga tidak lengah dengan membuat seri Honor, sebagai smartphone dengan harga lebih terjangkau.

Huawei P10

Saat pertama memulai bisnis smartphone setelah terlihat maju di bisnis jaringan selular, rencana Huawei adalah ingin meniru i pabrikan Foxconn, dengan membuatkan smartphone untuk brand lain. Tetapi ternyata gaya usaha ini tidak jalan untuk Huawei. Ketika suntikan dana dari pemerintah China diturunkan untuk Huawei, mereka segera membangun R&D dan membuat smartphone dengan brand sendiri.

Usaha ini segera menampakkan hasil seperti yang terlihat sekarang, Huawei menjadi brand smartphone urutan tiga di dunia yang paling laku. Bahkan Huawei berani membuat target untuk menjadi nomor dua melewati Apple di tahun 2018. Sebelum bisa menggusur Apple, tantangan smartphone Huawei sekarang adalah untuk bisa unjuk gigi dulu di tanah Amerika, seperti yang sudah mereka capai di Eropa.

Dari cerita Huawei ini, kita bisa mengambil benang merah, inovasi tidak bisa lepas dari Research and Development (R&D) yang hebat, dan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Walau smartphone harga murah senantiasa menarik, apalagi berkualitas dan berspesifikasi baik, margin yang terlalu tipis akan menyulitkan untuk memiliki biaya yang cukup untuk R&D. Tanpa R&D yang memadai, inovasi akhirnya bisa jalan di tempat.

Di tengah persaingan smartphone yang semakin gencar dan hebat, masih banyak usaha dan “PR” yang harus dikerjakan brand China untuk bisa merangsek mengalahkan brand Global, yang sampai sekarang juga sadar akan hal ini dan berusaha terus meningkat dan bertahan. Para pemain China sudah waktunya sadar, bahwa harga murah saja tidak cukup, karena inovasi juga penting. [LS/HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI