Trip Bareng Samsung Galaxy S8

Telset.id – Dalam satu bulan ini, saya kebetulan sempat bepergian ke beberapa tempat yang menarik, bukan berlibur karena tidak banyak waktu bisa berleha-leha. Beruntung, dalam momen itu saya bisa mengunjungi tempat-tempat menarik, yang sering menjadi objek wisata. Jadi bisa saja cerita kali ini mewakili mereka yang sebentar lagi akan memasuki musim liburan.

Selama bepergian ke beberapa tempat yang menarik itu, saya membawa dua smartphone yang sebenarnya “sama”, yakni Samsung Galaxy S8 dan Galaxy S8+. Uniknya, Galaxy S8+ yang saya bawa ini merupakan unit yang diperuntukkan untuk dijual di negara Amerika, sehingga sedikit memiliki spesifikasi berbeda di sisi prosesor dan sensor kamera.

Banyak yang mengatakan bahwa Galaxy S8 atau S8+ tidak berbeda dengan Galaxy S7 dan S7 Edge, karena menggunakan sensor dan teknologi yang sama. Mungkin orang mudah mengatakan ini karena Galaxy S8 tetap hadir dengan kamera satu lensa, tidak seperti kebanyakan flagship smartphone lain, yang sekarang menggunakan konfigurasi dual camera. Apalagi score DxOmark yang diterima Galaxy S8 sama dengan Galaxy S7, dan keduanya tetap menggunakan ukuran kamera 12MP dan aperture f/1.7

Sebenarnya ada perbedaan dari sisi sensor dan cara pengambilan gambar di Galaxy S8.

Dari sisi sensor kamera, memang sejak Galaxy S7, Samsung sudah menggunakan dua macam sensor, yakni satu sensor kamera buatan Sony dan satu sensor buatan Samsung sendiri yang dikenal dengan sebutan ISOCELL.

Pada Galaxy S7 dengan ISOCELL, seri sensor kamera utama yang digunakan adalah S5K2L1 sementara pada Galaxy S8 S5K2L2. Pada Galaxy S7 dengan Sony sensor, kamera utama menggunakan IMX260 dan Galaxy S8 IMX333. Untuk kamera depan atau selfie jelas berbeda dari Galaxy S7 , karena ada update besaran kamera dari 5MP ke 8MP yang juga dilengkapi autofocus. Kalau dulu Galaxy S7 untuk kamera selfie keduanya menggunakan sensor ISOCELL S5K4E6, sekarang di Galaxy S8 digunakan sensor S5K3H1 dan IMX320.

Pada test ini, Galaxy S8 resmi masuk Indonesia menggunakan sensor kamera ISOCELL dari Samsung, sementara Galaxy S8+ yang kebetulan keluaran AT&T untuk pasar Amerika menggunakan sensor Sony. Pasti Anda langsung akan bertanya, bagus yang manakah? Sebenarnya hampir sulit melihat perbedaan pada hasil ke-duanya, tetapi silahkan nanti mengamati sendiri foto-foto di bawah.

Hal yang baru pada Galaxy S8 selain sensor adalah teknik cara pengambilan gambar. Berbekal prosesor atau SoC 10nm yang lebih baru dan cepat, dalam setiap kali tombol shutter ditekan, sebenarnya ada 3 buah atau multiple foto langsung diambil. Karena cepatnya, kita tidak sadar bahwa ada 3 foto diambil sekaligus, karena kecepatannya sama dengan mengambil 1 single foto.

Dari ke 3 foto tersebut langsung di combine untuk menghasilkan satu foto. Tujuannya dengan penggabungan 3 foto sekaligus, detail foto dan ketajaman gambar bisa lebih baik, dan noise bisa dikurangi.

Setelah menggunakannya lebih sering, baru terasa ada perbedaan dengan Galaxy S7, terutama pada kondisi-kondisi khusus, misalnya objek dengan penerangan minim, perbedaan kontras yang besar, dan stabilisasi. Pada sisi stabilisasi ini, apalagi untuk video, terasa perbedaan yang lumayan antara Galaxy S7 dan Galaxy S8.

Untuk foto-foto landsacape, algoritma penyambungan foto di Galaxy S8 juga jauh lebih sempurna, dan stabilisasi pada smartphone membuatnya lebih mudah dan terasa lebih smooth saat tangan kita bergerak.

Mari kita lihat lebih jauh bagaimana performa kamera Samsung Galaxy S8 dan S8+ sambil dilengkapi cerita  tentang fotonya, siapa tahu lebih menginspirasi untuk pergi liburan. Foto-foto di artikel ini tanpa edit, hanya dikompres agar lebih mudah dilihat di web.

Kondisi Cahaya Melimpah

Pada prinsipnya fotografi itu “menangkap cahaya” , jadi saat cahaya melimpah hampir semua smartphone saat ini bisa mengambil objek dengan baik. Yang membedakan adalah seberapa detail, warna, dan kontras yang bisa ditangkap. Ini beberapa contoh saat Galaxy S8 mengambil foto di luar ruangan dengan penerangan sinar matahari.

CHIJMES hall ini dulunya sebuah komplek gereja (Convent of The Holy Infant Jesus), sekolah, dan panti asuhan, yang pada tahun 1941 area ini di bom oleh tentara Jepang. Ketika saya melongok ke dalam kapel, ternyata di dalamnya sedang dipersiapkan untuk pesta perkawinan dengan meja-meja bundar untuk jamuan.

Hasil crop 100% gambar di atas, memperlihatkan detail setiap ukiran ornamen bangunan dan kaca patri yang jelas. Foto diambil kira-kira pukul 10 pagi dengan sinar matahari yang mulai naik ke atas dari belakang, yang seharusnya memberikan kontras yang cukup berbeda antara bagian belakang dan facade gedung, yang biasanya kamera smartphone akan “kebingungan” memilih kontras mana yang harus diikuti.

Mengikuti bagian belakang akan membuat facade menjadi lebih gelap, atau menerangi facade tetapi akan membuat bagian belakang termasuk langit menjadi over exposure. Galaxy S8 dengan auto HDR membuat foto bagian yang berbeda ini tetap bisa ditangkap dengan baik dan berimbang.

Sederetan ruko di belakang Beach Rd, sepertinya bangunan pecinan heritage yang tetap menjaga bentuk wajah lamanya, tetapi dengan polesan warna baru. Bangunan-bangunan berderet seperti ini yang sekarang banyak berubah menjadi tempat makan, memang menarik jika dipoles warna-warni untuk tetap menjaga keasliannya tanpa ketinggalan zaman.

Saat mendekati jam 5 sore, Singapura masih berlimpah cahaya seperti siang hari. Ini salah satu kekuatan kamera Galaxy S8, detail yang jelas, dimana bangunan tinggi dengan garis vertikal dan horisontal yang berulang bahkan susunan genting, tetap memiliki detail dan sharpness yang baik.

Kondisi repetisi pada tiang dan jendela gedung atau genteng yang rapat, mudah menjadikan foto mendapat efek moire, yang baiknya pada smartphone ini tidak mudah terjadi. Foto diambil dari balkon hotel Fairmont, ke arah Raffles hotel yang mempertahankan gaya kolonial.

Jam setengah tujuh malam, membuat kita bertanya, apakah sebenarnya Singapura ini tidak salah time zone? Karena cahaya sore matahari masih bersinar, dan kita sekarang bisa melihat perbedaan suasana dengan foto di atas. Ambience cahaya kuning dari matahari senja bisa ditangkap dengan baik.  Hal ini yang diinginkan pengambil foto, yang terkadang otomatis AWB pada smartphone mengkompensasikan warna kuning pada tembok-tembok putih menjadi lebih putih.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI