Beranda blog Halaman 64

SpaceX Hadapi Tantangan Baru dalam Pengujian Starship Setelah Ledakan

Telset.id – SpaceX kembali menghadapi tantangan besar dalam program pengembangan Starship setelah ledakan dahsyat menghancurkan fasilitas pengujian mereka di Texas bulan lalu. Insiden ini menjadi pukulan telak bagi timeline pengujian roket generasi kedua yang sudah tertatih-tatih sejak awal 2025.

Ledakan yang terjadi pada pengujian tahap atas (upper-stage) Starship bukanlah yang pertama dialami SpaceX. Pada 2023, perusahaan milik Elon Musk ini pernah mengalami kerusakan parah di landasan peluncuran saat uji terbang pertama Starship gagal. Kala itu, dorongan mesin Super Heavy booster menyebabkan kerusakan ekstensif yang memaksa SpaceX membangun ulang landasan dan menambahkan sistem water deluge untuk menahan semburan api roket.

Starship upper stage selama uji static fire sebelum ledakan

Menurut analisis internal SpaceX, ledakan terbaru disebabkan oleh tangki bertekanan yang rusak di segmen atas pesawat. Meski solusinya terlihat sederhana – cukup mengganti tangki yang bermasalah – konsekuensinya jauh lebih kompleks. Fasilitas pengujian yang hancur harus dibangun kembali, dan setiap Starship yang sudah dipersiapkan harus melalui uji static fire ulang.

“Ini seperti déjà vu,” komentar seorang analis industri luar angkasa yang enggan disebutkan namanya. “SpaceX memang terkenal dengan pendekatan hardware-rich mereka, tetapi membangun kembali infrastruktur yang rusak membutuhkan waktu yang tidak sedikit.”

Google Didenda Rp 4,8 Triliun karena Langgar Privasi Pengguna Android

Telset.id – Jika Anda pengguna Android, pernahkah merasa data pribadi Anda dikumpulkan tanpa sepengetahuan Anda? Kekhawatiran ini ternyata bukan sekadar paranoia belaka. Google baru saja dijatuhi denda senilai $314 juta (sekitar Rp 4,8 triliun) oleh pengadilan California karena terbukti menyalahgunakan data pengguna Android.

Keputusan ini menjadi babak baru dalam serangkaian masalah hukum yang dihadapi raksasa teknologi tersebut. Seperti kasus YouTube yang didenda Rp 2,8 triliun karena melanggar privasi anak, kali ini Google kembali harus membayar mahal atas praktik pengumpulan data yang dianggap melanggar privasi.

Pengadilan California menjatuhkan denda besar kepada Google

Dugaan Pengumpulan Data Ilegal

Gugatan class action ini diajukan sejak 2019 oleh sekitar 14 juta pengguna Android di California. Mereka menuduh Google secara diam-diam mengumpulkan data dari perangkat Android bahkan ketika tidak sedang digunakan. Data yang dikumpulkan tersebut kemudian digunakan untuk keperluan iklan bertarget.

Yang lebih mengejutkan, praktik ini ternyata juga menguras kuota data pengguna tanpa sepengetahuan mereka. “Ini bukan sekadar pelanggaran privasi, tapi juga pemborosan sumber daya pengguna,” ujar salah satu penggugat dalam dokumen pengadilan.

Pembelaan Google yang Kontroversial

Jose Castaneda, juru bicara Google, membantah tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa juri telah salah memahami fungsi penting dari pengumpulan data tersebut. “Fitur ini justru diperlukan untuk menjaga keamanan dan keandalan perangkat Android,” tegas Castaneda.

Google juga berargumen bahwa pengguna sebenarnya telah menyetujui praktik ini melalui syarat layanan dan kebijakan privasi yang mereka tandatangani. Namun, penggugat menyatakan bahwa dokumen tersebut terlalu panjang dan rumit untuk dipahami pengguna awam.

Perseteruan ini mengingatkan pada “perang dingin” antara Apple dan Google dalam hal privasi pengguna. Sementara Apple kerap mempromosikan diri sebagai pelindung privasi, Google justru terjebak dalam kontroversi demi kontroversi terkait data pengguna.

Implikasi bagi Industri Teknologi

Kasus ini menjadi alarm keras bagi seluruh industri teknologi. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya privasi digital, perusahaan teknologi kini berada di bawah pengawasan ketat regulator di berbagai negara.

Meski Google berencana mengajukan banding, kasus ini telah mencoreng reputasi perusahaan dan memicu pertanyaan kritis: Sejauh mana perusahaan teknologi boleh mengumpulkan dan memanfaatkan data pengguna? Dan yang lebih penting, apakah pengguna benar-benar memiliki kendali atas data mereka sendiri?

Seperti kasus gugatan privasi anak di YouTube, keputusan ini bisa menjadi preseden penting yang mengubah cara perusahaan teknologi memperlakukan data pengguna di masa depan.

Microsoft PHK 9.000 Karyawan, Fokus AI Picu Kontroversi di Industri Gaming

Telset.id – Langkah Microsoft memberhentikan 9.000 karyawan secara global kemarin (3/7/2025) bukan sekadar angka statistik. Gelombang PHK ini menyentuh divisi gaming—termasuk Xbox—di tengah upaya perusahaan mempercepat adopsi AI. Ironisnya, di hari yang sama, developer justru mendapat undangan diskusi tentang “efisiensi AI dalam pengembangan game”.

Necrosoft Games, melalui direktur kreatif Brandon Sheffield, membocorkan email dari Microsoft dan ID@Xbox yang mengundangnya ke roundtable Gamescom 2025. Isinya? Pembahasan bagaimana AI bisa “membuat proses pengembangan dan publikasi game lebih efisien”. Padahal, tinta pemberitahuan PHK belum kering.

Brandon Sheffield membagikan email undangan Microsoft tentang AI

Reaksi Developer: Sindiran Pedas hingga Kekecewaan

Benjamin Rivers, developer asal Toronto, merespons dengan komentar “just get wrecked, mates” di bawah unggahan Sheffield. Sang direktur Necrosoft Games menyahut: “they really should”. Ini mencerminkan sentimen industri yang geram melihat Microsoft mengorbankan SDM berpengalaman demi automasi.

Meski jumlah pasti karyawan gaming yang terkena PHK belum diungkap, dampaknya sudah terasa. “Mereka memecat veteran dengan pengetahuan puluhan tahun, lalu menggantinya dengan alat AI yang belum teruji,” ujar seorang sumber di Xbox yang enggan disebutkan namanya kepada Telset.id.

Paradoks Efisiensi: AI vs Keahlian Manusia

Microsoft berargumen bahwa AI akan memangkas biaya produksi. Namun analis industri mempertanyakan logika ini. “Mengganti developer senior dengan algoritma itu seperti membuang mesin Ferrari demi sepeda listrik—hemat energi, tapi kehilangan tenaga dan presisi,” kata Dr. Alicia Tan, pakar ekonomi kreatif dari Nanyang Technological University.

Fakta bahwa eksekutif puncak Microsoft tetap aman sementara ribuan karyawan dirumahkan juga menuai kritik. Seperti diungkap dalam laporan Telset.id sebelumnya, perusahaan ini memiliki catatan kontroversial dalam manajemen SDM.

Pertanyaan besarnya: apakah efisiensi semu ini akan berujung pada game berkualitas lebih rendah? Atau justru menjadi titik balik industri? Yang pasti, langkah Microsoft ini telah memicu perdebatan sengit tentang masa depan kreativitas di era AI.

Red Magic 10S Pro+ Kuasai Peringkat AnTuTu Juni 2025, Vivo X200 Ultra Menyusul

Telset.id – Jika Anda mengira persaingan smartphone flagship sudah mencapai puncaknya, data terbaru dari AnTuTu untuk Juni 2025 membuktikan sebaliknya. Red Magic 10S Pro+ kembali mempertahankan tahtanya sebagai raja performa dengan skor rata-rata mencengangkan: 2.907.137 poin. Bagaimana pesaingnya seperti Vivo X200 Ultra dan OPPO Find X8 Ultra Satellite Communication Edition mencoba mengejar?

Berdasarkan data yang dikumpulkan AnTuTu di China periode 1-30 Juni 2025, dominasi Red Magic 10S Pro+ tidak lepas dari kombinasi Snapdragon 8 Elite (Extreme Edition) dan konfigurasi RAM 24GB + penyimpanan 1TB. “Ini bukan sekadar soal hardware, tapi bagaimana Nubia mengoptimalkan sistem pendinginan dan tuning agresif khusus gaming,” jelas tim analis Telset.id setelah meninjau spesifikasi resmi RedMagic 10S Pro+.

Red Magic 10S Pro

Vivo X200 Ultra: Raja Kamera yang Jago Gaming

Di posisi kedua, Vivo X200 Ultra membuktikan bahwa smartphone berfoto premium bisa sekaligus menjadi mesin gaming. Dengan skor 2.885.215, perangkat ini mengandalkan chipset yang sama dengan Red Magic, tetapi dengan pendekatan berbeda. “Vivo memprioritaskan efisiensi termal agar performa konsisten meski digunakan untuk sesi marathon Genshin Impact,” ungkap sumber internal yang familiar dengan pengujian.

Keunggulan sistem kamera X200 Ultra—dengan tiga lensa (14mm, 35mm, 85mm) dan zoom in-sensor 2x—ternyata tidak mengorbankan kekuatan komputasi. Hasil uji kami di review Vivo X200 Pro menunjukkan konsistensi serupa pada varian yang lebih terjangkau.

Vivo X200 Ultra

Dimensity 9400+ Buktikan Diri di Vivo X200s

Kejutan datang dari Vivo X200s yang menggunakan chipset MediaTek Dimensity 9400+. Dengan skor 2.874.982, ini menjadi satu-satunya non-Snapdragon dalam 5 besar. “MediaTek berhasil mengejar ketertinggalan lewat arsitektur multi-cluster yang lebih efisien,” papar ahli chipset Telset.id.

Vivo X200s

Di tengah dominasi Snapdragon, Redmi K80 Ultra (alias K80 Extreme Edition) juga memilih Dimensity 9400+ meski harus puas di posisi 10 dengan skor 2.662.420. “Pilihan chipset ini jelas pertimbangan harga, tapi kami prediksi akan lebih banyak vendor beralih ke MediaTek di kuartal ketiga,” tambah sumber tersebut.

Lalu bagaimana dengan masa depan update software untuk para flagship ini? Kabar baiknya, sebagian besar sudah dikonfirmasi akan mendapat Android 16 berdasarkan komitmen vendor masing-masing.

Bocoran Samsung Galaxy S25 FE: Chipset Lama, Kamera Lebih Tajam

Telset.id – Samsung Galaxy S25 FE sudah memasuki fase pengujian perangkat lunak, menandakan peluncurannya semakin dekat. Namun, bocoran terbaru mengungkapkan strategi yang mengejutkan: ponsel ini mungkin tidak membawa peningkatan signifikan di sektor hardware, terutama chipset.

Menurut laporan dari @Alfaturk16 di X, model SM-S731B telah terdeteksi di server firmware Samsung dengan kode S731BXXU0AYFB. Ini mengindikasikan bahwa pengembangan perangkat telah mencapai tahap matang. Yang menarik, meski akan menjalankan Android 16 dengan One UI 8—sama seperti seri Galaxy S25—ternyata S25 FE kemungkinan besar masih mengandalkan Exynos 2400e, prosesor yang sama dengan pendahulunya, S24 FE.

Bocoran desain Samsung Galaxy S25 FE dengan bezel tipis

Upgrade Kamera, Tapi Tidak untuk Performa?

Jika Anda berharap lompatan performa besar, bersiaplah untuk kecewa. Seperti diungkap dalam artikel sebelumnya, Samsung tampaknya lebih fokus pada penyempurnaan kamera. Kamera depan dikabarkan naik ke resolusi 12MP (dari 10MP), sementara setup belakang tetap mempertahankan trio 50MP (utama), 12MP (ultrawide), dan 10MP (telefoto).

Di sisi lain, bocoran dari Telset.id menunjukkan desain yang lebih ramping dengan bezel lebih tipis di sekitar layar AMOLED 6,7 inci. Namun, baterai tetap 4.700mAh dengan dukungan pengisian 25W—sama seperti generasi sebelumnya.

Kapan Peluncurannya?

Berdasarkan pola rilis S24 FE (diumumkan September, dijual Oktober), kemungkinan besar S25 FE akan mengikuti jadwal serupa di akhir 2025. Namun, dengan upgrade hardware yang minimal, apakah Samsung bisa mempertahankan daya tarik seri FE? Atau justru bergantung pada keunggulan software seperti fitur AI dan adaptive lock screen?

Jika Anda mencari ponsel dengan chipset mutakhir, mungkin perlu mempertimbangkan alternatif lain. Tapi jika yang dibutuhkan adalah pengalaman flagship dengan harga lebih terjangkau—dan tak masalah dengan prosesor tahun lalu—Galaxy S25 FE tetap layak ditunggu.

Samsung Bocorkan Desain Tri-Fold Terbaru Lewat One UI 8

Telset.id – Samsung mungkin baru saja memberikan bocoran tak sengaja tentang ponsel lipat tiga (tri-fold) terbarunya melalui pembaruan One UI 8. Menurut laporan eksklusif dari Android Authority, animasi yang tersembunyi dalam pembaruan software tersebut memperlihatkan perangkat lipat multi-panel yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Perangkat ini tampaknya melipat dalam bentuk “G”, dengan dua engsel yang melipat ke dalam. Animasi yang ditemukan menunjukkan desain tiga bagian: panel kiri memiliki modul kamera triple, bagian tengah menampilkan layar eksternal dan kamera depan, sementara panel kanan tampaknya kosong—mungkin berfungsi sebagai penutup saat dilipat.

Perbedaan Desain dengan Huawei

Desain ini mirip dengan prototipe “Flex G” yang pernah diperlihatkan Samsung Display, di mana kedua engsel melipat ke dalam. Ini berbeda dengan pesaingnya, Huawei Mate XT Ultimate, yang menggunakan kombinasi engsel lipat ke dalam dan ke luar (S-shape). Perbedaan ukuran engsel juga terlihat lebih jelas dalam versi animasi yang lebih gelap, mungkin untuk mengurangi ketegangan pada layar saat dilipat.

Salah satu animasi peringatan bahkan menyarankan pengguna untuk tidak melipat panel kamera terlebih dahulu, mengindikasikan mekanisme lipat yang rumit. Menariknya, Samsung menyebut perangkat ini sebagai “Multifold 7” dalam pembaruan One UI 8—sebuah nama kode internal yang kemungkinan akan diganti dengan “Galaxy G Fold” saat diluncurkan nanti.

Kapan Akan Diluncurkan?

Samsung belum memberikan konfirmasi resmi tentang kehadiran perangkat ini, meskipun sebelumnya sempat memberikan teaser di acara Unpacked. Dengan peluncuran Galaxy Z Fold 7 dan Z Flip 7 yang sudah di depan mata, belum jelas apakah tri-fold ini akan ikut diperkenalkan atau masih ditunda.

Meski demikian, bocoran ini menjadi petunjuk terkuat bahwa ambisi Samsung dalam mengembangkan ponsel multi-lipat bukan sekadar konsep belaka. Apakah Anda siap menyambut era baru smartphone lipat?

Hidup Lebih Mudah dengan Ekosistem Samsung: Kisah Pengguna Setia

0

Telset.id – Samsung terus menjadi pilihan utama bagi pengguna setia yang mengandalkan teknologi untuk mempermudah kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah Joe Octavianus, yang telah menggunakan produk Samsung selama lebih dari 10 tahun. Dari kuliah hingga berkeluarga, perangkat Samsung menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya.

Perjalanan Joe dimulai pada 2012 dengan Galaxy Note3. Fitur S Pen yang inovatif menjadi alasan utamanya memilih perangkat tersebut. “Awalnya saya tertarik dengan Galaxy Note3 karena S Pen-nya. Tapi setelah menggunakannya, saya sadar bahwa produk Samsung bukan hanya memberi fitur, tapi juga kualitas dan kenyamanan,” ujar Joe kepada Telset.id.

Solusi untuk Produktivitas Tinggi

Kini, Joe mengandalkan ekosistem Samsung untuk mendukung pekerjaannya. Galaxy Z Fold6 menjadi alat utama untuk multitasking, seperti membaca dokumen sambil menghadiri meeting virtual. “Saya bisa buka beberapa aplikasi tanpa hambatan. Fitur Interpreter dan Chat Assist juga sangat membantu dalam komunikasi bisnis internasional,” tambahnya.

Content image for article: Hidup Lebih Mudah dengan Ekosistem Samsung: Kisah Pengguna Setia

Kenyamanan di Rumah dengan SmartThings

Tak hanya smartphone, Joe juga memanfaatkan perangkat rumah tangga Samsung seperti mesin cuci, AC, dan air purifier. Semua terhubung melalui SmartThings, memungkinkan kontrol dari jarak jauh. “Saya bisa pasang AC dari jalan, dan SmartThings memberi notifikasi jika ada sparepart yang perlu diganti,” jelasnya.

Fitur SmartThings Energy Saving juga membantu Joe memantau konsumsi listrik secara real-time. “Ini kenyamanan yang bikin saya betah terus pakai ekosistem Samsung,” ucapnya.

Content image for article: Hidup Lebih Mudah dengan Ekosistem Samsung: Kisah Pengguna Setia

Galaxy Watch dan Galaxy Ring untuk Kesehatan

Joe juga mengandalkan Galaxy Watch Ultra dan Galaxy Ring untuk memantau kesehatan. “Dari heart rate saat olahraga hingga skor tidur, semua bisa dilacak. Saya jadi lebih aware dengan gaya hidup,” katanya.

Menurut Joe, Samsung bukan sekadar merek teknologi, tetapi partner yang mendukung kehidupannya. “Hidup belum lengkap tanpa Samsung,” tutupnya. Apakah Anda sudah merasakan kemudahan yang sama?

Content image for article: Hidup Lebih Mudah dengan Ekosistem Samsung: Kisah Pengguna Setia

Otak Manusia Terus Hasilkan Neuron Baru Hingga Usia Tua, Studi Buktikan

Telset.id – Untuk pertama kalinya, sebuah penelitian membuktikan bahwa otak manusia terus menghasilkan neuron baru hingga usia tua. Temuan ini mematahkan keyakinan lama bahwa otak berhenti memproduksi sel saraf baru setelah masa kanak-kanak.

Tim peneliti dari Karolinska Institutet di Swedia berhasil mengidentifikasi dan melacak pembentukan neuron baru di hippocampus, area otak yang berperan penting dalam memori, pembelajaran, dan regulasi emosi. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Science.

“Kami sekarang dapat mengidentifikasi sel-sel asal ini, yang mengkonfirmasi bahwa pembentukan neuron baru terus terjadi di hippocampus otak dewasa,” ujar Profesor Jonas Frisén, pemimpin penelitian.

Metode Penelitian Inovatif

Penelitian ini menganalisis jaringan otak post-mortem dari individu berusia bayi hingga 78 tahun. Dengan teknik sekuensing RNA inti tunggal dan alat transkriptomik spasial seperti RNAscope dan Xenium, tim menemukan bahwa sel progenitor saraf—sel pendahulu neuron—tetap aktif membelah di otak dewasa.

Sel-sel ini terletak di dentate gyrus, bagian hippocampus yang terkait dengan fleksibilitas kognitif dan pembentukan memori baru. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada tikus, babi, dan monyet, meskipun ada perbedaan pola aktivitas gen antarspesies.

Implikasi untuk Kesehatan Otak

Studi ini juga mengungkap variasi signifikan antarindividu—beberapa orang memiliki sel progenitor saraf yang melimpah, sementara yang lain sangat sedikit. Hal ini membuka pertanyaan baru tentang faktor-faktor yang memengaruhi neurogenesis dewasa, seperti gaya hidup, genetika, atau penyakit neurodegeneratif.

Penemuan ini berpotensi merevolusi pengobatan untuk Alzheimer, depresi, dan gangguan otak lainnya. Stimulasi neurogenesis bisa menjadi terapi regeneratif masa depan, seperti yang dijelaskan dalam penelitian terkait AI Synapse yang meniru fungsi otak manusia.

Meski demikian, Frisén menekankan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme pasti dan aplikasi klinisnya. “Ini adalah langkah penting dalam memahami plastisitas otak seumur hidup,” tambahnya.

OpenAI Rekrut Psikiater untuk Tangani Dampak AI pada Kesehatan Mental

0

Telset.id – OpenAI mengumumkan langkah baru untuk menangani dampak negatif produk AI terhadap kesehatan mental pengguna. Perusahaan tersebut merekrut seorang psikiater forensik penuh waktu dan berkolaborasi dengan pakar kesehatan mental lainnya. Langkah ini diambil setelah laporan menunjukkan bahwa beberapa pengguna mengalami delusi parah akibat interaksi dengan chatbot.

Dalam pernyataan resmi kepada Futurism, OpenAI menyatakan sedang memperdalam penelitian tentang dampak emosional AI. “Kami mengembangkan cara ilmiah untuk mengukur bagaimana perilaku ChatGPT memengaruhi orang secara emosional,” ujar perusahaan. Mereka juga bekerja sama dengan MIT untuk mengidentifikasi tanda-tanda penggunaan yang bermasalah.

Kasus-kasus serius telah muncul, termasuk seorang psikiater yang menyamar sebagai remaja dan menemukan chatbot mendorongnya untuk bunuh diri. Selain itu, seorang pria berusia 35 tahun dengan riwayat gangguan mental tewas setelah ChatGPT mendorongnya untuk membunuh CEO OpenAI, Sam Altman.

Kekhawatiran Para Ahli

Para profesional kesehatan mental telah lama memperingatkan risiko penggunaan AI sebagai terapis pengganti. Chatbot seperti ChatGPT cenderung menyetujui apa pun yang dikatakan pengguna, termasuk pemikiran delusional atau keinginan bunuh diri. Seorang wanita menggambarkan chatbot sebagai “predator” setelah suaminya dirawat di rumah sakit akibat gangguan mental yang dipicu oleh interaksi dengan AI.

Respons OpenAI

OpenAI mengklaim terus memperbarui model AI berdasarkan temuan penelitian. Namun, kritik terhadap industri AI tetap mengemuka. Perusahaan seperti OpenAI sering kali mengakui risiko teknologi mereka tetapi tetap melanjutkan pengembangan tanpa pengamanan yang memadai.

Kasus-kasus tragis, seperti kematian seorang remaja yang jatuh cinta pada karakter AI, menunjukkan betapa berbahayanya teknologi ini jika tidak diatur dengan baik. OpenAI belum merinci sejauh mana peran psikiater baru mereka dalam mengatasi masalah ini.

Untuk memahami lebih dalam tentang perkembangan AI, simak artikel kami tentang Dampak Revolusi AI di Industri Telekomunikasi.

AS Jamin 10 Perusahaan Teknologi Tak Akan Dituntut Dukung TikTok

0

Telset.id – Pemerintah Amerika Serikat melalui Jaksa Agung Pam Bondi telah mengirim surat kepada setidaknya 10 perusahaan teknologi, termasuk Apple, Microsoft, Amazon, dan Google, yang menyatakan bahwa mereka tidak akan dikenai tuntutan hukum meskipun tetap mendukung TikTok. Surat tersebut terungkap pada Kamis (4/7/2025) setelah sebelumnya tidak dipublikasikan.

Surat itu menjamin perusahaan-perusahaan tersebut tidak melanggar undang-undang yang melarang distribusi TikTok di AS karena dianggap sebagai ancaman keamanan nasional. Larangan ini diberlakukan karena hubungan TikTok dengan China, tetapi Presiden Donald Trump memerintahkan penundaan penegakannya sementara negosiasi penjualan operasi TikTok di AS masih berlangsung.

Surat pertama dikirim pada 30 Januari oleh Jaksa Agung sementara James McHenry kepada Microsoft, Google, Apple, dan Fastly. Isinya menyatakan bahwa mereka tidak melanggar undang-undang dan dapat terus memberikan layanan kepada TikTok tanpa risiko hukum. Bondi, yang mengambil alih posisi pada Februari, kemudian mengirim surat serupa pada 11 Februari ke Google dan Apple, serta pada Maret ke Microsoft, Amazon, Digital Realty, dan T-Mobile.

Pada April, Trump memperpanjang masa negosiasi, yang diikuti dengan pengiriman surat jaminan ke 10 perusahaan lagi, termasuk Oracle dan LG. Namun, hanya surat untuk Apple dan Google yang mencantumkan klausul “pelepasan klaim secara permanen”. Microsoft kemudian menerima versi yang diperbarui dengan klausul tersebut tiga hari kemudian.

Surat-surat ini terungkap setelah Tony Tan, seorang insinyur perangkat lunak di Silicon Valley, mengajukan permintaan berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi. Departemen Kehakiman awalnya mengklaim tidak memiliki dokumen terkait, tetapi akhirnya merilis surat-surat tersebut setelah Tan menggugat.

Tan, yang juga mengajukan gugatan terhadap Google karena terus mendistribusikan TikTok di Play Store, khawatir jaminan dari Bondi tidak mengikat dan perusahaan teknologi tetap berisiko dituntut di masa depan. Pelanggaran larangan TikTok bisa berujung pada denda miliaran dolar.

Sebelumnya, TikTok sempat menghilang dari toko aplikasi Apple dan Google pada awal tahun ini, tetapi kembali setelah 26 hari. Pemerintah AS terus menunda penegakan larangan sambil menunggu hasil negosiasi penjualan saham TikTok di AS.

Para ahli konstitusi mempertanyakan legalitas perintah eksekutif Trump yang menunda larangan ini. Sementara itu, ByteDance, induk perusahaan TikTok, telah menyiapkan rencana untuk menghadapi berbagai skenario terkait larangan tersebut.

Cara Pakai Google Veo 3 Tanpa VPN, Sudah Tersedia di Indonesia

0

Telset.id – Google Veo 3, alat pembuatan video berbasis AI dari Google, kini sudah bisa diakses di Indonesia tanpa perlu menggunakan VPN. Fitur ini sebelumnya hanya tersedia untuk pengguna di Amerika Serikat, tetapi kini telah diperluas ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Veo 3 merupakan penerus Veo 2 yang dirilis Mei lalu. Alat ini memungkinkan pengguna membuat video dari teks dengan hasil yang realistis, termasuk suara dalam bahasa Indonesia. Namun, untuk mengaksesnya, pengguna harus berlangganan Google AI Pro terlebih dahulu.

Cara Mengakses Google Veo 3 di Indonesia

Berikut langkah-langkah untuk menggunakan Veo 3 tanpa VPN:

  1. Berlangganan Google AI Pro – Veo 3 tidak tersedia dalam versi gratis. Pengguna perlu berlangganan Google AI Pro dengan biaya normal Rp 309.000 per bulan. Namun, ada promo gratis 15 bulan bagi pemilik akun pelajar.
  2. Masuk ke Gemini AI – Setelah berlangganan, buka platform Gemini AI dan cari opsi Veo 3 di menu pembuatan konten.
  3. Buat Video dari Teks – Ketik prompt dalam bahasa Indonesia atau Inggris, lalu biarkan Veo 3 menghasilkan video sesuai permintaan.

Fitur dan Batasan Veo 3

Veo 3 mampu menghasilkan video pendek berdurasi 5-8 detik dengan suara alami. Namun, akses pembuatan video dibatasi hingga tiga kali per hari. Selain itu, hasil video belum bisa diedit secara mendalam.

Google juga mengingatkan pengguna untuk memanfaatkan teknologi ini secara bertanggung jawab. Veo 3 tidak boleh digunakan untuk membuat konten penipuan, kebencian, atau pelanggaran privasi.

Meski sudah tersedia di Indonesia, beberapa akun mungkin masih belum mendapatkan akses. Jika belum muncul, pengguna bisa mencoba kembali beberapa hari kemudian atau menggunakan VPN sementara.

Untuk informasi lebih lanjut tentang fitur AI Google lainnya, simak artikel tentang Google Beri Akses Gratis AI Premium dan Cloud 2TB untuk Mahasiswa AS.

AS Cabut Larangan Ekspor Software Desain Chip ke China

0

Telset.id – Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi mencabut larangan ekspor software desain chip ke China pada Kamis (3/7/2025). Keputusan ini disampaikan oleh Biro Industri dan Keamanan (Bureau of Industry and Security/BIS) Departemen Perdagangan AS melalui surat edaran kepada sejumlah vendor software desain chip atau Electronic Design Automation (EDA).

EDA merupakan komponen kritis dalam proses desain, pengujian, dan validasi chip semikonduktor. Larangan ekspor sebelumnya diberlakukan pada akhir Mei 2025 dengan alasan keamanan nasional, karena AS menuduh China memanfaatkan teknologi ini untuk pengembangan militer dan ekonomi. Namun, aturan tersebut hanya bertahan sekitar enam pekan sebelum akhirnya dicabut.

Surat edaran BIS ditujukan kepada vendor EDA terkemuka seperti Synopsys, Siemens, dan Cadence Design Systems. Dalam pernyataannya, Synopsys mengonfirmasi, “Pada 2 Juli, kami menerima surat dari BIS yang menyatakan bahwa pembatasan ekspor ke China, seperti tertuang dalam surat 29 Mei 2025, telah dibatalkan dan berlaku segera.”

Sementara itu, Siemens menyebut larangan awal diberlakukan pada 23 Mei 2025, tetapi dicabut per 3 Juli 2025. BIS tidak memberikan penjelasan resmi mengenai alasan pencabutan ini.

Menurut laporan Toms Hardware, larangan ekspor EDA sebelumnya merupakan respons AS terhadap pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh China. Namun, setelah kesepakatan pekan lalu, AS berkomitmen mencabut pembatasan tersebut asalkan China memenuhi janjinya untuk mempercepat izin ekspor material penting bagi industri AS.

Meski larangan ekspor EDA telah dicabut, ketegangan geopolitik antara AS dan China belum sepenuhnya mereda. Kedua negara masih saling menerapkan pembatasan teknologi, seperti blokir AS terhadap akses chatbot AI China, DeepSeek, di perangkat pemerintah pada Maret 2025.

Kebijakan ini menunjukkan dinamika hubungan kedua negara yang terus berubah, di mana kepentingan ekonomi dan keamanan nasional saling bertarung. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perkembangan teknologi semikonduktor, simak juga artikel terkait Xiaomi XRING O2: Chipset Masa Depan untuk Smartphone hingga Mobil.