Beranda blog Halaman 50

Instagram Akhirnya Hadir di iPad dengan Pengalaman Native Setelah 15 Tahun

0

Telset.id – Setelah 15 tahun penantian panjang, akhirnya Instagram merespons permintaan penggunanya. Platform media sosial yang sangat populer itu kini telah meluncurkan aplikasi native khusus untuk iPad, memberikan pengalaman yang dioptimalkan untuk layar lebih besar. Bagi Anda yang selama ini harus memaksakan diri menggunakan Instagram di iPad dengan tampilan iPhone yang terkesan “terlalu kecil”, ini adalah kabar gembira.

Bagaimana tidak? Selama lebih dari satu dekade, pengguna iPad harus puas dengan aplikasi Instagram yang pada dasarnya adalah versi blown-up dari aplikasi iPhone. Tampilannya tidak optimal, fitur terasa terbatas, dan pengalaman pengguna jauh dari memuaskan. Tapi semua itu berubah sekarang. Instagram untuk iPad akhirnya resmi hadir, dan ini bukan sekadar adaptasi biasa—ini adalah pengalaman yang benar-benar didesain untuk perangkat tablet.

Lalu, apa yang membuat peluncuran ini begitu spesial? Mengapa butuh waktu 15 tahun bagi Instagram untuk akhirnya menghadirkan aplikasi native untuk iPad? Dan yang paling penting—bagaimana pengalaman menggunakan Instagram di iPad sekarang? Mari kita selami lebih dalam.

Instagram iPad app

Desain yang Dioptimalkan untuk Layar Besar

Yang langsung terasa ketika membuka Instagram di iPad adalah bagaimana platform ini memanfaatkan ruang layar yang lebih luas. Tidak seperti versi iPhone yang hanya diperbesar, aplikasi Instagram untuk iPad benar-benar didesain ulang untuk memberikan pengalaman yang lebih imersif. Tampilannya lebih teratur, konten lebih mudah diakses, dan yang paling penting—semuanya terasa natural di tablet.

Instagram mempertahankan layout yang familiar, tetapi dengan penyesuaian cerdas. Misalnya, Direct Messages sekarang ditampilkan dalam tampilan split-pane, memungkinkan Anda melihat daftar percakapan dan percakapan yang dipilih secara bersamaan. Fitur ini sangat membantu untuk multitasking dan membuat pengalaman berkomunikasi terasa lebih smooth dibandingkan versi mobile.

Fokus pada format video pendek—yang menjadi preferensi utama pengguna—juga terlihat jelas. Aplikasi langsung membuka ke bagian Reels, sementara Stories tetap diposisikan di bagian atas. Yang menarik, feed “Following” sekarang dilengkapi dengan filter baru: All, Friends, dan Latest. Filter ini memberikan kontrol lebih besar kepada pengguna tentang konten yang ingin mereka lihat.

Multitasking yang Lebih Baik

Salah satu keunggulan utama iPad adalah kemampuannya untuk multitasking, dan Instagram memahami betul hal ini. Dengan aplikasi native barunya, Anda sekarang dapat menonton Reels dalam mode layar penuh sambil tetap melihat komentar di sampingnya. Ini adalah pengalaman yang benar-benar berbeda dari versi mobile, di mana semuanya terasa cramped dan terbatas.

Bagi content creator, fitur ini bisa menjadi game-changer. Membalas komentar sambil tetap menonton konten menjadi lebih mudah, dan engagement dengan audience bisa dilakukan dengan lebih efisien. Tidak heran jika banyak pengguna yang selama ini menunggu-nunggu kehadiran Instagram di iPad—ternyata platform ini memang punya nilai lebih untuk perangkat tablet.

Menariknya, meskipun Instagram selama ini dikenal dengan filosofi mobile-first-nya, keputusan untuk akhirnya menghadirkan aplikasi iPad menunjukkan pergeseran strategi. Dengan tablet yang semakin populer untuk konsumsi konten, Meta—perusahaan induk Instagram—akhirnya mendengarkan apa yang telah lama diminta pengguna.

Mengapa Butuh Waktu Begitu Lama?

Pertanyaan yang mungkin muncul di benak banyak orang: mengapa butuh waktu 15 tahun bagi Instagram untuk menghadirkan aplikasi native untuk iPad? Jawabannya kompleks, tetapi bisa dirangkum dalam dua hal utama: filosofi mobile-first dan alokasi sumber daya.

Instagram, sejak awal, fokus pada pengalaman mobile. Platform ini dirancang untuk smartphone, dengan segala keterbatasan dan keunggulannya. Pergeseran ke tablet membutuhkan pendekatan yang berbeda—bukan sekadar memperbesar tampilan, tetapi benar-benar mendesain ulang pengalaman pengguna.

Selain itu, dengan sumber daya yang terbatas, Meta harus memprioritaskan pengembangan fitur-fitur yang dianggap paling critical. Dan selama bertahun-tahun, iPad mungkin tidak dianggap sebagai prioritas. Tapi dengan meningkatnya popularitas tablet—terutama untuk konsumsi konten—akhirnya Instagram memutuskan untuk berinvestasi dalam pengembangan aplikasi iPad.

Peluncuran ini juga sejalan dengan fokus Instagram pada konten berbasis Reels. Dengan layar yang lebih besar, pengalaman menonton Reels menjadi lebih menarik, dan ini bisa menjadi strategi untuk menarik lebih banyak creator dan viewer. Seperti yang kita tahu, Instagram telah meluncurkan “Edits”, aplikasi editing video yang bisa menjadi pesaing serius untuk platform seperti CapCut.

Bagi Anda yang tertarik dengan editing foto dan video, tersedia juga berbagai alat pendukung. Misalnya, 12 aplikasi edit foto AI gratis terbaik untuk Android bisa menjadi pilihan, atau jika Anda pengguna iOS, Snapseed 3.0 yang telah hadir dengan desain ulang total.

Jadi, setelah 15 tahun menunggu, akhirnya Instagram untuk iPad hadir dengan segala kelebihannya. Aplikasi ini tersedia untuk diunduh bagi pengguna yang menjalankan iPadOS 15.1 atau versi lebih baru. Apakah ini akan mengubah cara kita menggunakan Instagram? Kemungkinan besar iya. Dan bagi Meta, ini adalah langkah strategis untuk tetap relevan di era di mana konsumsi konten semakin diversifikatif.

Dengan hadirnya Instagram di iPad, pengguna sekarang punya lebih banyak pilihan bagaimana mereka ingin berinteraksi dengan platform ini. Apakah melalui smartphone untuk penggunaan cepat, atau melalui iPad untuk pengalaman yang lebih mendalam dan imersif. Satu hal yang pasti: penantian selama 15 tahun akhirnya terbayarkan.

Ooni Volt 2: Pizza Oven dengan AI “Pizza Intelligence” yang Cerdas

0

Telset.id – Bayangkan jika oven pizza di dapur Anda bisa berpikir layaknya seorang koki profesional. Bukan sekadar memanaskan, tapi memahami jenis pizza yang sedang dimasak, menyesuaikan suhu secara otomatis, dan menjamin hasil yang sempurna setiap saat. Itulah yang ditawarkan Ooni Volt 2, oven pizza elektrik indoor terbaru yang mengusung teknologi AI bernama “Pizza Intelligence”.

Di era di mana kecerdasan buatan atau artificial intelligence merambah hampir semua aspek kehidupan, Ooni tidak mau ketinggalan. Mereka menghadirkan solusi bagi para pecinta pizza rumahan yang ingin hasil konsisten tanpa repot mengawasi suhu atau memutar loyang. Dengan harga $699, Volt 2 bukan sekadar alat masak—ia adalah bukti bahwa AI bisa membuat pengalaman kuliner sehari-hari menjadi lebih cerdas dan menyenangkan.

Lantas, apa sebenarnya yang membuat Ooni Volt 2 begitu istimewa? Bagaimana “Pizza Intelligence” bekerja, dan apakah teknologi ini sekadar gimmick pemasaran atau benar-benar revolusioner? Mari kita telusuri lebih dalam.

Desain dan Fitur Utama Ooni Volt 2

Ooni Volt 2 hadir dengan desain yang lebih modern dan fungsional dibanding pendahulunya, Volt 12. Profilnya lebih membulat, dilengkapi jendela yang jauh lebih besar sehingga Anda bisa memantau proses memasak tanpa harus membuka tutupnya. Kontrol sentuh dan dial memberikan pengalaman pengguna yang intuitif, sementara ukurannya yang kompak memungkinkannya diletakkan di atas meja dapur tanpa memakan banyak space.

Seperti Volt 12, oven ini mampu memanaskan hingga 450 derajat Celcius (850 derajat Fahrenheit), suhu ideal untuk memanggang pizza Neapolitan yang hanya membutuhkan waktu sekitar 90 detik. Namun, keunggulan utamanya terletak pada sistem pemanas adaptif yang menggunakan data sensor real-time untuk menyeimbangkan panas antara elemen pemanas atas dan bawah. Hasilnya? Fluktuasi suhu dan cold spot diminimalkan, sehingga setiap bagian pizza matang merata.

Desain modern Ooni Volt 2 dengan kontrol sentuh dan jendela besar

“Pizza Intelligence”: AI yang Memanggang dengan Akal Budi

Ooni menyebut sistem adaptif ini sebagai “Pizza Intelligence”. Meski terdengar seperti jargon marketing, teknologi ini memang dirancang untuk membuat keputusan cerdas selama proses memasak. Dengan menganalisis data dari berbagai sensor, oven secara dinamis menyesuaikan suhu berdasarkan jenis pizza yang dimasak—mulai dari New York style yang tipis hingga Chicago deep-dish yang tebal.

Setiap preset dapat diprogram sesuai preferensi pribadi, memungkinkan Anda menyimpan pengaturan favorit untuk hasil yang konsisten setiap kali. Selain mode pizza, Volt 2 juga menawarkan Dough Proof untuk mengembangkan adonan, serta Oven dan Grills untuk memanggang dan memanggang—menjadikannya alat serba guna di dapur.

Meski terdengar futuristik, konsep AI dalam peralatan rumah tangga bukanlah hal baru. Seperti yang terjadi di industri lain—mulai dari pembaca berita AI di Korea Selatan hingga inovasi teknologi di perusahaan seperti Apple yang bahkan menarik perhatian pemimpin dunia seperti Paus Fransiskus—kecerdasan buatan terus mengubah cara kita berinteraksi dengan perangkat sehari-hari.

Ooni's Volt V2 oven uses 'Pizza Intelligence' to cook your pie better

Apakah “Pizza Intelligence” Hanya Termostat Canggih?

Beberapa mungkin bersikap sinis dan menyebut “Pizza Intelligence” sebagai termostat yang dipermak. Namun, yang membedakannya adalah kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi. Sistem ini tidak hanya menjaga suhu tetap stabil, tetapi juga memahami konteks—jenis pizza, ketebalan adonan, bahkan kelembapan—lalu menyesuaikan parameter memasak secara real-time.

Ini adalah contoh nyata bagaimana AI tidak harus selalu tentang robot humanoid atau mobil otonom. Terkadang, inovasi paling berdampak justru hadir dalam bentuk sederhana: membuat pizza yang sempurna untuk makan malam keluarga.

Ooni Volt 2 akan mulai dijual pada 1 Oktober dengan harga $699. Bagi yang tertarik, bisa bergabung dengan waitlist di situs resmi Ooni. Siapkah Anda menyambut era di bahkan oven pizza pun punya “kecerdasan” sendiri?

Google Tak Perlu Jual Chrome, Tapi Harus Ubah Praktik Bisnis

0

Telset.id – Dalam putusan yang ditunggu-tunggu dunia teknologi, Google akhirnya tidak diharuskan menjual browser Chrome-nya meski terbukti melanggar hukum monopoli. Namun, raksasa pencarian ini harus mengubah sejumlah praktik bisnis yang selama ini menjadi senjata andalannya mempertahankan dominasi.

Keputusan penting ini datang dari Hakim Federal Amit Mehta, lebih dari setahun setelah dia memutuskan bahwa Google bertindak ilegal untuk mempertahankan monopoli di pasar pencarian internet. Setelah putusan tahun lalu, Departemen Kehakiman AS sempat mengusulkan agar Google dipaksa menjual Chrome. Tapi dalam keputusan setebal 230 halaman, Mehta menyatakan pemerintah “terlalu jauh” dalam permintaannya.

“Google tidak akan diharuskan melepas Chrome; pengadilan juga tidak akan memasukkan pelepasan kontingen sistem operasi Android dalam putusan akhir,” tulis Mehta. “Para penggugat terlalu jauh dengan meminta pelepasan paksa aset-aset kunci ini, yang tidak digunakan Google untuk menerapkan pembatasan ilegal apa pun.”

Hakim Amit Mehta memegang dokumen putusan kasus monopoli Google

Meski lolos dari tuntutan divestasi terberat, Google tetap harus menerima sejumlah pembatasan signifikan. Perusahaan tidak lagi diizinkan membuat kesepakatan eksklusif terkait distribusi pencarian, Google Assistant, Gemini, atau Chrome. Misalnya, Google tidak bisa mewajibkan pembuat perangkat untuk memuat aplikasinya secara default demi mendapatkan akses ke Play Store.

Perusahaan juga tidak boleh mengaitkan pengaturan bagi hasil dengan penempatan aplikasinya. Namun, Google masih bisa terus membayar mitra—seperti Apple—untuk memuat pencarian dan aplikasi lain ke dalam produk mereka. Mehta berpendapat bahwa mengakhiri pengaturan ini dapat menyebabkan “kerugian hilir bagi mitra distribusi, pasar terkait, dan konsumen.”

Putusan lain yang cukup mengejutkan adalah kewajiban Google untuk membagikan sebagian data pencariannya kepada pesaing ke depan. “Membuat data tersedia untuk pesaing akan mempersempit kesenjangan skala yang diciptakan oleh perjanjian distribusi eksklusif Google dan, pada gilirannya, kesenjangan kualitas yang mengikutinya,” tulis Mehta. Perusahaan tidak diharuskan menyerahkan data terkait iklannya.

Secara keseluruhan, putusan Mehta ini merupakan kemenangan besar bagi raksasa pencarian tersebut, yang sebelumnya berargumen bahwa melepas Chrome atau Android “akan merugikan warga Amerika dan kepemimpinan teknologi global Amerika.” Google memang sudah lama menghadapi berbagai tuntutan monopoli, seperti yang pernah kami laporkan dalam artikel sebelumnya.

Dalam pernyataan resmi, Google mengaku memiliki “kekhawatiran” tentang beberapa aspek putusan tersebut. “Keputusan hari ini mengakui seberapa besar industri telah berubah melalui kemunculan AI, yang memberi orang lebih banyak cara untuk menemukan informasi,” kata perusahaan. “Sekarang Pengadilan telah memberlakukan batasan tentang bagaimana kami mendistribusikan layanan Google, dan akan mewajibkan kami untuk berbagi data Penelusuran dengan pesaing. Kami memiliki kekhawatiran tentang bagaimana persyaratan ini akan memengaruhi pengguna dan privasi mereka, dan kami sedang meninjau keputusan ini dengan cermat.”

Perusahaan sebelumnya telah menunjukkan rencana untuk mengajukan banding atas keputusan asli Mehta, tetapi mengatakan pada Juni bahwa mereka akan menunggu keputusan akhir dalam kasus tersebut. Seperti yang kami laporkan dalam artikel terkait, Google memang sudah mempersiapkan langkah banding sejak awal.

Lalu bagaimana dampaknya bagi pengguna? Pembatasan terhadap kesepakatan eksklusif mungkin akan membuka lebih banyak pilihan bagi konsumen. Anda mungkin akan melihat lebih banyak variasi dalam aplikasi default pada perangkat Android, atau opsi pencarian yang lebih beragam. Tapi pertanyaan besarnya: apakah perubahan ini cukup untuk menciptakan persaingan yang sehat di pasar yang sudah lama didominasi Google?

Yang menarik, putusan ini datang di era di mana AI semakin mengubah lanskap pencarian informasi. Seperti yang terjadi dengan eksplorasi AI Apple di Safari, masa depan kerja sama antara raksasa teknologi memang sedang dipertanyakan. Mungkin saja putusan ini justru membuka jalan bagi inovasi-inovasi baru yang selama ini terhambat oleh dominasi Google.

Putusan Mehta ini bukan akhir dari cerita. Google masih bisa mengajukan banding, dan implementasi pembatasan yang ditetapkan akan diawasi ketat. Tapi satu hal yang pasti: peta persaingan teknologi, khususnya di sektor pencarian dan browser, mungkin akan mulai berubah. Dan perubahan itu, pada akhirnya, mungkin akan menguntungkan kita sebagai pengguna.

Revisi PS5 Digital Edition: Harga Sama, SSD Lebih Kecil

0

Telset.id – Bayangkan Anda membeli PlayStation 5 Digital Edition dengan harga yang sama seperti sebelumnya, tetapi dengan ruang penyimpanan yang lebih kecil. Itulah yang akan terjadi pada revisi hardware terbaru PS5 Digital Edition yang akan segera diluncurkan di Eropa dan Jepang. Bocoran terbaru dari sumber terpercaya billbil-kun di Dealabs mengungkap bahwa Sony akan mengurangi kapasitas SSD dari 1 TB menjadi 825 GB pada model CFI-2100, tanpa mengurangi harga jual. Apakah ini bentuk lain dari kenaikan harga terselubung?

Perubahan ini, meski diklaim sebagai upaya optimasi biaya produksi, justru menuai kritik dari para gamer. Bagaimana tidak, konsol digital yang tidak bisa menjalankan game fisik tanpa pembelian tambahan justru mendapat pengurangan kapasitas penyimpanan. Padahal, game-game modern seperti Ghost of Yōtei atau Marvel’s Spider-Man 2 membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Lalu, bagaimana dengan pengalaman gaming para pengguna?

Sony PlayStation 5 console and DualSense wireless controller

Menurut laporan, revisi hardware PS5 Digital Edition ini rencananya akan diluncurkan pada 13 September 2025 di Eropa dengan harga €499—sama persis dengan harga model sebelumnya. Yang membedakan, kemasannya akan menampilkan label “825 GB” secara jelas, sehingga konsumen dapat membedakan antara model lama dan baru. Sementara itu, versi Standard Edition kabarnya akan tetap mempertahankan SSD 1 TB ketika diluncurkan di kemudian hari.

Strategi Sony ini terjadi di tengah turbulensi industri gaming konsol, di mana baik Sony maupun Microsoft telah menaikkan harga konsol mereka secara global dalam beberapa bulan terakhir. Generasi konsol ini menjadi yang pertama dalam sejarah di mana harga sistem justru lebih murah saat peluncuran—setidaknya di atas kertas. Namun, dengan pengurangan fitur seperti ini, apakah Sony tidak khawatir kehilangan kepercayaan konsumen?

Bagi publisher game, situasi ini juga menjadi perhatian serius. Perusahaan seperti CAPCOM percaya bahwa harga konsol yang tinggi dapat mempengaruhi penjualan game. Jika konsumen harus mengeluarkan biaya tambahan untuk upgrade SSD eksternal, apakah mereka masih akan bersemangat membeli game-game baru? Atau justru beralih ke layanan subscription seperti PlayStation Plus, yang juga tak lepas dari kontroversi seperti penghapusan lebih dari 20 game dari katalog?

Meski ditujukan untuk menghindari kenaikan harga, revisi PS5 Digital Edition ini pada praktiknya terasa seperti kenaikan harga terselubung. Konsumen mendapatkan lebih sedikit dengan harga yang sama. Di tengah kondisi ekonomi global yang belum stabil, langkah Sony ini patut dipertanyakan. Apakah ini sinyal bahwa industri gaming konsol sedang mencari cara baru untuk mempertahankan profitabilitas tanpa harus menaikkan harga secara terang-terangan?

Kita semua berharap situasi ekonomi global membaik sehingga langkah-langkah seperti ini tidak perlu terjadi. Namun, untuk saat ini, sebagai konsumen, Anda perlu lebih cermat sebelum membeli PS5 Digital Edition. Pastikan Anda memeriksa label kapasitas SSD pada kemasan, agar tidak kecewa di kemudian hari.

Xiaomi XRING 02 Bakal Tertinggal Satu Generasi dari Kompetitor

0

Telset.id – Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa Xiaomi XRING 02, chipset andalan masa depan perusahaan, berpotensi tertinggal satu generasi penuh dari para pesaingnya. Padahal, kesuksesan XRING 01 sebelumnya sempat membuat banyak orang yakin bahwa Xiaomi siap bersaing di level tertinggi. Namun, rupanya ada sejumlah tantangan teknis dan finansial yang membuat Xiaomi harus mempertimbangkan ulang langkah strategisnya.

Menurut informasi yang beredar, TSMC dikabarkan akan memulai produksi massal wafer 2nm pada kuartal keempat tahun 2025. Banyak kompetitor Xiaomi di China dan global diprediksi akan beralih ke teknologi ini. Sementara itu, XRING 02 justru masih akan menggunakan proses 3nm dari TSMC. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: mengapa Xiaomi memilih untuk tidak mengikuti jejak kompetitor?

Xiaomi XRING 02 will still use TSMC's 3nm process

Alasan utama yang disebutkan adalah biaya produksi yang jauh lebih tinggi untuk wafer 2nm. Setiap wafer 2nm TSMC diperkirakan berharga sekitar $30.000, belum termasuk biaya tambahan selama fase tape-out untuk menguji performa chipset. Bagi Xiaomi, yang masih dalam proses mengurangi ketergantungan pada Qualcomm dan MediaTek, keputusan untuk tetap menggunakan 3nm mungkin merupakan langkah pragmatis untuk mengendalikan anggaran.

Selain faktor biaya, keterbatasan akses terhadap peralatan EDA (Electronic Design Automation) canggih akibat kontrol ekspor AS juga menjadi kendala signifikan. Tanpa alat khusus ini, peluang Xiaomi untuk mengembangkan chipset 2nm sangat kecil. Ini adalah contoh nyata bagaimana geopolitik dapat mempengaruhi inovasi teknologi di tingkat global.

XRING 02 tidak hanya ditujukan untuk smartphone dan tablet, tetapi juga sedang dievaluasi untuk digunakan dalam mobil dan aplikasi lainnya. Proses backend yang rumit untuk mengintegrasikan chipset ini ke dalam berbagai produk tidak hanya akan membebani keuangan Xiaomi tetapi juga memperpanjang waktu pengembangan. Akibatnya, chipset ini mungkin akan datang lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.

Meskipun demikian, keputusan Xiaomi untuk tetap menggunakan proses 3nm tidak serta merta berarti kegagalan. Teknologi 3nm generasi ketiga TSMC (N3P) masih cukup kompetitif dan dapat memberikan performa yang memadai untuk berbagai aplikasi. Selain itu, dengan fokus pada optimasi perangkat lunak dan integrasi sistem, Xiaomi mungkin dapat mengkompensasi keterbatasan hardware dengan software yang lebih efisien.

Lalu, bagaimana dengan masa depan Xiaomi dalam hal chipset? Xiaomi 15T yang baru saja bocor di Geekbench menunjukkan bahwa perusahaan masih aktif mengembangkan produk dengan chipset pihak ketiga. Sementara itu, Xiaomi 15T Pro juga dikabarkan akan segera rilis global. Ini menunjukkan bahwa Xiaomi tidak sepenuhnya meninggalkan kerja sama dengan vendor chipset lain.

Di sisi lain, Xiaomi juga sedang fokus mengembangkan HyperOS 3, yang mungkin dapat membantu mengoptimalkan performa perangkat dengan chipset yang lebih rendah. Pendekatan holistik seperti ini bisa menjadi strategi jangka panjang Xiaomi untuk tetap kompetitif di pasar global.

Jadi, apakah keputusan Xiaomi untuk tetap menggunakan 3nm pada XRING 02 adalah langkah yang tepat? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang pasti, dalam industri yang bergerak sangat cepat seperti semikonduktor, terkadang langkah konservatif justru bisa menjadi keunggulan strategis. Terutama ketika dihadapkan pada ketidakpastian supply chain dan tekanan geopolitik.

Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. Siapa tahu, di tengah semua keterbatasan, Xiaomi justru bisa memberikan kejutan dengan optimasi yang luar biasa. Bagaimanapun, sejarah telah membuktikan bahwa inovasi tidak selalu tentang memiliki teknologi paling mutakhir, tetapi tentang bagaimana memanfaatkan yang ada dengan cara paling brilliant.

Akhirnya TikTok Kembali Aktifkan Fitur Livestream, Setelah Demo Mereda

0

Telset.id – Setelah sempat menghilang di tengah aksi demonstrasi, fitur livestream TikTok akhirnya kembali bisa dinikmati pengguna. Bagaimana respons pemerintah dan langkah keamanan yang diambil platform?

Pengguna TikTok di Indonesia mungkin sempat kebingungan ketika fitur livestream mereka hilang tanpa penjelasan akhir pekan lalu. Namun, pantauan Telset.id pada Selasa (2/9) menunjukkan fitur tersebut telah kembali aktif. Beberapa kreator bahkan sudah mulai melakukan siaran langsung seperti biasa di platform milik ByteDance itu.

Kehadiran kembali fitur livestream ini tentu menjadi kabar baik bagi para kreator dan UMKM yang mengandalkan TikTok untuk berinteraksi dengan audiens mereka. Seperti diketahui, TikTok telah menjadi platform penting bagi banyak pelaku usaha, termasuk melalui program Harga Simpati TikTok: Solusi Terjangkau untuk Kreator dan UMKM yang membantu memperluas jangkauan bisnis.

Juru bicara TikTok mengonfirmasi bahwa pihaknya memang telah mengaktifkan kembali layanan livestream. “Kami telah mengaktifkan kembali layanan livestream di Indonesia agar para pengguna dapat memiliki pengalaman TikTok yang lengkap,” ujarnya.

Namun, pengaktifan kembali ini tidak serta merta tanpa pertimbangan. TikTok menyatakan akan terus menempatkan upaya-upaya pengamanan tambahan selama beberapa waktu ke depan. “Kami terus memantau situasi yang ada, dan memprioritaskan upaya dalam menyediakan platform yang aman dan beradab bagi para pengguna untuk berekspresi,” lanjut pernyataan resmi mereka.

Inisiatif TikTok atau Arahan Pemerintah?

Yang menarik dari kasus ini adalah klaim dari berbagai pihak mengenai alasan penonaktifan fitur livestream. Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan tidak memberikan arahan kepada TikTok untuk mematikan fitur live. Dirjen Pengawasan Digital Kominfo Alexander Sabar menegaskan bahwa keputusan tersebut murni inisiatif TikTok.

“Voluntarily TikTok. Kami mengapresiasi langkah inisiatif dari TikTok,” ujar Alexander Sabar. Pernyataan ini sekaligus menjawab spekulasi yang beredar mengenai kemungkinan adanya tekanan dari pemerintah terhadap platform media sosial selama aksi demonstrasi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Meutya Hafid bahkan mengklaim bahwa dirinya justru berharap penutupan fitur live tidak dilakukan berlarut-larut. Pasalnya, menurut Meutya, Presiden Prabowo Subianto tidak pernah melarang aspirasi dan aksi penyampaian pendapat oleh masyarakat.

Implikasi bagi Ekosistem Digital Indonesia

Keputusan TikTok untuk sementara menonaktifkan fitur livestream menunjukkan betapa platform digital global semakin aware dengan kondisi sosial-politik di negara tempat mereka beroperasi. Langkah ini juga mencerminkan komitmen mereka dalam menciptakan lingkungan digital yang aman dan bertanggung jawab.

Bagi para kreator dan pelaku usaha, kembalinya fitur livestream tentu sangat penting. Fitur ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat pemasaran yang efektif. Seperti program Ramaikan Ramadan, TikTok Gelar Kampanye Serunya Ramadan yang menunjukkan bagaimana livestream bisa dimanfaatkan untuk engagement maksimal.

Namun, episode ini juga mengingatkan kita tentang betapa rentannya ketergantungan pada platform pihak ketiga. Ketika sebuah fitur penting tiba-tiba hilang, banyak kreator dan bisnis yang langsung terkena dampaknya. Ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya diversifikasi platform dan tidak bergantung sepenuhnya pada satu saluran.

Ke depan, kolaborasi antara platform seperti TikTok dengan regulator dan komunitas pengguna akan semakin penting. Seperti inisiatif TikTok Luncurkan Tombol ‘Dislike’ Komentar ke Semua Pengguna yang menunjukkan komitmen platform terhadap pengalaman pengguna yang lebih baik.

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari insiden ini? Mungkin yang terpenting adalah kesadaran bahwa ruang digital kita tidak sepenuhnya berada dalam kendali kita. Namun, dengan komunikasi yang terbuka antara platform, pemerintah, dan pengguna, kita bisa menciptakan ekosistem digital yang lebih resilient dan accountable.

Jadi, selamat kembali berlivestream ria di TikTok! Tapi ingat, dengan kebebasan berekspresi datang tanggung jawab untuk menjaga platform tetap aman dan beradab untuk semua pengguna.

Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Abadikan Keindahan Jeju, Hasilnya Bikin Takjub!

0

Telset.id – Samsung Electronics Indonesia memperlihatkan kemampuan terbaru Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 dalam mengabadikan keindahan lanskap Pulau Jeju, Korea Selatan. Perangkat lipat tersebut memanfaatkan fitur kamera 200MP, FlexCam, Generative Edit, dan Audio Eraser untuk menghasilkan visual yang memukau.

Pulau Jeju dikenal dengan pesona alamnya yang memadukan keindahan laut, arsitektur megah, dan langit cerah. Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 hadir dengan portabilitas tinggi serta ketangguhan desain, menjadikannya pasangan ideal untuk dokumentasi perjalanan. Menurut Ilham Indrawan, MX Product Marketing Senior Manager Samsung Electronics Indonesia, perangkat ini membawa pengalaman baru dalam mendokumentasikan momen perjalanan dengan detail terkecil berkat kamera 200MP dan fleksibilitas angle melalui FlexCam.

Content image for article: Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Abadikan Keindahan Jeju, Hasilnya Bikin Takjub!

“Kamera 200MP di Galaxy Z Fold7 benar-benar mampu menangkap detail terkecil, ditambah keunggulan FlexCam yang memberikan keleluasaan mengambil foto dari berbagai angle. Kemampuan Generative Edit memudahkan pengeditan foto liburan, sementara desain yang ringan dan durability yang ditingkatkan membuatnya worry free,” ujar Ilham.

Dua lokasi ikonis Jeju yang dijadikan contoh pengambilan gambar adalah Jeju Mint Glass House dan Seongsan Ilchulbong. Jeju Mint Glass House menawarkan arsitektur futuristik berbahan kaca yang dikelilingi pemandangan hijau, cocok untuk konten OOTD atau POV. Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 mampu merekam video hingga 8K, menangkap pantulan cahaya dan kilau langit dengan tajam. FlexCam pada Z Flip7 memungkinkan pengambilan angle kreatif tanpa tripod, termasuk slow motion untuk efek cinematic.

Content image for article: Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Abadikan Keindahan Jeju, Hasilnya Bikin Takjub!

Dimas Ramadan, seorang fotografer, membagikan tips memanfaatkan FlexCam: “Carilah angle yang menangkap suasana sudut café yang megah di bawah birunya langit. FlexCam di Galaxy Z Flip7 memungkinkan berbagai angle ditangkap sempurna, ditambah lensa wide untuk storytelling lengkap.”

Di Seongsan Ilchulbong, tantangan seperti keramaian wisatawan dan suara angin kencang dapat diatasi dengan fitur Generative Edit dan Audio Eraser. Generative Edit menghapus objek tidak diinginkan seperti siluet orang asing, sementara Audio Eraser mengurangi kebisingan angin. Hasilnya, rekaman sunrise tetap fokus pada keindahan alam tanpa distraksi.

Content image for article: Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Abadikan Keindahan Jeju, Hasilnya Bikin Takjub!

Content image for article: Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Abadikan Keindahan Jeju, Hasilnya Bikin Takjub!

Selain fitur kamera, desain ringkas Galaxy Z Flip7 memudakan penyimpanan di saku, ideal untuk cafe hopping atau eksplorasi desa tradisional. Galaxy Z Fold7 menawarkan kapasitas hingga 1TB dengan pilihan warna Blue Shadow, Silver Shadow, Jetblack, dan Mint (eksklusif online). Sementara Z Flip7 hadir dalam varian 512GB dan 256GB dengan warna Blue Shadow, Jetblack, Coral-red, dan Mint.

Harga Galaxy Z Fold7 dimulai dari Rp28.499.000 untuk varian 12GB/256GB, sedangkan Z Flip7 dibanderol mulai Rp17.999.000. Samsung juga menawarkan promo spesial hingga 15 September 2025, termasuk trade-in senilai Rp2 juta, cashback bank Rp1 juta, dan proteksi layar hingga 2 tahun.

Kemampuan perangkat ini tidak hanya terbatas pada fotografi, tetapi juga didukung integrasi AI untuk produktivitas, seperti yang dijelaskan dalam artikel Bekerja Lebih Cerdas dengan Galaxy Z Fold7 dan Galaxy AI. Inovasi kamera pada Z Fold7 juga menjadi perbincangan, termasuk kembalinya kamera punch-hole yang menambah daya tarik desain.

Informasi lebih lanjut mengenai Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 dapat diakses melalui www.samsung.com/id. Kedua perangkat ini tidak hanya ditujukan untuk pecinta teknologi, tetapi juga traveler yang mengutamakan kualitas visual dan kemudahan penggunaan.

iPhone 17 Bakal Hapus Slot SIM Fisik di Eropa, Indonesia Siap?

0

Telset.id – Bayangkan, suatu pagi Anda membeli iPhone terbaru, membuka kotaknya dengan penuh antusias, lalu menyadari bahwa tidak ada slot untuk kartu SIM fisik. Bagi sebagian pengguna di Amerika Serikat, hal ini sudah menjadi kenyataan sejak 2022. Kini, kabar terbaru mengindikasikan bahwa Apple akan memperluas kebijakan kontroversial ini ke pasar Eropa melalui iPhone 17 yang rencananya diluncurkan 9 September mendatang. Apakah langkah ini akan diterima dengan baik, atau justru memicu resistensi dari pengguna yang masih bergantung pada kartu SIM konvensional?

Transisi menuju eSIM sebenarnya bukan hal yang sepenuhnya baru. Apple telah memulai langkah ini dengan iPhone 14 di AS, menggantikan kartu fisik dengan versi digital yang dapat diaktifkan langsung melalui pengaturan ponsel. Namun, perluasan ke Eropa—dan potensinya ke wilayah lain—menandakan babak baru dalam evolusi teknologi seluler. Laporan dari MacRumor mengungkapkan bahwa karyawan Apple dan reseller di Eropa diwajibkan mengikuti pelatihan khusus tentang eSIM sebelum 5 September, sebuah indikasi kuat bahwa perubahan besar sedang dipersiapkan.

Bagi Apple, penghapusan slot SIM fisik bukan sekadar tren, melainkan bagian dari visi jangka panjang untuk menciptakan perangkat yang lebih ringkas, tahan lama, dan efisien. Dengan menghilangkan komponen fisik, perusahaan dapat mengalokasikan ruang internal untuk baterai yang lebih besar atau sistem pendingin yang lebih canggih. Bahkan, rumor tentang iPhone 17 Air dengan bodi sangat tipis semakin memperkuat alasan teknis di balik keputusan ini. Tapi, apakah semua pasar siap menerima transformasi ini?

Dunia dalam Dua Kubu: Antara Kemudahan dan Keterbatasan

Respons terhadap kebijakan eSIM-only terbelah menjadi dua kubu yang jelas. Di satu sisi, pengguna yang sering bepergian atau tinggal di wilayah dengan infrastruktur digital maju melihat eSIM sebagai solusi praktis. Mereka tidak perlu repot mengganti kartu fisik saat berpindah negara atau operator—cukup mengaktifkan layanan lewat pengaturan ponsel. Kemudahan ini sejalan dengan gaya hidup modern yang mengutamakan efisiensi dan mobilitas.

Namun, di kubu lain, banyak pengguna yang merasa kebijakan ini justru membatasi fleksibilitas. Tidak semua operator seluler di dunia mendukung eSIM secara penuh. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, jumlah penyedia layanan yang kompatibel masih terbatas. Budaya “gonta-ganti kartu” untuk mencari tarif terbaik atau menggunakan nomor berbeda untuk keperluan pribadi dan kerja masih sangat hidup. Bagi mereka, eSIM bisa menjadi penghalang daripada solusi.

Indonesia: Antara Tradisi dan Transformasi

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sebagai pasar dengan penetrasi smartphone yang tinggi, Indonesia masih sangat bergantung pada kartu SIM fisik. Mayoritas pengguna di sini terbiasa dengan kebiasaan mengganti kartu sesuai kebutuhan, baik untuk memanfaatkan promo operator tertentu maupun memisahkan nomor pribadi dan bisnis. Meskipun beberapa operator seperti Telkomsel sudah menyediakan layanan eSIM, adopsinya masih terbatas pada segmen tertentu.

Prosedur aktivasi eSIM yang mengharuskan pengunjungan ke gerai atau melalui proses digital yang rumit juga menjadi tantangan tersendiri. Bandingkan dengan kartu fisik yang bisa dibeli di mana saja, dipasang dalam hitungan detik, dan dipindahkan ke perangkat lain dengan mudah. Migrasi e-SIM Telkomsel memang sudah bisa dilakukan tanpa harus ke gerai, tetapi kesadaran dan minat masyarakat masih perlu ditingkatkan.

Jika Apple benar-benar menerapkan kebijakan eSIM-only untuk iPhone 17 di Eropa, bukan tidak mungkin langkah seratus akan menyusul di pasar lain, termasuk Asia. Namun, Apple dikenal sebagai perusahaan yang cermat dalam membaca karakteristik pasar. Mereka mungkin akan membuat pengecualian untuk wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya siap, seperti China yang masih mengandalkan varian dual-SIM fisik. Indonesia berpotensi masuk dalam kategori ini, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Masa Depan eSIM: Peluang dan Tantangan

Dari perspektif industri, penghapusan slot SIM fisik bisa menjadi katalis untuk mempercepat investasi dalam infrastruktur eSIM. Operator telekomunikasi didorong untuk beradaptasi dengan teknologi baru, sementara pengguna akhirnya akan menikmati manfaat seperti keamanan yang lebih baik (eSIM tidak bisa dicuri atau disalahgunakan secara fisik) dan kemudahan dalam mengelola multiple numbers.

Namun, transisi ini tidak akan berjalan mulus tanpa dukungan regulasi dan kesiapan infrastruktur. Pemerintah dan regulator telekomunikasi perlu memastikan bahwa migrasi ke eSIM tidak meninggalkan sebagian masyarakat yang masih nyaman dengan teknologi lama. Selain itu, isu privasi dan ketergantungan pada layanan digital juga perlu diperhatikan—bagaimana jika terjadi gangguan sistem atau akses yang terbatas?

Bagi Apple, keputusan untuk menghapus slot SIM fisik di iPhone 17 adalah sebuah taruhan. Jika berhasil, mereka akan memimpin tren global menuju perangkat yang lebih minimalis dan efisien. Jika gagal, backlash dari pengguna bisa memengaruhi penjualan dan citra merek. Semua mata kini tertuju pada acara peluncuran September mendatang, di mana Apple diharapkan memberikan kejelasan atas spekulasi yang beredar.

Sementara menunggu kepastian, tidak ada salahnya bagi pengguna di Indonesia untuk mulai membiasakan diri dengan teknologi eSIM. Siapa tahu, dalam beberapa tahun ke depan, kartu SIM fisik benar-benar menjadi bagian dari sejarah. Seperti halnya kamera tersembunyi iPhone yang dulu dianggap sebagai fitur premium, eSIM mungkin akan segera menjadi standar baru yang diterima secara luas.

Jadi, apakah Anda siap meninggalkan kartu SIM fisik? Atau justru berharap Apple mempertahankannya untuk pasar Indonesia? Bagaimanapun, perubahan tidak bisa dihindari—yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya dengan bijak dan adaptif. Jangan lupa, selalu backup data Anda secara rutin untuk mengantisipasi segala kemungkinan selama masa transisi teknologi.

Makna Mendalam Warna Pink dan Hijau yang Viral di Medsos

0

Telset.id – Pernahkah Anda melihat warna pink dan hijau mendominasi linimasa media sosial belakangan ini? Bukan sekadar tren warna biasa, kombinasi dua warna ini ternyata menyimpan makna mendalam sebagai simbol perjuangan dan solidaritas rakyat. Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat yang viral di berbagai platform digital telah mengubah persepsi kita tentang arti warna dalam konteks gerakan sosial.

Berdasarkan pantauan Telset, simbol warna ini muncul dalam berbagai bentuk unggahan visual, mulai dari poster digital hingga foto profil di media sosial. Yang menarik, kedua warna ini diberi nama “Brave Pink” dan “Hero Green” – sebutan yang mencerminkan transformasi makna dari sekadar warna menjadi simbol perjuangan. Awal mula kemunculannya dipicu oleh template tuntutan rakyat yang menyebar luas di media sosial dengan latar warna tersebut, menciptakan bahasa visual yang langsung dikenali oleh masyarakat.

Kombinasi pink dan hijau ini merupakan adopsi dari kampanye lanjutan Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat yang menyerukan transparansi, reformasi, dan empati. Meskipun belum ada penjelasan resmi mengenai siapa dalang di balik desain tersebut, dari sisi psikologis warna, pilihan ini digunakan sebagai bentuk ekspresi visual menyusul demonstrasi pada pekan sebelumnya. Seperti perkembangan teknologi yang terus berinovasi, gerakan sosial pun menemukan cara-cara baru untuk berkomunikasi.

Content image for article: Makna Mendalam Warna Pink dan Hijau yang Viral di Medsos

Brave Pink: Dari Kelembutan Menjadi Keberanian

Secara tradisional, warna pink sering diasosiasikan dengan kelembutan, kasih sayang, romansa, dan feminitas. Namun dalam konteks gerakan sosial ini, pink mengalami transformasi makna yang signifikan menjadi simbol keberanian dan keteguhan rakyat. Transformasi ini terlihat nyata dalam aksi demonstrasi 28 Agustus 2025, di mana seorang ibu dengan kerudung pink mencuri perhatian publik.

Ibu tersebut tidak hanya berani berdiri di garis terdepan menghadapi aparat, tetapi juga lantang berorasi dan melawan barikade polisi dengan bambu meskipun situasi sedang tegang dengan penggunaan gas air mata dan water cannon. Sosoknya yang viral di media sosial kemudian mengukuhkan kerudung pink yang digunakannya sebagai simbol keberanian – sebuah bukti bahwa makna warna bisa berevolusi sesuai konteks dan pengalaman kolektif.

Hero Green: Harapan dan Duka yang Menyatu

Warna hijau, yang biasanya diasosiasikan dengan kedamaian, keseimbangan, pertumbuhan, vitalitas, dan pembaruan, dalam konteks Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat mendapatkan dimensi makna yang lebih dalam. Hijau menjadi simbol harapan yang tak pernah padam dan tanda pembaruan yang didambakan. Namun, di balik makna positif tersebut, tersimpan kisah haru dan duka yang menyentuh hati.

Warna hijau ini menjadi lambang duka cita dan solidaritas yang kuat di antara para pengemudi ojek online (ojol) setelah insiden tragis yang menimpa salah satu rekan mereka, Affan Kurniawan, yang meninggal akibat dilindas mobil taktis Brimob pada 29 Agustus 2025. Jaket dan helm hijau yang merupakan identitas ojol, kini berubah menjadi simbol perjuangan sehari-hari rakyat kecil yang merasakan langsung dampak kebijakan yang diprotes. Hijau di poster-poster demonstrasi menjadi cara untuk menghormati mereka yang menjadi korban kekerasan, sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya empati dalam setiap kebijakan yang dibuat.

Kekuatan Bahasa Visual dalam Gerakan Sosial

Perpaduan warna pink dan hijau melahirkan bahasa visual yang kuat dan efektif dalam menyampaikan pesan perjuangan. Kombinasi ini menegaskan bahwa perjuangan sejati lahir dari perpaduan hati rakyat dan tenaga kolektif. Dalam era digital seperti sekarang, dimana media sosial menjadi alat penyampai pesan yang powerful, pemilihan warna dan simbol visual menjadi strategi komunikasi yang cerdas.

Sementara itu, gerakan sosial pun harus mampu membaca momentum dan memanfaatkan platform digital dengan optimal. Bahasa visual pink dan hijau ini berhasil menciptakan identitas yang mudah dikenali dan dipahami, transcending beyond words dan berbicara langsung kepada emosi masyarakat.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana gerakan sosial modern memanfaatkan elemen-elemen desain dan psikologi warna untuk membangun narasi yang kuat. Pink dan hijau tidak lagi sekadar warna, tetapi telah menjadi simbol resistensi, harapan, dan solidaritas yang mampu menyatukan berbagai elemen masyarakat dalam satu visi perubahan. Sebuah pelajaran berharga bahwa dalam era digital, perubahan bisa dimulai dari sesuatu yang sederhana seperti kombinasi warna, namun memiliki dampak yang luar biasa dalam membangun kesadaran kolektif.

Google Play Games Update: Profil Gaming Lebih Sosial dan Terbuka

0

Telset.id – Pernahkah Anda bertanya-tanya berapa jam yang telah dihabiskan teman Anda untuk bermain game mobile favorit mereka? Atau mungkin Anda ingin pamer achievement langka yang baru saja didapat? Google sepertinya membaca keinginan itu. Perusahaan raksasa teknologi tersebut sedang mempersiapkan pembaruan besar untuk aplikasi Play Games yang akan mengubah cara kita berbagi aktivitas gaming.

Mulai 23 September (1 Oktober untuk wilayah Uni Eropa dan Inggris), profil Play Games Anda tidak akan lagi menjadi ruang privat. Google memperkenalkan fitur statistik dan pencapaian yang dapat dilihat oleh pemain lain. Bayangkan seperti profil Steam yang sudah familiar, tetapi sekarang hadir di genggaman Anda. Yang menarik, Google juga menjanjikan fitur sosial baru, meski detailnya masih diselimuti kabut misteri.

Layaknya platform gaming modern lainnya, update ini memungkinkan pengguna melihat game apa yang dimainkan, durasi bermain, serta achievement yang berhasil dikumpulkan. Bahkan, Google memberikan opsi untuk mengimpor data historis aktivitas gaming Anda secara satu kali. Data ini diambil dari riwayat akun dan digunakan untuk mengisi statistik profil Play Games sejak awal.

Namun, jangan khawatir tentang privasi. Google menyatakan bahwa kontrol sepenuhnya ada di tangan pengguna. Anda bisa memilih untuk membuat profil bersifat publik atau privat. Jika memilih publik, orang lain dapat mengikuti dan melihat aktivitas gaming Anda. Sebaliknya, jika malu mengungkapkan berjam-jam menghabiskan waktu di game tertentu, opsi menyembunyikan profil juga tersedia.

Yang perlu diperhatikan, Google mengakui akan mengumpulkan data penggunaan untuk game yang telah diinstal atau dimainkan sebelumnya. Informasi tentang aktivitas dalam game mungkin dibagikan kepada developer. Namun, pengguna sudah dapat mengatur apakah data terkait gaming dikumpulkan melalui Activity Controls dalam pengaturan akun.

Bagi yang merasa tidak nyaman dengan fitur baru ini, Google memberikan kebebasan penuh untuk menghapus profil Play Games beserta semua data yang digunakan. Ini menunjukkan komitmen perusahaan terhadap privasi pengguna meski menghadirkan fitur sosial yang lebih terbuka.

Persaingan dengan Apple Games

Menariknya, pembaruan profil gaming Google ini muncul hampir bersamaan dengan rilis annual software update Apple yang akan menghadirkan aplikasi gaming baru bernama Games. Aplikasi ini akan menggantikan Game Center dan berperan sebagai hub gaming modern yang terinstal default di semua perangkat Mac, iPhone, dan iPad yang diperbarui.

Apple Games akan menawarkan leaderboards, layanan matchmaking, rekomendasi, dan berita tentang judul game baru. Mirip dengan penawaran Google, pengguna dapat melihat apa yang sedang dimainkan teman-teman mereka. Persaingan antara dua raksasa teknologi ini semakin memanaskan arena gaming mobile.

Dengan hadirnya fitur sosial yang lebih kuat di kedua platform, apakah ini pertanda bahwa gaming mobile akan semakin terintegrasi dengan kehidupan sosial digital kita? Atau justru menjadi concerns baru bagi para gamer yang lebih menyukai privasi?

Seperti perkembangan fitur replay di Valorant yang sedang dipersiapkan, atau pembaruan sistem yang terjadi di konsol seperti update PS5 dengan tema retro dan fitur audio baru, tren gaming memang semakin mengarah pada pengalaman yang lebih imersif dan terhubung.

Bahkan kejutan seperti Sony yang tiba-tiba merilis update PS3 di 2025 menunjukkan bahwa platform gaming terus berevolusi untuk memenuhi tuntutan zaman. Google Play Games update adalah bagian dari evolusi tersebut, membawa pengalaman gaming mobile lebih dekat dengan standar platform gaming established.

Pertanyaan besarnya: apakah Anda siap untuk dunia di mana aktivitas gaming menjadi lebih terbuka dan sosial? Atau Anda lebih memilih untuk tetap bermain dalam mode stealth? Pilihan ada di tangan Anda, dan kabar baiknya adalah Google memberikan kontrol penuh atas keputusan tersebut.

Satellite Messenger vs Smartphone: Kapan Harus Bawa Alat Penyelamat?

0

Pernahkah Anda merasa aman menjelajah alam liar hanya dengan mengandalkan smartphone di saku? Dengan fitur pelacakan lokasi, deteksi jatuh, dan peringatan darurat, ponsel pintar memang seolah menjadi penjaga pribadi yang selalu siap sedia. Namun, ketika petualangan membawa Anda jauh dari jangkauan menara seluler, ke medan ekstrem dan kondisi tak terduga, gadget canggih itu tiba-tiba berubah menjadi bongkahan logam tak berguna. Di sinilah satellite messenger muncul sebagai pahlawan tanpa tanda jasa—atau setidaknya, sebagai asuransi keselamatan yang tak ternilai.

Di era di mana teknologi seharusnya memudahkan segalanya, mengapa kita masih perlu membawa perangkat tambahan yang mahal dan merepotkan? Jawabannya sederhana: nyawa Anda tidak ada harganya. Meskipun smartphone telah dilengkapi dengan fitur SOS darurat melalui satelit pada model tertentu seperti iPhone 14 ke atas atau Pixel 9 series, kemampuan mereka masih terbatas. Mereka tidak menawarkan pelacakan langsung atau messaging dua arah ketika sinyal seluler benar-benar hilang. Lalu, kapan sebenarnya kita perlu menginvestasikan satellite messenger, dan kapan smartphone sudah cukup?

Mari kita telusuri lebih dalam, dengan bantuan para ahli yang telah membuktikan sendiri keandalan kedua alat ini di medan paling berbahaya sekalipun.

Ketika Smartphone Sudah Cukup Melindungi Anda

Bagi kebanyakan dari kita, smartphone sudah menjadi teman setia setiap kali melangkah ke luar rumah. Dan selama Anda tidak terlalu jauh dari peradaban, ponsel Anda mungkin sudah lebih dari cukup. Fay Manners, athlet The North Face dan pendaki gunung profesional asal Inggris, mengonfirmasi: “Smartphone menawarkan aplikasi pemetaan yang lebih kaya, komunikasi lebih cepat, dan kemudahan penggunaan yang sudah familiar. Mereka juga cukup untuk perjalanan singkat di mana kecil kemungkinan Anda meninggalkan zona cakupan.”

Harding Bush, mantan Navy SEAL dan Associate Director of Security di Global Rescue, menambahkan bahwa smartphone unggul ketika komunikasi suara atau pengiriman foto dibutuhkan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa beberapa perangkat satelit canggih seperti Garmin inReach kini sudah mendukung fitur serupa.

Untuk petualang casual yang hanya melakukan hiking sehari, lari trail, atau bersepeda dengan rute ramai dan sinyal stabil, smartphone adalah pilihan yang tepat. Bahkan, fitur darurat seperti Emergency SOS pada iPhone dan Apple Watch bisa menjadi penyelamat ketika terjadi kecelakaan atau Anda tidak responsif—meski dengan keterbatasan tertentu.

Mengapa Anda Perlu Satellite Messenger?

Jika petualangan Anda membawa ke tempat-tempat di mana kata “terpencil” masih kurang menggambarkan betapa isolasinya lokasi tersebut, satellite messenger bukan lagi sekadar aksesori—tapi kebutuhan mutlak. Manners berbagi pengalamannya: “Di Himalaya, misalnya, gunung, tebing, dan punggungan menghalangi sinyal antara ponsel saya dan menara terdekat. Di banyak daerah tinggi, menara tidak ada sama sekali karena terlalu sulit dibangun dan dirawat.”

Satellite messenger mengatasi semua keterbatasan itu dengan menghubungkan langsung ke satelit yang mengorbit Bumi, memungkinkan pengiriman pesan, berbagi lokasi, atau mengaktifkan SOS tidak peduli seberapa terisolirnya Anda. Perangkat ini menggunakan jaringan satelit Iridium dan Globalstar yang mengorbit rendah, dirancang khusus untuk konsumsi energi minimal dan latency rendah.

Kevin Stamps, Senior Manager Garmin Response, menekankan bahwa perangkat ini “dibuat untuk tujuan khusus”—dengan baterai yang tahan berhari-hari (beberapa hingga 200 jam), desain tahan banting tingkat militer, dan kemampuan bekerja di suhu sub-zero. Bandingkan dengan smartphone yang baterainya bisa mati seketika dalam suhu ekstrem.

Fitur seperti pelacakan real-time, messaging dua arah, navigasi offline, dan pembaruan cuaca membuat satellite messenger menjadi asuransi nyawa yang worth every penny. Tapi ingat, bahkan alat terbaik pun punya kelemahan: Anda masih perlu langit cerah, performa bisa terhambat di ngarai dalam atau hutan lebat, dan pengiriman pesan butuh waktu hingga 5 menit—tidak instan seperti WhatsApp.

Batasan dan Pertimbangan Biaya

Meski menyelamatkan nyawa, satellite messenger datang dengan harga yang tidak murah. Perangkatnya sendiri bisa mencapai ratusan dolar, ditambah biaya langganan bulanan sekitar $10-15 untuk mengaktifkan layanan keselamatan berbasis lokasi. Belum lagi jika Anda berpetualang ke luar negeri, mungkin perlu berlangganan layanan regional berbeda.

Namun, seperti dikatakan Melissa Fernandez, ultrarunner yang akan menjalani Ultra Gobi 400: “Daya tahan, keandalan, dan masa pakai baterai adalah yang paling kritis. Bobot dan ukuran juga penting. Jadi pikirkan matang-matang apa yang benar-benar Anda butuhkan, agar tidak membayar untuk fungsi yang tidak akan pernah digunakan.”

Di Indonesia, dimana infrastruktur telekomunikasi masih terus berkembang terutama di daerah terpencil, memiliki backup seperti satellite messenger bisa menjadi pembeda antara selamat dan terjebak. Terkadang, bahkan layanan pulsa darurat pun tidak cukup ketika benar-benar tidak ada sinyal.

Bagaimana Memutuskan: Perlukah Satellite Messenger?

Masih ragu apakah Anda perlu investasi pada satellite messenger? Para ahli punya tips sederhana. Manners menyarankan: “Tanyakan pada diri sendiri seberapa remote rencana perjalanan Anda, berapa lama Anda akan berada di luar, dan seberapa besar risiko yang nyaman Anda tanggung.”

Bush menambahkan: “Evaluasi cakupan seluler di tempat yang akan Anda kunjungi, berapa lama Anda akan tanpa sinyal, nilai risiko aktivitasnya, dan infrastruktur layanan darurat di area tersebut. Terakhir, bicara dengan orang yang pernah ke sana sebelumnya, dan tanyakan seberapa essential perangkat satelit tersebut.”

Dalam beberapa kasus, Anda bahkan tidak punya pilihan. Banyak tantangan terorganisir mewajibkan satellite messenger sebagai bagian dari perlengkapan wajib—seperti yang dialami Fernandez di Ultra Gobi 400.

Dukungan dari pemerintah dan operator telekomunikasi juga penting, seperti upaya pemulihan jaringan telekomunikasi pasca bencana yang menunjukkan betapa krusialnya komunikasi dalam situasi darurat. Bahkan dengan adanya kebijakan baru di bawah kepemimpinan Kominfo, kesadaran akan pentingnya komunikasi darurat terus ditingkatkan.

Jadi, sebelum Anda memasukkan satellite messenger ke dalam tas atau menganggap smartphone sudah cukup, pertimbangkan baik-baik: seberapa jauh Anda akan pergi, seberapa lama akan bertahan, dan seberapa siap Anda menghadapi worst-case scenario. Karena ketika semuanya berjalan salah di tempat yang tidak ada orang mendengar teriakan Anda, satellite messenger bukan lagi gadget mewah—tapi tali penyelamat yang mungkin satu-satunya harapan Anda.

Xiaomi 15T Bocor di Geekbench, Dimensity 8400 dan Android 15 Siap Guncang Pasar!

0

Telset.id – Jika Anda mengira Xiaomi hanya fokus pada seri flagship dengan chipset Snapdragon, pikirkan lagi. Bocoran terbaru dari Geekbench AI justru mengungkap kejutan tak terduga: Xiaomi 15T akan ditenagai MediaTek Dimensity 8400, bukan sekadar varian “lite” dari saudara Pro-nya. Ini bukan sekadar upgrade minor, tapi langkah strategis yang bisa mengubah peta persaingan smartphone mid-range secara global.

Bagaimana tidak? Setelah Xiaomi 15T Pro muncul dengan chipset Dimensity 9400+, kini giliran model regulernya yang menunjukkan taring. Muncul dengan kode model 25069PTEBG, perangkat ini mencetak skor mengesankan: 1.336 dan 1.356 poin dalam tes single-precision dan half-precision, plus 1.974 poin di benchmark terkuantisasi. Angka-angka ini bukan sekadar statistik—ini adalah janji performa yang nyaris menyamai flagship dengan harga lebih terjangkau.

Content image for article: Xiaomi 15T Bocor di Geekbench, Dimensity 8400 dan Android 15 Siap Guncang Pasar!

Yang paling menarik, konfigurasi chipsetnya persis sesuai blueprint Dimensity 8400: satu core prime 3.25GHz, tiga core performa 3.00GHz, dan empat core efisiensi 2.10GHz. Kombinasi ini dirancang untuk menyeimbangkan daya dan efisiensi, cocok untuk pengguna yang menginginkan performa mulus tanpa harus mengorbankan baterai seharian penuh.

Xiaomi 15T tampil di Geekbench dengan chipset MediaTek Dimensity 8400

Lebih dari Sekadar Chipset: Spesifikasi yang Bikin Penasaran

Tapi jangan salah, Xiaomi 15T bukan cuma mengandalkan prosesor. Bocoran juga mengonfirmasi bahwa ponsel ini akan menjalankan Android 15 out-of-the-box, dilengkapi RAM 12GB. Bagi Anda yang sering multitasking atau gemar main game berat, konfigurasi ini jelas jadi kabar gembira.

Dan itu belum semuanya. Kabar burung menyebutkan baterainya bakal berkapasitas 5.500mAh dengan dukungan fast charging 67W. Bayangkan: isi ulang dari kosong ke penuh dalam hitungan menit, lalu bisa dipakai seharian tanpa khawatir kehabisan daya. Untuk segmen harga menengah, fitur seperti ini biasanya jadi “jualan” utama—dan Xiaomi paham betul bagaimana memanjakan penggunanya.

Di sektor kamera, Xiaomi 15T diprediksi membawa triple setup: 50MP utama, 13MP ultrawide, dan 50MP telephoto. Untuk selfie, ada sensor 32MP di bagian depan. Kombinasi yang cukup solid untuk kelasnya, apalagi jika Xiaomi menyertakan optimasi software yang baik. Desainnya sendiri disebutkan akan menggunakan frame plastik dengan rating IP69—level perlindungan tertinggi terhadap debu dan air. Jadi, Anda tak perlu cemas saat kehujanan atau tanpa sengaja menumpahkan minuman.

Harga yang Bersaing, Strategi yang Cerdik

Dari segi harga, Xiaomi 15T diprediksi dibanderol mulai EUR 649 (sekitar Rp 6,6 juta) untuk varian 12GB + 256GB. Sementara Xiaomi 15T Pro disebutkan akan dijual seharga EUR 799 (Rp 8,1 juta) untuk konfigurasi serupa, dan EUR 899 (Rp 9,2 juta) untuk versi 16GB + 512GB. Keduanya akan hadir dalam pilihan warna hitam, abu-abu, dan emas.

Strategi pricing semacam ini menunjukkan betapa Xiaomi serius menargetkan segmen mid-range hingga upper mid-range. Dengan menawarkan spesifikasi hampir flagship di harga yang lebih terjangkau, mereka berpotensi merebut pangsa pasar dari pesaing seperti Samsung Galaxy A series atau bahkan iPhone SE.

Lalu, kapan kedua model ini resmi diluncurkan? Meski belum ada pengumuman resmi, kemunculan mereka di Geekbench mengindikasikan bahwa peluncuran global mungkin tak lama lagi. Biasanya, setelah muncul di platform benchmarking, produk sudah memasuki tahap final testing sebelum rilis.

Jadi, apakah Xiaomi 15T layak ditunggu? Jika bocoran ini akurat—dan berdasarkan track record Xiaomi, biasanya iya—maka ponsel ini berpotensi menjadi salah satu yang terbaik di kelasnya. Dengan kombinasi chipset tangguh, baterai besar, dan kamera serba bisa, ia siap memenuhi kebutuhan pengguna yang menginginkan performa tinggi tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

Sementara menunggu kehadiran resminya, tak ada salahnya menyimak perkembangan produk Xiaomi lainnya seperti Xiaomi Mix Flip 2 yang rencananya rilis Juni 2025 atau jam tangan Watch S4 edisi spesial 15 tahun. Siapa tahu, salah satunya bisa jadi pasangan ideal untuk Xiaomi 15T nanti.