Telset.id, Jakarta – Kasus ini bisa menjadi pelajaran untuk siapa saja, agar bisa lebih bijak memberikan anak bermain smartphone. Seorang anak perempuan berusia 2 tahun terkena rabun jauh parah akibat terlalu lama menatap layar smartphone.
Dilansir Telset.id dari AsiaOne pada Selasa (11/06/2019) bocah bernama Xiao Man asal Jiangsu China sudah kecanduan smartphone sejak berumur 1 tahun. Awalnya orangtua Xiao Man selalu memberikan smartphone kepadanya agar diam.
Namun kelamaan Xiao Man semakin kencanduan smartphone dan sering melakukan streaming video selama berjam-jam. Suatu saat, orangtuanya melihat ada keanehan muncul pada anaknya.
Dikatakan, Xiao Man mulai terlihat sering mengerutkan kening dan menyipitkan mata ketika menonton konten video di smartphone. Bahkan gadis tersebut sering menggosokan matanya ketika menyaksikan video.
{Baca juga: Catat! Ini Pedoman WHO Soal Pemakaian Gadget untuk Anak-anak}
Orangtua Xiao Man membawa puterinya ke dokter. Hasilnya Xiao Man didiaognosis menderita rabun jauh atau miopia parah hingga 900 derajat. Dokter memberi tahu keluarga bahwa kondisinya tidak dapat dipulihkan, dan penglihatannya bisa bertambah buruk saat tumbuh dewasa.
Menurut dokter kasus ini disebabkan penggunaan perangkat elektronik yang terlalu lama dan prematur. Dokter pun menyarankan para orang tua dari anak-anak kecil untuk membatasi penggunaan smartphone atau tablet mereka.
Anak-anak di bawah usia 3 tahun tidak boleh menggunakannya, sementara anak-anak berusia antara 3 dan 6 tahun hanya boleh mendapatkan waktu layar hingga 30 menit setiap hari. Memang tak dapat dipungkiri jika smartphone atau gadget bisa memberikan dampak buruk bagi anak-anak.
{Baca juga: Main Gadget Malam Hari Bikin Anak-anak Susah Tidur}
Sebelumnya ditemukan fakta bahwa anak-anak yang main gadget dalam keadaan gelap sebelum tidur, akan memiliki kualitas tidur yang kurang daripada menggunakan gadget di ruangan yang terang.
Penelitian ini dilakukan oleh Imperial College London, University of Lincoln, dan Birkbeck University of London dan Inggris, bersama dengan Swiss Tropical and Public Health Institute dan Swiss. [BA/HBS]
Sumber: AsiaOne