Telset.id, Jakarta – Smartfren manjadi salah satu operator CDMA di Indonesia yang menggelar layanan 4G Long Term Evolution (LTE). Namun alih-alih menambah jumlah pelanggannya, Smartfren justru mengalami kesulitan memigrasi pelanggannya ke 4G. Akibatnya, jumlah pelanggan Smartfren menjadi stagnan.
Smartfren selama ini lebih dikenal sebagai operator yang menggelar layanannya dengan jaringan Code Division Multiple Access (CDMA). Migrasi pelanggan dari CDMA ke 4G LTE disebut sebagai penyebab jumlah pelanggan Smartfren mengalami stagnan dalam beberapa tahun terakhir.
“Migrasi pelanggan dari CDMA ke 4G LTE itu tidak gampang, karena selama ini pelanggan kita terbiasa menggunakan voice (suara) dan SMS,” ujar Direktur Smartfren, Roberto Saputra di sela acara Selular Congress 2016 di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (25/5/2016) lalu.
Saat ini jumlah pelanggan Smartfren masih berada pada kisaran 12 juta pengguna. Sementara untuk jumlah pelanggan 4G, anak usaha Sinarmas Group ini memiliki sekitar 1,4 juta pelanggan.
Roberto mengungkapkan, bahwa 12 juta pelanggan tersebut memberikan kontribusi kepada perusahaan dari sisi Average Revenue Per Unit (ARPU) rata-rata mencapai Rp 30 ribu. Angka itu merupakan gabungan dari SMS, voice, dan data.
“ARPU gabungan dari SMS, voice dan Data rata-rata Rp 30 ribu. Sedangkan ARPU dari pelanggan 4G bisa mencapai Rp150 ribu,” ungkapnya.
Roberto menyebutkan telah menggandeng produsen smartphone lain dengan Open Market Handset (OMH), sebagai upaya mereka mendongkrak jumlah pelanggannya yang masih terpaku di angka 12 juta.
Yang dimaksud OMH adalah pelanggan Smartfren yang menggunakan handset di luar Andromax, seperti Lenovo, Hisense, dan Samsung. Tapi, merek ponsel tersebut harus mendukung jaringan pada frekuensi 850 MHz dan 2300 MHz.
Hingga awal tahun 2016, Smartfren telah menggelar layanan 4G di 85 kota/kabupaten. Smartfren menargetkan dapat meningkatkan jumlahnya menjadi dua kali lipat hingga akhir tahun ini.[HBS]