Telset.id, Jakarta – Baru-baru ini Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika), Budie Arie mengungkapkan pelaku yang diduga melakukan peretasan server PDN beberapa waktu lalu. Lantas siapa pelakunya?
Budie Arie juga menegaskan bahwa kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN) di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan serangan serupa yang dialami oleh Arab Saudi dan Iran.
Menurut Budie Arie, Pemerintah Indonesia saat ini telah mengidentifikasi pelaku peretasan server PDN tersebut sebagai non-state actor atau aktor non-negara.
BACA JUGA:
- ITSEC Asia Ungkap Cara Mencegah Serangan Ransomware
- Pusat Data Nasional Diserang Virus Ransomware, Hacker Tuntut Rp 131 Miliar
Dalam wawancara khusus dengan Majalah Tempo edisi 1 Juli 2024, Menkominfo Budi Arie menegaskan bahwa insiden ini bukan merupakan konflik antarnegara.
“Ciri-ciri yang kami identifikasi dalam serangan ransomware ini mengarah pada non-state actor,” kata Budi Arie pada 26 Juni 2024. Namun, ia tidak mengungkapkan secara spesifik siapa pelaku peretasan tersebut.
Peretasan terhadap PDN, yang dikelola oleh Kemenkominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terjadi sejak 20 Juni 2024. Serangan tersebut menggunakan ransomware LockBit 3.0, sebuah jenis malware yang menyandera data dengan meminta tebusan.
Pelaku peretasan menuntut uang tebusan sebesar USD 8 juta atau sekitar Rp 131,2 miliar kepada pemerintah Indonesia. Namun, pemerintah menolak untuk membayar tebusan tersebut.
Pusat Data Nasional mengelola data dari 73 kementerian lembaga serta ratusan data milik pemerintah daerah. Insiden ini mengundang kritik terhadap Kominfo dan BSSN yang dinilai gagal melindungi objek vital dan strategis negara.
Menkominfo Budi Arie menyebutkan bahwa pelaku peretasan bisa berasal dari luar negeri atau dalam negeri. “(Pelakunya) bisa dari luar negeri bisa dari dalam negeri. Semua konspirasi dan teori bisa keluar,” ujarnya. Namun, hingga kini, identitas pasti pelaku masih belum terungkap.
Sebagai langkah pencegahan ke depan, pemerintah berencana membangun Pusat Data Nasional di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa di Batam mulai awal 2025. Upaya ini diharapkan dapat memperkuat keamanan data nasional dan menghindari insiden serupa di masa mendatang.
Kasus peretasan ini menjadi pengingat pentingnya keamanan siber dalam menjaga data vital negara. Pemerintah terus berupaya memperkuat infrastruktur keamanan siber untuk melindungi data dari ancaman yang semakin kompleks dan beragam.
BACA JUGA:
- Hacker Ransomware LockBit Sebar Data BSI ke Dark Web
- Geng Hacker LockBit Mengaku Curi 1,5 TB Data Bank BSI
Peretasan Pusat Data Nasional oleh non-state actor ini pun menunjukkan tantangan besar dalam menjaga keamanan siber di era digital. Dengan upaya peningkatan keamanan dan rencana pembangunan pusat data baru, diharapkan insiden seperti ini tidak terulang dan data strategis negara tetap terlindungi dengan baik. [FY/IF]