Telset.id, Jakarta – Komisi Anak Inggris meminta kepada perusahaan-perusahaan media sosial untuk lebih bertanggung jawab terhadap pengguna anak. Hal ini dikarenakan anak-anak berisiko memiliki tingkah laku berlebihan, saat mereka ingin mendapatkan simpati atau perhatian di media sosial.
Menurut Komisioner Komisi Anak Inggris, Anne Longfield, bahwa media sosial telah memaparkan anak-anak kepada risiko signifikan secara emosional. Risiko ini dinilai berbahaya, terutama mereka yang ada di fase transisi seperti anak SMP hingga ke SMA.
Lebih lanjut Anne menilai bahwa anak yang memasuki usia tujuh tahun, memiliki tingkat pendidikan yang kurang kompeten untuk dapat menghadapi tuntutan mendadak dari media sosial.
Itu sebabnya, seperti dilaporkan Telegraph, dia meminta sekolah dan perusahaan media sosial lebih aktif dalam mempersiapkan anak-anak secara emosional, agar mereka tidak terlalu terpengaruh dengan muatan negatif yang ada di dalam media sosial.
[Baca juga: Machine Learning akan Jadi Teknologi Terpenting Setelah Internet]
Dalam laporan berjudul Life in Likes yang dirilis Komisi Anak Inggris menyebutkan bahwa anak-anak lebih cepat mengkhawatirkan citra mereka di dunia maya saat memasuki usia remaja. Hal ini terungkap, saat mereka melakukan penelitian dari sekelompok grup beranggotakan 32 anak dengan rentang usia delapan hingga 12 tahun.
Dalam penelitian ini juga mengungkapkan bahwa Snapchat, Instagram, Musical.ly, dan WhatsApp sebagai platform media sosial terpopuler dikalangan tersebut. Akan tetapi, penelitian ini juga mengungkap sisi positif dan sisi negatif dari penggunaan media sosial tersebut.
Di sisi lain, anak-anak di rentang usia delapan hingga 10 tahun yang ikut dalam penelitian ini dilaporkan menggunakan media sosial untuk bermain game, mengasah kreativitas, dan menemukan hal baru terkait dunia. Namun sayang, ketika mereka beranjak sedikit dewasa, penggunaan media sosial pun ikut bergeser.
Kini, mereka lebih terpusat di sekitar tekanan sosial yang secara konstan terkait dan terhubung dengan anak-anak, dan diterjemahkan sebagai ekspektasi penting dari pertemanan mereka, dan dinilai menjadi permasalahan jika respon yang diperoleh kurang.
Sejumlah anak pada usia pendidikan kelas tujuh menggambarkan penerimaan notifikasi dari berbagai media sosial, terutama dalam jumlah banyak, mengganggu mereka. Selain itu, hal tersebut juga menyita waktu dan merepotkan untuk dikelola.
Di sisi lain, sejumlah anak lain menjelaskan bahwa efek negatif penggunaan media sosial milik orang tua mereka, mengeluhkan terkait foto memalukan yang dibagikan di dunia maya tanpa seizin mereka.
Selain itu, Komis Anak juga mengkhawatirkan paparan informasi kurang pantas, saat anak-anak menggunakan akun orang tua mereka.
[Baca juga: Jangan Pernah Buka Video di Facebook Messenger, Kenapa?]
Melihat hal tersebut, Anne mengatakan bahwa pembatasan usia pengguna dari 13 tahun kebawah yang diterapkan perusahaan media sosial dinilai masih kurang cukup untuk menghentikan anak di bawah umur untuk menggunakan media sosial.
Dia meminta sekolah dan orang tua untuk mempersiapkan anak-anak terkait perubahan di ranah media sosial, hingga tingkat pendidikan yang lebih tinggi, semisal sekolah dasar.
Anne juga memperingatkan jika tindakan tersebut tidak dilakukan, maka satu generasi dikhawatirkan akan tumbuh dengan tingkah laku berlebihan demi mendapatkan simpati pengguna media sosial.
Terakhir, Anne berharap pihak terkait untuk lebih memperkuat literasi digital, serta pendidikan pertahanan secara online untuk pelajar kelas enam dan kelas tujuh, sehingga dapat memahami sisi emosional dari media sosial. [NC/HBS]