Kolaborasi Duolingo dan Tokopedia: Strategi Marketing yang Cerdas

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Bayangkan sebuah aplikasi belajar bahasa yang selama ini dikenal dengan burung hantu hijau galaknya tiba-tiba mengambil alih akun media sosial platform e-commerce terbesar di Indonesia. Atau sebaliknya, maskot e-commerce yang ceria muncul di akun aplikasi bahasa untuk mengklarifikasi bahwa dirinya “tidak mengajar bahasa.” Inilah yang terjadi ketika Duolingo dan Tokopedia memutuskan untuk berkolaborasi dalam sebuah aksi marketing yang tidak hanya viral, tetapi juga penuh makna strategis.

Kolaborasi ini bukanlah kebetulan. Ia adalah buah dari observasi mendalam terhadap budaya digital Indonesia, di mana kedua brand ini telah lama hidup dalam kesadaran kolektif netizen melalui meme, komentar, dan konten buatan pengguna. Duo dan Toped, dua burung hantu hijau dengan karakter berbeda, telah menjadi ikon yang lebih dari sekadar maskot—mereka adalah persona digital yang diakrabi, dikomentari, dan bahkan dijadikan bahan lelucon. Kolaborasi ini memanfaatkan kedekatan emosional tersebut dengan cerdas, mengubahnya menjadi momentum branding yang powerful.

Strategi mereka dimulai dengan kejutan di TikTok, platform di mana keduanya memiliki engagement tinggi. Dengan menukar identitas selama satu hari penuh, mereka menciptakan kebingungan yang disengaja—sebuah kebingungan yang justru disambut antusias oleh warganet. Bio akun yang diubah dengan sentuhan jenak semakin melengkapi narasi ini, menunjukkan bahwa kedua brand tidak hanya memahami mediumnya, tetapi juga selera humor audiensnya. Pendekatan ini jauh lebih efektif daripada sekadar mengumumkan kerja sama melalui siaran pers formal; ia membangun keterlibatan (engagement) sebelum bahkan menjelaskan apa sebenarnya kolaborasi ini.

Dari Digital ke Fisik: Billboards yang “Meluruskan Identitas”

Jika Anda kebetulan melintas di pusat Jakarta awal November ini, Anda mungkin melihat dua billboard berdampingan yang seolah-olah sedang “berdebat” secara visual. Di satu sisi, Tokopedia menegaskan dirinya sebagai platform e-commerce dengan promo terbaik. Di sisi lain, Duolingo menampilkan dirinya sebagai aplikasi belajar bahasa yang seru. Pendekatan offline ini tidak hanya memperkuat pesan digital, tetapi juga menunjukkan komitmen kedua brand untuk menjangkau audiens di berbagai titik kontak. Ini adalah contoh bagus bagaimana aktivasi marketing dapat terintegrasi antara dunia online dan offline, menciptakan pengalaman brand yang kohesif.

Bagi Duolingo, kolaborasi ini juga menjadi pintu masuk untuk meluncurkan toko merchandise resmi pertamanya di Asia Tenggara melalui Tokopedia—sebuah langkah strategis yang menandakan betapa pentingnya pasar Indonesia bagi mereka. Seperti yang diungkapkan Irene Tong, SEA Marketing Lead Duolingo, ini bukan sekadar tentang menjual merchandise, tetapi tentang membawa karakter-karakter ikonik seperti Duo, Lily, dan Zari lebih dekat dengan audiens lokal. Dalam dunia di mana aplikasi belajar bahasa pemrograman untuk anak-anak pun mulai bermunculan, pendekatan human-centric seperti ini menjadi pembeda yang signifikan.

Merangkul K-Fandom: Dance Battle yang Menggebrak

Siapa sangka bahwa dua burung hantu hijau bisa menari mengikuti irama K-Pop? Pada 2 November 2025, Duo dan Toped menghadirkan K-Pop dance battle di sekitar Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta—sebuah lokasi yang sarat dengan makna budaya pop. Aktivasi ini bukanlah sekadar atraksi; ia adalah pengakuan terhadap besarnya pengaruh K-Pop di Indonesia dan bagaimana kedua brand ini telah lama terlibat dengan budaya tersebut. Duolingo melalui kampanye sosialnya dengan grup K-Pop, dan Tokopedia melalui dukungannya pada konser dan acara musik.

Dengan menyelenggarakan dance battle, mereka tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga memicu gelombang konten buatan pengguna di media sosial. Ini adalah strategi yang cerdas: alih-alih hanya menjadi sponsor, mereka menjadi bagian dari budaya itu sendiri. Pendekatan serupa bisa dilihat dalam inisiatif Kemkomdigi yang merayakan HUT dengan edukasi bahasa isyarat, di mana engagement dibangun melalui partisipasi aktif dalam isu yang relevan dengan masyarakat.

Jonathan Theon Locanawan dari Tokopedia menegaskan bahwa kolaborasi ini mencerminkan keyakinan mereka bahwa inovasi dan kemitraan dapat menciptakan dampak bermakna. Dan memang, dalam industri yang sering kali terjebak dalam transaksi semata, kolaborasi Duolingo dan Tokopedia mengingatkan kita bahwa marketing yang paling efektif adalah yang membangun cerita, bukan hanya menawarkan produk. Seperti halnya RollerCoaster Tycoon yang legendaris karena ditulis dalam bahasa assembly, keaslian dan kedalaman strategi sering kali berbicara lebih keras daripada sekadar kemasan.

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari kolaborasi ini? Pertama, bahwa pemahaman mendalam terhadap budaya digital lokal adalah kunci. Kedua, bahwa humor dan kejutan bisa menjadi alat yang powerful untuk membangun engagement. Dan ketiga, bahwa kolaborasi antara brand yang tampaknya berbeda justru bisa menghasilkan sinergi yang lebih kuat daripada yang serupa. Duolingo dan Tokopedia tidak hanya berhasil menarik perhatian; mereka berhasil menciptakan momen yang akan dikenang—sebuah capaian yang tidak semua kampanye marketing bisa raih.

TINGGALKAN KOMENTAR
Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI