Telset.id, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berusaha agar peraturan mengenai regulasi IMEI bisa selesai pada tahun 2019 ini.
Menurut Direktur Penataan Sumber Daya Dirjen SDPPI Denny Setiawan, pihaknya akan menyelesaikan regulasi tersebut tahun ini atau sebelum akhir masa jabatan Menkominfo Rudiantara.
“Proses regulasi ini tetap kita usahakan dan mudah-mudahan dalam masa waktu chief (Rudiantara) ini,” ucap Denny di Balai Kartini, Kamis (17/01/2019).
Menurut Denny, saat ini pihaknya masih berdiskusi dengan pihak Kementerian Perindustrian dan operator agar implementasinya bisa berjalan dengan lancar.
“Kami selain kerja sama dengan Kementerian Perindustrian, juga diskusi dengan teman-teman operator, bagaimana implementasi supaya jangan sampai merugikan pelanggan,” imbuh Denny.
{Baca juga: Terpengaruh Ponsel BM, Erajaya: Regulasi IMEI Harus Ditetapkan}
Lebih lanjut Denny menjelaskan, jika regulasi IMEI ditetapkan maka ponsel yang tidak terdaftar International Mobile Station Equipment Identity (IMEI) tidak bisa digunakan.
“Nanti ujung-ujungnya kalau tidak ada IMEI, terutama untuk ponsel baru, maka ya tidak bisa digunakan,” tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Hasan Aula juga turut berkomentar terkait regulasi tersebut. Ia berharap pemerintah segera menyelesaikan regulasi tersebut karena bisa memberi dampak positif bagi industri telekomunikasi.
“Jadi dari asosiasi ponsel mengharapkan pemerintah benar-benar serius menerapkan IMEI control, karena ini akan membantu sekali bagi pelaku industri,” ucapnya.
{Baca juga: Bos XL Akui Sulit Terapkan Regulasi IMEI di Indonesia}
Salah satu dampak dari penerapan regulasi IMEI adalah maraknya peredaran ponsel BM (Black Market) atau ponsel yang berstatus ilegal.
Regulasi IMEI diyakini bisa mencegah peredaran ponsel BM, yang membuat harga tidak stabil. “Kalau barang ilegal ini tidak dicegah, konsekuensinya luar biasa. Harga akan menjadi tidak stabil karena barang tersebut dijual dengan harga murah, karena tidak comply dengan pajak,” ucap Hasan.
“Kepercayaan konsumer kepada brand juga terganggu. Akhirnya dia bisa beli barang dengan gampang tapi masuknya dengan cara yang tidak jelas,” pungkasnya. [NM/IF]