Sel Induk Bisa “Hidupkan” Badak Malaysia yang Punah

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta  – Sel induk bisa memberi harapan untuk “menghidupkan” badak Malaysia yang punah. Beberapa sampel kulit, telur, dan jaringan adalah sisa dari badak terakhir Malaysia, Iman, yang mati pada November 2019 lalu.

Iman badak Malaysia sempat bertahun-tahun gagal berkembang biak. Sekarang, dilansir New York Post, para ilmuwan menggantungkan harapan kepada teknologi sel induk eksperimental untuk mengembalikan varian badak Sumatera Malaysia.

“Kami memanfaatkan sel milik Iman dan dua badak mati lainnya. Saya sangat yakin dengan eksperimen ini,” terang ahli biologi molekuler Muhammad Lokman Md Isa di laboratorium Universitas Islam Internasional Malaysia.

Badak terkecil di dunia, spesies Sumatera, dinyatakan punah di alam liar di Malaysia pada 2015. Setelah berkeliaran di Asia, perburuan dan penebangan hutan mengurangi jumlahnya menjadi hanya 80 di negara tetangga Indonesia.

Dikutip Telset.id, Minggu (16/8/2020), Badak Malaysia yang telah berumur 25 tahun akhirnya meninggal di cagar alam di pulau Kalimantan setelah kehilangan banyak darah gara-gara tumor rahim dalam waktu enam bulan, setelah kematian badak jantan terakhir Malaysia, Tam.

Upaya untuk membuat keduanya berkembang biak tidak berhasil. “Ia setara dengan pria berusia 70 tahun. Anda jangan berharap spermanya bagus,” kata John Payne dari Borneo Rhino Alliance, yang aktif dalam penyelamatan badak Malaysia.

“Jelas sekali untuk meningkatkan peluang keberhasilan, seseorang harus mendapatkan sperma dan telur dari badak di Indonesia. Kendati demikian, sampai hari ini, Indonesia belum tertarik dengan penelitian semacam ini,” sambungnya.

Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia membantah tuduhan persaingan lintas batas sebagai alasan badak Malaysia punah. Mereka menegaskan, hubungan diplomatik mengharuskan pelaksanaannya sesuai regulasi setiap negara.

Sebelumnya, para ilmuwan telah menggunakan sel induk embrionik manusia untuk membuat model penelitian mirip embrio. Tujuannya untuk membantu mereka mempelajari beberapa tahap awal perkembangan manusia.

Menggunakan embrio untuk penelitian sendiri disebut-sebut akan memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari periode perkembangan manusia yang dikenal sebagai “kotak hitam”. Hal ini diklaim belum pernah diamati langsung sebelumnya.

“Model kami menghasilkan bagian dari cetak biru manusia,” kata Alfonso Martinez-Arias, profesor di Universitas Cambridge Inggris yang memimpin proyek tersebut, seperti dikutip Telset.id dari New York Post, Jumat (13/6).

{Baca juga: Ilmuwan Bikin Model Penelitian Embrio dari Sel Induk Manusia}

Sangat menarik untuk menyaksikan proses perkembangan yang sampai sekarang tersembunyi. Harapannya, pemahaman proses itu dapat mengungkap penyebab cacat lahir manusia dan penyakit untuk pengembangan tes.

Cetak biru suatu organisme muncul melalui proses yang dikenal dengan “gastrulasi”, yang pada manusia dimulai sekira dua minggu menuju perkembangan. Gastrulasi disebut sebagai periode ‘kotak hitam’ perkembangan manusia.

Kenapa? Sebab, pembatasan hukum mencegah kultur embrio manusia di laboratorium setelah hari ke-14. Para ahli yang tidak terlibat langsung dalam proyek menyebutnya sebagai langkah penting menuju pendalaman pemahaman. [SN/HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI