Telset.id, Jakarta – Apa penyebab gempa Turki dan Suriah sehingga bisa menimbulkan kerusakan dahsyat dan memakan belasan ribu korban jiwa?
Penyebab gempa Turki sudah diketahui, yakni retakan 100 kilometer di lempeng tektonik Anatolia dan Arab. Tapi, para ahli menganalisis lebih lanjut.
Sampai Kamis (9/2/2023) malam, seperti Telset kutip dari Live Science, lebih dari 12.000 orang tewas dan puluhan ribu lain terluka gara-gara gempa itu.
BACA JUGA:
- Seberapa Mungkin Gempa Dahsyat Bakal Terjadi?
- Bagaimana Alam Semesta Terbentuk? Begini Kata Fisikawan
Gempa berkekuatan 7,8 SR pada Senin (6/2/2023) pagi waktu setempat tersebut terjadi di dekat kota Nurdağı, di Turki selatan, merobohkan bangunan.
Di tengah upaya pencarian dan penyelamatan, beberapa gempa susulan menambah kehancuran. Korban tewas terus bertambah hingga belasan ribu.
Gempa itu termasuk yang paling mematikan sejak peristiwa Tohoku 2011 di Jepang, yang memicu tsunami dan menewaskan hampir 20.000 orang.
Sejauh ini, jumlah korban meninggal dunia karena gempa Nurdağı adalah yang paling mematikan ketiga di Turki dalam kurun waktu seabad terakhir.
Gempa Izmit pada 1999 menewaskan lebih dari 17.000 orang, sedangkan gempa Erzincan pada 1939 silam memakan korban jiwa hampir 33.000 orang.
Kenapa gempa di Turki berpotensi begitu mematikan? Jawabannya, karena Turki terletak di lempeng tektonik rumit, tanah lunak, dan konstruksi tidak rata.
Turki tenggara dan Suriah barat laut rentan terhadap aktivitas seismik yang berbahaya lantaran terletak di persimpangan tiga lempeng tektonik besar.
Ketiganya adalah Afrika, Anatolia, dan Arab. Tumbukan dan benturan tiga lempeng tektonik besar tersebut mengakibatkan gempa bumi berskala dahsyat.
Gempa pada Senin lalu kemungkinan berasal dari Patahan Anatolia Timur, di mana bagian lempeng Arab dan Anatolia dapat terkunci bersama oleh gesekan.
Setelah beberapa dekade perlahan-lahan menarik diri ke arah berlawanan, ketegangan terkumpul di antara dua lempeng sehingga titik kontak terkoyak.
Gerakan itu menarik lempeng secara tiba-tiba dan secara horizontal melewati satu sama lain dan melepaskan energi dalam bentuk dari gelombang seismik.
Beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa penekanan patahan mungkin terjadi selama berabad-abad. Seperti kata asisten profesor tamu ilmu Bumi dan atmosfer.
“GPS menunjukkan bahwa melintasi Patahan Anatolia Timur, blok bergerak 15 milimeter per tahun relatif satu sama lain. Gerakan meregangkan kerak melintasi patahan,” kata Judith Hubbard, yang berasal dari Universitas Cornell.
“Gempa berkekuatan 7,8 SR mungkin tergelincir rata-rata lima meter. Gempa di Turki dan Suriah mengejar sekitar 300 tahun peregangan lambat,” tambahnya.
Setelah patahan pecah, dampak bencana gempa diperbesar oleh beberapa faktor. Sesar Anatolia Timur mengular di bawah wilayah dengan penduduk padat.
Gempa di Turki dan Suriah dangkal, hanya 18 kilometer di bawah permukaan. Energi gelombang seismik gempa tidak banyak menghilang sebelum mengguncang.
Tatkala gedung-gedung berguncang, tanah sedimen lunak membuat guncangan lebih keras dan runtuh daripada jika fondasinya bertumpu di bebatuan dasar.
BACA JUGA:
- Bisakah Black Hole Melakukan Perjalanan Waktu?
- Kenapa Petir Berpola Zigzag? Begini Penjelasan Fisikawan
Alasan lain mengapa gempa tersebut begitu mematikan adalah keutuhan bangunan dan waktu terjadinya pada dini hari saat sebagian besar orang tertidur.
Mereka memiliki sedikit kesempatan untuk melarikan diri. “Sulit untuk menyaksikan tragedi ini terungkap, terutama karena kita sudah lama mengetahui bahwa bangunan di wilayah tersebut tidak dirancang untuk tahan gempa,” kata David Wald, ilmuwan di US Geological Survey.
“Gempa sebesar itu berpotensi merusak di mana pun di dunia. Tetapi, memang banyak struktur di wilayah Turki dan Suriah sangat rentan,” sambungnya. [SN/HBS]