Telset.id, Jakarta – Peneliti dari Case Western Reserve dan Emory berhasil mengembangkan virus untuk melawan kanker metastatik, dengan cara memodifikasi adenovirus manusia untuk versi yang lebih “tersembunyi”.
Saat ini, satu cara untuk menyembuhkan kanker adalah dengan mencoba meledakkan sel menggunakan “racun” melalui kemoterapi. Namun, ada kelemahan dari metode tersebut.
{Baca juga: Peneliti Harvard Temukan Obat Pembunuh Kanker Agresif}
Dengan cara kemoterapi, sel-sel sehat pasien dihancurkan. Itulah kenapa kemoterapi biasanya memiliki efek samping yang merugikan, terutama jika kanker telah menyebar ke seluruh tubuh pasien.
Para peneliti mengeksplorasi gagasan penggunaan virus oncolytic yang menargetkan dan membunuh sel kanker. Namun, gagasan tersebut tidak tersebar luas karena penggunaan virus oncolytic tidak efektif.
Simulasinya, ketika sel kanker mulai menyebar ke seluruh tubuh, penggunaan virus oncolytic tidak efektif karena sistem kekebalan tubuh mungkin mencoba melawan dan membuatnya jadi tidak berguna.
Namun, ada kabar baik. Menurut Ubergizmo, dikutip Telset, Senin (30/11/2020), tim peneliti Case Western Reserve dan Emory berhasil memodifikasi adenovirus manusia untuk versi yang lebih “tersembunyi”.
Versi itu diklaim dapat menghindari sistem kekebalan. Dengan demikian, hasil karya tim peneliti memungkinkan untuk melakukan kerja tanpa sistem kekebalan tubuh yang mencoba melawan dan membunuh.
Versi tersebut juga menciptakan pendekatan yang lebih aman dan akan memudahkan dokter untuk menyebarkan. Sebab, mereka tidak harus secara langsung mengirimkan virus ke lokasi tumor di seluruh tubuh.
Sebelumnya dikabarkan para peneliti di Harvard Wyss Institute sedang mengembangkan obat koktail yang diformulasikan secara khusus dapat mengobati kanker payudara triple-negatif.
{Baca juga: Tes Darah Eksperimental Bisa Bantu Deteksi Dini Kanker}
Ramuan hasil racikan para peneliti ini diklaim bisa membunuh jenis kanker lain yang lebih agresif dengan cara lebih murah dan efisien. Obat temuan para peneliti menggabungkan kemoterapi dan imunoterapi ditambah DNA sintetis.
Obat itu membantu menyingkirkan sel kanker yang mungkin bersembunyi sehingga berpotensi mencegah kekambuhan. Tes awal di tikus menunjukkan, obat tersebut meningkatkan respons kekebalan delapan persen. [SN/HBS]