Apa yang Terjadi Jika Panel Surya Rusak atau Tidak Terpakai?

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Menjelang akhir tahun 2024, dunia diperkirakan akan memiliki kapasitas pembangkit tenaga surya hampir 2.000 Gigawatt. Setiap panel surya ini terbuat dari berbagai bahan seperti silikon, kaca, polimer, aluminium, tembaga, dan logam lainnya yang bertugas menangkap energi matahari.

Meskipun umumnya panel surya diperkirakan dapat bertahan hingga 30 tahun sebelum perlu diganti, apa yang terjadi dengan bahan baku tersebut setelah panel surya tersebut rusak dan tidak lagi berfungsi?

Meskipun usia rata-rata panel surya sekitar 30 tahun, angka tersebut bukanlah jaminan mutlak. Menurut Garvin Heath dari National Renewable Energy Laboratory (NREL), ada kecenderungan kegagalan pada awal kehidupan panel akibat kesalahan produksi atau instalasi.

BACA JUGA:

Setelah melewati masa tersebut, hanya sebagian kecil yang rusak, namun menjelang usia 30 tahun, angka kegagalan mulai meningkat. Bahkan demikian, NREL mencatat bahwa pada titik ini, kurang dari satu persen dari total panel yang beroperasi mengalami kerusakan serius.

Penyebab utama kematian panel surya, setelah bertahan dari proses produksi dan pemasangan, adalah cuaca. Cuaca ekstrem atau agresif dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan kinerja panel.

Selain itu, efisiensi panel akan berkurang seiring dengan waktu akibat paparan sinar matahari yang menyebabkan lapisan laminasi pada panel berubah warna. Hal ini berdampak pada kemampuan panel dalam menangkap cahaya matahari, sehingga tidak lagi menghasilkan listrik sebanyak saat pertama kali dipasang.

Alasan utama mengapa panel-panel yang masih berfungsi dengan baik tidak digunakan hingga benar-benar rusak adalah faktor ekonomi. Panel surya komersial, terutama di ladang-ladang besar, harus selalu menghasilkan listrik maksimum yang diizinkan oleh jaringan listrik.

Jika panel sudah tidak lagi efisien, meskipun masih dalam batas kinerja garansi, panel tersebut sering kali diganti dengan yang lebih baru dan lebih efisien agar bisa menghasilkan listrik secara optimal.

Masalah besar lain adalah pembuangan panel yang sudah tidak digunakan. Di Amerika Serikat, hanya satu dari sepuluh panel surya yang didaur ulang, sementara sisanya dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Sistem yang ada saat ini belum mampu melacak dengan jelas ke mana perginya panel-panel ini setelah masa pakainya habis. Dengan volume panel yang semakin besar, terutama dari program energi surya yang dimulai pada tahun 2006, potensi beban sampah dari panel surya yang dibuang semakin mendesak.

Di Eropa, regulasi seperti Waste from Electrical and Electronic Equipment (WEEE) telah mewajibkan perusahaan untuk mengumpulkan dan mendaur ulang panel yang sudah tidak digunakan.

Namun, tantangan dalam mendaur ulang panel surya adalah metode yang ada saat ini sering kali tidak dapat memisahkan komponen bernilai tinggi seperti perak, silikon, dan tembaga dari lapisan plastik polimer dengan efisien. Selain itu, variasi bahan yang digunakan oleh produsen membuat proses daur ulang menjadi sulit untuk dioptimalkan.

Meskipun demikian, ada harapan di masa depan. Tim dari National Renewable Energy Laboratory (NREL) telah mengembangkan teknologi panel surya tanpa menggunakan lapisan polimer perekat.

Dengan memanfaatkan laser femtosecond untuk menyatukan dua lapisan kaca, sel surya dapat ditempatkan di antara keduanya tanpa menggunakan bahan perekat. Panel ini diharapkan dapat bertahan lebih lama dan lebih mudah didaur ulang, sehingga mengurangi limbah di masa depan.

Harga panel surya yang ramah daur ulang ini mungkin belum sekompetitif metode konvensional, namun dengan semakin banyaknya produsen yang memperhatikan citra lingkungan, diharapkan permintaan akan produk ini akan meningkat. Pada akhirnya, dengan investasi yang tepat, solusi untuk mendaur ulang panel surya akan menjadi lebih ekonomis dan berkelanjutan di masa depan.

Dalam hal nilai ekonomi, penting juga untuk memahami bahwa penggantian panel surya yang sudah rusak lebih menguntungkan secara finansial bagi perusahaan besar. Namun, dengan perkembangan teknologi daur ulang yang semakin canggih, diharapkan lebih banyak panel surya yang bisa didaur ulang daripada hanya dibuang.

BACA JUGA:

Saat ini, harga satu panel surya bisa mencapai USD 300-500 (sekitar Rp4.650.000-Rp7.750.000), tetapi biaya daur ulang sering kali lebih tinggi dari harga pembelian baru. Hal ini membuat proses daur ulang belum menjadi prioritas bagi banyak perusahaan.

Namun, langkah-langkah untuk mengurangi limbah dan menemukan metode daur ulang yang lebih efisien harus terus diupayakan, agar panel surya yang mati tidak menjadi beban bagi lingkungan kita. [FY/IF]

4 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini


ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI