Revolusi GenAI di Manufaktur: Peluang Besar, Tantangan Nyata

REKOMENDASI

ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Bayangkan pabrik yang bisa memprediksi kerusakan mesin sebelum terjadi, rantai pasok yang mengatur dirinya sendiri, atau sistem kontrol kualitas yang belajar dari kesalahan masa lalu. Ini bukan adegan film sci-fi, tapi realitas yang sedang dibangun industri manufaktur global dengan Generative AI (GenAI). Namun, riset terbaru NTT DATA mengungkap jurang antara potensi dan kesiapan nyata.

Laporan bertajuk “Feet on the Floor, Eyes on AI: Do you have a plan or a problem?”—yang melibatkan 500 pemimpin manufaktur dari 34 negara—menunjukkan 95% responden di Asia Pasifik (97%) sudah merasakan dampak langsung GenAI pada efisiensi bisnis. Tapi di balik angka optimis ini, tersembunyi tantangan infrastruktur, etika, dan kesenjangan keterampilan yang bisa menggagalkan revolusi industri 4.0.

Dari Digital Twin hingga IoT: Cara GenAI Mengubah Permainan

Data NTT DATA mengungkap tiga area transformasi kunci:

  • Akurasi Prediktif: 94% pelaku industri yakin integrasi data IoT/edge dengan GenAI akan meningkatkan presisi keputusan. Contoh nyata? Sistem yang bisa memprediksi fluktuasi permintaan berdasarkan data cuaca, media sosial, dan geopolitik secara real-time.
  • Supply Chain “Hidup”: 91% responden mengakui kombinasi digital twin dan GenAI menciptakan rantai pasok yang lebih tangguh. Bayangkan simulasi yang terus belajar dari gangguan seperti pandemi atau konflik regional.
  • Otomasi Cerdas: Penggunaan utama GenAI saat ini terfokus pada manajemen inventaris (34%), riset pengembangan (28%), dan kontrol kualitas (22%). Prasoon Saxena dari NTT DATA menjelaskan, “AI menghilangkan bottleneck di rantai nilai—dari desain produk hingga logistik.”

Lima Jurang yang Harus Diseberangi

Meski 97% perusahaan Asia Pasifik melaporkan peningkatan kepuasan dengan inisiatif AI, NTT DATA memetakan rintangan kritis:

1. Infrastruktur Tua yang Membelenggu

92% responden mengaku teknologi warisan (legacy system) menghambat inovasi, tapi hanya 41% yang memiliki strategi modernisasi menyeluruh. “Ini seperti mencoba menjalankan F1 di jalan tanah,” komentar seorang responden anonim.

2. Dilema Integrasi IoT-AI

Meski 99% yakin IoT akan memperkaya GenAI, hanya 48% yang percaya mampu melakukan integrasi ini. Kasus nyata? Pabrik otomotif di Thailand yang gagal menyinkronkan 15.000 sensor dengan platform AI karena masalah interoperabilitas.

3. Etika: Antara Inovasi dan Risiko

Hanya 48% pemimpin Asia Pasifik yang merasa punya kerangka etika AI matang. Padahal, isu seperti bias algoritma atau penggunaan data pekerja tanpa persetujuan bisa memicu krisis reputasi. Seperti dikatakan dalam artikel Tantangan Transformasi Digital di Indonesia, regulasi sering tertinggal dari teknologi.

4. Kesenjangan Keterampilan

53% perusahaan mengaku karyawan belum siap menggunakan GenAI. “Kami punya mesin cerdas, tapi operator yang gagap digital,” keluh direktur manufaktur elektronik di Vietnam. Ini sejalan dengan temuan kolaborasi pemerintah dengan Microsoft tentang urgensi upskilling.

5. Bom Waktu Manajemen Data

Hanya 46% yang yakin memiliki kapasitas penyimpanan memadai untuk GenAI. Padahal, model generatif bisa membutuhkan 10-100x lebih banyak data daripada AI tradisional. “Ini seperti membangun bendungan saat banjir sudah datang,” kata Saxena.

Lantas, bagaimana menyikapi paradoks ini? Kuncinya ada pada pendekatan hybrid: berinvestasi dalam infrastruktur cloud-edge seperti yang dilakukan POSFIN dengan Alibaba Cloud, sambil membangun fondasi etika dan SDM. Sebab, seperti kata laporan NTT DATA, “Tanpa strategi holistik, GenAI bukan solusi—tapi awal dari masalah baru.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI

HARGA DAN SPESIFIKASI