Telset.id, Jakarta – Anggota parlemen Inggris mendesak pengiklan untuk memboikot perusahaan internet, seperti Facebook, Twitter, dan Google yang gagal menghapus atau mengontrol publikasi konten ekstremis dan berita palsu atau hoaks.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan, Kamis (22/11), Komite Intelijen dan Keamanan Parlemen Inggris menyimpulkan bahwa badan keamanan membutuhkan bantuan dari perusahaan Internet untuk mencegah pertumbuhan materi ekstrimis online.
Komite itu mengatakan penyedia layanan komunikasi online atau Communications Service Providers (CSP) telah membuat sedikit kemajuan nyata selama empat tahun terakhir untuk memerangi publikasi konten ekstrimis.
Mereka beranggapan, bahawa sebuah tindakan yang dapat mempengaruhi laba CSP jelas akan lebih berdampak, daripada menunggu kesadaran CSP agar berbuat benar.
Anggota parlemen mendorong perusahaan yang beriklan di platform CSP supaya menekan CSP agar menghapus konten ekstremis, dengan mengancam akan menarik iklan apabila hal itu tidak dilakukan dan berdampak lebih besar pada CSP.
Komite mengatakan, pemerintah Inggris harus berusaha melobi komunitas bisnis untuk mengambil tindakan, misalnya seperti yang sudah dilakukan Unilever.
Pada Februari lalu, Unilever mengancam akan memboikot Facebook dan Google jika mereka gagal untuk menindak konten ekstrim dan ilegal. Pada saat itu, juru bicara Facebook kepada BBC mengatakan akan sepenuhnya mendukung komitmen Unilever dan bekerja sama dengan mereka.
Komite juga menunjuk anak perusahaan Google, YouTube, yang mengalami eksodus pengiklan awal tahun ini atas iklan yang muncul bersama konten ekstremis dan ilegal.
Seorang juru bicara Google kepada CNBC mengatakan bahwa 98 persen dari semua video yang telah dihapus karena ekstremisme kekerasan sekarang ditandai oleh algoritma pembelajaran mesin Google.
Sejak memperkenalkan teknologi ini pada Juni 2017, jumlah video yang dihapus sebelum melebihi 10 penayangan meningkat dari 8 persen menjadi lebih dari 50 persen.
Juru bicara Google menambahkan, Google juga telah memperkerjakan 10.000 orang untuk menangani konten yang melanggar kebijakannya. Bahkan Google telah menginvestasikan $ 5 juta untuk mendukung organisasi nirlaba yang berfokus untuk mengatasi masalah kebencian dan ekstremisme.
Sementara, seorang juru bicara Twitter mengatakan, perusahaannya telah berkomitmen untuk “meningkatkan kesehatan percakapan di Twitter.”
“Keselamatan adalah bagian penting dari tujuan ini. Sehubungan dengan konten teroris, 95 persen dari itu sekarang dihapus secara proaktif melalui teknologi kami, 75 persen sebelum Tweet pertama mereka,” kata mereka kepada CNBC melalui email.
“Kami juga akan terus bekerja sama dengan Kantor Pusat, penegak hukum, dan perusahaan rekan kami melalui Forum Internet Global untuk penanggulangan terorisme, dengan tujuan untuk membuat kemajuan lebih lanjut, ” katanya.
Sementara itu, Facebook telah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi konten ekstremis pada platformnya. Ini menyatakan bahwa 99 persen konten yang berkaitan dengan kelompok teroris Al-Qaeda ataupun ISIS diturunkan sebelum ditandai oleh pengguna.
Tim yang bertanggung jawab untuk menegakkan kebijakan Facebook terdiri dari sekitar 30.000 orang, dengan 200 didedikasikan khusus untuk kontra-terorisme prosedur. Seorang juru bicara Facebook menolak berkomentar ketika dimintai tanggapannya mengenai laporan pemerintah ini.
Sumber: CNBC