Telset.id, Jakarta – Sebuah universitas di China mengajak sejumlah remaja untuk bekerja pada program eksperimental baru yang bertujuan mengembangkan senjata AI atau artificial intelligence, setelah para siswa itu lulus sekolah menengah.
Beijing Institute of Technology (BIT) membuat kelompok remaja terdiri 27 anak laki-laki dan empat perempuan yang dipilih untuk dilatih sebagai ilmuwan senjata AI termuda dunia, menurut situs web BIT.
Mereka yang dipilih untuk mengikuti program “experimental program for intelligent weapons systems” semuanya berusia di bawah 18 tahun. Mereka merupakan hasil seleksi dari sekitar 5.000 kandidat yang mendaftar.
Seorang profesor BIT yang terlibat dalam proses penyaringan mengatakan, kepada South China Morning Post bahwa kandidat terpilih harus lebih dari sekadar siswa yang cerdas.
“Kami mencari kualitas lain seperti berpikir kreatif, kemauan untuk berkelahi, kegigihan ketika menghadapi tantangan,” kata profesor BIT yang enggan disebutkan namanya ini, kepada South China Morning Post.
Program yang diluncurkan pada 28 Oktober ini, merupakan langkah terbaru dalam perlombaan internasional untuk memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence untuk peperangan modern, dengan AS dan China yang saat ini memimpin.
“Kami berjalan di jalur baru, melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya,” kata perwakilan mahasiswa Cui Liyuan saat peluncuran.
“Kedengarannya seperti menyombongkan diri ketika Anda mengatakan kita memimpin tren perang modern. Tetapi kita harus turun ke bumi dan mewarisi semangat generasi yang lebih tua, yang tidak takut akan kesulitan dan masalah,” ujarnya.
Para siswa akan dibimbing dua ilmuwan senjata senior, dan setelah menyelesaikan satu semester diminta memilih bidang khusus dan ditugaskan ke laboratorium pertahanan yang relevan untuk pengalaman langsung.
Setelah mengikuti pendidikan selama empat tahun, para siswa diharapkan mengambil gelar PhD di universitas dan menjadi pemimpin senjata AI China berikutnya.
Setahun yang lalu, pada 2017, Presiden China Xi Jinping secara eksplisit menyerukan fokus nasional yang lebih besar pada penelitian AI militer.
Awal tahun ini, para ilmuwan Cina mengatakan mereka telah mengembangkan kapal selam AI “raksasa” yang dapat melaksanakan misi kompleks tanpa kontrol manusia. Kapal selam ini siap untuk digunakan pada 2020.
Cina juga memiliki fasilitas pengujian terbesar di dunia untuk kapal tanpa awak dan memiliki proyek lain yang fokus pada senjata drone darat dan udara.
Dalam sebuah demonstrasi teknologi militer China yang semakin meluas, sebuah perusahaan milik negara China mengumumkan, bahwa mereka mengembangkan pesawat tempur siluman yang bisa “terbang berjam-jam, mencari dan menyerang target bila diperlukan”.
Namun, meskipun operasi teknologi China meningkat, AS masih memimpin dunia dalam penggunaan teknologi pesawat tak berawak dan AI untuk militer. Memanfaatkan keahlian perusahaan Google dan Boeing untuk mengembangkan teknologi baru.
Menurut Departemen Pertahanan AS, saat ini mereka sedang mengembangkan berbagai tim robot taktis untuk menyerang, robot pengambil keputusan berbasis darat, dan robot yang dapat membanjiri basis musuh dengan kemampuan untuk mengacak komunikasi.
Pada bulan September, Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan AS (DARPA) yang ditugaskan untuk memastikan AS tidak menjadi “korban kejutan teknologi strategis”, mengumumkan operasi militer senilai $ 2,7 miliar untuk mengembangkan gelombang teknologi AI berikutnya yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan, antara lain, senjata masa depan.
Pengumuman itu datang ketika ribuan ilmuwan, insinyur, dan pengusaha termasuk Elon Musk menandatangani perjanjian untuk tidak bekerja pada senjata robotik otonom sepenuhnya yang menumbuhkan kekhawatiran tentang penciptaan robot pembunuh. [BA/HBS
Sumber: ABC