Telset.id, Jakarta – Saat ini, banyak perusahaan di seluruh dunia sedang berupaya mengembangkan vaksin virus corona. Akan tetapi, usaha mengembangkan vaksin Covid-19 bakal terganggu dengan ancaman sabotase dari para hacker.
Banyak perusahaan yang berusaha untuk membuat vaksin demi menghentikan pandemi virus corona yang berjalan hampir setahun.
Namun, tampaknya semua perusahaan yang terburu-buru mengembangkan vaksin Covid-19 telah menciptakan peluang bagi para peretas. Ada upaya dari para hacker untuk mengacaukan rantai pasokan vaksin Covid-19.
Menurut laporan, seperti dikutip Telset dari Ubergizmo, Minggu (6/12/2020), divisi keamanan siber IBM mendeteksi ada upaya dari oknum jahat di dunia maya untuk melakukan sabotase rencana distribusi vaksin Covid-19.
{Baca juga: Penyebaran Konten Hoaks Meningkat Selama Pandemi Covid-19}
Laporan mengatakan bahwa peretasan datang dalam bentuk email phishing yang dibuat agar terlihat seperti dikirim dari seorang eksekutif dari Haier Biomedical, sebuah perusahaan pemasok vaksin kemasan dingin China.
“Kami menilai bahwa tujuan mereka adalah untuk mendapatkan kredensial akses tidak sah pada masa mendatang. Dari sana, musuh bisa mendapatkan wawasan tentang rencana distribusi vaksin Covid-19,” kata peneliti IBM.
IBM sekarang menyarankan kepada perusahaan-perusahaan rantai pasokan vaksin Covid-19 untuk tetap waspada dari sabotase para hacker. IBM menegaskan bahwa upaya peretasan dalam bentuk email phishing sangat tidak bisa dianggap remeh.
Sebelumnya, FBI melaporkan ada eksploitasi aturan penerusan otomatis email untuk meningkatkan keberhasilan serangan Business Email Compromise. Praktik itu memungkinkan peretas untuk bergerilya secara senyap.
Penipu melakukannya karena pandemi Covid-19 memerlukan lebih banyak komunikasi jarak jauh. Penipu biasanya akan meminta pembayaran, transfer kawat, atau pembelian kartu untuk kepentingan organisasi kriminal.
{Baca juga: Awas! Penipuan Email Berkedok Covid-19 Mengintai Anda}
FBI mengungkapkan bahwa skema email bisnis mengakibatkan kerugian lebih dari USD 1,7 miliar di seluruh dunia. Kerentanan terjadi karena aturan penerusan klien sering tidak sinkron dengan desktop.
“Hal tersebut membatasi kemampuan profesional keamanan siber untuk melacak aktivitas kriminal. Penjahat dunia maya kemudian memanfaatkannya untuk meningkatkan kemungkinan peretasan email bisnis,” demikian penjelasan biro investigasi AS. (SN/MF)