Telset.id, Jakarta – Anggota parlemen oposisi meminta Malaysia untuk melarang ujaran kebencian online serta menuduh pihak berwenang meremehkan masalah yang disorot oleh Reuters atas pelecehan di Facebook terhadap pengungsi Rohingya.
Mengutip laporan Reuters tentang peningkatan xenofobia online di Malaysia setelah epidemi virus corona, anggota parlemen Chan Foong Hin meminta Kementerian Komunikasi dan Multimedia untuk menyatakan rencana memerangi ujaran kebencian.
Dalam balasan tertulis parlemen pada Kamis (26/11/2020) waktu setempat, kementerian mengatakan ujaran kebencian di platform media sosial seperti Facebook dinilai sesuai persyaratan dan akan dihapus jika melanggar standar komunitas.
{Baca juga: Elon Musk Sekarang Lebih Tajir Ketimbang Bos Facebook}
Kementerian tidak merujuk langsung ke laporan Reuters dalam tanggapannya. Namun, dikutip Telset.id dari New York Post, kementerian telah menginstruksikan penyiar negara bagian RTM dan kantor berita negara Bernama untuk membuat laporan itu.
Chan mengatakan, pihak berwenang tampaknya mengalihkan tanggung jawab ke Facebook, meremehkan ujaran kebencian sebagai “kesalahpahaman” atau “berita palsu”.
“Kementerian berpikir bahwa ujaran kebencian seperti yang dilaporkan oleh Reuters tidak perlu ada kontrol lebih lanjut oleh aparat penegak hukum,” demikian cetusnya.
“Sudah saatnya kita memberlakukan undang-undang yang menghukum pembuat ujaran kebencian,” tambah Chan seraya mengatakan bahwa undang-undang saat ini tidak memadai untuk mengontrol mereka yang membuat dan menyebarkan ujaran kebencian.
Malaysia memiliki aturan luas yang melarang komentar menyinggung dan menghasut yang mencakup beberapa aspek ujaran kebencian. Tetapi, beberapa pihak menyerukan undang-undang khusus tentang ujaran kebencian dengan alasan sensitivitas.
Malaysia yang mayoritas Muslim mendukung Rohingya, minoritas Muslim yang melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar. Namun, sentimen berubah pada April 2020 di tengah tuduhan bahwa pengungsi dan migran tidak berdokumen menularkan corona.
{Baca juga: Pilpres Kelar, Facebook dan Google Tetap Larang Iklan Politik}
10 dari 10.000 Konten di Facebook adalah Ujaran Kebencian
Terkait ujaran kebencian yang beredar di platform, Facebook sendiri menyebut bahwa kini ada setidaknya 10 hingga 11 ujaran kebencian muncul dari setiap 10.000 penayangan konten pada kuartal III-2020.
Perusahaan media sosial terbesar di dunia tersebut sedang di bawah pengawasan atas kebijakan pelanggaran, terutama selama pemilihan presiden AS pada 3 November 2020 lalu. Facebook merilis perkiraan dalam laporan moderasi konten kuartalannya.
Kepala keamanan dan integritas Facebook, Guy Rosen, mengatakan, dari 1 Maret hingga pemilu 3 November 2020, perusahaan menghapus lebih dari 265 ribu konten. Konten tersebut berasal dari Facebook maupun Instagram di wilayah Amerika Serikat. [SN/IF]