Telset.id, Jakarta – Menurut Facebook, 10 hingga 11 ujaran kebencian menghiasi platform dari setiap 10.000 penayangan konten pada kuartal III-2020. Baru kali pertama ini, Facebook mengungkap angka tentang prevalensi hate speech di platform.
Perusahaan media sosial terbesar di dunia tersebut sedang di bawah pengawasan atas kebijakan pelanggaran, terutama selama pemilihan presiden AS pada 3 November 2020 lalu. Facebook merilis perkiraan dalam laporan moderasi konten kuartalannya.
Kepala keamanan dan integritas Facebook, Guy Rosen, mengatakan, dari 1 Maret hingga pemilu 3 November 2020, perusahaan menghapus lebih dari 265 ribu konten. Konten tersebut berasal dari Facebook maupun Instagram di wilayah Amerika Serikat.
Menurut New York Post, Facebook juga mengambil tindakan terhadap 22,1 juta konten ujaran kebencian pada kuartal III-2020. Sekitar 95 persen di antaranya diidentifikasi proaktif. Pada kuartal sebelumnya, Facebook menindak 22,5 juta konten serupa.
{Baca juga: Pilpres Kelar, Facebook dan Google Tetap Larang Iklan Politik}
Seperti dikutip Telset, Minggu (22/11/2020), Facebook mendefinisikan “mengambil tindakan” sebagai menghapus konten ujaran kebencian, menutupinya dengan peringatan, menonaktifkan akun, atau meneruskannya ke lembaga eksternal terkait.
Situs berbagi foto Facebook, Instagram, telah mengambil tindakan terhadap 6,5 juta konten hate speech, naik dari 3,2 juta ketimbang kuartal II-2020. Sekitar 95 persen di antaranya diidentifikasi proaktif, meningkat 10 persen dari triwulan sebelumnya.
Facebook Terus Deteksi Ujaran Kebencian
Sebelumnya diberitakan, Facebook kian rajin melakukan deteksi serta penghapusan konten berisi ujaran kebencian jelang pemilihan umum Myanmar pada November 2020. Facebook tak ingin hoaks merajalela.
Dengan upaya ini, raksasa media sosial ini sangat yakin hal-hal yang memicu kekerasan akan berkurang secara signifikan. Pun demikian dengan penyebaran informasi yang salah.
“Kami akan menghapus postingan yang secara palsu mengklaim bahwa kandidat adalah seorang Bengali, bukan warga negara Myanmar sehingga tidak memenuhi syarat,” kata Facebook dilansir New York Post.
{Baca juga: Facebook Terus Deteksi Ujaran Kebencian Jelang Pemilu Myanmar}
Facebook sebelumnya sempat mendapat kecaman di Myanmar setelah tindakan keras pimpinan militer pada 2017 lalu, yang memaksa lebih dari 730 ribu Muslim Rohingya angkat kaki.
Penyelidik PBB mengatakan, Facebook memainkan peran kunci dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan. Perusahaan telah lama menyatakan akan menghentikan semua ujaran kebencian. (SN/MF)