Telset.id, Jakart – Sebuah studi yang baru diterbitkan mencatat bahwa permukaan Bulan ternyata berkarat sehingga membuat para ilmuwan bingung. Penelitian tersebut dipublikasikan di jurnal Science Advances.
Studi mencatat, permukaan bulan berkarat mungkin disebabkan oleh air yang ditemukan di Bulan. Namun demikian, hal itu dinilai cukup wajar mengingat kurangnya oksigen dan kelangkaan air di satelit langit Bumi.
“Tapi membingungkan,” kata penulis utama Shuai Li dari University of Hawaii, dikutip Telset.id dari New York Post, Sabtu (12/9/2020). Bulan ia sebut lingkungan mengerikan untuk pembentukan hematit.
{Baca juga: Ilmuwan NASA Ingin Tanam Lobak di Bulan}
Li melihat data dari JPL Moon Mineralogy Mapper ketika peneliti menyadari bahwa instrumen mendeteksi “spektrum atau cahaya yang dipantulkan dari permukaan. Di sana terungkap isi kutub Bulan.
Menurutnya, kutub Bulan memiliki komposisi yang sangat berbeda. Berdasarkan abstrak penelitian, permukaan kutub Bulan menunjukkan spektrum yang cocok dengan mineral hematit atau dikenal Fe2O3.
“Meskipun proses pengoksidasi telah berspekulasi untuk beroperasi di permukaan Bulan dan membentuk mineral bantalan besi besi, deteksi yang jelas tetap sulit dipahami,” tulis para peneliti dalam abstrak.
{Baca juga: NASA: Tolong Jangan Cemari Bumi, Alien!}
“Analisis kami terhadap data Moon Mineralogy Mapper menunjukkan bahwa hematit, mineral besi, hadir di lintang tinggi di Bulan. Sebagian besar terkait ketinggian topografi yang menghadap ke timur,” tambahnya.
Usia Bulan Jauh Lebih Muda
Sebelumnya, sebuah studi baru menunjukkan bahwa umur Bulan jauh lebih muda daripada yang kita duga. Umur Bulan diperkirakan sekitar 4,425 miliar tahun, atau sekitar 85 juta tahun lebih muda dari 4,51 miliar tahun.
Hal itu disampaikan para peneliti dari German Aerospace Center. Menurut mereka, zaman baru didasarkan kepada momen saat Bulan pertama terbentuk.
Para peneliti telah lama percaya bahwa Bulan terbentuk sebagai akibat dari tabrakan kosmik antara Bumi yang masih terbentuk dan planetoid lain. Peristiwa tersebut cukup umum dikenal dengan istilah Theia.
“Dari sini, Bulan terbentuk dalam waktu singkat. Mungkin hanya dalam beberapa ribu tahun,” salah ujar penulis penelitian, Doris Breuer, Kepala Departemen Fisika Planetary di DLR Institute of Planetary Research.
{Baca juga: Ternyata, Umur Bulan 85 Juta Tahun Lebih Muda}
Para peneliti juga mencatat bahwa satelit alami Bumi itu memiliki lautan magma. “Untuk kali pertama usia Bulan dapat secara langsung dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi pada akhir pembentukan Bumi,” kata profesor lain.
Dalam upaya menemukan celah 85 juta tahun, para peneliti menggunakan model matematika untuk menghasilkan komposisi Bulan sepanjang sejarahnya. Mereka menggunakan samudera magma sebagai dasar.
“Dengan membandingkan komposisi terukur batuan Bulan dengan komposisi yang diperkirakan dari samudera magma, kami dapat melacak evolusi laut kembali ke titik awalnya,” ujar rekan penulis Sabrina Schwinger. (SN/MF)