Telset.id, Jakarta – Google ternyata telah pecat karyawan yang suka nyinyir. Setidaknya, itulah yang diungkapkan oleh seorang mantan pejabat Google bernama Ross LaJeunesse. Ia mengaku telah dipecat Google karena kritik kebijakan perusahaan soal hak asasi manusia.
“Google hanya mengejar keuntungan,” katanya.
Menurut laporan New York Post, LaJeunesse sempat bekerja di Google selama 11 tahun sebagai kepala hubungan internasional. Pada 2010 silam, Ross LaJeunesse termasuk mempelopori keputusan Google untuk berhenti menjalankan bisnis di China.
{Baca juga: Ingin jadi Googlers, Perempuan Ini Malah Dipecat Google}
Namun, LaJeunesse merasa khawatir ketika mengetahui bahwa Google kemudian mulai mengembangkan mesin pencari baru untuk pengguna di China. Raksasa pencarian itu menghadirkan mesin pencarian yang disensor hanya tujuh tahun berselang.
Proyek rahasia bernama Dragonfly itu dibuat secara khusus oleh Google untuk pasar China. Akan tetapi, Google akhirnya memutuskan untuk menghentikan proyek tersebut setelah ada penolakan secara massal dari para karyawan pada 2018 lalu.
Seperti dikutip Telset.id, Jumat (03/01/2020), LaJeunesse juga khawatir kepada eksekutif Google Cloud yang mengejar kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi serta pembukaan Google Center untuk kecerdasan buatan atau AI di Beijing pada 2017.
Pusat AI Google dikhawatirkan akan memberi akses teknologi canggih ke Partai Komunis. “Saya benar-benar terkejut. Saya tidak lagi memiliki kemampuan untuk memengaruhi banyak produk yang sedang dikembangkan oleh perusahaan,” ucapnya.
{Baca juga: Spesifikasi dan Harga Hp Google Terbaru}
Juli 2019 lalu, Google menyatakan telah menutup proyek mesin pencari bernama Dragonfly untuk pasar China. Wakil presiden Google untuk kebijakan publik, Karan Bhatia, mengatakannya pada momen dengar pendapat dengan Komite Kehakiman.
Juru bicara perusahaan menambahkan bahwa proyek rahasia tersebut sudah resmi dihentikan. Ia juga menyebut, ke depan Google tidak lagi punya rencana untuk meluncurkan mesin pencari yang telah disensor khusus pengguna di Negeri Tirai Bambu. (SN/FHP)