Telset.id, Jakarta – Facebook dan Negara Bagian Washington, Amerika Serikat (AS) meneken perjanjian untuk mencegah pengiklan yang mempromosikan suatu produk atau bisnis terbuka untuk umum yang mengandung unsur SARA.
Unsur SARA yang dimaksud seperti berdasarkan ras, keyakinan, warna kulit, suku bangsa, status veteran atau militer, orientasi seksual atau status cacat untuk iklan perumahan, kartu kredit, pekerjaan, asuransi atau bisnis terbuka untuk umum.
Menurut Engadget, Rabu (25/7/2018), perjanjian itu diumumkan Jaksa Agung Washington Bob Ferguson, yang merupakan konklusi penyelidikan 20 bulan yang dilakukan oleh kantor jaksa agung negara bagian itu.
Walaupun kesepakatan itu baru ditetapkan mengikat secara hukum Washington, namun Facebook sudah menerapkannya pada April lalu.
“Sebagai tanggapan atas umpan balik yang kami terima, kami telah menghapus ribuan kategori dari penargetan iklan itu. Kami fokus terutama pada topik yang berhubungan dengan atribut pribadi yang berpotensi sensitif, seperti ras, etnis, orientasi seksual dan agama,” kata Facebook dalam pengumuman April lalu.
Sejak saat itu, Raksasa Jejaring Sosial itu juga mulai mengharuskan para pengiklan yang menawarkan perumahan, pekerjaan dan kredit menyatakan bahwa mereka mematuhi kebijakan anti-diskriminasi serta undang-undang (UU) anti-diskriminasi.
Masalah ini terungkap pada 2016 ketika ProPublica melaporkan bahwa mereka dapat membeli iklan perumahan yang mengecualikan orang Afrika Amerika, Amerika Asia dan Hispanik untuk melihatnya. Praktik ini dinilai Kongres Black Caucus menunjukkan bahwa Facebook melakukan pelanggaran langsung terhadap Fair Housing Act of 1968.
Perusahaan asal California itu kemudian mengatakan akan menonaktifkan pengaturan yang memungkinkan pengiklan mempromosikan perumahan, pekerjaan dan kredit untuk mengecualikan kelompok-kelompok ras dan etnis.
Tapi November lalu, ProPublica menemukan bahwa mereka masih bisa membeli iklan perumahan sewa yang mendiskriminasi kelompok etnis dan agama. Facebook kemudian mengatakan bahwa itu akan sementara menonaktifkan fitur sampai itu bisa lebih baik memastikan bahwa alat itu akan digunakan secara tepat.
Sejak awal laporan ProPublica, kantor Jaksa Agung Washington terus menyelidiki fitur iklan diskriminatif dan itu berhasil menciptakan 20 iklan yang tak bisa dilihat oleh satu atau lebih etnis minoritas terkait promosi penyewaan klub malam, restoran, pinjaman, asuransi, pekerjaan dan apartemen.
Meskipun Facebook telah setuju untuk mengubah fitur tersebut, mereka berpendapat bahwa platformnya telah mematuhi semua UU.
Perusahaan ini kemudian menandatangani jaminan penghentian yang membuat perjanjian menjadi permanen dan secara hukum mengikat di negara bagian Washington dan telah setuju untuk membayar kantor jaksa agung sebesar US$ 90.000 atau mencapai Rp 13 miliar untuk biaya-biaya penyelidikan dan fee.
Maret lalu, National Fair Housing Alliance mengajukan gugatan terhadap Facebook atas praktik periklanan.
“Kami menghargai perhatian Jaksa Agung Ferguson terhadap masalah penting ini dan senang telah mencapai kesepakatan dengan kantornya. Kami telah bekerja sama dengan mereka untuk mengatasi masalah yang dihadapi,” kata Will Castleberry, yang mambawahi upaya kebijakan negara bagian dan lokal Facebook.
“Iklan yang diskriminatif tidak memiliki tempat di platform kami dan kami akan terus meningkatkan produk iklan sehingga relevan, efektif dan aman untuk semua orang,” tutup Castleberry. [WS/HBS]