Telset.id, Jakarta – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI menanggapi rencana Kominfo untuk menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) mengenai pemblokiran media sosial (medsos). PKS menilai aturan tersebut mengancam kebebasan berekspresi.
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/10/2020), anggota Komisi I DPR asal Fraksi PKS, Sukamta mengatakan aturan blokir medsos ini akan menimbulkan kebijakan yang sifatnya subjektif.
{Baca juga: PKS Desak Pemerintah Hentikan Program Kartu Prakerja}
Maksudnya pemblokiran media sosial dikhawatirkan hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan Kominfo saja tanpa didukung data-data objektif yang ada.
Apalagi Sukamta juga menyoroti pernyataan Menkominfo Johnny G. Plate beberapa waktu lalu yang mengatakan kalau Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memiliki kuasa untuk memberikan status hoaks atau tidak.
“Pemerintah kan punya kuasa untuk menyatakan yang hoaks dan bukan seperti pernyataan pak Menkominfo beberapa waktu lalu. Ini akan menimbulkan kekhawatiran jika nantinya kebijakan pemblokiran ini dilakukan dengan pertimbangan yang subjektif akan bahayakan kebebasan bereskpresi,” kata Sukamta.
Selain itu, Wakil Ketua Fraksi PKS ini memandang rencana penerbitan Permen ini tidak akan efektif kalau tidak dibarengi edukasi secara masif ke masyarakat.
Sukamta memahami bahwa tujuan penerbitan permen pemblokiran medsos untuk memberantas peredaran hoaks. Menurutnya pemblokiran media sosial bisa dilakukan kalau media sosial tersebut menyebarkan hoaks dan konten negatif lainnya.
“Saya sepakat dilakukan pemblokiran terhadap media sosial yang menyebarkan fitnah, hoaks, pornografi, tindakan kekerasan, penipuan dan hal-hal lain yang melanggar hukum,” ucap Sukamta.
Namun bukan berarti Kominfo harus menerbitkan aturan mengenai pemblokiran media sosial. Sukamta meminta Kominfo lebih baik fokus memberikan pelatihan literasi digital ke masyarakat saja ketimbang menerbitkan permen baru.
“Yang tidak kalah penting untuk dilakukan saat ini adalah edukasi secara masif kepada masyarakat bagaimana berperilaku positif di media sosial. Pendekatan pemerintah saat ini terlihat ramai di penegakan hukum,” tutur Sukamta.
{Baca juga: Menkominfo Bantah akan Blokir Medsos karena Aksi Demo}
Terakhir, Sukamta juga meminta kepada Kominfo untuk fokus menata komunikasi para pejabat yang ada di pemerintah pusat dan daerah. Alasannya komunikasi yang buruk dari para pejabat berpotensi memunculkan konten hoaks di masyarakat.
“Masyarakat selama ini dibingungkan dengan pernyataan para pejabat pemerintah yang tidak konsisten. Padahal ini berpotensi memunculkan respon yang bersifat spekulasi di media sosial, yang kemudian distigma oleh pemerintah sebagai hoaks,” jelas Sukamta.
“Kalau pemerintah perbaiki komunikasinya ke masyarakat, saya yakin akan menekan banyaknya hoaks yang muncul,” tutupnya.
Sebelumnya Kominfo sedang menyiapkan aturan untuk blokir media sosial. Kebijakan tersebut nantinya berisi tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebelum pemerintah melakukan pemblokiran.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan melalui konferensi pers virtual pada Senin (19/10/2020).
{Baca juga: Kominfo Godok Aturan Blokir Media Sosial}
Ia mengatakan, Kominfo saat ini tengah mengolah peraturan menteri terkait pemblokiran. Aturan blokir media sosial ini nantinya akan berisi tahapan-tahapan, mulai dari pemberian sanksi administratif hingga pemblokiran.
“Apalagi kita akan mempunyai permen baru dimana itu ada tahapannya lebih jelas. Sebelum melakukan pemblokiran itu ada tahapan sanksi administratif seperti denda. Supaya ada efek jera dan lebih jelas aturannya mana,” katanya. [NM/HBS]