Bantu Aksi Penyadapan, Operator Bisa Dipidanakan

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Penyadapan ponselJakarta – Kasus penyadapan yang dilakukan pihak intelijen Australia terhadap Presiden SBY dan sejumlah menterinya dicurigai melibatkan operator telekomunikasi di Indonesia. Menindaklanjuti kemungkinan tersebut, pihak Kominfo menyatakan akan menindak tegas operator yang kedapatan terlibat dalam aksi penyadapan.

Aksi penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden SBY telah menuai reaksi keras dari pihak pemerintah Indonesia. Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa telah memanggil pulang Dubes Indonesia untuk Australia terkait masalah tersebut.

Tak hanya Menlu yang bereaksi dalam menyikapi kasus penyadapan itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) secara tegas juga mengingatkan kepada para operator telekomunikasi untuk jangan coba-coba membantu aksi penyadapan.

Pihak Kominfo menyatakan bahwa akan menindak tegas jika ada operator telekomunikasi di Indonesia yang terbukti membantu kegiatan penyadapan oleh Pemerintah Australia terhadap sejumlah pejabat Indonesia, termasuk SBY.

Hal ini ditegaskan oleh Kominfo karena beredar kabar bahwa aksi penyadapan yang dilakukan Australia tersebut mendapat bantuan dari operator telekomunikasi Indonesia. Namun tidak diketahui operator mana yang dimaksud.

Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S Dewa Broto mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menemukan bukti adanya kerjasama operator dengan pihak Australia dalam melakukan aksi penyadapan di Indonesia.

“Sejauh ini belum ada bukti keterlibatan operator. Tapi jika nanti memang terbukti, maka operator telekomunikasi yang bersangkutan bisa dikenai pidana sesuai UU Tekomunikasi dan UU ITE,” kata Gatot dalam keterangannya kepada telsetNews, Selasa (19/11).

Lebih jauh ia menjelaskan, bahwa aksi penyadapan bertentangan dengan Pasal 40 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi.

Dia juga mengatakan, bahwa penyadapan dilarang dalam Pasal 31 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Gatot, penyadapan dimungkinkan untuk tujuan tertentu, tetapi harus mendapat izin dari aparat penegak hukum.

Bagi yang melanggar, bisa dikenakan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi, yakni kurungan penjara maksimal 15 tahun. Sementara di Pasal 47 UU ITE, hukuman maksimal atas kegiatan penyadapan adalah penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.

Gatot menegaskan Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE.

“Segala kegiatan penyadapan, termasuk perakitan, perdagangan, dan penggunaan perangkat sadap merupakan bentuk pelanggaran hukum,” ujar Gatot mengingatkan.[HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI