JAKARTA – Rokok elektrik atau electronic cigarets (e-cigs) kini tengah menjadi tren. Alat ini diciptakan bagi para perokok yang enggan terkena racun nikotin. Tapi ternyata, studi terbaru menyebutkan asap rokok elektrik ini justru berbahaya bagi sistem pernafasan penggunanya.
Rokok elektrik atau e-cigarette (e-cigs) dikembangkan di Tiongkok dan diperkenalkan mulai tahun 2004. Bentuk dan ukuran rokok elektrik beragam, tapi kebanyakan lebih panjang daripada rokok biasa. Ada pula yang menyerupai cerutu atau pipa.
Baca Juga: 10 Aplikasi Dokter Terbaik 2021
Rokok elektrik bekerja dengan diisap melalui mulut. Aliran udara yang mengalir dari mulut pengisap akan menyalakan sensor yang memicu bekerjanya pemanas kecil bertenaga baterai.
Pemanas kemudian menguapkan nikotin cair sintesis di dalam wadah sekaligus mengaktifkan cahaya yang menyala di ujung e-cigs seperti rokok normal. Pemanas pada rokok elektrik juga menguapkan propylene glycol atau PEG yang akan membuat e-cigs mengeluarkan asap.
Bicara soal efek samping rokok elektrik, studi terbaru menyebutkan asap rokok elektrik ini justru berbahaya bagi sistem pernafasan penggunanya. Hal ini terungkap dalam sebuah studi laboratorium yang dilaporkan dalam edisi terbaru jurnal PLOS ONE, sebuah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Public Library of Science (PLoS).
Para peneliti menggunakan sistem tisu dari jaringan pernafasan anak usia 8-10 tahun yang meninggal dan mendonasikan jaringannya untuk kepentingan medis. Di dekat jaringan ini diletakkan asap e-cigs.
Hasilnya, asap e-cigs ternyata menyemburkan interleukin-6, yang muncul dengan atau tanpa adanya nikotin dalam rokok. Akibatnya, tisu paru-paru seperti terkena semacam virus flu.
Selain itu, seperti dilansir Medicalxpress, Selasa (13/1/2015), dalam percobaan dengan tikus lab, didapati tikus lab yang terkena asap e-cigs lebih rentan terpapar rhinovirus ketimbang tikus lab yang tidak terpapar asap e-cigs.
Namun hasil penelitian ini dibantah oleh The American Vaping Association, grup yang menaungi produsen e-cigs. Menurut asosiasi ini, hasil studi masih terbatas karena hanya melibatkan sel saja di laboratorium. Bukan pada tes langsung ke manusia pengguna e-cigs.
Lebih jauh pihak The American Vaping Association mengatakan, bahwa penelitian tersebut dinilai gagal untuk menunjukkan efek negative asap e-cigs bagi penggunanya.
Namun meski pihak The American Vaping Association tetap ngotot hasil penelitian itu gagal dan keukeh mengatakan bahwa asap e-cigs aman bagi penggunanya, namun beberapa hasil penelitian sebelumnya justru memperkuat pendapat akan bahaya asap e-cigs.
Dalam sebuah artikel kesehatan meetdoctor yang dikutip telsetNews, terungkap beberapa efek samping e-cigs. Disebutkan bahwa FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat sudah merilis data dari 18 penelitian mengenai rokok elektrik.
Nikotin cair sintesis dalam rokok elektrik dilaporkan bisa membuat paru-paru teriritasi. Saat rokok elektrik diisap, cairan ini akan berubah menjadi carbonyl yang mengakibatkan kanker.
Dalam perkembangannya, e-cigs kini juga memiliki fitur suhu, sehingga bisa mengatur kadar nikotin. Akan tetapi, semakin tinggi pengaturan suhu, maka semakin banyak pula carbonyl yang diproduksi.
Selain itu, jumlah formaldehida akan menyamai rokok biasa. Padahal formaldehida bisa membahayakan paru-paru. Asap buatan pada rokok elektrik juga akan menimbulkan aerosol yang sangat berisiko bagi kesehatan paru-paru.
Nikotin cair sintesis dalam rokok elektrik juga mengandung perasa buatan dan pengawet makanan. Bahan-bahan ini aman bila dikonsumsi secara biasa, tapi lain soal bila diisap. Bakteri penyebab pneumonia juga akan makin kebal seiring Anda mengisap rokok elektrik.
Hhmm..saat ini memang masih terjadi perdebatan soal bahaya asap e-cigs. Namun, sepertinya yang paling benar adalah, Anda sebaiknya berhenti merokok jika memang ingin aman dari ancaman penyakit akibat asap rokok. [AI/HBS]