Telset.id, Jakarta – Sebuah undang-undang baru diberlakukan Australia untuk menindak tegas perusahaan media sosial. Pemerintah menyiapkan hukuman penjara jika perusahaan media sosial tidak segera menghapus konten kekerasan.
Menurut Reuters, Australia akan memberi hukuman denda 10 persen dari pendapatan global perusahaan jika konten kekerasan tidak segera dihapus dari layanan. Lalu, pimpinan perusahaan akan dipenjara selama tiga tahun.
“Penting bagi kami untuk membuat pernyataan yang jelas dan tegas kepada perusahaan media sosial. Kami berharap sikap mereka bisa berubah,” kata Menteri Komunikasi Australia, Mitch Fifield, dikutip Telset.id, Kamis (4/4/2019).
{Baca juga: Biar Apple Music Laku, Apple Langgar Peraturan Sendiri}
Undang-undang baru Australia menyasar perusahaan media sosial seperti Facebook dan YouTube. Keduanya diminta untuk segera menghapus foto atau video yang menampilkan kekerasan, semisal pembunuhan, penyiksaan, dan lain-lain.
Peraturan baru pemerintah Australia terbit setelah terjadi serangan tunggal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada pertengahan Maret 2019. Serangan itu menewaskan sekitar 50 orang, termasuk warga Indonesia.
Beberapa waktu lalu, kelompok advokasi Muslim Prancis menuntut Facebook dan YouTube terkait siaran langsung atau live streaming insiden penembakan brutal di masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019 lalu.
{Baca juga: Setiap Detik, Video Penembakan di Selandia Baru Nongol di YouTube}
Mereka mempertanyakan kebijakan Facebook dan YouTube yang bisa-bisanya kecolongan dengan siaran langsung tak pantas tersebut. Dewan Agama Islam Prancis pun meminta supaya Facebook dan YouTube bisa bersikap tegas.
Mereka mendesak dua platform media sosial tersebut melarang segala konten berbentuk terorisme maupun kekerasan untuk disiarkan ke publik. Sebab, tontonan seperti itu bisa saja terakses oleh anak-anak di bawah umur. [SN/IF]