Telset.id, Jakarta – Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) mengembangkan dua teknologi baru untuk alat deteksi Covid-19. Salah satunya “GeNose” yang mampu deteksi Covid-19 lewat nafas.
Dilansir Telset.id dari laman resmi Kominfo pada Rabu (13/10/2020), ada dua inovasi teknologi yang dikembangkan Kemenristek untuk penanganan Covid-19 khususnya untuk tahap Testing, Tracing, dan Treatment (3T).
Menurut Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro kedua teknologi deteksi Covid-19 dari Kemenristek ini telah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo. Keduanya bernama GeNose dan RT-LAMP.
“Dua inovasi yang berasal dari dalam negeri yang diperkirakan nanti bisa menjadi solusi, solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap PCR test dan juga solusi untuk screening yang lebih baik,” kata Bambang.
{Baca juga: Finlandia Sebar Anjing Pelacak Covid-19 di Bandara}
Masing-masing teknologi memiliki keunggulan masing-masing. Pertama adalah GeNose yang dikembangkan oleh Kemenristek dan Universitas Gadjah Mada. GeNose mampu deteksi Covid-19 lewat nafas.
Selain itu teknologi ini diklaim lebih murah, akurat dan cepat. Bahkan berdasarkan uji klinis tahap pertama di Yogyakarta diperoleh data bahwa tingkat akurasi GeNose dibandingkan PCR Test adalah 97%.
“Pendekatan ini bisa menghasilkan upaya screening dan juga deteksi yang lebih cepat, tidak sampai 2 menit,” ujar Bambang dalam Rapat Terbatas mengenai Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Senin (12/10/2020).
“Kami sedang melakukan uji klinis yang lebih luas lagi di berbagai rumah sakit. Kalau tingkat akurasinya mendekati 100%, maka GeNose ini bisa menjadi solusi screening yang nantinya akan mengurangi ketergantungan terhadap PCR test,” tambah Bambang.
Teknologi kedua adalah RT-Lamp yang dikembangkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Teknologi ini bersifat rapid swab test namun hasilnya lebih cepat dibandingkan jenis tes sejenis.
“Kalau swab test yang biasanya memakan waktu lama dan membutuhkan laboratorium, (RT-LAMP) bisa dilakukan dengan waktu yang lebih cepat di bawah 1 jam dan tanpa menggunakan laboratorium BSL-2,” jelas Bambang.
Walaupun cepat, akurasi teknologi RT-Lamp diklaim lebih bisa dipertanggungjawabkan dan juga biayanya lebih murah.
“Jauh lebih cepat, lebih murah, dan juga tingkat akurasinya sangat bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bambang juga menjelaskan perkembangan Vaksin Merah Putih. Saat ini vaksin tersebut sedang dikembangkan oleh 6 institusi di Indonesia, yaitu Lembaga Eijkman, LIPI, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
{Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Korea Selatan Bikin ‘Halte Pintar’}
“Diperkirakan triwulan 1 tahun 2021 sudah ada yang memulai uji klinis ke manusia dan sebagian akhir tahun ini mungkin sudah menyelesaikan uji klinis ke hewan,” tutup Bambang.
Bambang optimistis bahwa rencana untuk uji klinis awal vaksin di 2021 masih on track, terutama yang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman dan Universitas Indonesia. [NM/HBS]