Jakarta – Kesepakatan jual beli bersyarat (conditional sales purchase agreement/CSPA) antara pihak PT XL Axiata dan PT Axis Telekom Indonesia berpotensi menuai masalah. Pasalnya, Kementerian Kominfo hanya memberi restu untuk melakukan merger, bukan akuisisi.
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Gatot S. Dewa Broto, pemerintah sebenarnya meminta proses konsolidasi antara XL dan Axis adalah dalam bentuk merger, bukan akusisi seperti yang telah dilakukan kedua operator tersebut.
“Dari awal pemerintah sudah mengingatkan bahwa hanya mendukung proses konsolidasi berupa merger, bukan akuisisi. Itu artinya, salah satu operator harus melebur,” kata Gatot saat dihubungi telsetNews, Selasa (2/10).
Gatot mengakui memang tidak ada kesepakatan yang dibuat antara pemerintah, dalam hal ini Kominfo, dengan XL-Axis mengenai bentuk konsolidasi antara kedua operator tersebut. Namun menurutnya, secara lisan dari beberapa kali statement di media, harapan itu sudah dilontarkan pihak Kominfo.
“Kesepakatan tertulis memang tidak ada, cuma secara lisan berupa statement yang pernah saya berikan dan juga dari pak Iwan (Muhammad Budi Setiawan Dirjen Sumber Daya Perangkat dan Pos Informatika, red) sudah sangat jelas bahwa hanya mendukung opsi merger,” ujarnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Dirjen Sumber Daya Perangkat dan Pos Informatika Muhammad Budi Setiawan juga mengungkapkan pemerintah hanya menyetujui opsi merger, untuk kemudian perusahaan baru hasil merger akan dikurangi frekuensinya.
Gatot kemudian menegaskan, bahwa sejak awal langkah konsolidasi adalah mengurangi jumlah operator di Indonesia yang sudah terlalu banyak, meskipun untuk itu regulator harus menata ulang frekuensinya kembali.
“Tapi kalau sekarang XL lebih memilih proses akuisisi, itu kan sama saja jumlah frekuensi XL dan Axis hanya ditambahkan, bukannya diambil untuk ditata kembali,” tegas Gatot.
Gatot menyayangkan keputusan kedua operator tersebut, karena menurutnya, XL dan Axis seharusnya menghormati kerja dari tim ad hoc yang dibentuk pemerintah yang akan menentukan jumlah dan frekuensi mana yang bisa diambil pemerintah bila merger jadi dilaksanakan.
“Pemerintah itu sebenarnya mendorong para operator untuk saling bergabung (merger), karena jumlah operator sudah terlalu banyak. Nantinya, operator 3G yang memiliki frekuensi berdekatan diharapkan bisa saling bergabung,” jelasnya.
Saat ditanya apakah dengan keputusan memilih opsi akuisisi berarti pihak XL dan Axis sudah “melanggar kesepakatan” sebelumnya dengan pihak Kominfo, sehingga akan mempengaruhi hasil kajian dari tim ad hoc? Gatot tidak menjawabnya secara tegas.
“Belum tahu, kami tidak mau berandai-andai karena hasil kajian belum selesai dan belum tahu hasilnya. Tapi memang ini semacam “clue” bagi mereka (XL dan Axis) soal kemungkinan hasil kajian yang nanti dikeluarkan tim ad hoc. Karena seharusnya mereka seperti opsi kami (merger bukan akuisisi),” tandas Gatot.
Hasil kajian yang tengah dibahas tim ad hoc memang telah sangat dinantikan oleh pihak XL. Namun dengan pernyataan dari pihak Kominfo tadi mengindikasikan hasil kajian tim ad hoc bisa tidak sesuai harapan, yang akhirnya akan mempengaruhi kelanjutan proses Kesepakatan Perjanjian Jual Beli Bersyarat antara XL dan Axis.
Karena seperti diketahui, dalam Kesepakatan Perjanjian Jual Beli Bersyarat (CSPA) ada klausul yang menyebutkan penyelesaian transaksi akan dilakukan setelah terpenuhinya beberapa kondisi yang disepakati.
Salah satu syarat kondisi yang harus disepakati agar penyelesaian transaksi itu akan dapat dilakukan adalah diperolehnya persetujuan dari instansi pemerintah terkait. Ini artinya, jika instansi pemerintah terkait (Kominfo) tidak menyetujui, maka proses transaksi tidak dapat dilakukan. [HBS]